Ku perhatikan saung yang dia gunakan bersama dengan teman-temanya dari bilik kasir secara diam-diam juga. Aku tak menyangka jika akan bertemu dengan nya. Apakah ini memang akal-akal an Elsa. Atau memang Allah sengaja mempertemukan aku dengan nya.Entahlah, yang pasti aku sudah tau bagaimana bentuk dan rupa saudara Elsa ini. Aku pun membalas pesan darinya, setelah pesan yang dia kirim dulu kuacuhkan dan tak ku balas.[Waalaikumsalam Mas, salam kenal juga]Setelah mengirim balasan pesan padanya, aku jadi merasa sedikit canggung. Bagaimana pun juga aku bukan lah remaja lagi, yang sedang mengalami kasmaran saat berbalas pesan dengan lawan jenis.Triiing!!Kuterima notifikasi pesan masuk yang dia kirim kembali padaku. Dengan lincah, jemari ku pun membuka isi pesan dari nya[Alhamdulillah, terimakasih ya Da, sudah dibalas. Kenalkan namaku Candra, dan akulah saudara Elsa.][Oh iya, salam kenal juga Mas Candra.]Kukirim lagi balasan pesan padanya. Tapi sepertinya dia sedang asyik ngumpul bers
Jangan lupa untuk tinggalkan like dan komen ya. Dan jangan lupa juga untuk subscribe profile author.Terimakasih dan selamat membaca...*****"T-tunggu, maksut kamu apa Fer?" Tanya ku yang sedikit terkejut mendengar ucapan nya.Tapi dia hanya menghela napas tanpa menjelaskan apa maksut dari perkataan nya itu."Maaf, lupakan saja." Jawabnya sedikit salting."Ooh, oke." Jawabku sesantai mungkin. Meskipun, aku merasakan debaran didalam dada ku.Ya Allah, masa' iya aku kembali jatuh cinta dan itu pada Fero. Kenapa setiap kali dekat denganya aku merasakan nyaman. Dan kenapa dia juga seperti memberi angin segar padaku, padahal dia juga sudah memiliki kekasih hati yang juga begitu mencintainya."Oh iya, kamu ada yang mau diomongin lagi gak? Kalau enggak ada, aku mau mandi dulu.""Mmm enggak ada kok. Makasih ya uda luangin waktunya."Aku mengulum senyum padanya. Kemudian kembali berlalu masuk kedalam kamar.Kurendam diri ini dibath up. Sekali lagi, ucapan Fero mampu membuatku menjadi kepikir
****Aku menemani Mas Candra mengobrol diruang tamu. Ternyata, dia tipe lelaki yang easy going. Sehingga, obrolan antara kita berdua jadi begitu seru tanpa rasa canggung, bahkan kami terbahak bersama.Tema yang kami bahas pun beragam, mulai dari bisnis, sampai keseharian kita. Dan sama sekali tak ada pembahasan tentang perasaan.Bik Darni keluar membawa dua cangkir teh hangat dan cemilan untuk ku dan Mas Candra. "Makasih ya Bik!""Sama-sama Bu. Kalau gitu saya permisi dulu."Aku mengangguk, kemudian Bik Darni pun berlalu. Kami meneruskan obrolan yang sempat tertunda tadi.Dari ceritanya, aku tau bahwa dia memiliki dua buah hati. Satu lelaki dan satu wanita. Yang lelaki sudah besar, dia sudah masuk diperguruan tinggi. Dan sekarang sudah disemester empat. Sedangkan buah hatinya yang perempuan, juga seumuran Anita. Cuman beda setahun, sekarang dia masih duduk di kelas dua SMA.Walaupun memiliki buah hati yang sudah pada dewasa, tapi Mas Candra masih terlihat baby face. Bahkan jika oran
*****Pov mantan Ibu mertua"Haduuh, belum akhir bulan uda hampir habis aja sih stok makanan dirumah." Gerutu ku dalam hati.Ku langkahkan kaki menuju kamar Lusi. Punya anak perempuan satu juga sukanya ngebo mulu. Bangun pagi pun juga kalau ada si Dendi. Itu pun juga jarang-jarang.Kadang aku berpikir dengan sifat Lusi yang seperti itu, si Dendi bakal berpaling hati. Apalagi, sampai sekarang putri ku