Lantunan nada membuat keduanya semakin terlena dan mata mereka bertemu, saling bertukar pandang.
Bella yang sadar segera menghindari tatapan tersebut. Ia kembali fokus pada ikan yang sedang dibakarnya.“Ini udah mateng, belum?” tanya Bella.Mata Criss pun beralih pada ikan yang sedang dipegang sang istri. Ia lihat ikan itu sudah agak berwarna hitam dan hampir gosong.“Udah,” sahut Criss cepat sebelum Bella memasukkan lagi ikan tersebut pada api yang membara. Criss tak mau makan ikan pahit.“Aku coba, ya?” Tanpa ragu, Bella mencubit daging ikan itu dan memakannya.“Mmm .... enak banget! Cobain, Criss!”Ikan itu pun disodorkan pada Criss yang masih cemberut.“Suapin!” pinta Criss.Bella lalu menyuapi suaminya. Criss yang masih memegang gitar itu pun mengangguk-angguk menikmatinya.“Aku laper,” kata Bella. Ia menyerahkan ikan bakarnya pada Criss. Ia mencari makanan pada keranjang piknik yang bentukannya lucu di sana.Ia obrak-abrik isi di dalamnya dan dBella kemudian membopong Chiko kembali ke penginapan. Meskipun berat, ia tetap berusaha keras. Chiko tersenyum penuh kemenangan dalam kesakitannya. Ia berhasil mendapatkan simpati Bella kembali.“Kita pergi ke kamarku saja,” ajak Chiko.Sejenak Bella berpikir. Ia menatap Chiko dengan luka parah di sudut bibir dan ada darah juga di pelipisnya. Mau tidak mau, Bella akhirnya mengantar Chiko ke kamarnya.Saat masuk ke kamar Chiko, Bella membantu mantan suaminya itu untuk duduk di atas kasur. Sementara itu, ia pergi dulu ke kamar mandi. Ia sudah sangat tidak tahan ingin buang air kecil sedari tadi. Ia pun ikut ke toilet yang ada di sana.Chiko menunggu sambil merasa kesakitan. Ia mengusap darah di sudut bibirnya. “Malam ini kamu milikku, Bella,” batinnya.Beberapa menit kemudian, Bella pun keluar dari toilet dan langsung menemui Chiko.“Aku harus ke kamarku, pasti Criss udah nungguin. Aku harus buru-buru jelasin,&rdq
Gea hanya bisa menangis. Ia tak pernah menyangka jika akan kehilangan kehormatannya di tangan Tuannya yang sedang di bawah pengaruh minuman keras.***Bella melihat kamarnya sangat berantakan. Semua barang tidak terletak pada tempatnya."Ke mana dia?"Semua ruangan Bella telusuri. Namun, ia sama sekali tak menemui sesosok makhluk bernyawa di sana."Ke mana dia pergi?"Segeralah ia mengambil ponsel miliknya dan menghubungi suaminya. Tentu, tak ada jawaban juga.Rasa bersalah menyelimutinya. Bella kembali ke tenda, mencari Criss. Ia juga berkeliling penginapan sampai menuju ke pesisir pantai. Hasilnya nihil.Perutnya malah terasa mulas karena terlalu lama berlari. Ia berhenti di sebuah batu besar."Ya Tuhan ... dia ke mana? Apa dia marah banget sama aku?" pikirnya cemas."Aku harus cari dia ke mana lagi? Kakiku udah capek."Bella yang kelelahan sedikit memijat kakinya. Matanya beredar terus berharap sang suami menampakkan diri. Kemudian ia pergi
