Jemari menguntai aksara tentang mereka yang sedang mabuk dalam kesakitan dan memilih bertahan.Kehadiran seseorang diantara keduanya sama sekali tidak diinginkan, tapi dia tumbuh dengan cepat ingin mengumpulkan pecahan cermin yang pernah menjadi bukti keindahan cinta masa lalu dari salah satu di antara mereka.Mereka pernah saling mencintai, ada satu alasan yang membuat mereka menoleh bersamaan, tidak bisa diabaikan apalagi dibuang karena ini menyangkut darah.Arjuna sadar cepat atau lambat dia harus tetap menemui Nimas. Bukan karena karma yang membayangi hidupnya saat ini. Tapi karena ikatan darah daging yang mengharuskannya bertanggung jawab.Winda menatap nanar suaminya yang sejak tadi tenggelam dalam dunianya sendiri. Sejak pulang dari rumah sakit Winda merasakan perubahan yang signifikan pada suaminya.Arjuna kerap kali kepergok melamun, Setiap di tegur pria itu selalu beralasan sedang memikirkan pekerjaan.Tidak hanya Arjuna, Winda juga menyadari perubahan yang terjadi pada mert
Di hari minggu, biasanya Nimas akan mengajak Vanilla bermain di taman komplek yang letaknya tak jauh dari rumahnya, agar Vanilla bisa bermain bersama teman sebayanya. Berhubung hari ini mereka bangun terlambat, Vanilla hanya bermain di teras rumah ditemani secangkir coklat hangat dan potongan kue brownies. Melihat Bu Surti yang tengah sibuk dengan kebun mininya.Hingga sebuah mobil HRV hitam yang baru saja datang dan berhenti di depan pagar rumah, menarik perhatian Vanilla. Bu Surti lantas menghentikan kegiatan menyiram cabai dan daun bawang saat seorang pria paruh baya keluar dari sana, di susul oleh pria bertubuh jangkung yang tersenyum ramah ke arah wanita paruh baya itu."Pagi, Bu. Benar ini tempat tinggalnya Nimas?"Bu Surti lantas mematikan keran dan beranjak untuk membuka pagar."Iya, benar. Masnya ini siapa, ya? Apa mau pesan catering?"Pria tersebut semakin melebarkan senyumannya ketika Bu Surti menatapnya dengan bingung. "Saya Yudhistira, Bu. Saudara dari mantan suami Nimas t
Winda menatap suaminya yang tengah memakan sarapannya dengan pandangan mengarah pada layar handphone. Sesekali terdengar suara decakan keluar dari mulutnya dan membuat Winda hanya bisa diam tanpa berniat untuk menanyakan apa yang terjadi. Hampir 4 tahun tinggal bersama membuatnya begitu hafal apa saja kebiasaan pria itu. Winda sudah tahu kebiasaan Arjuna. Kesukaannya, apa yang tidak disukainya, alergi apa. Semua tentang Arjuna nyaris dia ketahui semuanya. Sebenarnya Winda ingin membicarakan satu hal yang penting pada suaminya itu, tapi melihat Arjuna yang sudah bad mood di pagi hari, membuatnya mengurungkan niat tersebut. Lain kali saja sepertinya. "Aku ingin bicara sesuatu." ujar Arjuna ketika istrinya ikut duduk di sampingnya. "Sudah beberapa kali aku mengirim pesan pada Nimas, tapi tak juga kunjung mendapatkan balasan. Di telpon juga tidak diangkat." Dia baru tahu jika arjuna memiliki nomor Nimas bahkan sampai berniat menghubungi wanita itu. Sebelumnya pria itu tidak perna