ini juga belum bisa memberikan keturunan untuk Dendi. Padahal hasil pemeriksaan keduanya juga normal tanpa adanya masalah.Aku sebagai orang tua juga kadang merasa iba dan sedih memikirkan dua nasib buah hatiku. Yang satu main kawin aja, hingga akhirnya jadi belangsak, bukan nya malah bahagia dengan istri barunya, yang ada malah menderita.Justru mantan istri yang ditinggalkan kini malah sukses dan bahagia. Kadang ada perasaan tak ikhlas melihat mantan menantu ku hidup enak. Tapi mau bagaimana lagi, toh yang salah juga anak ku sendiri. Terus yang satunya lagi juga selalu kesepian karena d
Cukup lama kami menunggu Denisa dan lelaki itu keluar dari pasar. Bahkan sampai makanan kami berdua habis pun, tetap saja, batang hidung mereka tak nampak."Ibu capek Lus. Kita pulang aja. Biar nanti Bowo dan Denisa Ibu suruh kerumah aja.""Sabar napa sih Bu, namanya juga kepasar, ya pasti lama lah. Kan mereka beli sesuatu."Aku hanya bisa menghela napas kasar. Hingga aku memutuskan untuk memesan kembali es teh yang tinggal sedikit."Mbak, nambah es teh nya satu ya!""Sekalian es jeruknya juga Mbak!" Tukas Lusi tak mau kalah."Ikut-ikut aja sih Lus!" Sungutku "Biar sekalian atuh Bu!"Tak berselang lama, minuman kami berdua pun datang. Sekalian saja aku membayarnya. Biar jika nanti Denisa dan lelaki itu keluar, aku dan Lusi bisa langsung tancap gas membuntuti mereka."Lus, sepeda ambil dulu gih. Biar nanti kita gak kerepotan keparkiran dulu. Parkir depan warung ini aja." Perintahku padanya"Waah ide bagus Buk. Bentar, aku kesana dulu."Lusi bangkit dari tempat duduk nya, sebelum berla
Malam ini memang aku sengaja ingin mengajak Denisa maupun Narendra untuk main kerumah Ibu. Karena memang sudah hampir seminggu ini, aku tak berkunjung kerumah Ibu.Apalagi, aku ingin meminta pada Ibu untuk menikahi Denisa secara negara. Karena aku juga kasian padanya, sebab aku selalu janji-janji saja untuk menikahinya. Hingga kini aku sudah bercerai dengan Ida dua tahun pun, janji itu belum juga aku wujudkan.Ini lah momen yang tepat untuk kami menikah sah secara negara. Apa lagi, sebentar lagi juga memasuki bulan puasa. Aku ingin sekali selama puasa dilayani oleh istriku dirumah.Tapi aku merasa sedikit kepikiran dengan telepon Ibu barusan. Tumben-tumbenan beliau meminta ku untuk datang sampai seperti itu.Aah entahlah, yang penting hari ini aku harus menyelesaikan kerjaan ku lebih dulu. Biar nanti bisa langsung main kerumah Ibu.Apalagi beberapa hari ini menjelang ramadhan, sudah pasti boss memilih karyawan nya untuk kebut kerjaan. Karena memang biasanya karyawan banyak yang molor
Sepuluh menit perjalanan, akhirnya kami berdua sampai juga dirumah Ibu. Dan tak kusangka, Ibu pun telah menunggu kami didepan rumah."Assalamualaikum..." Salam kami berdua pada Ibu kala turun dari sepeda motor"Waalaikumsalam..." Ibu pun berdiri menyambut kedatangan kamiDan dengan segera, kami berdua menyalami punggung tangan Ibu"Aduh, cucu Nenek... Makin gembul aja sih nak. Nenek sampek kangen!" Nampak raut muka Ibu terlihat sedih."Iya Nek, hari ini Narendra tidur sini kok!" Jelasku yang membuat mimik wajah Ibu berubah seketika menjadi bahagia.Aku melirik Denisa yang cemberut, karena memang dari awal, dia menolak untuk menginap disini. Tapi aku sama sekali tak memperdulikan nya. Sudah berkali-kali aku mengalah padanya, bukanya sadar diri, dia justru malah menjadi-jadi dan menginjak harga diriku sebagai suami. Itu lah yang membuat ku kini enggan untuk mengalah lagi padanya "Ayo masuk dulu. Sini, biar Narendra Ibu yang gendong." Ibu mengambil alih Narendra dari gendongan Denisa,