“Udahlah, Pa. Biar Mama aja yang ngomong sama dia,” saran Ana. Ia tak tega melihat anaknya dimarahi seperti itu.“Ya udah, urus anakmu itu! Aku lelah.” George meninggalkan istri dan anaknya. Ia pergi ke kamar tamu dan berbaring di sana.George merasa kepalanya sangat pusing memikirkan tingkah anaknya.Ana mengajak Bella berpindah tempat. Mereka duduk di kursi meja makan. Ia mengelus rambut anaknya.“Papa emang suka kaya gitu. Padahal, ya ... ngapain juga marah-marah? Pengen cepet tua kayanya,” celoteh sang Mama.Kata-kata yang dilontarkan sang Mama hanya bertujuan untuk menghibur anaknya. Bella mengusap air matanya dan tersenyum.Ana segera mengambil segelas air untuk Bella. “Jadi ... apa foto itu, benar?” tanya Ana sambil menyodorkan segelas air tersebut.Bella menghela nafas panjang sambil mengangguk. “I-iya, Ma. A-aku bisa jelasin itu ... semua terjadi gitu aja. Saat aku ingin pergi ke toilet, tiba-tiba Chiko menghadangku.”Setelah mengucapkan kejadian yan
Ana memperhatikan dan mendengarkan apa yang sedang mereka bicarakan. Gea melirik Ana sesaat sebelum menundukkan kepalanya.“Ah, bukan kenapa-kenapa, Non. Kelamaan berendam jadinya masuk angin. Dingin banget, jadinya pake syal. Terus ini tadi kena panci, jatuh dari rak atas,” jawab Gea.Jelas ia berbohong karena sebenarnya ia sedang menutupi bekas-bekas kissmark yang ditinggalkan Criss. Begitu pun dengan luka lebam itu, Criss yang amarahnya meluap-luap, justru malah memukuli Gea karena sang asisten rumah tangganya tersebut terus melawan.“Duh, hati-hati dong!” sosor Ana.“Ih, kok horor banget, ya? Mmm ... jangan lupa minum obat, Gea!” ucap Bella.“Iya, Non.”“Makanya ... jangan coba-coba ngambil panci dari atas Bella, nanti kaya si Gea, loh!” Ana cemas.“Iya, Mama tenang aja. Enggak akan lagi, kok! Ma, aku mau makan di kamar aja.”“Ya udah, Sayang. Mama juga udah selesai. Mama juga mau nonton TV. Drama kesukaan Mama bentar lagi tayang,” ujar Ana.“Mama dan
“Entahlah. Mmm ... kita tunggu aja kabarnya atau besok kita ikut nyari ke sana aja? Gimana?” tanya Ana.Bella memalingkan wajah tatkala mengingat jika ia baru saja memaut jari tangan Chiko. Ya, ia sudah berjanji.“Terus ... besok ‘kan aku udah janji sama Chiko. Gimana dong?” pikirnya.Bella berpikir keras. Sebisa mungkin ia menolak ajakan sang Mama.“Enggak, Ma. Besok aku ‘kan harus periksa kandungan,” jawab Bella.“Oh ... gitu. Mama yang antar, ya?”Tentu saja Bella menolak. Ia tak mau sampai Mamanya tahu jika ia masih saja berhubungan dengan mantan suaminya.“Eh, enggak usah, Ma. Aku berangkat sama Gea aja,” tolak Bella.“Hmmm ... ya udah kalau kamu enggak mau diantar. Ini Mama bawa aja ya, mangganya?” Ana mencium wangi buah mangga matang itu. Sementara Bella mengangguk-anggukan kepalanya seraya memasang senyumnya yang terlihat sangat aneh.Saat sang Mama keluar, ia baru bisa bernafas lega. Matanya kini tertuju pada bekas tapak kaki Chiko.“Dia cerobo
Sementara itu, Gea masih berada di sekitar Cafe. Ia berkeliling berulang kali di sana sambil memegangi ponselnya yang dayanya tinggal beberapa persen lagi. Berharap bisa menemukan Bella.“Gea! Gea!” teriak Pak Eman sambil melambai-lambaikan tangannya.“Apa?!” sahut Gea. Ia pun lalu menghampiri Pak Eman yang sedang bersandar di mobil.“Duh, Pak, ini gimana? Nona Bella enggak ada. Nanti kalau kita pulang ... habislah kita!” Gea menepuk jidatnya sendiri. Ia benar-benar mencemaskan nasib dirinya dan juga Pak Eman.“Eh, mmm ... apa mungkin Nona pergi duluan ke rumah sakit?” tanya Pak Eman tiba-tiba.“Ah, masa, sih?!” Gea agak ragu. Tapi ia pun sempat berpikir ke sana.“Kita coba aja cari ke sana,” ajak Pak Eman.“Ya udah, Pak. Yuk!”Gea hampir putus asa, tapi lalu ia pun berpikir jika bisa saja majikannya itu pergi tanpa mereka. Ia pun langsung naik ke dalam mobil.
