“Apa?! Kaya anak kecil aja. Enggak. Aku enggak akan pernah biarin kamu pulang,” kata Chiko.
“Maksudnya?”“Kita akan tinggal di sini bersama anak kita,” katanya lagi.Memang inilah niat Chiko yang sebenarnya. Ia ingin sekali kembali merajut kasih dengan Bella. Ia ingin hidup bahagia sambil mengasuh anaknya.“Enggak. Aku enggak bisa, Chiko!” sanggah Bella.Penolakan itu malah membuat amarah Chiko memuncak. Chiko pun meraih dan mengambil pisau yang berada tidak jauh darinya. Ia lalu mendekatkan diri dan membuat Bella ketakutan. Tatapannya begitu tajam. Mengerikan. “Lalu?”Dengan pisau itu, Chiko membuat Bella tak berkutik. Pisau sengaja diayun-ayunkan tepat di leher Bella. Sejenak Bella pun seakan sulit untuk bernafas.“Chi-Chiko ... ja-jauhkan benda itu!” suruh Bella. Ia bisa melihat ujung pisau yang berkilau yang mungkin bisa kapan saja mengenai lehernya.Chiko pun menurunkCriss masih berada di perjalanan. Jalanan kala itu sedang sangat macet parah. Ia pun menghubungi George untuk meminta beberapa orang bodyguard untuk membantunya.“Halo, Pa,” sapa Criss.Awalnya ia tidak berniat untuk mengganggu mertuanya yang pasti sedang beristirahat, tapi apa daya kemacetan sangat menghambatnya.“Iya, Criss. Gimana, Bella udah ketemu?” tanya George di seberang sana. Ia baru saja membaringkan tubuhnya di kasur.“Belum. Di jalan macet parah. Bisa pinjamkan aku beberapa bodyguard suruhan Papa?”“Kamu perlu berapa orang?”“Dua orang aja, tolong suruh mereka datang ke jalan Merpati naik motor,” kata Criss.“Jalan Merpati? Baiklah, tunggu saja! Mereka sebentar lagi akan menyusulmu,” jawab George.“Makasih, Pa.”Sambungan telepon ditutup. Akan tetapi, kondisi jalan tidak berubah. Criss keluar dari mobil untuk melihat ke depan, sepanjang mana ke
Chiko segera meninggalkan kamarnya dan mengunci pintu lemari. Ia kemudian berjalan menuju ke pintu utama. Sebelumnya ia mengintip terlebih dahulu dari jendela. Disingkapnya gorden itu dan ia terkejut saat melihat ada motor besar di halaman.“Siapa?” Chiko bertanya-tanya.Agak ragu Chiko membuka pintu. Bukan takut, ia hanya merasa heran biasanya Villa-nya itu tidak pernah menerima tamu. Ia tidak pernah mengajak orang lain juga, selain Angel ke Villa miliknya. Bahkan Criss dan sang Mama sangat jarang datang ke sana.Saat pintu dibuka, Chiko pun sangat terkejut. Matanya terbelalak saat yang ia lihat ternyata ....“Criss ...,” sebut Chiko.“Kenapa lama banget buka pintunya? Apa kamu lagi nyembunyiin sesuatu?” tanya Criss. Tatapannya begitu tajam. Tatapan curiga tentunya.“Apa maksudmu? Dan ... tumben kamu datang kemari? Apa kamu udah enggak punya tempat tinggal?” ledek Chiko.Criss mengepalkan kedua tangannya menahan amarah. “Hahaha. Jangan berpura-pura, Kakak! Di m
“Bella ...!” teriak Criss yang terkejut melihat keadaan istrinya yang terkulai lemah. Miris.Si kepala plontos berusaha untuk mengeluarkan Bella, tapi Criss ingin dirinya sendiri yang melakukannya.“Minggir! Biar aku aja yang tolongin dia,” ucap Criss.Criss menggeser bodyguard berkepala plontos. Ia tak tega melihat keadaan Bella. Criss memangku Bella ke kasur. Lalu ia melepas lakban dan semua ikatan yang membelenggu tangan dan juga kaki istrinya.“Bella ...! Bangun Bella!” Criss berteriak-teriak.Tangan Bella yang dingin kemudian digenggam erat oleh Criss dan diletakkannya tepat di pipi. Hati Criss begitu sedih.“Bella ... ini aku. Aku kembali,” lirih Criss sambil terus-menerus mengecup tangan Bella.Tak ada respons. Criss yang panik lalu meletakkan telinganya tepat di dada Bella. Rasanya ia sama sekali tak mendengar detak jantung di sana. Para bodyguard hanya bisa menundukkan kepala.“Cri
Pak Eman tiba-tiba berlari dari arah kamar atas. Ia menuruni tangga dan tak sengaja menubruk Bella yang hendak bangkit.“Eh, Bapak ngagetin aja,” ucap Bella.“Eh, maaf, Nona.”“Habis ngapain dari atas?” tanya Bella lagi.“Tadi pas udah ngasih tau kedatangan Tuan dan Nona, eh ... saya disuruh benerin keran di kamar mandi atas.”“Ya ampun, pasti mampet lagi.” Criss menepuk jidatnya.“Kenapa, Criss?” tanya Bella.“Itu ... keran di kamar mandi atas suka enggak keluar airnya. Kayanya emang harus diganti sama yang baru kerannya. Besok beli aja, Pak. Nanti aku kasih uangnya,” ujar Criss sambil memecahkan telur ke dalam sebuah mangkuk. Sementara itu, Bella hanya mengangguk-anggukan kepalanya.“Baik, Tuan. Gimana, Non? Apa Nona baik-baik aja? Saya khawatir loh, Non!”“Enggak, Pak. Aku enggak kenapa-kenapa. Maaf udah bikin cemas seisi rumah.”