Hari ini adalah hari pertama puasa ramadhan, dan hari ini pula kami sekeluarga menepati undangan Bude Mai untuk buka puasa pertama dirumahnya.Klunting!!![Assalamualaikum... Jangan lupa nanti sore ya Da, datang kerumah kami. Alamatnya berada di Jl.kapen Darmo sugondo blok B1 no.17. Kami tunggu kedatangan nya!]Mata ku menyipit kala membaca pesan yang dikirim oleh Fero. Karena iki juga baru pertama kalinya dia mengirimkan pesan padaku secara pribadi.Entah kenapa, aku merasakan bunga-bunga kecil bermekaran dalam hati kala membaca pesan dari Fero. Padahal pesan itu terkesan sangat biasa saja.Tanpa menunggu lama, akupun langsung membals pesan dari nya.[Waalaikumsalam Fer, iya insyaallah nanti kami datang kok. Makasih ya uda dikirim alamatnya.] Tak lupa ku bubuhi emoticon tersenyum, lalu mengirim pesan balasan itu padanyaKlunting!!!Kini hp ku kembali berdering kala pesan balasan Fero masuk kedalam hp ku.[Oke sama-sama Da!]Tanpa sadar aku jadi tersenyum sendiri. Dan tanpa sadar pula
Setelah semua kejadian yang menimpa Lusi, awalnya dia begitu terpukul dan hampir depresi. Karena dia memang bakal tak bisa mempunyai anak untuk selamanya.Berkat kesabaran Ibunya, dan juga Bowo yang selalu memberi dukungan, perlahan Lusi mampu menerima takdirnya.Begitupula Dendi yang juga perhatian pada nya pasca kehilangan buah hati mereka. Tapi semenjak kehadiran Romi, mantan pacar Lusi dulu, hidupnya berubah. Terutama hubungan nya dengan Dendi.Rama, lelaki yang dulu mencintai Lusi sepenuh hati. Tapi karena dulu dia belum memiliki pekerjaan yang mapan, dia pun memilih untuk mundur. Apalagi waktu itu dia melihat Lusi yang juga sudah dekat dengan Dendi yang memiliki pekerjaan dengan penghasilan yang lumayan besar.Hingga akhirnya, dia pun memilih untuk merantau. Bekerja jadi kontraktor disebuah tambang."Lus...!" Sapa Rama saat mereka bertemu membeli martabak disebuah sentra PKL bersama Narendra."Rama....!" Balas Lusi yang juga tak kalah bahagia dan mereka pun bersalaman."Anak kam
Hallo Mas!" Sapanya begitu lembut saat mengangkat telepon ku."Lagi apa Ras?""Nih, lagi santai sama calon anak kamu. Oh iya, uda makan belum?" Tanya nya.Aaah, Laras benar-benar perhatian sekali. Bahkan Lusi pun jarang menanyakan hal sekecil ini tapi mampu membuat ku merasa dipedulikan. Tak seperti Lusi yang hanya lebih sering menanyakan uang dan uang.Untung saja aku cinta. Kalau tidak, mungkin aku sduah meninggalkan nya."Sudah kok. Kamu juga sudah makan apa belum? Jangan sampai telat makan ya?" "Iya Enggak Mas." Jawab nya seraya tersenyum."Oh iya Ras, mobil yang kujanjikan pada Lusi sudah datang hari ini. Ku rasa dia begitu bahagia!" Ucapku.Tapi Laras tak menanggapi ucapan ku."Halo Ras kamu masih disana?" Tanya ku.Karena memang seketika suasana jadi hening. Hanya terdengar suara helaan napas yang berat keluar dari mulutnya."Iya masih Mas. Tapi aku ngantuk mau tidur dulu. Capek!" Jawab nya seketika cuek."Oh yasudah kalau gitu, kamu istirahat dulu gih. Met tidur ya sayang dan
