Sepagi ini kedua sahabat Nadira sudah nangkring di rumah wanita cantik berlesung pipi itu. Karena alasan hari libur, Ghea dan Denia datang tanpa malu. Sebagai ibu yang baik, Hera senang dengan kedatangan mereka berdua ke rumahnya.
"Tadi malam kalian have fun 'kan?" tanya Hera mulai menginterogasi."Ya dong, Tante. Kita have fun, memang kenapa Tan?" tanya Denia memberikan senyuman."Gapapa, Tante kira kalian sedang bertengkar semalam. Soalnya waktu pulang, Nadira terlihat cemberut. Bahkan waktu Tante tanya kalian berdua, dia diam saja." Hera memaparkan."Oh, mungkin dia kecapean Tante," ujar Ghea berpendapat. Sebenarnya dia merasa bersalah karena semalam sudah meninggalkan Nadira berdua di restoran bersama dengan Devan."Bisa jadi sih, buktinya sampai pagi ini dia belum keluar dari kamar juga. Padahal, Tante juga sudah bilang tadi kalau ada kalian berdua datang," jelas Hera yang sebenarnya curiga ada sesuatu yang disembunyikan oleh Ghea dan Denia."Mungkin kitAbian sudah terlanjur malu, jadi pria itu langsung mengambil uang di dompetnya tanpa basa-basi lagi. Dia tidak ingin harkat martabatnya sebagai pria jatuh di hadapan Nadira. Sedangkan wanita yang saat ini menagih akhirnya tersenyum puas sebab usahanya tidak sia-sia.Pria itu tidak hanya membayar tagihan makanannya dengan sang Istri saja, melainkan semua tagihan. Hal itu dilakukan sebagai permintaan maaf, lagi pula yang dia tahu Vera semalam sudah membayar. Ternyata istrinya telah membohonginya.Setelah mendapatkan uangnya, Nadira dan kedua sahabatnya pergi dari rumah Vera. "Untung si Vera itu tidak keluar," kata Ghea ketika duduk di dalam mobil."Memang kenapa kalau dia keluar?" tanya Denia mengernyitkan dahi."Gue yakin, kalau dia ada di luar tadi. Sudah pasti uangnya akan diambil lagi. Kalau menurut penilaian gue sih, dia itu wanita yang gila harta. Gue yakin dia berani merebut Abian juga karena kekayaan yang dimiliki Abian." Ghea memaparkan."Gaya lo, Ghe
Nadira merasa bahagia bersama Crish karena pria itu tidak pernah berubah. Masih tetap asik serta pintar mencairkan suasana ketika keadaan sudah tegang. "Oya, kamu bebas mau beli apa pun yang kamu mau. Biar aku yang membayarnya," ujar Crish sembari tersenyum. Pria itu masih tetap sama, loyal dan tidak perhitungan.Awalnya Nadira menolak, tapi Crish terus memaksa. Hingga mau tidak mau, dia pun mengambil baju berwarna cream. Pria itu segera membayar, lalu mereka berdua berbelanja sesuai yang dicatat oleh Hera.'Mama ini ada-ada saja. Padahal di rumah sudah ada karpet, kenapa harus beli lagi sih? Kayaknya memang Mama itu sengaja biar aku dekat dengan Crish,' gumam Nadira ketika melihat catatan yang ada digenggaman tangannya."Ada apa, Nad?" tanya Crish ketika melihat Nadira termenung."Gapapa," sahut Nadira singkat. Gak mungkin juga dia membicarakan kelakuan sang Mama di hadapan Crish. Setelah semua pesanan Hera terpenuhi, mereka berdua memutuskan untuk pulang
Nadira kenal dengan suara itu, jadi dia memilih untuk memutuskan panggilan sebelum bersuara."Dia lagi sama Cindy," ujar Nadira setelah meletakkan ponselnya. Dia mulai berpikir jauh, sebab malam ini Davin dan Cindy tengah bersama."Gue harusnya sadar, mereka sudah dijodohkan dari sejak SMA. Jadi wajar kalau mereka sering bersama meskipun sudah malam," gumam Nadira lirih.Dia pun memejamkan mata karena kantuk yang dirasakan. Di tempat lain, tepat di rumah Davin dan temannya Gio bersama. Di sana memang ada Cindy juga sedang bersama karena meminta bantuan dari pria tampan mengerjakan tugasnya. "Ada panggilan telepon, Vin." Cindy memberikan ponsel yang ditinggalkan Davin ketika pergi ke kamar mandi."Dari siapa?" tanya Davin mengambil kembali ponselnya."Ada dipanggilan masuk," sahut Cindy singkat.Pria itu melihatnya segera, ternyata sebuah panggilan dari Nadira yang memang kontaknya diberi nama inisial N saja. Ingin menelpon balik, tapi Davin harus me