“Apa?! Kaya anak kecil aja. Enggak. Aku enggak akan pernah biarin kamu pulang,” kata Chiko.“Maksudnya?”“Kita akan tinggal di sini bersama anak kita,” katanya lagi.Memang inilah niat Chiko yang sebenarnya. Ia ingin sekali kembali merajut kasih dengan Bella. Ia ingin hidup bahagia sambil mengasuh anaknya.“Enggak. Aku enggak bisa, Chiko!” sanggah Bella.Penolakan itu malah membuat amarah Chiko memuncak. Chiko pun meraih dan mengambil pisau yang berada tidak jauh darinya. Ia lalu mendekatkan diri dan membuat Bella ketakutan. Tatapannya begitu tajam. Mengerikan. “Lalu?”Dengan pisau itu, Chiko membuat Bella tak berkutik. Pisau sengaja diayun-ayunkan tepat di leher Bella. Sejenak Bella pun seakan sulit untuk bernafas.“Chi-Chiko ... ja-jauhkan benda itu!” suruh Bella. Ia bisa melihat ujung pisau yang berkilau yang mungkin bisa kapan saja mengenai lehernya.Chiko pun menurunk
Criss masih berada di perjalanan. Jalanan kala itu sedang sangat macet parah. Ia pun menghubungi George untuk meminta beberapa orang bodyguard untuk membantunya.“Halo, Pa,” sapa Criss.Awalnya ia tidak berniat untuk mengganggu mertuanya yang pasti sedang beristirahat, tapi apa daya kemacetan sangat menghambatnya.“Iya, Criss. Gimana, Bella udah ketemu?” tanya George di seberang sana. Ia baru saja membaringkan tubuhnya di kasur.“Belum. Di jalan macet parah. Bisa pinjamkan aku beberapa bodyguard suruhan Papa?”“Kamu perlu berapa orang?”“Dua orang aja, tolong suruh mereka datang ke jalan Merpati naik motor,” kata Criss.“Jalan Merpati? Baiklah, tunggu saja! Mereka sebentar lagi akan menyusulmu,” jawab George.“Makasih, Pa.”Sambungan telepon ditutup. Akan tetapi, kondisi jalan tidak berubah. Criss keluar dari mobil untuk melihat ke depan, sepanjang mana ke
"Bella ...." Criss memegang lututnya kuat-kuat. Menengadah, menatap istrinya yang kini telah meragukan cintanya."Cepat katakan siapa yang kamu pil–”Criss yang berlutut segera berlari dan mencium istrinya itu. Mulut Bella dibungkam seketika.Pautan itu terasa berbeda, ada gejolak emosi di sana. Bella menitikkan air matanya lagi. Ia berusaha melepaskan diri. Namun, Criss tak mengizinkan. Ia sangat takut kehilangan. Perlahan ia membimbing Bella agar bersandar di dinding. Kedua telapak tangan Criss menyentuh dinginnya tembok, menghalangi pergerakan istrinya itu.Saat pautan itu terlepas, keduanya berusaha mencari udara. Mengatur nafas. Terlihat dada Bella yang naik-turun, terasa sesak."Bella ... aku mencintaimu. Enggak ada wanita lain,” ucap Criss dengan nafas yang tersengal-sengal."Criss ....""Aku mencintaimu, Bella!" teriak Criss.Bella bergegas memeluk Criss. Ia sudah tak peduli dengan gengsi dan kemarahannya."Ucapkan lagi! Kumohon ...," pinta Bella.