Aku dulu memang sangat mencintai Lusi. Apapun yang dia inginkan, sebisa mungkin bakal aku turutin.Tak ada kata penolakan yang bakal keluar dari mulutku ini, semua ucapannya pasti ku iyakan. Tapi ada satu hal yang mengganjal hatiku. Aku ingin keturunan. Sudah hampir lima tahunan aku dan Lusi menjalin rumah tangga, tapi kami belum juga dikarunia i seorang anak.Lantas aku harus bagaimana? Apakah aku harus menunggu terus dengan sabar? Tapi sampai kapan? Aku juga tak tau kapan umurku akan berakhir. Tapi setidaknya sebelum umur ku usai, aku sudah memiliki seorang penerus.Semakin hari aku semakin bimbang. Ingin rasanya menyudahi hubungan ku dengan nya, tapi aku masih terlalu cinta."Ini pesanan nya ya Pak!" Ucap seorang pelayan restoran saat kapalku sedang bersandar dan kami makan malam disuatu kota.Aku melihat gadis ini begitu manis, dengan postur tubuh yang aduhai menggoda iman. Ku lirik name tag nya, dan kulihat nama yang tertera disana "Laras".Aku pun tersenyum manis padanya, dan di
Drrrt... Drrrt... Drrrt...Aku jadi terbangun kala hp ku berdering karena sebuah panggilan masuk. Setelah ketahuan hamil, Ibu menyuruhku untuk lebih banyak istirahat. Karena kata Ibu, kehamilan ku ini sedikit rewel. Apalagi ini masih trimester pertama yang pastinya masih teler-telernya. Kuraih hp yang tergeletak tak jauh dari tempat ku berbaring, kemudian melihatnya. Ternyata Mas Dendi lah yang sedang menelponku.Dengan semangat 45, aku pun langsung mengangkat panggilan darinya. Dan sudah pasti, senyum ku pun memgembang."Hallo, iya Mas!" Ucapku "Lus, kamu beneran kan? Kamu gak bohong kan?" Pertanyaa Mas Dendi langsung memberondong ku."Iya Mas, masa' iya aku bohong sih sama kamu Mas?" "Alhamdulillah... Ya Allah Lus, kamu tau aku begitu bahagia. Hiks!" Dari nada suaranya, Mas Dendi begitu terharu."Mas nangis?" "Mas cuman bahagia Lus, Mas gak nyangka akhirnya kamu hamil juga. Tapi....!" Ucapanya terhenti.Tapi aku paham maksut dari ucapan Mas Dendi ini. Tapi dia juga sudah mengham
Karena perjanjian ku dengan Mas Dendi inilah, sekarang aku bisa hidup lebih bahagia. Apalagi dengan harta yang lebih bergemilang. Walau aku harus berbagi suami dengan wanita sialan itu.Tiga hari lagi Mas Dendi juga akan pulang. Dan dia berniat ingin bersama ku nantinya. Jujur saja, aku sudah kehilangan hasrat bersama Mas Dendi. Tapi, mau tak mau aku harus tetap melayani nya.Toh aku juga dapat imbalan yang setimpal. Apapun yang aku ingin kan, Mas Dendi selalu menuruti apapin yang aku ingin kan.Yang terpenting saat ini, aku harus bersiap dan merias diri secantik mungkin. Agar nanti saat Mas Dendi datang, dia terkesima dengan penampilan ku.Tok tok tok!!!"Lus...?" Sapa Mas Bowo didepan kamar ku"Hmm, ada apa Mas? Masuk aja, gak ku kunci kok." UcapkuMas Bowo pun masuk, dan mengeluarkan uamg lembaran merah sebanyak lima biji."Nih...!" Ucapnya sambil meneyerah kan pada ku."Ooh, uda gajian toh. Oke, aku terima." Ku ambil uang ity dari tangan Mas Bowo. Dan memasukkanya kedalam kantong
Menempuh waktu hampir dua jam lebih, bagiku terasa sangat begitu lama. Tapi aku bersikap biasa saja dihadapan Mas Fero. Aku takut, jika dia melihat ku khawatir, dia bakal ngebut, dan justru malah membahayakan kita sendiri.Padahal dalam hati ini, sudah tak karuan lagi. Campur aduk rasanya, apalagi memang kondisi Bapak yang sudah terlalu lemah beberapa hari ini.Tapi memang saat ini Mas Fero berkendara lebih cepat dari pada saat kami berangkat ke kosan Anita. Untung nya juga, jalanan tak seberapa padat, mungkin karena masih siang juga, dan tak bertepatan dengan jam pulang kerja.Tujuan kita saat ini pun langsung ke rumah sakit Medika. Aku melirik Anita dari kaca spion dalam mobil, terlihat tak tenang juga. Terlihat juga Anita tak lepas dari doa, sama seperti ku saat ini.Sesampainya dirumah sakit, Mas Fero langsung memarkirikan mobilnya, setelah itu, kami langsung berjalan. Menuju ruang ICU, dimana Emak sudah menunggu disana."Mak...!" Sapa ku saat melihat wanita paruh baya itu duduk s
