****Aku menemani Mas Candra mengobrol diruang tamu. Ternyata, dia tipe lelaki yang easy going. Sehingga, obrolan antara kita berdua jadi begitu seru tanpa rasa canggung, bahkan kami terbahak bersama.Tema yang kami bahas pun beragam, mulai dari bisnis, sampai keseharian kita. Dan sama sekali tak ada pembahasan tentang perasaan.Bik Darni keluar membawa dua cangkir teh hangat dan cemilan untuk ku dan Mas Candra. "Makasih ya Bik!""Sama-sama Bu. Kalau gitu saya permisi dulu."Aku mengangguk, kemudian Bik Darni pun berlalu. Kami meneruskan obrolan yang sempat tertunda tadi.Dari ceritanya, aku tau bahwa dia memiliki dua buah hati. Satu lelaki dan satu wanita. Yang lelaki sudah besar, dia sudah masuk diperguruan tinggi. Dan sekarang sudah disemester empat. Sedangkan buah hatinya yang perempuan, juga seumuran Anita. Cuman beda setahun, sekarang dia masih duduk di kelas dua SMA.Walaupun memiliki buah hati yang sudah pada dewasa, tapi Mas Candra masih terlihat baby face. Bahkan jika oran
*****Pov mantan Ibu mertua"Haduuh, belum akhir bulan uda hampir habis aja sih stok makanan dirumah." Gerutu ku dalam hati.Ku langkahkan kaki menuju kamar Lusi. Punya anak perempuan satu juga sukanya ngebo mulu. Bangun pagi pun juga kalau ada si Dendi. Itu pun juga jarang-jarang.Kadang aku berpikir dengan sifat Lusi yang seperti itu, si Dendi bakal berpaling hati. Apalagi, sampai sekarang putri ku ini juga belum bisa memberikan keturunan untuk Dendi. Padahal hasil pemeriksaan keduanya juga normal tanpa adanya masalah.Aku sebagai orang tua juga kadang merasa iba dan sedih memikirkan dua nasib buah hatiku. Yang satu main kawin aja, hingga akhirnya jadi belangsak, bukan nya malah bahagia dengan istri barunya, yang ada malah menderita.Justru mantan istri yang ditinggalkan kini malah sukses dan bahagia. Kadang ada perasaan tak ikhlas melihat mantan menantu ku hidup enak. Tapi mau bagaimana lagi, toh yang salah juga anak ku sendiri. Terus yang satunya lagi juga selalu kesepian karena d
Cukup lama kami menunggu Denisa dan lelaki itu keluar dari pasar. Bahkan sampai makanan kami berdua habis pun, tetap saja, batang hidung mereka tak nampak."Ibu capek Lus. Kita pulang aja. Biar nanti Bowo dan Denisa Ibu suruh kerumah aja.""Sabar napa sih Bu, namanya juga kepasar, ya pasti lama lah. Kan mereka beli sesuatu."Aku hanya bisa menghela napas kasar. Hingga aku memutuskan untuk memesan kembali es teh yang tinggal sedikit."Mbak, nambah es teh nya satu ya!""Sekalian es jeruknya juga Mbak!" Tukas Lusi tak mau kalah."Ikut-ikut aja sih Lus!" Sungutku "Biar sekalian atuh Bu!"Tak berselang lama, minuman kami berdua pun datang. Sekalian saja aku membayarnya. Biar jika nanti Denisa dan lelaki itu keluar, aku dan Lusi bisa langsung tancap gas membuntuti mereka."Lus, sepeda ambil dulu gih. Biar nanti kita gak kerepotan keparkiran dulu. Parkir depan warung ini aja." Perintahku padanya"Waah ide bagus Buk. Bentar, aku kesana dulu."Lusi bangkit dari tempat duduk nya, sebelum berla
Malam ini memang aku sengaja ingin mengajak Denisa maupun Narendra untuk main kerumah Ibu. Karena memang sudah hampir seminggu ini, aku tak berkunjung kerumah Ibu.Apalagi, aku ingin meminta pada Ibu untuk menikahi Denisa secara negara. Karena aku juga kasian padanya, sebab aku selalu janji-janji saja untuk menikahinya. Hingga kini aku sudah bercerai dengan Ida dua tahun pun, janji itu belum juga aku wujudkan.Ini lah momen yang tepat untuk kami menikah sah secara negara. Apa lagi, sebentar lagi juga memasuki bulan puasa. Aku ingin sekali selama puasa dilayani oleh istriku dirumah.Tapi aku merasa sedikit kepikiran dengan telepon Ibu barusan. Tumben-tumbenan beliau meminta ku untuk datang sampai seperti itu.Aah entahlah, yang penting hari ini aku harus menyelesaikan kerjaan ku lebih dulu. Biar nanti bisa langsung main kerumah Ibu.Apalagi beberapa hari ini menjelang ramadhan, sudah pasti boss memilih karyawan nya untuk kebut kerjaan. Karena memang biasanya karyawan banyak yang molor
