Share

Pencarian

Seharusnya, saat ini kelas IPA 1 diisi oleh pelajaran Pak Sendi, namun karena guru - guru sedang ada rapat, alhasil satu sekolah pun jam kosong.

Jam kosong seperti saat ini sangat dimanfaatkan dengan baik oleh para murid, mengingat SMA Perkasa jarang ada jam kosong. Mereka tidak boleh menyia - nyiakan momen berharga ini.

Seperti biasa, Nessa sibuk membuat instastory. Tidak lupa Nessa memilih filter terlebih dahulu sehingga kulitnya tampak semakin bersih. Kemudian ia merapikan rambut hitamnya. Setelah siap, ia pun mulai merekam.

"Oke, guys, jadi sekarang kelas gue lagi free and im so sad," Ucap Nessa dengan raut sedih, "harusnya sekarang waktunya mapel favorit gue. Apa tebak? Yeppp sratus buat yang jawab matematika! But, it's okay. Gue tetep bisa belajar sendiri, kok,"

Nessa merubah kameranya menjadi kamera belakang, memperlihatkan teman - teman cowoknya yang sedang berkumpul sambil tertawa terbahak - bahak, "tapi lagi - lagi gue sad karena mereka rameee banget. Dari tadi ngoceh nggak berhenti - berhenti kayak burung lagi kontes. Gue, kan, jadi nggak bisa konsen. Atau enaknya ke perpus aja kali, ya? Ya udah gue mau belajar duluu," Nessa mengakhiri rekamannya. Setelah itu, Nessa langsung memposting video tersebut ke instastory. Padahal, Nessa tidak benar - benar belajar, ia hanya ingin pansos saja.

"Dompetnya udah lo balikin?" tanya Kayra sambil mencomot keripik kentang yang ia bawa dari rumah.

"Belum. Males," Nessa memang belum menceritakan tentang kejadian di ruang OSIS kepada dua sahabatnya itu.

Dara yang bertempat duduk tepat di belakang Nessa pun mengernyit heran, "lah, kenapa?"

Nessa meletakkan ponselnya kemudian mendekat pada Dara dan Kayra. Nessa bercerita dengan suara pelan sambil sesekali melirik Regar sinis. Kebiasaan cewek saat menceritakan keburukan temannya.

"Dia, kan, ketos, harusnya dia juga bisa kasih contoh baik, dong. Bukan malah ngatain cewek sampek kayak gitu," protes Dara saat Nessa sudah selesai bercerita.

"Bener banget. Itu nasihat buat dia sendiri harusnya," tambah Kayra.

"Tau, deh," balas Nessa menatap lurus ke arah Regar. Tepat saat itu, Regar juga sedang menatap Nessa. Cepat - cepat Nessa memutus eye contact mereka berdua.

Regar merasa dirinya sedang menjadi bahan obrolan tiga primadona itu. Tanpa diberitahu, Regar sudah tahu persis apa yang sedang mereka bahas dan Regar tidak peduli. Ia memilih mengacuhkan tiga cewek itu lalu kembali berkutat dengan buku cetaknya.

Tiba - tiba, Miko menghampiri Regar sambil meletakkan kedua tangannya di atas buku Regar yang terletak di atas meja.

Regar mendongak, "apa?" tanya Regar.

Miko memperlihatkan barisan gigi putihnya, "pinjem cuan, dong, sultanku," ucap Miko malu - malu.

"Buat?"

"Bayar kas,"

"Berapa?"

"Kata si bendahara, sih, kas gue nunggak seratus ribu, hehe,"

"Hah?"

Memang selama ini Miko sangat jarang sekali membayar iuran kas kelas, bahkan mungkin tidak pernah. Jika ditagih pasti ada saja alasannya.

"Duit lo kemana? Perasaan tadi bisa jajan,"

"Itu dia, udah abis buat jajan," seperti itulah salah satu contoh alasan yang sering Miko gunakan.

"Ck, lo tuh jajan kira - kira, dong. Jangan diabisin semua uangnya," titah Regar sembari merogoh saku celananya untuk mengambil dompet. Tetapi, dompetnya tidak ada di sana.