"Jangan terburu-buru, saya tidak memaksamu untuk menjawabnya sekarang." Yudhistira menenangkan Nimas.Bukan soal paksaan, tapi ini perihal hati. Antara kebahagiaan dan masa depan.Menerima lamaran Bisma. Nimas rasa dia akan bahagia, karena pemuda itu memiliki sebagian hatinya. Akan tetapi Nimas harus siap ditinggal-tinggal. Waktu kebersamaan jelas tak seperti pasangan pada umumnya. Apakah dia sanggup?Menerima lamaran Yudhistira. Nimas rasa dia akan hidup berkecukupan. Cukup harta, cukup waktu, cukup segalanya. Yudhistira juga pasti menerima Vanilla, pria itu penyayang. Tapi Nimas ragu, karena hatinya memilih Bisma. Walaupun dia percaya ungkapan cinta datang karena terbiasa itu mungkin saja terjadi, Namun, apakah dia akan mengorbankan perasaannya untuk jaminan hidup?Beruntung kehadiran Bu Surti membuat obrolan mereka berganti topik. Ternyata Yudhistira memiliki kesamaan dengan Bisma. Sama-sama pintar mengambil hati Vanilla.Lihat saja saat ini putri kecil Nimas sudah berani duduk di
"Ini Ayah!" tunjuk Arjuna pada dirinya sendiri.Nimas mencoba membujuk Vanilla, dan memberinya pengertian. Perlahan gadis kecil itu mulai percaya, membuat Arjuna langsung tersenyum dengan perasaan membuncah.Nimas mendekatkan Vanilla pada Arjuna. Detik berikutnya Arjuna langsung menarik tubuh gemoy Vanilla ke dalam dekapannya. Memeluk erat gadis kecil tersebut seraya menciumi pipi Vanilla, menumpahkan kerinduan yang selama ini terpendam."Yayah?""Iya, ini Ayah!"Vanilla beralih menatap wanita yang sejak tadi berdiri di belakang Arjuna dengan tatapan asing. Iya, Vanilla dibuat bingung dengan kehadiran mereka berdua yang terkesan tiba-tiba."Ini Nenek! Vanilla ingin peluk Nenek juga?"Vanilla menggelengkan kepalanya dan berhasil menghilangkan gurat kebahagiaan di wajah Rubiah."Mau Mama." ujar gadis tiga tahunan itu dan segera berlari kearah Nimas."Vanilla waktunya untuk tidur, makanya agak sensitif." Nimas mengelus rambut putrinya yang bergelombang."Boleh aku ikut menidurkan Vanilla
Pukul 9:30 Arjuna sudah berada di depan rumah Nimas. Kebetulan hari libur Nimas tidak terlalu sibuk. Tadi pagi usai berbincang dengan Bu Surti Nimas segera bergegas mandi dan mengurus Vanilla.Karena jika menurut pesan yang dia terima sebentar lagi Bisma akan datang untuk menagih jawaban atas lamarannya minggu lalu.Siapa sangka yang lebih dulu datang adalah Arjuna. Bagaimana bisa Nimas melupakan jika pria itupun tengah berada disekitarnya.Dengan langkah ragu Nimas membuka pintu. Kedua orang tersebut tersenyum manis menatap Vanilla yang sudah tampil begitu menggemaskan."Hari ini boleh aku bawa Vanilla untuk jalan-jalan tidak?" Arjuna meminta izin kepada Nimas. Arjuna merasa tidak leluasa jika berada di rumah Nimas. Dia ingin lebih mengenal Vanilla.Nimas dilema. Dia tidak ingin melarang, Namun, dia khawatir dengan Vanilla. Selama ini dia tidak pernah membiarkan Vanilla pergi tanpa dirinya."Vanilla mau pergi sama Ayah? Kita pergi beli mainan yang banyak!" Arjuna berusaha membujuk V
Bisma Melambaikan tangan ke arah Nimas ketika melihat keberadaan perempuan itu.Nafas Nimas tercekat. Matanya terbelalak lebar. Kakinya pun sempat mundur beberapa langkah."Bisma..." suaranya terdengar seperti keluhan.Nimas tidak dapat mengendalikan detak jantungnya yang seketika berdetak begitu kencang. Melihat sosok yang sejak tadi ditunggunya malah baru muncul, kini berdiri tegap dengan dua sosok lain yang juga tengah berbalik menatapnya.Yudhistira hanya bisa diam, matanya tak lepas dari apa yang Bisma bawa."Maaf aku terlambat, tadi itu...," Nimas segera menyongsong menarik lengan pemuda itu membawanya pergi dari sana. Meninggalkan kedua lelaki yang kini menatap mereka dengan pandangan penuh tanda tanya.Nimas menggeleng. "Sepertinya aku nggak bisa, Bisma."Bisma tertegun beberapa saat."Aku nggak pantas buat kamu."Bisma mengepalkan kedua tangannya dengan sorot mata tajam."Maksud kamu?" tanya Bisma dengan suara berat."Maaf, aku nggak bisa sama polisi. Aku nggak sanggup dan se