Sepuluh menit perjalanan, akhirnya kami berdua sampai juga dirumah Ibu. Dan tak kusangka, Ibu pun telah menunggu kami didepan rumah."Assalamualaikum..." Salam kami berdua pada Ibu kala turun dari sepeda motor"Waalaikumsalam..." Ibu pun berdiri menyambut kedatangan kamiDan dengan segera, kami berdua menyalami punggung tangan Ibu"Aduh, cucu Nenek... Makin gembul aja sih nak. Nenek sampek kangen!" Nampak raut muka Ibu terlihat sedih."Iya Nek, hari ini Narendra tidur sini kok!" Jelasku yang membuat mimik wajah Ibu berubah seketika menjadi bahagia.Aku melirik Denisa yang cemberut, karena memang dari awal, dia menolak untuk menginap disini. Tapi aku sama sekali tak memperdulikan nya. Sudah berkali-kali aku mengalah padanya, bukanya sadar diri, dia justru malah menjadi-jadi dan menginjak harga diriku sebagai suami. Itu lah yang membuat ku kini enggan untuk mengalah lagi padanya "Ayo masuk dulu. Sini, biar Narendra Ibu yang gendong." Ibu mengambil alih Narendra dari gendongan Denisa,
Hari ini adalah hari pertama puasa ramadhan, dan hari ini pula kami sekeluarga menepati undangan Bude Mai untuk buka puasa pertama dirumahnya.Klunting!!![Assalamualaikum... Jangan lupa nanti sore ya Da, datang kerumah kami. Alamatnya berada di Jl.kapen Darmo sugondo blok B1 no.17. Kami tunggu kedatangan nya!]Mata ku menyipit kala membaca pesan yang dikirim oleh Fero. Karena iki juga baru pertama kalinya dia mengirimkan pesan padaku secara pribadi.Entah kenapa, aku merasakan bunga-bunga kecil bermekaran dalam hati kala membaca pesan dari Fero. Padahal pesan itu terkesan sangat biasa saja.Tanpa menunggu lama, akupun langsung membals pesan dari nya.[Waalaikumsalam Fer, iya insyaallah nanti kami datang kok. Makasih ya uda dikirim alamatnya.] Tak lupa ku bubuhi emoticon tersenyum, lalu mengirim pesan balasan itu padanyaKlunting!!!Kini hp ku kembali berdering kala pesan balasan Fero masuk kedalam hp ku.[Oke sama-sama Da!]Tanpa sadar aku jadi tersenyum sendiri. Dan tanpa sadar pula
Pov DenisaKupikir, setelah menikah dengan Mas Bowo, hidupku bakal bahagia. Ternyata aku salah. Bukanya bahagia yang ku dapat, malah kemalangan yang tak ada habisnya.Padahal aku sudah menanti-nanti waktu saat Mas Bowo sah menikahiku. Karena aku bakal menjadi ratu dirumahnya.Tapi nampaknya Mas Bowo masih belum juga move on dari Mbak Ida. Yang katanya Ibu mertua, lebih segalanya dari aku.Kadang aku juga sebel sekali dengan beliau. Karena Terlalu ikut campur masalah rumah tangga kami. Apalagi, dia sering membandigkan aku dengan mantan menantunya itu. Dan lebih parahnya lagi, beliau suka sekali menghina ku istri yang tak bisa melayani suami.Padahal, aku sudah berupaya menjadi istri yang baik untuk putranya. Tapi sayang nya, Mas Bowo tak pernah menghargaiku. Setiap kali aku memasak kan untuk nya, dia tak mampir ke kosan ku.Malah asik sendiri dirumahnya, entah apa yang dia lakukan. Makanya, aku selalu masak untuk porsi ku sendiri. Karena takut mubadzir jika tak termakan. Itu sebabnya,
"Aku ingin menikahimu.""A-apa??"Iya, aku serius. Aku sudah mengenalmu cukup lama. Dan aku rasa, tak ada lagi keraguan dalam hatiku untuk meminangmu Da!"Ku tatap lekat wajah menawan Fero. Ya, jujur saja dari hati kecilku aku tak memungkiri jika aku pun telah menaruh hati padanya.Siapa juga wanita yang bakal menolak dengan pesona Fero yang sangat luar biasa menyilaukan ini. Dibalik sifat dinginya inilah, dia menilai seseorang."Maaf kalau lamaran ku ini terkesan buru-buru. Aku takut, jika terlambat sedikit saja kamu bakal jatuh kepelukan lelaki yang ada dirumah mu itu." Kali ini dia menunduk kan kepalanya.Justru, aku merasa begitu bahagia kala tau Fero cemburu pada Mas Candra yang hanya kuanggap teman. Tapi setidaknya aku bersyukur, karena Mas Candra lah hingga akhirnya membuat Fero mengatakan yang sejujurnya isi hatinya padaku. Padahal aku tak pernah berpikir jika dia menaruh hati padaku.Secara, sikap dia padaku begitu dingin. Bahkan terkesan sangat acuh. Apalagi selama mengenal