Hari demi hari berlalu. Bella masih saja mendiamkan Criss. Tak pernah ada lagi komunikasi di antara mereka setelah pengakuan yang sangat mengejutkan dari Criss. Bahkan tanpa sepengetahuan Ana dan George, mereka sudah tidur secara terpisah.Criss dan Bella memang tetap makan dalam satu meja. Mereka terkadang terlihat baik-baik saja saat di hadapan Ana dan George. Namun, kali ini Bella seakan tak bisa menahan perasaan kesalnya lagi pada Criss.“Ini untukmu.” Criss memberikan lauk kesukaan Bella. Ia taruh sayap ayam itu tepat di atas nasi putih yang ada di piring istrinya. Berharap hati Bella akan luluh jika diberi perhatian-perhatian kecil.Namun, harapan itu pupus seketika karena Bella malah memberikan sayap ayam itu pada kucing yang ada di rumah.Tentunya perasaan Criss terluka akan hal itu. Ia terlihat sedih. Akan tetapi, kembali lagi, memang ia pun pantas mendapatkan hal tersebut. Criss pikir, hati Bella lebih terluka dibanding dengan yang dialaminya barusan. Yang Cris
Bella bukan anak kecil lagi. Ia tak sepolos yang Criss pikirkan. Bagaimana pun, semua yang Bella lihat dengan mata kepalanya sendiri adalah hal nyata. Bagaimana bisa ia mengacuhkan bukti nyata itu?Gerak-gerik Criss membuatnya semakin curiga. Terlebih Arnold, yang menghubungi suaminya itu tempo hari. Tanpa sepengetahuannya, Criss pergi dan meninggalkan pertanyaan di kepala Bella.“Apa yang ditemuinya itu Arnold atau ... Gea? Apa donat itu hanya alasan saja?” pikir Bella.Kepala Bella seakan mau pecah saat terus memikirkan hal tersebut. Kini, saatnya ia mendapatkan jawaban atas semua kecurigaannya.“Ma-maksudnya?” tanya Criss.“Apa waktu itu kamu menemui Gea, bukan Arnold? Donat? Haha. Aku tahu jika donat itu hannyalah kambing hitam,” kata Bella.Criss mulai panik mendengar apa yang baru saja Bella katakan. Ia benar-benar terpojok. Sementara Bella menarik nafas panjang dan kembali mengusap air matanya.
“Dia Ellena ... dia anak suamimu. Aku dan Tuan Arnold dikenalkan juga oleh Tuan Criss,” batin Gea. Rasanya ia ingin sekali mengatakan hal tersebut. Namun, kembali lagi, Gea tak mau menyakiti hati Bella. Sebagai sesama wanita, ia pun tak mau sampai mengalami hal seperti itu. "Aku enggak sejahat itu," batinnya. Ya, begitulah sifatnya. Ia rela menderita dan mengubur niatnya untuk berkata yang sebenarnya. “Biar, biar waktu yang mengungkapnya,” pikir Gea sambil menatap kebersamaan Bella dengan Keysha. Mereka terlihat sangat bahagia. Gea pikir, mana mungkin dirinya sanggup menghancurkan keluarga yang bahagia itu? Mata Bella kini tertuju pada Gea. Ia menunggu sebuah jawaban, bahkan sampai berhenti menyuapi Keysha. Bella merasa hubungan Gea dengan Arnold terlalu aneh. Terlebih Arnold adalah teman Criss juga. “Dia ... Ellena. A-aku dan Tuan Arnold enggak sengaja bertemu dulu,” jawab Gea tanpa menatap lawan bicaranya. “Oh ... begitu.” Be
Di usia Keysha yang menginjak genap satu tahun, Criss mengajaknya dan juga Bella untuk pergi ke taman hiburan. Taman yang pernah dikunjungi oleh dirinya dan Bella dulu.“Apa kamu masih ingat waktu dulu, di atas sana kamu menyatakan cintamu?” tanya Bella sambil menunjuk biang lala yang sedang berputar.Tak ada perubahan yang signifikan. Warna cat dari kerangka besi biang lala itu pun masih tetap sama. Kursi yang diduduki oleh mereka bertiga pun masih kursi yang sama.“Tentu dan aku sangat sedih dengan penolakanmu.” Criss menunduk malu.“Hahaha. Maaf, saat itu aku masih ragu, tapi sebenarnya aku tuh mau ngungkapin perasaanku juga, cuman kamu keburu marah,” kata Bella. Ia mengakui jika memang dirinya saat itu tak diberi kesempatan untuk melanjutkan perkataannya.“Yang benar?” tanya Criss antusias.“Iya.” Bella mengangguk.Criss memegang kedua tangan Bella. “Coba diulang! Aku pengen deng