Yudhistira tahu jika saat ini Nimas tidak ingin di ganggu. Oleh sebab itu lelaki itu memilih pamit pulang.Walaupun sempat di cegah oleh Nimas tapi lelaki itu berkata ada pekerjaan mendadak.Setelah mengotak-atik telpon genggamnya lelaki itu pergi meninggalkan kediaman Nimas.Sedangkan Nimas setelah kepergian Yudhistira langsung terduduk di dekat pintu rumah. Ia menyesali tindakan gegabah nya yang menolak Bisma tanpa berbicara dengan tenang dahulu.Nimas menelungkupkan wajahnya di balik dua lutut yang menekuk."Tapi aku nggak bisa kalau waktunya dia kayak gitu. Gimana kalau pas aku butuh dia, dia justru lagi tugas. Sepertinya aku memang nggak sanggup, tapi aku nyaman sama Bisma."Nimas beneran sudah sayang sama Bisma Tapi dia nggak bisa menerima waktunya yang kurang. Nimas harus bagaimana?Bu Surti menuntun Nimas untuk duduk di sofa. Memaksanya untuk bercerita apa yang membuatnya tiba-tiba kehilangan semangat.Perasaan Nimas semakin gundah dan berantakan kala perkataan Bu Surti sepert
"Aku harus ke kantor polisi, bagaimanapun tidak ada bukti jika Bisma sudah tidak ada, Ma." Nimas baru tersadar tiga puluh menit yang lalu, dan kini wanita itu mulai merengek."Bangunan dan seisinya hancur, Nimas. Sulit untuk polisi,..."Nimas menggeleng, dia tidak ingin mendengar perkataan Rubiah selanjutnya.Hari Rubiah hancur melihat Nimas yang kehilangan semangat hidup.Di sisi lain, Arjuna menatap nanar mantan istrinya yang begitu terpukul karena kehilangan Bisma, untuk pertama kalinya Arjuna menyadari jika cinta Nimas untuknya benar-benar sudah habis.Mata keputusasaan itu menjadi bukti nyata jika ternyata dirinya benar-benar sudah kalah. Tidak ada lagi setitik cinta di hati Nimas untuknya.Nimas merasa sangat terluka, ketakutannya menjadi kenyataan. Kebahagiaan yang baru saja dia rasakan harus tiba-tiba berakhir, terkadang takdir sekejam itu bukan? Bahkan Nimas sudah berkali-kali sakit bertubi karena kehilangan, wajar jika Nimas tak ingin mengalaminya sekali lagi, tiada hentiny
Sekalipun disembunyikan rapat-rapat, akhirnya yang salah ketahuan juga.Hal tersebut pantas disematkan pada seorang jenderal bintang lima yang selama ini disegani oleh semua orang, tak terkecuali oleh istri dan anak sambungnya.Kepulangan Adi sepertinya sudah di tunggu oleh Zoe dan Yudhistira. Tapi raut wajah keduanya tidak seperti biasanya yang akan dipenuhi senyuman dan rona bahagia.Adi melihat mata istrinya sembab. Kedua tangan Yudhistira yang terkepal kuat di sisi tubuhnya. Seolah-olah siap menghantam lawan dengan sekuat tenaga."PEMBUNUH!!" desis Zoe dengan tatapan matanya yang galak. Perempuan yang terkenal sabar dan bijak sana itu tak lagi dapat mengendalikan amarahnya.Sepatah kata yang Zoe ucapkan membuat Adi terpana. Tak pernah sekalipun istrinya itu berani meninggikan suara di depannya selama puluhan tahun, apa lagi berani menghakimi seperti sekarang ini."Bun, kamu,.." Adi tak dibiarkan bicara. Zoe segera mengangkat telapak tangannya tinggi-tinggi."Ya Allah.... Ternyat
