Setelah membeli makanan dan membawa buah yang ia beli kemarin, Elvan mulai mencari-cari alamat tempat tinggal Nayla sesuai petunjuk yang dikirim Clara. “Semoga ini menjadi langkah yang baik untuk hidupku.” Elvan dengan tegar dan fokus menjelajahi setiap jalanan. Sepanjang berkendara, ia terus menguatkan hati dan perasaan. Terus berharap yang terbaik untuk Nayla. Elvan berharap Nayla tak marah bertemu dengannya. Beberapa menit, Elvan tiba di depan gerbang sebuah kos yang tampak sederhana. Tidak luas dan seperti sudah lama dibangun. Elvan sempat ragu Nayla tinggal di tempat seperti itu karena yang ia tahu Nayla adalah gadis manja. Namun ketika melihat seorang wanita dewasa dengan rambut di atas bahu yang baru saja keluar dari sana, Elvan buru-buru melepas helm dan berjalan menghampiri. “Halo? Permisi?” Wanita yang memakai baju panjang di bawah lutut itu berhenti dan menoleh terkejut. “Siapa kamu?” Elvan tersenyum sopan dan sedikit membungkuk badan. “Maaf. Saya Elvan, ingin
“Ini semua karena kamu, Elvan! Kamu telah membuat Nayla terluka hingga dia mengabaikan kesehatan diri sendiri! Kamu sangat kejam dan jahat!” Clara berdiri di hadapan Elvan dan menunjuk wajah lelaki itu sambil berteriak marah. “Aku sangat membencimu! Kamu tidak bisa disebut manusia! Aku harap setelah Nayla terbangun nanti dia tidak akan mencintaimu lagi! Aku berdoa semoga kamu menyesal seumur hidup!” ungkap Clara penuh emosi. Napas gadis itu tidak beraturan dan air keluar dari matanya dengan deras. “Kamu memang pantas hidup menderita, Elvan! Tuhan sangat adil karena telah mengambil semua harta yang kamu miliki!” Clara tersenyum, tapi masih tak bisa berhenti menangis. “Bagaimana perasaanmu sekarang? Apa kamu senang karena keinginan kamu untuk melihat Nayla menderita telah terwujud? Apa sekarang kamu bahagia, hah? Kamu sangat tidak berguna!” maki Clara sambil mendorong dada Elvan. Tak memberi kesempatan untuk lelaki itu melawan. Elvan juga hanya diam saja. Ia berdiri di depan Cla
“Apa kamu tidak ingin pulang? Bagaimana dengan orang tuamu? Apa mereka sudah tahu kamu ada di sini?” Clara duduk di sebelah Elvan yang sedang termenung seorang diri. “Kamu boleh mengkhawatirkan Nayla, tapi jangan mengabaikan diri sendiri. Apa kamu bolos bekerja? Bukankah itu akan berakibat buruk jika bosmu marah dan kamu dipecat?” tanya Clara yang kemarin sempat bertanya tentang aktivitas Elvan setelah keluar dari kampus. Tidak mendapat jawaban, membuat Clara menarik napas dalam-dalam. “Pulanglah, Elvan. Biar aku yang giliran menunggu Nayla di sini. Kehidupan tetap harus berjalan meskipun kamu tidak siap. Ada tanggung jawab yang harus kamu lakukan.” “Aku tidak ingin pergi sebelum Nayla membuka mata,” kata Elvan sendu. Clara menggeleng tak setuju. “Jangan begitu, kamu tetap harus pulang meskipun sebentar. Setelah itu kamu bisa kembali ke sini setelah pekerjaanmu selesai. Aku akan menghubungimu jika Nayla sudah sadar.” “Aku akan menjadi orang pertama yang melihat Nayla sadar.
