Sambungan dari bab 9!
_____________________Adora menggigit bibirnya, melihat ke arah Harry yang tengah menikmati puding yang dia buat. Tinggal membuat pudding lain yang membuat Harry kembali berbaik hati padanya. Harry mengabaikan dirinya terasa seperti Adora sedang stimulasi masuk neraka, dia tidak sanggup!
Bahkan dia sudah berjanji untuk mengabdikan hidupnya untuk Harry, jadi istri Harry mungkin. Kedengarannya gila, Harry menghancurkan hidupnya, Syden hadir sebagai seorang malaikat, menawarkan kesempurnaan, tapi Adora tidak bisa melihat semua itu, yang dia mau hanya Harry.
Gadis itu menarik napas panjang, rasa benci dan dendam membuat rasa lain muncul, rasa bergantung hidup pada laki-laki ini.
Sebenarnya Adora tahu, satu-satunya cara membuat Harry melunak adalah mengajak ke ranjang, dia akan berlaku seperti wanita murahan, tapi hanya itu yang bisa dia lakukan agar Harry tetap berada di sisinya.
"Bang." Adora berkata l
Ilana melihat ke luar jendela pesawat, awan-awan putih seolah ikut bergerak dan menyapa dirinya, mereka mengatakan untuk menghadapi apapun masalah yang terjadi dalam hidupnya, Ilana tersenyum mengetuk kaca tersebut dan seolah menjawab sapaan tersebut, dan Ilana berkata pada awan tersebut. "Kalian tidak perlu takut, aku tidak pernah lari dari masalah. Lagian, sudah ada seseorang yang menawarkan semuanya untukku. Awalnya dia mesum, pemaksa, tapi makin ke sini aku sadar, aku tak bisa tanpanya."Ilana terkikik dengan pemikiran konyol tersebut, melihat ke samping orang yang dia maksud. Dia tertidur begitu pulas, Ilana kembali tersenyum. Selain suka makan dan laut, Ilana jadi menyadari jika hamil membuatnya suka tersenyum. Padahal dia jarang tersenyum, sifatnya yang dulu keras berubah lembut. Mungkin benar adanya, saat kamu menemukan orang yang tepat kamu tak punya alasan berubah demi mereka. Bukan! Maksudnya, Ilana tetap Ilana yang biasanya, hanya saja dia bisa
Saling terdiam, mungkin menatap penuh permusuhan.Ilana meletakan tangan di depan dada, dengan gaya pongah seperti Ilana yang biasanya. Hell, anggap saja di depannya adalah musuh bebuyutan.Setelah satu bulan lebih pencarian, akhirnya Ilana tahu di mana Melati berada dan siapa dalang di baliknya. Tentu saja rasa iri dan dendam yang menguasai hingga membuat Alena memanfaatkan Melati yang polos untuk melakukan hal itu.Ilana tidak memarahi Melati atau juga Alena, walau mereka masih menatap dengan penuh permusuhan, baiklah, Alena yang melakukan hal itu.Alena memperhatikan perut buncit Ilana. Cih, Pengkhianat!"Udah berapa bulan?""Hah?""Hamil berapa bulan?""Lima bulan mau jalan enam.""Cewek atau cowok.""Belum tahu.