Tidak! Kepala Nimas seperti berputar - putar kala melihat kartu identitas suaminya yang hanya tinggal sepotong karena dimakan api, Belum lagi sejumlah barang lainnya yang semuanya tampak habis terbakar.Naasnya semua barang itu benar milik Bisma. Nimas mendadak kehilangan seluruh kosa katanya, wanita itu membisu hingga sebuah berita dari laman resmi Novrian tunjukkan.Kepala Biro Penerangan Masyarakat Polri Brigjen Pol Bambang Prasetyo mengatakan hingga hari ini, tercatat ada 3 anggota Polri yang gugur saat menjalankan tugas menggagalkan penyelundupan barang terlarang."Sampai dengan hari ini, ada 3 anggota yang gugur dalam melaksanakan tugas, satu diantaranya adalah...Bisma." Novrian bicara dengan hati-hati di hadapan istri sahabatnya.Nimas tercengang, wanita itu menggeleng kuat-kuat, ini kenyataan paling buruk yang tak akan sanggup Nimas hadapi."Nggak! Ini nggak mungkin terjadi Bang, semalam Mas Bisma... Dia..," Nimas tak bisa melanjutkan ucapannya wanita itu menjarahkan tatapan
"Mas, tolong!" Nimas menatap Arjuna penuh permohonan. Arjuna yang sudah berada di hadapan Vanilla menoleh."Saya nggak larang Mas ketemu Vanilla kapan pun. Tapi libatkan istrimu, jangan hanya datang dengan Mama, atau bahkan sendirian."Permintaan Nimas upaya agar hidupnya tetap damai, tanpa lagi adanya tuduhan-tuduhan tak berdasar dari istri Arjuna. Nimas lelah, amat sangat lelah dengan kecemburuan Winda."Yang dikatakan Nimas ada benarnya. Bicara baik-baik sama Winda, lagian harusnya Winda memanfaatkan peluang untuk dekat sama Vanilla, siapa tahu dengan hadirnya Vanilla di tengah-tengah kalian, Winda bisa mendapat berkah hamil." Rubiah ikut angkat bicara."Ma! Tolong jangan terus menerus menyinggung soal hamil, cukup sekali aku kehilangan istri, jangan terulang lagi."Nimas membuang muka saat Arjuna menatapnya lekat. Ada wajah penyesalan di raut lelaki itu. Dan Nimas sama sekali tidak ingin melihatnya.Hari itu Nimas membiarkan mantan suaminya puas bermain dengan putrinya di kediaman
"Kamu tahu kenapa kamu sendiri tidak yakin aku mempercayai perkataan mu, Winda? Itu karena kau terlalu sering berbohong padaku!" Arjuna menekankan setiap perkataannya, seolah menelaah dosa yang sudah istrinya lakukan.Winda bungkam. Dia tidak bisa mengelak."Sekarang aku tanya baik-baik padamu, apa yang kamu katakan pada Bisma saat dia datang tadi. Apa kamu sungguh tidak ada menyinggung tentang Vanilla?""Mas, aku..""Jawab saja! Ada tidak kamu menyinggung tentang Vanilla?!" emosi Arjuna meluap-luap. Winda berhasil memancing amarahnya dengan sikapnya yang bertele-tele."Apa salah aku meminta adikmu itu untuk jangan melibatkan kamu? Dia sudah menikahi wanita itu, anak itu juga jadi tanggung jawabnya, harusnya kamu tidak lagi dilibatkan Mas!" alih-alih merasa bersalah Winda malah meluapkan kekesalannya.Arjuna tercengang mendengar penuturan ngelantur Winda. Apa perempuan itu lupa ikatan keluarga tak akan terputus oleh apa pun, dengan cara apa pun. Ikatan darah akan selalu mengalir dan
"Apa yang ingin kamu katakan sama suamiku? Kamu sudah menikahi wanita itu. Jangan libatkan lagi Arjun dalam urusan kalian. Mengertilah Bim! Aku butuh waktu bersama dengan suamiku tanpa ada orang lain di tengah-tengah hubungan kami."Egois. Satu kata yang bisa Bisma sematkan untuk istri abangnya ini.Belum juga mengatakan tujuannya datang, Bisma sudah di wanti-wanti oleh Winda, agar tak melibatkan Arjuna untuk masalah Vanilla."Kalau gitu sampaikan saja pesanku pada Bang Arjun, katakan bahwa dia tidak perlu datang ke rumah Mama karena Mama sedang berada di rumahku bersama Nimas."Winda cuma mengiyakan dengan wajah jutek, tidak berniat mempersilahkan Bisma untuk masuk kedalam rumah.Bisma tidak mempermasalahkannya, dia sama sekali tidak ada urusan dengan perempuan itu jadi Bisma juga tak berniat lebih lama disana.Bisma langsung menjemput Rubiah untuk dibawa kerumahnya. Bisma akan segera pergi tugas setelah mengantarkan mamanya.Kedatangan Rubiah di sambut Nimas dan Vanilla. Sejak menik