Setiap hari Elvan setia menemani Nayla di rumah sakit tanpa kenal lelah. Ia sampai tidak pulang ke rumah bahkan tidak mengabari ayahnya sama sekali. Semua perhatiannya hanya untuk Nayla yang masih terlelap dalam keadaan kritis. Namun meskipun setia menunggu, rasa lelah dan dan putus perlahan mulai merayapi hati Elvan. Suatu waktu dalam keheningan di rumah sakit, Elvan merasa sangat kesal pada dirinya sendiri. Ia sedih, marah, dan kecewa karena Nayla masih belum bangun dari koma. Dalam kegelisahan yang menyelimuti hati, Elvan mulai mempertanyakan tentang takdir yang terasa tak adil baginya. Meskipun sudah berusaha mencari jawaban dengan hati tenang, menerima nasibnya dengan kekuatan dan pengertian atas segala ujian yang menimpa, Elvan tetap merasa tidak ada gunanya lagi untuk hidup. Bahkan di satu titik Elvan mulai merasa kesal pada Tuhan karena membuatnya mendapatkan ketidakadilan yang kini ia rasakan. Elvan merasa sudah mencapai titik akhir di dalam hidupnya. Lima hari te
Clara duduk di samping Elvan, menatapnya dengan penuh iba. “Kak Elvan, sebenarnya aku perlu memberitahumu sesuatu,” ucap Clara dengan suara lembut.Elvan menoleh dengan ekspresi penasaran sekaligus tegang. “Apa itu sesuatu tentang Nayla? Apa ada lagi yang dia sembunyikan?” tanyanya dengan suara serak.Clara mengambil napas dalam. “Beberapa bulan sebelum Nayla jatuh sakit, dia sebenarnya sudah menulis surat untukmu. Dia ingin memberikan surat itu saat kamu lulus. Namun, karena khawatir surat itu hilang atau ditemukan orang tuanya, Nayla menitipkan suratnya padaku.”Elvan terdiam, matanya memanas oleh kesedihan dan penyesalan yang tak bisa terucapkan. “Aku tidak pernah menyadari bahwa Nayla menyimpan perasaannya sedalam itu.”Clara menyentuh lengan Elvan dengan penuh empati. “Nayla sangat mencintaimu, Elvan. Dia ingin memberikan surat itu untukmu suatu saat nanti setelah kamu lulus kuliah. Aku yakin surat itu berisi segala perasaan yang tak terungkapkan.”Elvan merasa dadanya sesak, mem
Satu minggu kemudian, akhirnya Nayla sadar dari koma. Elvan yang berada di sampingnya, menjadi orang pertama yang melihat gadis itu membuka mata. Air mata pun langsung mengalir dari mata Elvan saat ia melihat Nayla. Elvan dengan hati penuh haru langsung memeluk gadis itu. Ia sungguh lega karena semua doanya telah terjawab dan usahanya untuk berdoa setiap hari tidak sia-sia.Nayla yang masih merasa lemah merasakan kehangatan pelukan seseorang seketika berterima kasih pada Tuhan. Ia sangat bersyukur atas kesempatan untuk hidup dan melihat cahaya setelah masa yang gelap.Elvan melepaskan pelukan perlahan, lalu menatap Nayla dengan penuh rasa syukur. Ia sangat bahagia karena bisa melihat Nayla kembali sadar.“Nay, aku sangat bersyukur melihatmu sadar. Kamu adalah orang yang berarti di dalam hidupku. Aku tidak bisa membayangkan jika kehilanganmu. Terima kasih pada Tuhan karena mendengarkan doa-doaku dan memberikan kesembuhan padamu,” ucap Elvan penuh perasaan senang dan syukur.Nayla terk
Hari esok tiba lebih cepat dari biasanya karena tadi malam Elvan bisa tidur nyenyak setelah berhari-hari selalu begadang. Penyebabnya tentu saja karena Nayla telah sadar dari koma sehingga Elvan bisa memejamkan dengan tenang. Elvan mengulas senyum, walaupun permintaan maaf dan pernyataan cintanya tidak terbalas, ia tetap semangat untuk menjalani hari. Elvan mulai bangkit dari sofa tempatnya tidur untuk menuju kamar mandi yang ada di dalam ruangan.Sekilas ia bisa melihat wajah Nayla yang masih tertidur tenang di atas brankar. Karena tidak ingin menganggu, Elvan langsung pergi untuk mandi sambil menunggu Nayla bangun.Di lain sisi, Nayla sebenarnya sudah membuka mata lebih dulu sebelum Elvan bangun. Namun ia memilih pura-pura tidur ketika tidak ingin melihat lelaki itu menghampirinya atau bertanya sesuatu.Nayla menghela napas, ia menatap langit-langit ruangan yang bersih. Ia memang senang dan bersyukur karena telah sadar dari koma, tapi ia tidak tahu kenapa perasaannya biasa saja mel