Adora tahu, hidupnya akan berakhir bersama laki-laki ini, Adora tahu hanya Harry orang terpenting yang dia punya. Bahkan, dia sudah menyiapkan kata-kata yang tepat agar Syden tidak sakit hati, tahu fakta sebenarnya, walau mungkin Syden tahu apa yang terjadi antara dirinya dan Abang laknat, Harry. Adora tahu dia masih terlalu muda dan naif, tapi dia ingin menikmati hidupnya tanpa ada lagi intrupsi dari luar. Biarkanlah orang mengatai dirinya gila, asal dia terus bersama Harry. Hari ini, kosong mata kuliah, dia berencana untuk menemui Syden dan menjelaskan semuanya dengan baik-baik, Syden adalah laki-laki dewasa yang begitu pengertian, laki-laki sebaik dirinya tidak pantas bersanding dengan dia yang kotor. Adora merasa dirinya kotor dan terus berada dalam kubangan dosa setiap saat, biarkan dia hancur bersama Harry. Gadis itu sedang makan ice cream pagi buta seperti
Dalam hidupnya, Ilana tak menyangka dia telah melewati banyak hal.Wanita itu berkaca dan melihat perutnya yang membuncit bulat mengemaskan, padahal kemarin, baru saja dia menendang tytyd Barry hingga bengkak.Rambutnya dia gerai sempurna, dengan dress putih selutut dan cardigan dongker untuk menutupi dirinya. Ilana berbalik dan melihat calon suaminya. Calon suami? Kedengarannya begitu aneh, dan asing, tapi begitulah adanya.Wanita itu berbalik melihat Barry yang serius bermain ponsel.Hari ini, mereka akan bertemu Alena, membicarakan apa yang terjadi di antara mereka secara dewasa. Dia tersenyum, ketika Barry meletakan ponselnya dan menepuk di sampingnya, Ilana berbalik dan langsung menubrukan badannya."Papa. Kamu geli nggak, dengarnya?" Barry menggeleng, Ilana memeluk leher laki-laki itu, dan tangannya menyusuri wajah Barry yang menutupi matanya.Barry membuka matanya, Ilana menunggu, laki-laki ini, aka
Walau sudah tahu keadaan yang sebenarnya, sudah punya kehidupan sendiri, tapi, Ilana selalu menatap Adora penuh permusuhan. Selamanya, julukan Si Boots takkan hilang dan terus melekat.Adora bertemu dengan Ilana lagi? Si medusa ini? Huh, untung saja semua keinginannya terkabul.Keduanya sama-sama memalingkan wajah. Dasar ibu-ibu hamil keras kepala!Ilana pandangi Harry yang wajahnya tidak berubah, minimal jadi monster berupa seperti sifatnya, nyatanya dia tetap terlihat kalem menutupi apa yang pernah terjadi. Kembali, Ilana menatap iba pada si Boots. Betapa neraka selama ini yang dia jalani bersama Harry, dan laki-laki sial ini menjadikan dirinya tameng untuk menutupi semua kebejatan yang dia lakukan. Diam-diam, Ilana menggeleng. Sedikit mengerang, kalau diizinkan dia ingin menampar Harry."Selamat atas kehamilan kamu." Harry mengulurkan tangannya. Ilana menatap laki-laki itu, awalnya ragu, tapi, tangannya terulur juga. Keduanya be
"Ini Nana saat masih kecil. Ini, Nana pas masih lima tahun. Cerewet bangat, trus banyak permintaan. Kalau nggak diturutin, ngamuk."Ilana hanya memasang wajah cemberut, dia memang suka merajuk tapi apa segitu parahnya. Dia lupa-lupa ingat, tapi dia baru sadar, jika dirinya termasuk bossy."Kan namanya anak-anak." Ilana membela diri."Dih, lu juga masih kecil makan tai.""Mana ada! Ih, Bunda masak Ai makan tai."Ilona hanya menggeleng, percakapan itu cukup mengocok perutnya. Teringat masa kecil anak-anaknya yang sekarang sudah punya hidup masing-masing. How time flies."Kalian makan tai semua." Ilana bergidik jijik, membayangkan masa kecil penuh tai."Udahlah, Bunda. Tai terus pagi-pagi."Sebenarnya tidak bisa dibilang pagi, sekarang sekitar pukul sepuluh, seluruh anaknya berkumpul, kecuali Dennis yang sudah jarang berkumpul karena sibuk dengan keluarga kecilnya.Ilana