Nimas masuk kamar anaknya dan menemukan Bisma yang tengah menyuapi Vanilla makan." Mama." sambut Vanilla sudah kembali ceria, sangat berbeda sebelum Bisma datang.Nimas tersenyum dan turut melangkah mendekati mereka." Setelah ini princess harus minum obat, kalau sembuh ayah akan membawa kalian pergi jalan-jalan" Suara lembut Bisma terdengar membujuk membuat Vanilla bersorak bahagia.Setelah Vanilla makan beberapa suap dan minum obat, Bisma membenarkan selimutnya. "Cepat sembuh, ayah menyayangimu" Bisma mengelus kening putrinya.Bisma dan Nimas keluar dari kamar Vanilla setelah gadis itu terlelap." Apa kamu sudah makan?" Tanya Bisma pada Nimas yang mengekor di belakangnya.Bimas menggeleng." Makan dulu, aku akan mandi sebentar.""Sudah ku siapan air hangat untuk mandi."" Kamu tak perlu melakukannya, aku bisa mandi dengan air dingin." Bisma merasa Nimas terlalu memanjakannya.Walaupun sesungguhnya hatinya tengah berbunga mendapati perhatian dari sang istri.Nimas pura-pura tak mend
Siang sudah beranjak menjadi senja. Seorang wanita tengah menantikan kedatangan suaminya di teras rumah. Dia adalah Nimas, Sejak siang Bisma belum mengirimkan pesan. Tidak biasanya Bisma seperti ini.Nimas mulai merasa khawatir. Apalagi jam pulang tugas sudah lama terlewat. Ini kali pertama Bisma tak memberi kabar. Biasanya jika pulang telat atau ada sesuatu yang akan Bisma kerjakan dia akan mengatakannya pada Nimas.Nimas sudah mulai memahami kesibukan suaminya dan Nimas sudah bisa beradaptasi."Mas Bisma belum datang??" Ibu Yuri menghampiri Nimas yang sejak tadi mencoba menenangkan Vanilla.Vanilla jatuh dari tangga rumah mereka, tidak mengalami cidera serius, tetapi putri kecil Nimas itu mendapat luka kecil di bagian kepalanya.Sudah empat jam anak itu tak berhenti menangis, Vanilla terus mencari Bisma dan minta di gendongan pemuda itu." Belum Bu!" Jawab Nimas dengan tangan yang terus mengelus lembut kening Vanilla yang di tutupi kain kasa." Huaaa__Huaaa, aku mau sama Ayah." gadi
Bisma layak menjadi intelijen dia memiliki kemampuan dan memenuhi syarat. Memiliki tingkat kecerdasan yang tinggi Bisma juga memiliki pemikiran yang tajam pandai berkamuflase dengan baik, serta berakal.Kali pertama Yusup melihat cara kerja Bisma, rekan Bisma Nurman belum pulih dari cidera karena luka tembak di bagian dada. Sedangkan Rendra memiliki tugas lain diluar kasus ini.Sebelumnya Nimas sudah Bisma antar pulang. Kini pemuda itu sedang berada di ruangan bersama Novrian yang baru datang setelah mengatur lalu lintas."Kamu sudah baca surat tugas dari komandan?" Novrian bertanya dengan nada khawatir.Bisma tidak mengelak, dia tetap mengangguk membenarkan. Karena pada dasarnya dia memang sudah membacanya. Tapi dia tidak mempermasalahkan hal itu, tugas adalah tugas Bisma tidak akan mengurangi baktinya pada negara."Menurutmu, mengapa tiba-tiba komandan mengirim mu tugas lumayan jauh, sedangkan dia tahu jika kamu sedang menyelidiki kasus yang tak kalah pentingnya?" Novrian menarik k