Esok hari, Elvan hanya bisa diam-diam melihat senyuman Nayla dari balik kaca pintu ruangan rumah sakit saat Clara menjenguk. “Aku baru menyadari ternyata dia semakin cantik saat tersenyum,” kata Elvan lirih, tanpa sadar bibirnya tertarik.Selama Clara berada di ruangan bersama Nayla, Elvan merasa hampa karena tidak bisa mendekati Nayla dan melihat senyumnya secara langsung. Walau Nayla belum tersenyum saat bersamanya, Elvan merasa sedih. Tapi secara bersamaan ia juga senang karena masih bisa melihat Nayla tersenyum dari luar jendela ini.“Aku lega kamu tidak melihatku mengintip, Nay. Aku tidak sanggup jika kamu mengusirku.” Mata Elvan terus tertuju pada Nayla. Dalam diam, Elvan memperhatikan setiap ekspresi wajah Nayla, setiap gerakan tubuhnya, dan setiap senyum yang terpancar dari wajahnya. Meskipun jarak memisahkan mereka, Elvan merasa hangat melihat Nayla bahagia meskipun. Senyum Nayla menjadi sumber kekuatan bagi Elvan, memberinya harapan bahwa suatu hari nanti mereka bisa ber
Beberapa bulan kemudian, Nayla tiba-tiba merasa mual yang tak biasa. Elvan yang waspada segera menyembunyikan kekhawatirannya di balik senyum yang hangat. Ia sudah bisa menebak bahwa kabar baik akan datang.Meskipun begitu hati Elvan tak bisa menahan kecemasan yang berkobar di dalamnya. Akhirnya Elvan memutuskan pergi ke dokter untuk memastikan kondisi Nayla. Elvan berharap Nayla tetap sehat dan baik-baik saja tanpa ada masalah.Di sebuah ruangan, suasana gelisah terasa semakin nyata di antara mereka berdua. Elvan menggenggam erat tangan Nayla, memberikan dukungan dan kehangatan dalam ketidakpastian yang mereka hadapi bersama. Ketika hasil tes keluar, keheningan yang tegang memenuhi ruangan itu. Jantung mereka sama-sama berdegup kencang untuk menunggu detik-detik yang akan datang.Ketika hasilnya sudah keluar, Nayla menatap Elvan dengan mata berbinar, sebelum akhirnya ia meneteskan air mata kebahagiaan. “Aku hamil, Elvan,” ucap Nayla dengan suara bergetar.Elvan tersentak oleh kabar b
Elvan dan Nayla memilih untuk hidup sederhana dalam rumah mereka yang indah. Walaupun begitu mereka tetap bisa menemukan kebahagiaan dalam hal-hal kecil, seperti berbagi senyuman di setiap pagi, berjalan-jalan di taman, dan menikmati waktu bersama tanpa banyak kemewahan yang membutuhkan. Nayla merasa senang bisa hidup bersama Elvan tanpa banyak sesuatu yang mewah. Nayla sangat bahagia karena rumah mereka penuh dengan canda tawa dan kasih sayang, sehingga selalu menciptakan suasana hangat dan damai di setiap sudutnya. Nayla merasa jika ia akan selalu bahagia. Nayla jadi yakin bahwa ia tidak akan pernah merasa menderita dan terluka jika hidup bersama Elvan.Berbeda dengan di masa lalu, walaupun mereka berasal dari keluarga yang penuh masalah, tapi mereka tidak ingin di masa depan mereka melakukan hal yang sama seperti orang tua masing-masing. Nayla akan berjanji jika suatu saat ia dan Elvan mempunyai anak, Nayla tidak akan membuat mereka merasakan apa yang ia rasakan di masa lalu. Nayl
