Esok paginya, kehidupan Nayla berubah drastis setelah ia memutuskan untuk keluar dari rumah mewahnya. Hidupnya kini penuh dengan tantangan dan ujian. Nayla terpaksa harus menyesuaikan diri dengan hidup mandiri dan berjuang untuk mengatur keuangan serta meraih cita-citanya.Nayla menghadapi hari-hari yang sulit, dimana kecemasan sering menghantuinya. Ia kerap kali melewatkan waktu makan demi menghemat uang untuk membayar kuliahnya. Setiap uangnya dihitung dengan cermat. Ia bahkan harus menggunakan sebagian tabungan dari kartu kredit atas namanya sendiri untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.Meskipun penyakit asam lambungnya terus kambuh, Nayla bertahan dengan kekuatan dan ketabahan yang luar biasa. Ia selalu menahan rasa sakit dan ketidaknyamanan. Nayla terus fokus pada tujuannya untuk menyelesaikan pendidikan meski dalam kondisi yang sulit.Meskipun sedih dan terkadang putus asa, Nayla berusaha untuk tetap kuat. Dalam keheningan malam, di saat-saat paling sulit, ia menemukan kekua
Elvan menghabiskan hari ini dengan menjalani serangkaian wawancara kerja tanpa mendapatkan hasil yang diinginkan. Rasa frustasi dan kekecewaan menghampirinya, namun ia tidak menyerah. Ia terus mencari lowongan kerja meskipun harus menghadapi penolakan berkali-kali karena keterbatasan akademiknya sebagai lulusan sekolah menengah atas.Kini Elvan tiba di sebuah perusahaan untuk melamar pekerjaan dengan hati yang penuh semangat dan harapan. "Selamat pagi, Pak. Saya sungguh berharap bisa bergabung dengan perusahaan ini dan berkontribusi. Apakah saya bisa mendapat kesempatan untuk melamar pekerjaan di sini?" ucap Elvan sopan disertai jantung yang berdebar.Seorang pria paruh baya di hadapan lelaki itu tersenyum tipis. "Selamat pagi, Elvan. Saya menghargai hasrat dan semangatmu, namun saat ini kami tidak dapat memberikan kesempatan kepada Anda. Kami membutuhkan karyawan dengan latar belakang pendidikan yang lebih tinggi untuk posisi ini."Meskipun kecewa, Elvan berusaha tetap tersenyum te
Siang ini di kampus, suasana ceria selalu tergambar jelas di wajah Nayla. Tapi pada kenyataannya gadis itu hanya terpaksa bersikap tegar saat perutnya mulai terasa sakit karena sering lupa minum obat dan makan teratur. Nayla tidak ingin membuat Clara khawatir. Dalam keakraban dengan gadis itu, Nayla berusaha tetap menyimpan senyuman dan semangatnya untuk menunjukkan bahwa ia baik-baik saja. Clara yang antusias dengan percakapan mereka yang hangat seperti biasa, tidak menyadari rasa sakit yang dirasakan oleh Nayla. Ia menikmati perbincangan dengan penuh keceriaan, membahas hal-hal kecil yang lucu hingga masalah tugas yang menumpuk.Nayla berusaha untuk tetap fokus pada obrolan mereka, walau perasaan sakit semakin mengganggu. Ia menutupi rasa tersebut dengan senyum dan candaan, ingin menikmati momen berharga bersama Clara tanpa membuatnya cemas.Kedua gadis itu melanjutkan percakapan mereka dengan antusias, saling menghibur dan mendukung satu sama lain. Dalam kesibukan tugas dan perma