Regar mengecek, laci, tas Miko, tas Eza, dan tasnya sendiri. Tetap nihil. Miko dan Eza menggeleng saat ditanya di mana dompet Regar. Regar mulai panik.

"Harta gue kemana ?"

Regar mengitari bangku teman – temannya mulai dari ujung kanan sampai ujung kiri, memastikan apakah dompetnya jatuh di kelas atau tidak. Miko dan Eza juga ikut mencari.          

Berbeda dengan Regar yang sedang pusing, Nessa malah menahan tawanya melihat Regar yang mondar – mandir seperti setrika.           

“Mau lo balikin kapan?” tanya Dara penasaran.           

“Ntar aja,” jawab Nessa santai. Ia ingin mengerjai Regar terlebih dahulu, itung – itung sebagai balas dendam karena Regar sudah menyinggung perasaannya.           

“Ceritanya lagi balas dendam, nih?” tanya Kayra.           

“Ya gitu, deh. Tapi kayaknya ini lebih pas disebut karma, ” ucap Nessa menekankan kata terakhir.           

“Karma is real,” sahut Dara membuat mereka bertiga tertawa kencang. Regar yang mendengar itu pun menoleh.

Spontan, Regar berpikir jika Nessa ada sangkut pautnya dengan masalah ini. Bisa saja saat di ruang OSIS tadi Nessa mengambil dompet Regar diam – diam. Kemungkinan besar Nessa melakukannya sesaat setelah Regar menyebut Nessa sebagai cewek murahan. Cewek itu merasa sakit hati lalu berniat balas dendam.

Namun, Regar segera membuang jauh – jauh pikiran itu. Ia ingat betul Nessa hanya duduk dan mengajaknya berfoto. Tidak terlihat gerak – gerik mencurigakan dari cewek itu.

“Terakhir lo taruh di mana, sih, Gar?” tanya Eza.           

Regar terlihat berpikir, “tadi gue bayar bakso Pak Iqbal trus makan, abis itu gue ke ruang OSIS,”           

“Coba cari di kantin sama di ruang OSIS,” saran Miko yang langsung dituruti oleh Regar.

Regar berjalan cepat menuju kantin diikuti Miko dan Eza. Mereka menghampiri Pak Iqbal dan menanyakan keberadaan dompet warna coklat tua milik Regar, tetapi Pak Iqbal tidak tahu – menahu soal dompet itu.

Kemudian, mereka meneliti seisi kantin dan tetap saja nihil. Mereka pun melanjutkan pencarian ke ruang OSIS yang terletak di lantai tiga.

Regar memutar kenop pintu ruang OSIS dengan tergesa – gesa. Berkali – kali ia putar, pintu masih tidak bisa dibuka.

Miko mendekatkan bibirnya ke telinga Eza, “kalo lagi panik gitu, tuh, suka gak waras.”

Eza hanya melipat tangannya di depan dada melihat Regar yang masih kesulitan membuka pintu.

“Susah amat, sih!” Regar mengeluh frustasi, “bantuin, dong, malah diem, susah, nih!” seru Regar melihat kedua temannya yang hanya berdiri seperti sedang cosplay jadi manekin.

“Kunci,” ucap Eza santai.

Regar langsung menghentikan aksinya yang tidak berguna itu. Ia baru ingat jika pintunya terkunci. Pantas saja dari tadi pintunya tidak bisa dibuka.

Regar terlalu panik hingga membuatnya gagal fokus. Sebenarnya yang membuat Regar pusing tujuh keliling bukanlah dompetnya, tetapi isinya. Regar tidak bisa membayangkan jika KTP, SIM A dan C, tiga buah kartu debit, dan STNK miliknya hilang begitu saja.

“Ngurusin masalah organisasi pro banget, giliran masalah sendiri malah oon,” sindir Miko.

“Namanya juga panik,” sahut Regar sambil merogoh saku baju dan celananya, “lupa, kuncinya di tas,”             

Eza dan Miko menghela napas panjang.

“Okeee markibal ke kelas,” ucap Miko.

“Markibal?” Eza mengerutkan keningnya bingung.

“Mari kita balik,” jelas Miko dengan senyum lebarnya. Mereka bertiga segera turun ke lantai dua, tempat kelas mereka berada.

           

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status