Beberapa hari setelah pernikahan mereka, Elvan mempersiapkan kejutan istimewa untuk Nayla. Dengan hati penuh cinta, Elvan mengajak Nayla untuk menutup matanya dan membawanya ke depan rumah baru yang ia beli dengan kerja kerasnya sendiri."Kamu membuatku berdebar-debar, El. Sebenarnya apa yang sedang kamu rencanakan? Apa itu bisa membuatku menangis?" tanya Nayla tertawa geli ketika berjalan tertatih-tatih dengan Elvan di belakangnya dan menutup kedua matanya. "Ini rahasia, Nay. Tapi aku yakin bisa membuatmu tidak bisa berkata apa-apa," jawab Elvan tersenyum geli, ia menuntun Nayla untuk berjalan dengan hati-hati.Saat Nayla membuka mata, pandangan mata Nayla terpana melihat rumah sederhana namun modern yang disiapkan khusus untuk mereka berdua. Sorot mata Nayla pun bercahaya dalam kebahagiaan dan terkejut yang tak terkira. Benar kata Elvan, ia tidak bisa berkata-kata. Nayla melebarkan mata, sambil menutup mulutnya dengan kedua tangan. Benar-benar merasa seperti mimpi.Namun, kejutan E
Berbulan-bulan berlalu sejak hubungan antara Elvan dan Nayla semakin erat, kini suasana di sekitar mereka penuh dengan kehangatan dan harapan baru. Hubungan mereka menjadi semakin tidak terpisahkan. Rasa sayang mereka juga bertambah dalam dan luas.Elvan telah berubah menjadi pribadi yang lebih peduli dan penuh kasih, akhirnya hari ini memutuskan untuk mengajak Nayla ke kantor agama dan melangsungkan pernikahan yang dinantikan oleh keduanya. Tanpa perlu kemewahan, mereka hanya berharap bisa segera terikat satu sama lain.Hari yang penuh makna itu pun tiba. Nayla dengan cahaya kebahagiaan yang bersinar dari matanya, memilih untuk berdandan sendiri dan menggunakan make up yang sederhana sebagai bentuk kehematan. Nayla juga tidak ingin membuang banyak uang hanya untuk penampilan heboh selama satu hari. Meskipun sederhana, kecantikan alami Nayla tetap bersinar sebagai cermin dari kebahagiaan dalam hatinya. Nayla tetap menawan dan sempurna di hari pernikahannya. Tidak ada yang bisa menand
Elvan akhirnya sembuh dari traumanya setelah berbulan-bulan perjuangan yang panjang. Dengan tekad dan dukungan yang tak kenal lelah, ia berhasil bangkit dari keterpurukannya. Elvan benar-benar sudah berubah kembali menjadi Elvan yang hangat dan penuh perhatian pada Nayla. Benar, hanya saat dengan Nayla.Setiap langkah kecil yang Elvan ambil menuju pemulihan menjadi bukti kekuatan dan keteguhan hatinya. Elvan benar-benar sudah kembali menjadi Elvan yang dulu. Menjadi Elvan yang tidak akan menyakiti Nayla dan membuatnya terluka.Berbagai upaya dan terapi yang Elvan jalani membantu meredakan beban traumanya dengan baik. Dukungan dari orang-orang terdekat, termasuk Nayla, memberikan kekuatan tambahan baginya. Elvan bisa melewati semuanya karena semangat yang diberikan Nayla selalu ampuh untuk mengatasi rasa bosannya ketika menjalani terapi.Karena dengan semangat yang membara, Elvan telah berhasil melawan ketakutan dan kegelisahan yang selama ini menghantuinya. Rasa cemas Elvan kini sudah