Pandangan Nadira tidak berpaling dari Crish, dia terus memperhatikan. Terlihat jelas pria itu sangat bahagia bersama wanita yang saat ini ada di sampingnya. "Lo lihat apa, Nad?" tanya Ghea menyenggol tubuh Nadira. "Gue lihat Crish sama wanita. Apa mungkin dia sudah punya pacar ya?" pikir Nadira penasaran."Jangan bilang lo cemburu," tebak Denia curiga."Gue gak cemburu, cuma heran saja. Kalau dia sudah punya pacar, lantas kenapa masih mendekati gue?" Nadira memang berpikir seperti itu. Bahkan wanita itu ingin menyelidiki lebih lanjut agar bisa terlepas dari perjodohan orang tuanya."Mungkin saja buat perbandingan, Nad," tebak Ghea menyeringai. Apa yang dikatakan Ghea ada benarnya juga, tapi Nadira tetap harus menyelidikinya."Kita akan menyelidiki mereka," kata Nadira kepada kedua sahabatnya."Nadira! Kita ke sini tuh untuk liburan, bukan menyelidiki si Crish itu." Denia protes, sebab dirinya belum puas berada di pantai."Apa salahnya sambil menyelam minum air? Lagi pula, kita bisa
"Memang ada yang lucu, Ma?" tanya Nadira saat mamanya tertawa."Gak ada sih, cuma Mama dan Papa sudah sepakat untuk menjodohkan kamu. Tidak ada alasan apa pun untuk menolak." Hera tetap pada pendiriannya. Wanita setengah paruh baya itu meminta agar secepatnya mengganti pakaian sebelum Restu datang. Mereka harus siap-siap terlebih dulu karena acara makan malam ini spesial. Nadira tampak murung karena Hera tidak mau mendengarkan ucapannya. "Pokoknya aku harus membatalkan perjodohan ini. Gak mungkin juga aku menikah dengan Crish." Nadira bermonolog. Dia tidak akan tinggal diam sebelum misinya berhasil. Sementara waktu wanita itu akan mengikuti apa yang sudah Hera perintahkan. Dia mulai merias diri dan memakai pakaian yang rapi, bukan karena ingin tampil cantik di hadapan Crish. Namum, supaya tidak mempermalukan keluarganya di hadapan keluarga besar pria yang pernah menjadi masa lalunya itu. "Kamu sudah siap, Nadira!" panggil Hera dari depan pintu kamar."Sudah, M
Ternyata pria yang dijodohkan dengan Nadira bukan Crissh melainkan adiknya, Davin. Bagaimana mungkin wanita itu tidak terkejut, ternyata pria idamannya akan menjadi suaminya nanti."Nah ini Davin, anak Tante. Dia adiknya Crish, kamu mau 'kan, dijodohkan dengan anak Tante?" tanya Maya sembari memperkenalkan Davin. "Jadi Davin dan Crish saudara?" Bukan menjawab, Nadira justru memberikan pertanyaan balik.Maya menganggukkan kepala. "Bagaimana, kamu mau 'kan?" tanya Maya ingin mendengar Nadira mengiyakan secara langsung. Sebagai seorang wanita, Nadira jelas malu kalau langsung mengatakan iya. Beruntung Davin mengalihkan pembicaraan. "Mending kita makan yuk! Makan malamnya juga sudah siap 'kan?" Davin mengerti akan kegugupan yang dialami Nadira. "Iya, sampai lupa." Akhirnya dua keluarga melangkahkan kaki ke ruang makan, beberapa hidangan makanan sudah tersedia di atas meja. Semua terlihat lezat dan menggugah selera. Mereka duduk di kursi yang disediakan masing-masing. Kemudian, makan
