"Pangapunten, Ning. Maaf ini tadi kulo tinggal ke dalam dulu." Seorang mbak santri terlihat begitu bersalah. Pisau yang tersimpan di dalam kaleng hampir mengenai punggung kakiku.
"Sudah, gakpp –po."
Aku membersihkan rokku yang terkena tumpahan tanah lembab saat melihatAku beranjak dan berjalan ke depan jendela, lihatlah kemuning-kemuning itu dengan angkuhnya tumbuh bermekaran. Tatapanku lurus ke arah jendela kamar Sahra yang letaknya persis berhadapan dengan letak jendela kamar ini.Mas Abi tidak pernah tahu.Setiap hari, aku berdiri di sini berharap bahwa yang kulalui ini hanyalah sebuah mimpi. Aku ingin terbangun, ingin berlari dari mimpi yang terasa begitu menyakitkan ini.Dia tidak tahu bagaimana aku menyiksa jiwa dan raga agar bisa terlepas dari rindu yang memabukkan ini.K
POV ZEa lanjutan dari bab sebelumnyaDear pohon cinta,"Kaulah nyala senja yang diam-diam mengupas warna segar kupu-kupu dan aku tumbuh seperti laut waktu memberiku air gairah atas hidup.Barangkali kesengsaraan itu telah menjadi matang dan sempurna.Namun ketahuilah, tak ada luka yang sembuh hanya dengan kalimat-kalimat kebijaksanaan.Sudah semestinya jiwa mengiris setiap fana yang dianggap penting dari sebongkah daging, membakarnya di perapian dzikir paling bara.
Di antara kerumunan orang yang bertebaran di muka bumi ini, aku hanya melihatmu, sayangku."Saya, mau berkunjung ke rumah ibu dan abah, Mas." Zea sedang berkemas saat aku baru saja memasuki kamar
Kemudian, aku pergi ke rumah itu. Rumah yang dinding kamarnya tepat di depan mata. Ketika membayangkan diriku sedang bersama wanita lain, sementara Zea berdiri di sini, tidak bisa merasai secuilpun kebahagiaanku sendiri. Lalu bagaimana dengan Zea?Mengangkat satu telapak tangan, meraba ruang di bawah tulang selangka. Aku rasa bisa mati muda jika terus merasakan sakit karena katup jantung yang selalu merasa ny
Kegiatan panas kami berlanjut, seperti rasa rindu yang bertahun tertahan, berada dalam puncak gairah beberapa kali belum menuntaskan semua rasa. Amarah juga termasuk di dalamnya. Penyesalan memberi sedikit sakit di hatinya. Sekali mengerang, untukku candu, dahulu dan sekarang. Tidak ingin dia pergi, ingin menggenggamnya, berjalan bersama sekali lagi. Menikmati malam yang kadang bermandikan sinar
Benarkah hanya karena ingin mendapat berkah dari ummi, abah dan tentu saja para pendahulu Annur, dia rela berbagi?
"Ning Zea sudah pulang?" Tanyaku pada Mbak Rom yang kebetulan ada di dapur dalam sedang menghangatkan sayur sisa makan malam kami tadi.
POV Habibi lanjutan dari bab sebelumnya