Hari yang berjalan seperti biasa. Nayla sedang mengerjakan tugas yang belum selesai. Dan beberapa menit lagi sudah tiba jam makan siang. Walaupun lelah, Nayla sebenarnya sangat menikmati pekerjaannya yang menyenangkan. Meski harus sedikit menguras pikiran dan otak karena jika ada sedikit kesalahan, maka bisa menjadi kesalahan yang fatal. Tapi akhirnya setelah berulang kali memeriksa, Nayla telah yakin dengan hasilnya, ia segera mengirim ke email lalu tepat setelah itu jam makan siang telah tiba.Ketika Nayla baru selesai membereskan mejanya, tiba-tiba ia mendapat telepon dari mama Elvan, Laras. Nayla terkejut karena sudah lama sekali mereka tidak berhubungan. Tapi Nayla segera mengangkat telepon itu agar wanita itu tidak lama menunggu. Ketika selesai bertelepon, Nayla cukup penasaran karena mama Elvan mengajaknya bertemu di kafe. Itu artinya mereka akan membicarakan sesuatu yang serius. Dan entah kenapa Nayla cukup berdebar-debar.“Ada apa, Nay? Apa kamu tidak ke kantin?” tanya sala
Elvan sedang merenung di meja kerjanya setelah pekerjaannya selesai. Ia masih memikirkan tentang hidupnya yang terasa tidak adil. Walaupun akhir-akhir ini sudah lebih baik, tapi Elvan belum sepenuhnya menerima takdirnya.Tiba-tiba salah satu teman kerja Elvan, yang bernama Jayendra, datang menghampirinya. Walaupun tidak kenal dekat, tapi Elvan sering makan siang bersamanya. Dan kini pria itu sudah ada di depannya.“Ada apa denganmu? Apa kamu membutuhkan tempat curhat?” tanya Jayendra dengan senyum geli. Kemudian menatap Elvan dan memicingkan mata.“Tidak perlu.” Elvan menatap lelaki itu sambil menghela napas. Suasana hatinya sedang tidak stabil.“Jangan begitu, aku tahu kamu sedang banyak pikiran. Jadi lebih baik ceritakan saja padaku. Apa kamu tidak ingin ke lantai paling atas di perusahaan ini?” ajak Jayendra secara tiba-tiba dengan antusias. Yang langsung membuat Elvan menoleh padanya.“Kenapa kamu mengajakku?” Elvan mengernyit heran. Karena ini pertama kalinya Jayendra cukup perha
Hari ini berjalan baik seperti biasa. Itu adalah bayangan Nayla pada awalnya sebelum tiba-tiba saat jam makan siang di kantor, ia dipanggil oleh temannya untuk bertemu seseorang yang sedang mencarinya. Perasaan Nayla langsung tidak enak karena seseorang itu bukanlah Elvan atau siapa pun. Nayla tahu karena hanya Elvan dan Clara yang tahu tempatnya bekerja. Dan benar saja, Nayla bertemu lagi dengan wanita yang kemarin. Wanita yang membuat Nayla semalaman tidak bisa tidur karena terus memikirkan pengakuannya.Naomi tampak tersenyum menyambut kedatangannya. Berbeda dengan Nayla yang mengepalkan tangan karena menahan kesal yang luar biasa. Nayla juga berusaha tetap tenang agar amarahnya tidak keluar. Setitik hatinya mengatakan untuk tidak membuat masalah dengan seseorang yang sebenarnya Nayla juga merindukan.“Kenapa Anda ke sini lagi? Bukankah Anda bilang tidak akan bertemu saya lagi setelah saya memberikan nomor telepon saya?” tanya Nayla tidak ingin basa-basi, ia memberikan tatapan taj
Siang ini Nayla sengaja makan siang di kafe karena bosan dengan suasana kantin di kantornya. Kebetulan ia juga ingin minum kopi agar tidak mengantuk saat bekerja. Walaupun di kantor sudah ada dapur untuk membuat kopi sendiri, tapi rasanya jelas berbeda jika membeli di kafe. Dan Nayla merindukan sensasi itu karena dulu saat bekerja di kafe ia jarang meminum kopi yang dijual.Ketika Nayla asyik berbincang dengan salah satu teman kantornya, seorang wanita tiba-tiba datang ke mejanya. Nayla terkejut karena wanita itu mengatakan sesuatu yang membuatnya nyaris tak bisa berkata-kata.“Apa benar kamu Nayla? Saya Naomi, ibu kandung kamu," ucap wanita yang kini duduk di depan Nayla. Aroma parfumnya yang wangi tercium ke hidung Nayla.Seketika itu mata Nayla melebar, nyaris tersedak air liurnya sendiri. “A–apa yang Anda katakan?”“Nay, aku pergi dulu, ya. Jangan lama-lama, nanti kamu dimarahi bos," kata teman Nayla yang merasa tidak berhak ikut campur. Ia berdiri dan tersenyum pada Nayla.“Ah,