"Aku tidak tahu apa yang ada di pikiran gadis itu. Entah sudah berapa kali aku menyakitinya, tapi dia tetap tidak membenciku," ucap Elvan lirih. Gantungan kunci itu berbentuk hewan yang lucu, seharusnya Elvan tersenyum, tapi ia justru menahan emosi karena gadis yang memasukkan benda itu ke tasnya pasti dalam keadaan menahan tangis. Elvan tidak tahu apa arti di balik simbol angsa dan merpati, namun ia menebak bahwa artinya mengisyaratkan sebuah hubungan yang tidak terpisahkan. "Aku sungguh kesal, kenapa dia sangat bodoh? Seharusnya dia menyukai orang lain yang bersikap lembut padanya, bukan padaku yang hanya melukainya." Elvan mengembuskan napas kasar, sambil memandangi gelang unik di tangannya. "Kenapa dia mencintaiku? Apa dia tidak tahu arti cinta? Apa Nayla tidak mengerti jika cinta bisa membuat terluka? Kenapa dia repot-repot menulis perasaannya di surat padahal tahu jika aku membencinya." Beberapa menit yang lalu Elvan baru selesai membaca surat yang ditulis Nayla. Isinya tid
"Apa aku coba masuk dan tanya papanya atau pembantu rumah tangga di sana, ya?" gumam Elvan. Elvan berpikir sejenak, merasa ini jalan yang terbaik sebelum ia benar-benar harus kembali ke rumah. Matahari sebentar lagi terbenam dan Nayla belum juga pulang. Akhirnya Elvan sudah memutuskan untuk masuk ke rumah Nayla. Namun ketika meminta izin pada satpam yang berjaga di sebelah gerbang rupanya Elvan mendapat penolakan. "Apa maksudnya? Kenapa saya tidak bisa masuk? Apa rumah ini tidak menerima tamu?" tanya Elvan menautkan kedua alis. "Kamu tadi bilang ingin bertemu Nayla, bukan? Kalau begitu tunggu saja—" "Anda membohongi saya. Anda tahu Nayla tidak ada di rumah ini. Jadi Anda melarang saya untuk masuk dan memeriksa di dalam rumahnya. Sebenarnya apa yang terjadi? Apa saya yang sebagai mantan tunangan Nayla tidak diperbolehkan masuk?" "Ini tidak ada hubungannya dengan status kamu. Saya hanya menjalani tugas. Akan lebih baik kamu pergi dari sini. Saya tidak ingin kehilangan pekerjaan ji
Clara menarik napas, mencoba menenangkan diri sebelum memberi penjelasan. Walaupun sulit dan merasa bersalah pada Nayla, ia tidak bisa mencari jalan keluar selain berkata jujur. “Sebenarnya, belum lama ini Nayla sekarang tinggal di sebuah kos yang berada di dekat kampus. Dia mulai hidup mandiri dan bekerja paruh waktu di kafe. Aku seharusnya tidak boleh memberitahu ini karena Nayla tidak ingin seorang tahu tentang keadaannya, tapi setelah mendengar perkataanmu tadi, aku pikir ... kamu memang harus tahu.” Clara menghela napas panjang ketika melihat reaksi wajah Elvan yang tampak terkejut. Ia sejenak menggigit bibir, lalu mengepalkan tangan. “Papa Nayla sangat kejam karena telah mengusir gadis itu. Tapi Nayla gadis yang kuat, dia tidak ingin melawan dan menerima keadaan.” Clara menundukkan kepala. “Aku tidak bisa melakukan apapun selain memberinya dukungan dan semangat.” “Karena itu, aku harap kamu tidak menambah penderitaan lagi untuk Nayla. Kali ini tolong biarkan dia hidup te
Setelah membeli makanan dan membawa buah yang ia beli kemarin, Elvan mulai mencari-cari alamat tempat tinggal Nayla sesuai petunjuk yang dikirim Clara. “Semoga ini menjadi langkah yang baik untuk hidupku.” Elvan dengan tegar dan fokus menjelajahi setiap jalanan. Sepanjang berkendara, ia terus menguatkan hati dan perasaan. Terus berharap yang terbaik untuk Nayla. Elvan berharap Nayla tak marah bertemu dengannya. Beberapa menit, Elvan tiba di depan gerbang sebuah kos yang tampak sederhana. Tidak luas dan seperti sudah lama dibangun. Elvan sempat ragu Nayla tinggal di tempat seperti itu karena yang ia tahu Nayla adalah gadis manja. Namun ketika melihat seorang wanita dewasa dengan rambut di atas bahu yang baru saja keluar dari sana, Elvan buru-buru melepas helm dan berjalan menghampiri. “Halo? Permisi?” Wanita yang memakai baju panjang di bawah lutut itu berhenti dan menoleh terkejut. “Siapa kamu?” Elvan tersenyum sopan dan sedikit membungkuk badan. “Maaf. Saya Elvan, ingin