Criss menjatuhkan Bella ke ranjang. Bella pun memegang kuat handuk yang melilit tubuhnya. Rambutnya masih bercucuran air dan membasahi kasur tersebut. Kemudian Criss menjatuhkan diri dan menahan tubuhnya dengan sikut agar tak sampai menindih tubuh Bella.“Jadi ... apa kamu udah siap kali ini?” tanya Criss penuh harap.“Apa aku terlihat begitu siap?” Bella bertanya balik. Ia masih malu-malu kucing.“Harusnya aku enggak bertanya lagi.” Criss berkata penuh percaya diri.Tanpa babibu, Criss langsung saja menarik handuk istrinya. Bella sungguh terkejut. Ia pikir kali ini Criss terlalu agresif. Bella menutup wajah dengan kedua tangannya saat menyadari jika Criss menatap setiap jengkal tubuhnya tanpa berkedip sedikit pun.“Sempurna,” ucap Criss sesaat sebelum melancarkan aksinya. Ia seolah lepas kendali saat mendapatkan apa yang selama ini ia ingin dan mimpikan.Deru nafas kian memburu tatkala Criss menyentuh beberapa area sensitif itu. Perut Bella yang buncit pun tak lep
“Ti-tidak usah, Tuan,” kata Gea tergagap.“Ah, iya. Ide bagus. Aku juga pengen periksa kandunganku. Takutnya kenapa-napa. Kita bareng aja, yu!” ajak Bella antusias.Criss melipat tangan di dada sambil bersandar pada daun pintu. “Duh, Bella … ada-ada aja. Dia ‘kan bukan mau periksa kandungan kaya kamu. Masa dateng ke rumah sakit ibu dan anak?”“Ah, benar juga.” Bella menggaruk kepalanya.“Kalau begitu, saya permisi, Tuan, Nona. Te-terima kasih udah bantu keluarin anginnya,” kata Gea sambil melengos pergi.Gea bergegas pergi keluar dari kamar Bella sambil menunduk. Tatapan Criss begitu tajam padanya.“Kamu ngapain coba kerokin dia? Kalau kamu kecapean gimana?” Criss cemas. Ia pun kemudian merangkul pinggang istrinya.“Ih, lebay banget, sih. Aku ‘kan kasihan aja sama dia.”“Kamu sama Gea itu beda,” kata Criss.“Beda apanya
“Untuk apa kita ke sana? Bicara di sini aja!” Criss berjalan menuju ke dalam ruang kerjanya.Begitu pun dengan Gea. Ia pun ikut masuk ke dalam juga, mengekor di belakang Criss. Ia berjalan dengan cepat dan segera menutup pintu.Criss merapikan meja yang dipenuhi berkas-berkas penting yang berserakan. Kemudian ia pun duduk tumpang kaki di kursi kerjanya.“Cepatlah! Saya sedang sibuk. Kamu juga ‘kan tahu kalau ini adalah hari pertama saya masuk kantor lagi,” kata Criss.“I-iya. Maaf mengganggu, Tuan,” ucap Gea.“Duduk!” suruh Criss.Gea begitu kikuk. Ia sampai gemetar saat duduk di kursi yang biasa digunakan orang-orang penting itu.“Jadi hal penting apa yang mau kamu sampaikan?” tanya Criss.“Ini tentang ....”“Cepat katakan!” sosor Criss tak sabar.“Aku hamil,” celetuk Gea yang kemudian membekap mulut dengan tangannya sendiri.“Apa?!”Perkataan Gea sukses membuat Criss terkejut. Matanya kini tertuju pada perut Gea yang masih rata. Gea pun memperli
Gea menjatuhkan diri berlutut di hadapan Bella. Ia tak kuasa menahan tangis. Semua penghuni rumah yang sedang berkumpul pun menatap heran padanya.“A-ada apa, Gea?” tanya Bella yang ikut berlutut bersamanya. Tanpa ragu Bella melakukan hal tersebut meskipun ada kedua orang tuanya dan juga Criss di sana.Seberapa pun Gea menahan, air mata itu luruh begitu saja bak tanggul yang jebol karena derasnya aliran sungai.“Maaf, Nona. Sepertinya saya harus berhenti bekerja di rumah ini,” tutur Gea di sela isak tangisnya dan membuat Criss meliriknya. Memberi tatapan tajam.“Tapi ... kenapa? A-apa maksudmu? Apa ada di antara kami yang berkata atau berlaku kasar padamu?” selidik Bella. Ia merasa ada yang tidak beres pada Gea.Mata Bella beredar melihat satu-persatu penghuni rumah. Criss mengangkat bahunya seolah berkata bahwa ia pun tak tahu menahu masalah asisten rumah tangganya itu. Ya, Criss berpura-pura.“Tidak, Nona. Sua