Dalam hidupnya Adora yakin tidak ada laki-laki yang akan menerima dan mencintainya dengan tulus. Tapi, semua anggapan itu dipatahkan saat dia bertemu dengan Syden.Syden.Nama yang menempati satu ruang khusus di hatinya. Syden, orang yang membuatnya sedikit percaya diri dan melihat dunia dari hal lain. Syden, laki-laki yang membuat dirinya merasa berharga dari semua rasa hancur, putus asa dan rasa sakit yang tidak akan pernah dia ucapkan.Adora menunduk, dia sudah membuka diri dengan Harry, karena pada akhirnya dia kembali pada laki-laki ini. Harry membuatnya bergantung penuh pada laki-laki ini dan tidak mempercayai apa pun yang ada di dunia luar. Tapi, Syden memberi sedikit cahaya dan Adora berhasil keluar dari kegelapan walau yang dia temui lagi-lagi Harry.Mungkin, setelah Hugo lahir dia bisa memberi nama anaknya Syden, bentuk penghargaan karena laki-laki itu berjasa dalam hidupnya."Pikirin apa?" Adora mengangkat w
Hidup adalah hal yang penuh misteri dan kejutan. Takdir memang tak selalu ramah pada semua orang sesuai dengan rencana.Dalam benak Alena, saat sudah dewasa, punya kerjaan yang mapan, punya kekasih yang sama-sama mengerti dan akhirnya berlanjut ke jenjang lebih serius.Wanita itu menopang dagunya, melihat keadaan kamarnya yang luas dengan chandelier yang berada tepat di kepalanya dan ornamen di kamar yang didominasi warna pink.Lagu Astrid Hurts So Good mengisi beat di sore hari dia melamun.Sedikit menyesali atau mungkin hanya ingin merenungi, bagaimana takdir hidupnya selucu ini.{Aku mengenalnya terlebih dahulu, dia terlihat sangat perhatian dan peduli padaku, bahkan rencana menikah dan seatap itu sudah jelas di depan mata. Tapi, tidak ada yang lebih menyakitkan ketika tahu bahwa dia mencintai sahabatku aku hanya dijadikan batu loncatan, dan sahabatku membalasnya, sekarang mereka sudah
Layaknya sebuah keluarga bahagia, Ilana dan keluarga kecilnya akan melaksanakan kegiatan outdoor yang menyenangkan. Mereka berusaha untuk mengenalkan banyak hal pada putri mereka. Hari ini, akan diadakan camping di belakang rumah. Usia Elena sudah tiga tahun, sudah belajar banyak hal, dan mencoba-coba banyak hal, serta memiliki rasa penasaran yang begitu tinggi. Tapi, Ilana tahu putrinya cuek dan lebih suka melakukan banyak hal sendiri. "Elena, kita akan bercamping di belakang rumah. Apa yang perlu dibawa?" Elena menatap ibunya, tidak banyak bicara dan langsung menuju kamarnya, bocah itu membawa buku dongeng dengan campuran warna pink dan biru. "Bantuin Mami dan Daddy bawa barang ke belakang?" tawar Ilana, Elena mengangguk dan mencoba membantu barang-barang kecil yang sekiranya bisa dia bawa. Ilana dan Barry sudah merencanakan hal ini lama, jadi, mereka akan bersenang-senang. Di belakang rumah, sengaja dibuat bany
Ilana melihat pantulannya di cermin, masih dengan perut yang belum kempes, dia mengangkat sedikit kaosnya dan mengelus-elus perutnya.Dia berbalik dan melihat sebuah kedamaian berada di depannya, Elena.Bayi berumur dua minggu, 13 hari lebih tepatnya.Hari ini, Ilana akan sibuk, karena pemotretan Baby Elena. Seperti orang tua kebanyakan, mereka ingin mengambil banyak moment-moment indah dan pertumbuhan putrinya.Dengan persiapan yang hampir rampung, mereka menyewa sang fotografer untuk datang ke rumah. Tak lupa, Ilene dengan segala kerempongan yang dia punya. Ilene juga akan melakukan pemotretan bayi kembarnya yang sudah berusia dua bulan, ibu-ibu rempong itu memotret bayinya setiap bulan, dengan kostum yang beda-beda."Jangan lupa bawa tisu, popok, baju-baju kalian. Jangan sampai, tiba di sini baru sibuk." Ilana langsung menelpon Ilene dan mengingatkan, dia tahu Ilene itu berisik, Ilana tak suka, jika Ilene bertamu ke