Hari yang ditunggu telah tiba, Davin dan Nadira akan bertunangan. Semua sudah dipersiapkan, mulai dari dekorasi dan makanan yang akan dihidangkan pada para tamu. Acara tunangan mereka cuma dihadiri oleh keluarga terdekat saja, jadi tidak banyak teman-teman Nadira yang tahu. Hanya Ghea dan Denia saja yang diundang karena mereka adalah sahabat wanita berlesung pipi."Selamat ya, Nad. Atas hari bahagia lo, gue harap nanti bisa nyusul." Ghea terlihat bahagia melihat Nadira. Sahabatnya terlihat cantik dengan riasan yang indah itu. "Aamiin." Denia dan Nadira mengamini. "Kalau lo sudah ada calon, langsung saja, Ghe. Sat set sat set gitu, gak usah banyak mikir. Lagian gue lihat lo udah kebelet gitu!" cetus Denia meledek."Lo kira tunangan gampang, harus banyak yang dipertimbangkan. Seperti Nadira sebelum memutuskan, dia masih tanya-tanya ke kita 'kan?" ujar Ghea membela diri."Benar kata Ghea, Denia. Selain itu kita juga harus yakin dan butuh support dari orang-orang terdekat. Karena kalau
Pertunangan berjalan dengan lancar, meskipun yang memasang cincin adalah mama mertua masing-masing. Para tamu yang hadir mulai menikmati hidangan yang sudah disediakan, hingga acara tersebut selesai.Keluarga Davin pamit, tapi tidak dengan pria yang sudah bertunangan itu. Dia masih ada di sana untuk mengenal keluarga Nadira lebih dekat. Restu menanyakan banyak hal pada Davin, hingga membuat Hera menyenggol lengan suaminya."Jangan terkesan menginterogasi gitu, Mas." Hera berbisik.Hampir saja Restu lupa kalau dirinya harus membuat Davin nyaman berada di keluarganya. "Om, Tante. Kita pamit pulang dulu," pamit Denia dan Ghea setelah selesai mengobrol dengan Nadira."Terima kasih ya, karena sudah datang. Hati-hati di jalan. Oya, Nadira di mana?" tanya Hera karena tidak melihat putrinya yang sedari tadi bersama dengan Denia dan Ghea."Dia masih di kamar, Tante. Mungkin sebentar lagi keluar," sahut Ghea. Kemudian, mereka melangkahkan kaki pergi dari rumah sahabatnya.Nadira tidak bisa me
"Jadi bagaimana dengan pilihanmu?" tanya Ghea berharap jawaban sang sahabat tidak mengecewakan.Nadira tidak langsung menjawab, melainkan kepalanya ke atas seperti mode berpikir keras. "Bagaimana, Nad. Jangan membuatku kesal deh!" cetusnya. "Hm ... rahasia perusahaan dong!" Nadira menyeringai. Dia sendiri ingin mengatakan langsung pada Davin karena ingin melihat ekspresi wajah pria tampan tersebut. Karena merasa kesal, Ghea pun langsung memberikan bunga serta coklat yang ada di genggaman tangannya. "Itu semua dari Davin, jadi kamu gak usah berterima kasih padaku." Ghea berbicara dengan ketus."Siap!" Nadira menyeringai. Karena tidak mendapatkan jawaban, akhirnya sang sahabat pamit pulang. Namun, kepergiannya dicegah oleh Hera. "Jangan buru-buru, Ghea. Kita akan mendengarkan keputusan yang diambil Nadira bersama-sama." "Baik, Tante." Ghea kembali bersemangat. Atas dorongan serta paksaan dari sang Mama, Nadira akhirnya mengatakan pilihannya. Namun, dia meminta untuk merahasiakan
Baik Ghea maupun Gio terus memberikan penjelasan pada pria tampan agar dirinya tidak pantang menyerah dalam mengejar cintanya. "Pokoknya kamu harus terus berusaha meyakinkan Nadira agar dia memilihmu tanpa ragu lagi." Ghea terus memberikan semangat."Bagaimana caranya?" tanya Davin bingung.Di saat itu lah Ghea memiliki ide untuk membantu pria tampan tersebut, sebab dirinya yakin kalau sahabatnya pasti memiliki perasaan yang tidak pernah berubah pada Davin. "Kamu tenang saja, Vin. Serahkan semuanya padaku, yang terpenting kamu harus mengikuti apa pun yang aku inginkan." Ghea menyeringai. Davin memandang wanita di depannya dengan ragu. "Gak usah memandangiku seperti itu, Vin. Kamu harus percaya padaku kalau memang ingin segera menikah dengan sahabatku yang cantik itu." Ghea memberikan senyuman."Baik." Davin mulai irit bicara."Sekarang aku minta kamu beli bunga yang bagus," pinta Ghea sedikit memaksa."Memang buat apa?" tanya Davin heran."Udah, jangan banyak tanya. Percaya saja s