“Ini semua karena kamu, Elvan! Kamu telah membuat Nayla terluka hingga dia mengabaikan kesehatan diri sendiri! Kamu sangat kejam dan jahat!” Clara berdiri di hadapan Elvan dan menunjuk wajah lelaki itu sambil berteriak marah. “Aku sangat membencimu! Kamu tidak bisa disebut manusia! Aku harap setelah Nayla terbangun nanti dia tidak akan mencintaimu lagi! Aku berdoa semoga kamu menyesal seumur hidup!” ungkap Clara penuh emosi. Napas gadis itu tidak beraturan dan air keluar dari matanya dengan deras. “Kamu memang pantas hidup menderita, Elvan! Tuhan sangat adil karena telah mengambil semua harta yang kamu miliki!” Clara tersenyum, tapi masih tak bisa berhenti menangis. “Bagaimana perasaanmu sekarang? Apa kamu senang karena keinginan kamu untuk melihat Nayla menderita telah terwujud? Apa sekarang kamu bahagia, hah? Kamu sangat tidak berguna!” maki Clara sambil mendorong dada Elvan. Tak memberi kesempatan untuk lelaki itu melawan. Elvan juga hanya diam saja. Ia berdiri di depan Cla
Beberapa bulan kemudian, Nayla tiba-tiba merasa mual yang tak biasa. Elvan yang waspada segera menyembunyikan kekhawatirannya di balik senyum yang hangat. Ia sudah bisa menebak bahwa kabar baik akan datang.Meskipun begitu hati Elvan tak bisa menahan kecemasan yang berkobar di dalamnya. Akhirnya Elvan memutuskan pergi ke dokter untuk memastikan kondisi Nayla. Elvan berharap Nayla tetap sehat dan baik-baik saja tanpa ada masalah.Di sebuah ruangan, suasana gelisah terasa semakin nyata di antara mereka berdua. Elvan menggenggam erat tangan Nayla, memberikan dukungan dan kehangatan dalam ketidakpastian yang mereka hadapi bersama. Ketika hasil tes keluar, keheningan yang tegang memenuhi ruangan itu. Jantung mereka sama-sama berdegup kencang untuk menunggu detik-detik yang akan datang.Ketika hasilnya sudah keluar, Nayla menatap Elvan dengan mata berbinar, sebelum akhirnya ia meneteskan air mata kebahagiaan. “Aku hamil, Elvan,” ucap Nayla dengan suara bergetar.Elvan tersentak oleh kabar b
Elvan dan Nayla memilih untuk hidup sederhana dalam rumah mereka yang indah. Walaupun begitu mereka tetap bisa menemukan kebahagiaan dalam hal-hal kecil, seperti berbagi senyuman di setiap pagi, berjalan-jalan di taman, dan menikmati waktu bersama tanpa banyak kemewahan yang membutuhkan. Nayla merasa senang bisa hidup bersama Elvan tanpa banyak sesuatu yang mewah. Nayla sangat bahagia karena rumah mereka penuh dengan canda tawa dan kasih sayang, sehingga selalu menciptakan suasana hangat dan damai di setiap sudutnya. Nayla merasa jika ia akan selalu bahagia. Nayla jadi yakin bahwa ia tidak akan pernah merasa menderita dan terluka jika hidup bersama Elvan.Berbeda dengan di masa lalu, walaupun mereka berasal dari keluarga yang penuh masalah, tapi mereka tidak ingin di masa depan mereka melakukan hal yang sama seperti orang tua masing-masing. Nayla akan berjanji jika suatu saat ia dan Elvan mempunyai anak, Nayla tidak akan membuat mereka merasakan apa yang ia rasakan di masa lalu. Nayl