Kebanyakan menonton film yang megah, modern, dan kehidupan yang dinamis, membuat Ilana selalu membayangkan Hawaii sebagai salah satu kota yang layak dikunjungi, dream country, yang wajib dikunjungi selama kamu hidup.Tapi, apa yang terpampang di depan matanya membuat dia terdiam dan bisa melihat dunia dalam pandangan yang lebih luas. Ilana berjalan pelan, sambil memperhatikan banyak homeless yang memeluk tubuhnya kepanasan atau kedinginan dengan perut kosong yang luar biasa.Dia melihat seorang wanita berusia sekitar 40 tahun sedang menikmati mie dengan lahap, dan Ilana bisa menduga, itu adalah salah hidangan terenak yang masuk dalam mulutnya.Ilana masih terdiam, ketika merasakan tubuhnya ditarik oleh Barry, karena mereka sedang melintasi zebra cross.Ilana menggengam tangan suaminya, niat awal bulan madu dan bersenang-senang, dan banyak hal yang dipaparkan di wajahnya, bahwa beginilah kehidupan yang sesungguhnya.Ilana
Kalau kamu mendengar kata Hawaii atau membaca kata Hawaii, apa yang pertama terlintas dipikiranmu? Pantai, pohon kelapa, ombaknya, masyarakatnya yang ramah, gunung berapi, atau hula-hula?Dalam benak Ilana, Hawaii itu sebuah pulau dengan banyak pantai cantik seperti kartun Moana. Dan benar adanya, walau mereka tetap disambut banyak gedung-gedung tinggi."Aku tahu ini sensitif, tapi, Ayah kamu ke mana?""Aku nggak yakin, pernah diceritakan, tapi, hanya sekilas. Banyak anak-anak kurang beruntung seperti aku yang tidak punya orang tua lengkap, Nana. Bahkan, aku kurang dekat sama ibu sendiri karena keadaan yang memaksa seperti itu."Ilana alihkan pandanganya keluar dari bus, dan merenungi kata-kata tadi. Barry benar, tidak semua anak-anak beruntung untuk punya keluarga utuh yang harmonis seperti keluarganya. Bahkan, ada anak yang punya keluarga utuh tapi mempunyai orang tua yang abusive.Dia mencoba mengingat-ingat masa ke
"Hahaha. Malam pertama, tapi, udah unboxing duluan. Nggak seru ah!" Ilana harusnya tahu, dia mempunyai keluarga ember bocor. Dia memang tidak tersinggung, dan memang begitu faktanya. Tapi, mendengar ejekan itu, kenapa rasanya mengesalkan? Itu adalah ejekan Ilene padanya. Resmi satu minggu menikah dan dia pulang ke rumah tuanya, Ilana sedang mempersiapkan bulan madu ke Hawaii. Tempat tinggal Ibu Barry. Hari ini, mereka akan ada bakar-bakar. Bakar ikan, bakar ayam, bakar jagung, bakar sampah. Bundanya sedang sibuk, di saat para menantu lelaki sibuk membantu ibu mertua mereka yang cantik. Sebagai seorang koki handal, Barry sedang mengipas-ngipas makanan di atas tungku arang tersebut. Sebenarnya Ilene ingin membantu, tapi disuruh duduk oleh suami, dua ibu hamil itu tidak diizinkan untuk bekerja. Mereka hanya boleh mencicipi. "Ahhh! Bosan bangat hidupku, Tuhan!" Ilana dan Ilene sama-sama menoleh ke sumber suara
