Mas Abi mengecup pelipisku berulang kali, sedang aku masih sesenggukan di atas pangkuannya.
"Kalau kamu ndak setuju, tidak apa-apa. Aku akan menyampaikannya kepada Abah dan ummi, Mas yakin mereka akan mengerti posisi kita."
Lalu, membiarkan Annur tanpa penerus? Mengabaikan ratusan santri? Menelan
Orang ndalem mulai sibuk dengan acara yang akan berlangsung, aku sendiri, ingin menghilang dari tempat ini. Sungguh menyesakkan.Aku salat sambil menangis. Ingat bahwa esok pagi pasangan jiwa se—hidup semati tidak lagi menjadi milikku seorang. Ingin rasanya pulang ke rumah. Rindu omelan ibu, juga pelukan Abah.
Hal paling nyata saat ini adalah, bahwa Tuhan Maha Baik. Di saat Mas Abi mengutarakan isi hatinya kala melamarku dahulu, ingin menjadikanku permaisuri di kerajaannya. Aku mengerti bahwa sekarang Gusti Allah tengah mengabulkan segala puja pintanya.Dia menjadikanku seorang permaisuri, dan riwayat permaisuri yang sering kudengar kisahnya, mereka tidak pernah memiliki suaminya seorang diri. Entah demi keturunan, takhta ataukah perluasan wilayah kerajaa
Mbak Rom yang sudah belajarsendiko dawuh(patuh) sejak masih perawan, mau tak mau undur diri dan membiarkanku di dalam kamar sendirian.Perlahan aku bergerak turun dari ranjang, lantainya masih sedikit bergoyang saat kupijak.Kugerakkan kakiku, melangkah perlahan menuju pintu sambung yang langsung menuju halaman belakang.Aku ingin sendiri.Hanya seorang diri.
Ibu mertuaku, beliau yang menyarankan mengambil madu untuk suamiku, tapi beliau juga yang paling takut aku terluka.Maka, akulah yang harus menenangkan hati dan pikiran mereka agar tetàpadem.Kukisahkan kepadà mereka tentang kisah Ismail.Kala tetesan air mata Ibrahim jatuh menyaksikan keteguhan iman anaknya, Ismail, kala itulah sejarah agung tercipta. Belajarlah dari Ibrahim yang rela mengorbankan anaknya, dan jadilah seperti Ismail yang ikhlas menerima kehendak TuhanNya.
Mas Abi memelukku sangat erat, kami terdiam dalam hening yang cukup lama, aku membiarkan keheningan meraja, memberi cukup waktu untuk meraup aroma keringatnya yang tidak sekalipun melunturkan rindu-rinduku. Hingga Mas Abi yang lebih dulu melepas pelukan kami setelah beberapa detik yangterlalusingkat."Udara di luar cukup dingin, jangan menyalakan AC dengan suhu terlalu rendah." Suaranya terdengar lirih. Ekspresi wajahnya tak terbaca. Aku tertegun dengan sikapnya, dia menatapku sangat lama.Jangan seperti ini, jangan membuat nelangsaku menguar hingga kau akan tahu, detik-detik pe
"Pangapunten, Ning. Maaf ini tadikulotinggal ke dalam dulu." Seorang mbak santri terlihat begitu bersalah. Pisau yang tersimpan di dalam kaleng hampir mengenai punggung kakiku."Sudah,gak pp –po."Aku membersihkan rokku yang terkena tumpahan tanah lembab saat melihat
Aku beranjak dan berjalan ke depan jendela, lihatlah kemuning-kemuning itu dengan angkuhnya tumbuh bermekaran. Tatapanku lurus ke arah jendela kamar Sahra yang letaknya persis berhadapan dengan letak jendela kamar ini.Mas Abi tidak pernah tahu.Setiap hari, aku berdiri di sini berharap bahwa yang kulalui ini hanyalah sebuah mimpi. Aku ingin terbangun, ingin berlari dari mimpi yang terasa begitu menyakitkan ini.Dia tidak tahu bagaimana aku menyiksa jiwa dan raga agar bisa terlepas dari rindu yang memabukkan ini.K
POV ZEa lanjutan dari bab sebelumnyaDear pohon cinta,"Kaulah nyala senja yang diam-diam mengupas warna segar kupu-kupu dan aku tumbuh seperti laut waktu memberiku air gairah atas hidup.Barangkali kesengsaraan itu telah menjadi matang dan sempurna.Namun ketahuilah, tak ada luka yang sembuh hanya dengan kalimat-kalimat kebijaksanaan.Sudah semestinya jiwa mengiris setiap fana yang dianggap penting dari sebongkah daging, membakarnya di perapian dzikir paling bara.