Beberapa hari setelah pernikahan mereka, Elvan mempersiapkan kejutan istimewa untuk Nayla. Dengan hati penuh cinta, Elvan mengajak Nayla untuk menutup matanya dan membawanya ke depan rumah baru yang ia beli dengan kerja kerasnya sendiri."Kamu membuatku berdebar-debar, El. Sebenarnya apa yang sedang kamu rencanakan? Apa itu bisa membuatku menangis?" tanya Nayla tertawa geli ketika berjalan tertatih-tatih dengan Elvan di belakangnya dan menutup kedua matanya. "Ini rahasia, Nay. Tapi aku yakin bisa membuatmu tidak bisa berkata apa-apa," jawab Elvan tersenyum geli, ia menuntun Nayla untuk berjalan dengan hati-hati.Saat Nayla membuka mata, pandangan mata Nayla terpana melihat rumah sederhana namun modern yang disiapkan khusus untuk mereka berdua. Sorot mata Nayla pun bercahaya dalam kebahagiaan dan terkejut yang tak terkira. Benar kata Elvan, ia tidak bisa berkata-kata. Nayla melebarkan mata, sambil menutup mulutnya dengan kedua tangan. Benar-benar merasa seperti mimpi.Namun, kejutan E
Berbulan-bulan berlalu sejak hubungan antara Elvan dan Nayla semakin erat, kini suasana di sekitar mereka penuh dengan kehangatan dan harapan baru. Hubungan mereka menjadi semakin tidak terpisahkan. Rasa sayang mereka juga bertambah dalam dan luas.Elvan telah berubah menjadi pribadi yang lebih peduli dan penuh kasih, akhirnya hari ini memutuskan untuk mengajak Nayla ke kantor agama dan melangsungkan pernikahan yang dinantikan oleh keduanya. Tanpa perlu kemewahan, mereka hanya berharap bisa segera terikat satu sama lain.Hari yang penuh makna itu pun tiba. Nayla dengan cahaya kebahagiaan yang bersinar dari matanya, memilih untuk berdandan sendiri dan menggunakan make up yang sederhana sebagai bentuk kehematan. Nayla juga tidak ingin membuang banyak uang hanya untuk penampilan heboh selama satu hari. Meskipun sederhana, kecantikan alami Nayla tetap bersinar sebagai cermin dari kebahagiaan dalam hatinya. Nayla tetap menawan dan sempurna di hari pernikahannya. Tidak ada yang bisa menand
Elvan akhirnya sembuh dari traumanya setelah berbulan-bulan perjuangan yang panjang. Dengan tekad dan dukungan yang tak kenal lelah, ia berhasil bangkit dari keterpurukannya. Elvan benar-benar sudah berubah kembali menjadi Elvan yang hangat dan penuh perhatian pada Nayla. Benar, hanya saat dengan Nayla.Setiap langkah kecil yang Elvan ambil menuju pemulihan menjadi bukti kekuatan dan keteguhan hatinya. Elvan benar-benar sudah kembali menjadi Elvan yang dulu. Menjadi Elvan yang tidak akan menyakiti Nayla dan membuatnya terluka.Berbagai upaya dan terapi yang Elvan jalani membantu meredakan beban traumanya dengan baik. Dukungan dari orang-orang terdekat, termasuk Nayla, memberikan kekuatan tambahan baginya. Elvan bisa melewati semuanya karena semangat yang diberikan Nayla selalu ampuh untuk mengatasi rasa bosannya ketika menjalani terapi.Karena dengan semangat yang membara, Elvan telah berhasil melawan ketakutan dan kegelisahan yang selama ini menghantuinya. Rasa cemas Elvan kini sudah
Hari yang berjalan seperti biasa. Nayla sedang mengerjakan tugas yang belum selesai. Dan beberapa menit lagi sudah tiba jam makan siang. Walaupun lelah, Nayla sebenarnya sangat menikmati pekerjaannya yang menyenangkan. Meski harus sedikit menguras pikiran dan otak karena jika ada sedikit kesalahan, maka bisa menjadi kesalahan yang fatal. Tapi akhirnya setelah berulang kali memeriksa, Nayla telah yakin dengan hasilnya, ia segera mengirim ke email lalu tepat setelah itu jam makan siang telah tiba.Ketika Nayla baru selesai membereskan mejanya, tiba-tiba ia mendapat telepon dari mama Elvan, Laras. Nayla terkejut karena sudah lama sekali mereka tidak berhubungan. Tapi Nayla segera mengangkat telepon itu agar wanita itu tidak lama menunggu. Ketika selesai bertelepon, Nayla cukup penasaran karena mama Elvan mengajaknya bertemu di kafe. Itu artinya mereka akan membicarakan sesuatu yang serius. Dan entah kenapa Nayla cukup berdebar-debar.“Ada apa, Nay? Apa kamu tidak ke kantin?” tanya sala