"Dari mana saja, Nad? Kenapa baru datang? Aku sudah menunggumu dari tadi!" cetus Ghea pelan, ada raut cemas yang terlihat di wajahnya.Nadira hanya memberikan senyuman saja pada sahabatnya yang sudah memasang raut wajah cemas tersebut. "Kebiasaan deh, orang tanya baik-baik juga. Malah cengengesan," cetus Ghea sedikit kesal. Wanita cantik berlesung pipi itu pun meminta sang sahabat untuk duduk terlebih dulu sebelum menjelaskan semua yang terjadi. Bahkan dirinya meminta agar Ghea tidak terlalu mencemaskannya. Setelah memastikan sang sahabat mengerti dengan semua yang terjadi, barulah wanita cantik berlesung pipi itu pun menceritakan apa yang sedang terjadi pada kisah asmaranya."Aku benar-benar bingung, Ghea. Di satu sisi aku ingin menyelesaikan kuliahku dulu baru memikirkan menikah, tapi di sisi lain aku tidak yakin akan bertemu dengan pria yang baik dan mau mengerti aku seperti Davin." Nadira mulai bercerita panjang lebar. "Gini saja deh, Nad. Coba kamu tanya ke dasar hatimu yang
Jelas saja Hera panik karena kecerobohan anaknya dalam mengiris tempe. Dia bahkan tidak menyangka akan membuat Nadia terkejut ketika dia menyapa. "Maaf, Nad. Mama gak bermaksud." Hera segera mengambil jari Nadia untuk dilihat."Gapapa, Ma. Jangan khawatir, bukan salah Mama juga kok. Nadia saja yang teledor karena keasikan melamun." Nadia menarik sedikit jari yang terluka, tapi Hera tidak melepaskannya."Biarkan Mama bantu mengobati lukanya." "Gapapa, Ma. Nadia bisa sendiri," ujar Nadia bersikeras.Wanita setengah paruh baya itu menarik tangan putrinya ke ruang keluarga untuk diobati. Hera tetap saja ingin mengobati jari yang teriris sembari mengobrol tentang lamaran Davin. Meskipun dia tahu, kalau Nadia terlihat bosan dengan setiap nasihat yang diberikan. Namun, wanita setengah paru baya itu akan terus memastikan agar sang anak menerima pria tampan yang diam-diam sudah lama diidamkan menjadi menantu."Bau apa, Ma?" tanya Nadia setengah mendengus perlahan."Gosong! Ya ampun," sahut H
Perlahan cincin itu diambil oleh Hera dari genggaman tangan putrinya. "Ternyata Davin sudah melangkah lebih jauh dari yang aku pikirkan, hanya saja menunggu putriku untuk memberikan jawaban saja." Hera mengambil posisi duduk tepat di sebelah Nadia yang saat ini sedang berbaring. Wanita setengah paruh baya itu begitu berharap agar sang anak mau menerima Davin kembali. Dia paham dengan prinsip sang anak untuk tidak menikah sebelum menyelesaikan kuliahnya. "Mama!" panggil Nadia dengan lembut. Wanita cantik berlesung pipi itu rupanya sudah membuka mata secara perlahan. "Kamu sudah bangun? Maaf, bukan maksud Mama untuk mengganggu istirahatmu." Hera segera menyadari telah mengganggu putrinya."Mama gak mengganggu kok, memang Nadira sudah selesai beristirahat." Nadira memberikan senyuman. Kemudian, wanita setengah paruh baya itu pun mengajak putrinya untuk makan terlebih dahulu. Apalagi setelah mendengar bunyi perut Nadira yang bernyanyi sedikit keras. "Aku akan mencuci wajahku dulu, M