Pita pink dengan tatanan dekorasi meja bundar. Hiasan lentera kertas yang menggantung di atap tenda warna-warni.Sudah tidak ada konsep pernikahan, jika yang ditampilkan adalah seluruh konsep dipadu-padankan.Awalnya, Ilana tidak begitu antusias menyambut pernikahannya sendiri, tapi, dia tidak bisa bohong, jika, sekarang dia merasa gugup luar biasa.Venue yang mereka pilih adalah di halaman belakang, karena Ilana hanya ingin sederhana, walau sudah disulap bundanya menjadi lebih baik. Bahkan, Ilana sampai terdiam, bagaimana mungkin pernikahan yang dia impikan sederhana terjadi begitu mewah di matanya. Dia senang, dia punya keluarga yang luar biasa bisa diandalkan.Ilana menarik sedikit long laces veil yang panjang hingga bokongnya. Sedikit mahkota kecil mewah di atas kepalanya walau dia sudah protes karena kebanyakan aksesoris.Dia mematut dirinya di cermin sekitar tiga menit, melihat wajahnya yang berubah total dan jug
"Menurut kamu, konsep foto prewedding gimana?"Ilana menatap Barry yang sedang mengupas mangga, turun dan mendekati laki-laki itu."Aku nggak punya bayangan. Sebenarnya aku gak terlalu mengkhayal hal seperti itu, yang penting cepat melewati hal itu, dan yang utama adalah kehidupan setelah menikah itu." Ilana mengambil satu potong satu mangga dan memasukan dalam mulutnya. Manis.Tak puas. Ilana mengambil lagi."Aku sebenarnya paham maksud kamu. Aku sebenarnya lagi tidak pernah banyak permintaan, Bar. Serius, cukup melewati hal ini."Barry hanya memandang wanita cantik di hadapannya."Okay-okay. Besok nikah aja lah, biar cepat.""Ye. Bukan begitu ibu pejabat, sebagai laki-laki aku merasa ingin memberi kamu yang terbaik. Kamu memang ingin sederhana, aku mau kamu mengenang ini sebagai kenangan yang takkan kamu lupakan karena ini seumur hidup, Nana." Ilana hanya mengangkat alisnya dan mengambil lagi poto
Telapak tangannya terasa hangat, dari cangkir kecil yang tengah mengeluarkan asap. Ilana menunduk, melihat minuman miliknya dan kembali meniup sedikit dan menyeruput minuman itu.Masih terlalu dini, untuk manusia seperti dirinya yang bangun di atas jam delapan pagi.Ilana mengintip, masih jam 6.30, dan Barry masih terlalu pagi, tapi, dia tidak bisa tidur dengan tenang, memikirkan nasibnya dan juga masa depan."Aku kira kamu kabur lagi. Bangun-bangun di sebelah udah dingin." Ilana memutar tubuhnya, mendapati Barry yang menguap, menggaruk kepalanya dan mengucek matanya sebentar.Ilana melihat ke atas meja makan, roti gosong yang dia buat. Entah kenapa, pagi-pagi dia sudah berinisiatif melakukan hal ini. Rasanya seperti kamu merasakan air asin berubah jadi sirup merah."Waoh. Apa ini? Apa aku sedang bermimpi berada dalam dunia para layang?" seru Barry norak, yang membuat Ilana berdecak sebal. Mau menolak atau keras sepert
"Bunda juga dulu nggak pande masak. Tapi, akhirnya bisa masak juga. Kamu juga bisa gitu, Nana. Memasak bersih-bersih itu basic skill semua gender, kenapa Bunda nggak nyuruh kalian masak? Karena, Bunda mau kalian sadar memasak dan mengurus rumah itu harus kesadaran kalian dan kalian harus bisa. Perempuan atau laki-laki harus bisa masak." Dengan gaya kedua tangan berlipat di dada, Ilana memperhatikan Bundanya memasak pisang goreng, dengan membolak-balik pisang di atas minyak panas. Dia suka menonton orang memasak, tapi, jangan menyuruh dirinya untuk memasak. Ilona mengambil piring dan juga tisu untuk alas agar pisang goreng tak terlalu banyak minyak. "Ini, isinya kolestrol jahat semua." Komentar Ilona ketika mencubit sedikit pisang goreng yang masih panas tersebut. "Hisang hoheng. Hasih hanas." Ilona meniru pembicaraan orang-orang ketika makan pisang goreng dalam keadaan panas. Ilana hanya menatap malas ke arah Bundanya.