Kedatangan Keysha membuat semua penghuni rumah terkejut sekaligus bahagia. Suasana rumah pun kembali menjadi ramai dan hangat. Criss memeluk Bella erat.Semua tampak normal setelah kehadiran Keysha. Ya, rona wajah Bella tak murung lagi. Aura keibuannya semakin terpancar.Criss belajar banyak dari Bi Iyum tentang mengurus anak. Kala itu, ia sedang bermain dengan Keysha yang berusia empat bulan. Merelakan dirinya terkena pipis Keysha hingga membuat Bella tertawa. Kegigihan dan perhatiannya membuat hati Bella terenyuh.“Syukurlah dia mau nerima Keysha,” batin Bella.Pernah Criss mencoba memandikan Keysha. Ia terlihat begitu telaten, meskipun tetap harus didampingi Bi Iyum. Ia semakin mahir mengenai bayi.Berbulan-bulan, Criss selalu menyempatkan diri untuk bermain dengan Keysha meskipun pekerjaannya di kantor sangat banyak. Bella senang akan hal itu.Ding!Bunyi pesan masuk terdengar dari ponsel Criss. Bella mendengarnya juga dan bertanya, “Apa sebuah pesan? Dari s
Criss mengajak Bella ke hotel yang tidak jauh dari restoran tadi. Ia sudah siap bertempur malam ini.“Izinkan aku memberimu seorang anak,” ucap Criss dengan nafas yang memburu.“Criss ....”Seakan bulan madu yang tertunda. Criss melepas satu-persatu kain yang menutupi tubuh istrinya. Melemparnya ke sembarang tempat. Sementara Bella hanya bisa pasrah.Criss mulai beraksi. Ia membaringkan Bella yang tanpa sehelai benang pun. Mengecup adalah tindakan favoritnya.Bibir Bella adalah sasaran pertama. Ia memberi pautan yang begitu dalam. Merasakan setiap detik kebersamaannya dengan istri tercinta.Bella pun sangat menikmati. Ia membalas setiap perlakuan suaminya. Kecupan Criss turun dan membubuhi setiap jengkal leher Bella yang menggoda. Tubuh Criss memanas.Diputarnya gunung kembar di sana. Mana mungkin ia membiarkannya begitu saja.“I love you,” bisik Criss.Tak bisa membalas, Bella hanya bisa mengerjapkan mata menikmati sensasi itu. Dirinya seakan melayang. Ti
“Ah, aku enggak kuat liat dia nangis, hatiku sakit,” pikir Criss. Ia kembali ke ruangan tempat Bella berada, masuk dan hanya mendapati Bi Iyum di sana.“Bi, Papa dan Mama ke mana?” tanya Criss.“Mereka pergi ke bagian administrasi. Pak Eman kembali ke parkiran,” jawab Bi Iyum yang sedang merapikan ari-ari bayi Bella. Ia masukkan ke dalam sebuah guci kecil.“Kenapa mereka enggak minta aku buat bayar biaya persalinan Bella? Apa karena aku bukan ayah kandungnya? Ah, aku juga salah, kenapa aku terlambat mengurusnya?” batin Criss.“Criss, kamu dari mana?” tanya Bella.“Aku dari toilet,” sahut Criss yang kemudian duduk di ranjang tempat Bella berbaring. Ia memegang tangan istrinya dan saling memandang.Bi Iyum merasa tak enak dan canggung dengan keadaan itu. Ia tak mau mengganggu momen romantis majikannya.“Ya udah, Bibi pulang dulu, ya? Selamat Tuan, akhirnya kau jadi seorang
Bi Iyum pun tak mengerti dengan apa yang dilakukan Tuan yang sejak kecil diasuhnya. Yang ia tahu memang Criss itu orangnya jahil dan nakal.“Aku mau bawa Bibi ke rumahku dan Bella,” sahut Criss dengan entengnya.Hena mengernyitkan dahi. Ia dibuat bingung dengan kelakuan anaknya. “Maksudnya?”“Aku mau Bibi jagain Bella. Ya ... menjaga kehamilannya,” jelas Criss penuh penekanan. Matanya mendelik.“Tapi ... rumah ini gimana? Siapa yang mau masak dan bersih-bersih?”Hena mencemaskan rumahnya jika tanpa seorang asisten rumah tangga. Terlebih Bi Iyum sudah bekerja selama berpuluh-puluh tahun. Bahkan lebih dari umur Chiko sekarang. Bi Iyum sudah mengabdi sangat lama. Hena sama sekali tak berpikir akan mencari penggantinya.Sementara dirinya sama sekali tak pernah melakukan tugasnya baik sebagai istri mau pun sebagai ibu. Akan tetapi, setidaknya nasi goreng buatannya cukup enak. Ya, sayangnya ia jarang turun ke da