Sudah dua hari ini, aku dan Mas Fero tinggal dirumah ku. Karena memang beberapa hari ini aku sibuk mengolah semua usaha ku. Maklum, biasanya Emak yang membantuku ditoko, kini lebih banyak dirumah.Sebab, akhir-akhir ini kesehatan Bapak juga sedang terganggu. Dan sudah tiga hari ini pula beliau terlihat lemas. Jadi dari pada aku harus bolak balik toko kerumah Mas Fero yang jaraknya lumayan jauh, aku pun memutuskan untuk memgajak Mas Fero gantian tinggal disini beberapa hari. Apalagi hari ini kita juga ada agenda mengantarkan Anita ke kosan nya.Dan juga, aku sibuk membantu putriku yang akan segera pindahan, karena sebenyar lagi dia akan masuk kuliah. Ternyata waktu berputar begitu cepat, hingga tanpa terasa kini Anita sudah akan menjadi seorang mahasiswi."Nduk, sarapan dulu!" Ajak Emak saat aku menuju dapur."Enggeh Mak! Oh iya, nanti Emak ke toko lagi kah?" "Kayaknya sih enggak, lah Bapak mu kondisinya juga kayak gitu. Emak kok jadi takut ya Nduk!" Ucap Emak sedikit tertahan"Takut
"Sudah hampir sebulan ini aku menjadi istri Mas Fero, kalau ditanya bagaimana rasanya? Sudah tentu aku bakal berkata begitu bahagia.Bukan tanpa sebab, karena memang sifat Mas Fero yang begitu perhatian dan peduli padaku, membuat ku menjadi begitu nyaman.Apalagi Mama juga begitu baik terhadapku. Karena memang setelah menikah, aku diboyong oleh Mas Fero ke kediamanya. Ya, walaupun tak jarang juga aku masih sering pulang kerumah untuk menengok Emak dan Bapak.Karena memang Anita juga kadang ikut tinggal dirumah Papa barunya ini. Mas Fero mengajak ku tinggal dirumah nya juga bukan tanpa alasan, sebab anak-anak kandung Mas Fero yang kini juga sudah menjadi anak ku masih kecil-kecil, sedangkan Anita sudah besar.Dan sebentar lagi dia akan masuk kuliah, bahkan akan tinggal jauh dari kami. Karena dia kuliah diluar kota, terpaksa dia harus ngekos disana. Itu pula lah yang membuat ku mau untuk tinggal disini, karena anak-anak Mas Fero lebih membutuhkan sosok Ibu."Sayang, nanti nge mall yuk..
Hari ini pekerjaan kantor benar-benar lumayan banyak. Apalagi banyak barang masuk, yang otomatis banyak data pula yang harus ku input.Untung nya laporan ini gak harus selesai hari ini juga. Jadi aku masih bisa sedikit bersantai tentunya.Kulihat Bram dan teman-teman juga pada sibuk dengan pekerjaan mereka. Hingga waktu istirahat, seperti biasa aku dan Bram makan siang di kantin sambil ngobrol. "Bro, gak minat cari istri baru nih?" Tanya nya "Gak kepikiran Bram. Masih trauma!" Jawab ku sambil menggelengkan kepala."Hahaha Anjriit, lemah amat lu Bro!"Sialan, dia bilang aku lemah? Dia gak tau aja sih sakitnya diselingkuhi, apalagi selingkuhnya sampek bikin bunting. Sakit tau gak, sakiiit...."Kamu bisa ngomong gitu mah soalnya belum ngerasain aja. Coba deh, nanti kalau uda ngerasain, nyaho deh...!" Cebik ku ganti membuat raut muka Bram berubah."Yaelah, gitu amat doain temen yang jelek-jelek." Ucap Bram yang sama sekali tak ku gubris.Waktu istirahat yang hanya sejam pun habis, aku k