Davin mengajak Nadira ke tempat favorit yang biasa menemani dirinya di saat sedang gelisah dalam menjalani hidup ini. Tempat dirinya merenung saat mengambil sebuah keputusan, dan saat ini adalah waktu untuk pria tampan itu akan memberikan keputusan yang berani dalam hidupnya. Dia berbicara tanpa basa-basi pada wanita yang dicintai dan menjelaskan maksud serta tujuan membawa Nadira ke tempat tersebut."Aku sudah tidak ingin membuang-buang waktuku lagi, Nad. Mungkin sudah waktunya juga kita segera bersama, sebab aku tidak ingin kehilanganmu." Davin mulai menjelaskan.Nadira berpikir sejenak, lalu berkata, "Aku masih belum mengerti yang kamu katakan, Vin." Pria tampan itu pun mulai berlutut serta memberikan kotak perhiasan berisi cincin. "Will you marry me?" Terlihat senyuman manis yang terpancar dari raut wajah Davin. "Kamu yakin?" tanya Nadira heran.Tanpa ragu pria tampan itu menganggukkan kepala. "Dari awal kamu yang sudah aku pilih, gak mungkin aku berpaling. Meskipun sebelumnya
Hati Denia memang sering berubah saat ini, bahkan tidak bisa melihat pria maco sedikit saja. Sekarang hatinya sudah berbalik menyukai Haris yang terkenal keberaniannya."Kalau memang iya, apakah kamu bisa membantuku untuk dekat dengannya?" tanya Haris melihat lekat ke arah Nadira."Gak bisa, kamu kejar saja sendiri." Denia mulai cemburu dan meninggalkan Haris sendiri. Dalam hati wanita tomboi itu pun mulai protes dengan apa yang terjadi dalam hidupnya. "Apa semua pria itu memang sama? Cuma menyukai wanita lembah lembut seperti Nadira? Lantas, pria seperti apa yang akan menyukai wanita tomboi sepertiku?" Dia mulai menghentakkan kakinya karena kesal yang dialaminya. Lain hal dengan Nadira yang memilih untuk istirahat sebentar sebelum melanjutkan perjalanannya. Tiba-tiba saja botol air mineral disuguhkan oleh Davin."Minum saja dulu, biar kamu tidak dehidrasi." Davin memberikan senyuman."Terima kasih, tapi aku bawa sendiri." Nadira menunjukkan air botol minuman yang masih terisi air
Semua yang ada di dalam mobil harus turun untuk melihat apa yang terjadi. Sedangkan Haris sibuk memperhatikan mesin mobil, meskipun sebenarnya dia tidak terlalu paham dengan mesin. "Apa kita akan terjebak di sini malam ini?" tanya Denia sedikit kesal. "Aku pastikan kita tidak akan menginap di tempat ini," sahut Haris penuh keyakinan."Pokoknya kalau ada apa-apa, kamu yang harus bertanggung jawab, Ris. Kita tidak ingin terjebak di jalan ini. Mana seram lagi!" cetus Farida bergidik ngeri karena jalanan begitu sepi."Kalian tenang saja, pasti akan aku perbaiki segera." Haris memang bertanggung jawab, tapi kali ini dia benar-benar bingung apa yang harus dilakukan. Akan tetapi, dia berusaha untuk tetap tenang agar tidak membuat teman-temannya ikut khawatir. Setengah jam berlalu, tapi Haris belum bisa membuat mobilnya hidup kembali."Bagaimana, Ris? Kenapa sampai detik ini belum selesai juga?" tanya Denia sedikit kesal."Kalian tenang saja dulu," sahut Haris tanpa memberikan penjelasan l
"Denia, tunggu!" Ghea langsung menghentikan langkah kaki sahabatnya yang sedang menyeret koper. Sontak saja wanita tomboi itu menghentikan langkah kakinya."Ada apa lagi sih, Ghea? Bukankah semua barangmu sudah aku masukkan? Sekarang ayo kita pergi!" pekik Denia sedikit kesal."Bukan begitu, Denia. Ada misi yang harus kita selesaikan, jadi jangan pergi sekarang. Nanti saja kalau sudah selesai urusan kita," kata Ghea membujuk. "Misi apa? Kalau cuma gak penting, lebih baik kita pergi sekarang juga." Denia tetap tidak ingin membuang waktu hanya hal-hal yang menurutnya tidak jelas. Ghea mulai menjelaskan panjang lebar apa yang akan menjadi misi mereka, tapi Denia tetap pada pendiriannya untuk pergi. Lagian, dia sudah terlanjur janji sama teman-temannya. Gak enak juga jika langsung dibatalkan secara tiba-tiba."Aku akan tetap berangkat, terserah kamu mau berangkat apa tidak. Perihal Nadira, aku tidak mau ikut campur lagi." Denia melepaskan koper milik Ghea, lalu meninggalkan rumah sahaba