Elvan sedang merenung di meja kerjanya setelah pekerjaannya selesai. Ia masih memikirkan tentang hidupnya yang terasa tidak adil. Walaupun akhir-akhir ini sudah lebih baik, tapi Elvan belum sepenuhnya menerima takdirnya.Tiba-tiba salah satu teman kerja Elvan, yang bernama Jayendra, datang menghampirinya. Walaupun tidak kenal dekat, tapi Elvan sering makan siang bersamanya. Dan kini pria itu sudah ada di depannya.“Ada apa denganmu? Apa kamu membutuhkan tempat curhat?” tanya Jayendra dengan senyum geli. Kemudian menatap Elvan dan memicingkan mata.“Tidak perlu.” Elvan menatap lelaki itu sambil menghela napas. Suasana hatinya sedang tidak stabil.“Jangan begitu, aku tahu kamu sedang banyak pikiran. Jadi lebih baik ceritakan saja padaku. Apa kamu tidak ingin ke lantai paling atas di perusahaan ini?” ajak Jayendra secara tiba-tiba dengan antusias. Yang langsung membuat Elvan menoleh padanya.“Kenapa kamu mengajakku?” Elvan mengernyit heran. Karena ini pertama kalinya Jayendra cukup perha
Hari ini berjalan baik seperti biasa. Itu adalah bayangan Nayla pada awalnya sebelum tiba-tiba saat jam makan siang di kantor, ia dipanggil oleh temannya untuk bertemu seseorang yang sedang mencarinya. Perasaan Nayla langsung tidak enak karena seseorang itu bukanlah Elvan atau siapa pun. Nayla tahu karena hanya Elvan dan Clara yang tahu tempatnya bekerja. Dan benar saja, Nayla bertemu lagi dengan wanita yang kemarin. Wanita yang membuat Nayla semalaman tidak bisa tidur karena terus memikirkan pengakuannya.Naomi tampak tersenyum menyambut kedatangannya. Berbeda dengan Nayla yang mengepalkan tangan karena menahan kesal yang luar biasa. Nayla juga berusaha tetap tenang agar amarahnya tidak keluar. Setitik hatinya mengatakan untuk tidak membuat masalah dengan seseorang yang sebenarnya Nayla juga merindukan.“Kenapa Anda ke sini lagi? Bukankah Anda bilang tidak akan bertemu saya lagi setelah saya memberikan nomor telepon saya?” tanya Nayla tidak ingin basa-basi, ia memberikan tatapan taj
Siang ini Nayla sengaja makan siang di kafe karena bosan dengan suasana kantin di kantornya. Kebetulan ia juga ingin minum kopi agar tidak mengantuk saat bekerja. Walaupun di kantor sudah ada dapur untuk membuat kopi sendiri, tapi rasanya jelas berbeda jika membeli di kafe. Dan Nayla merindukan sensasi itu karena dulu saat bekerja di kafe ia jarang meminum kopi yang dijual.Ketika Nayla asyik berbincang dengan salah satu teman kantornya, seorang wanita tiba-tiba datang ke mejanya. Nayla terkejut karena wanita itu mengatakan sesuatu yang membuatnya nyaris tak bisa berkata-kata.“Apa benar kamu Nayla? Saya Naomi, ibu kandung kamu," ucap wanita yang kini duduk di depan Nayla. Aroma parfumnya yang wangi tercium ke hidung Nayla.Seketika itu mata Nayla melebar, nyaris tersedak air liurnya sendiri. “A–apa yang Anda katakan?”“Nay, aku pergi dulu, ya. Jangan lama-lama, nanti kamu dimarahi bos," kata teman Nayla yang merasa tidak berhak ikut campur. Ia berdiri dan tersenyum pada Nayla.“Ah,