"Kamu ini sudah dewasa Fernando. Sudah berumah tangga, untuk apa bertanya pada orang tua tentang yang terbaik untuk kita," omel Lita panjang lebar.Fernando diam. Tak ada yang bisa Fernando lakukan selain pasrah menghadapi kemarahan dari istrinya. Dia hanya bisa meminta maaf, sekaligus berkata akan berusaha membujuk orang tuanya untuk menyetujui keputusannya. "Aku mohon maafkan aku. Tapi aku janji akan membujuk Ibu dan Ayah agar mau menerima keputusan ini," ucap Fernando."Jangan hanya berjanji, aku tak mau itu. Aku mau bukti," sahut Lita dengan kilatan amarah di matanya.Pertengkaran mereka sempat terhenti, saat seorang wanita datang membawakan sekotak makanan yang dipesan oleh Lita. "Ini ketoprak yang Anda inginkan tadi Nyonya Lita," ucapnya sambil menunjukkan plastik kresek yang ia tenteng."Hmm. Buka lalu suapi aku ya," suruh Lita. Wanita yang diketahui adalah pelayan baru untuk Lita itu mengangguk. "Baik, Nyonya," sahutnya.Dengan cekatan dia menyiapkan makanan untuk Lita, kemu
Selesai dari pertemuannya dengan Fernando di kantin, ibunya Fernando hendak menyusul suaminya ke perusahaan. Ayah Fernando tadi pergi duluan ke perusahaan karena ada rapat penting menggantikan posisi Fernando. Setelah duduk di kursi belakang mobil, Santi menghubungi ke nomor ponsel ayah Fernando.Setelah 3 kali panggilan, akhirnya ponsel ibunya Fernando terhubung dengan nomor ponsel suaminya. "Halo, Bu? Ada apa? Apa kamu sudah pulang dari rumah sakit?" tanya ayah Fernando."Sudah Yah. Ayah sudah selesai rapat belum?" Ibunya Fernando bertanya balik. Namun terdengar nada cemas."Kamu kenapa terdengar cemas seperti itu? Ada apa lagi Bu?" Ayah Fernando jadi ikut khawatir. Takut terjadi sesuatu sesuatu lagi pada anggota keluarganya. Atau mungkin masalah lain."Ayah belum menjawab pertanyaan Ibu tadi. Ibu tidak bisa menceritakannya lewat telepon Ayah," tanya ibunya Fernando mengulang pertanyaan."Ayah sudah selesai. Kalau begitu Ibu langsung ke ruangan Ayah, saja," jawab ayah Fernando."Hmm
Lorenzo dan Shanaz bersitatap. "Kamu siapkan makanan untukku ya. Aku mau bicara dulu dengan Ibu," ucap Lorenzo kepada Shanaz.Shanaz mengangguk mengerti. "Baik, Tuan Lorenzo," sahut Shanaz. Ia kemudian berlalu meninggalkan ibu dan anak tersebut. Sementara itu ibunya Fernando berjalan menuju ke taman yang ada di belakang rumah. Duduk di kursi besi yang dicat dengan warna putih."Apa kabarmu? Kamu tak pernah memberi kabar Ibu selama di luar negeri," tanya Santi menoleh sekilas ke arah Lorenzo."Lorenzo kemarin menghubungi Ibu. Tetapi Ibu tak mengangkat telepon Lorenzo," jawab Lorenzo dengan nada sopan. Dia memang lebih sopan dan berhati-hati terhadap ibunya, ketimbang dengan ayahnya. Seakan tahu batasannya.Santi mencoba mengingat. Ternyata apa yang dikatakan oleh Lorenzo benar. "Mungkin aku sedang sibuk waktu itu," ujar Santi. Lorenzo mengangguk mengerti dan tak mempermasalahkan hal itu. Lalu Santi kembali mengulang pertanyaannya. Bukan karena peduli sungguhan, melainkan hanya ingin m
Fernando keluar dari mobil bersama dengan ibunya. Lalu di mana Lorenzo? Pikir Shanaz. Ia menggelengkan kepalanya. Dia tidak boleh memikirkan Lorenzo terus menerus, atau akan kehilangan kesempatan untuk membalaskan dendamnya."Tolong buatkan kami berdua kopi ya, Nabila. Dan tolong antarkan ke ruang keluarga," suruh Fernando sebelum akhirnya pergi melewati Shanaz bersama dengan ibunya. Shanaz menganggukkan kepalanya. "Baik, Tuan Fernando," sahutnya. Supir pribadi Fernando membuka bagasi mobil, mengeluarkan tas berukuran sedang dari dalamnya. Tas tersebut berisi pakaian kotor Fernando dan istrinya dari rumah sakit. Shanaz yang penasaran kemudian bertanya kepada Pak supir. "Tas apa itu Pak?""Oh, ini tas milik Tuan Fernando dan Nyonya Lita, Mbak Nabila. Di dalamnya ada pakaian kotor mereka dari rumah sakit," jawab supir pribadi Fernando sambil mengangkat tas yang dibawanya.Shanaz mengerutkan keningnya. "Rumah sakit? Memangnya siapa yang sakit Pak?" tanya Shanaz penasaran."Nyonya Lita
"Aku ada di apartemenku, bisakah kamu datang ke sini?" tanya Lorenzo saat sambungan teleponnya sudah terhubung dengan Shanaz.Apartemen? Sejak kapan Lorenzo mempunyai sebuah apartemen? Karena diam Lorenzo mengira Shanaz sudah mengakhiri sambungan teleponnya. "Halo, Nabila? Kamu masih ada di sana? "I–iya Tuan, saya masih di sini. Saya akan ke sana sekarang," jawab Shanaz."Minta tolonglah pada supirku, aku akan kirimkan lokasi apartemenku sekarang," pungkas Lorenzo mengakhiri sambungan teleponnya. Dan Shanaz mengiyakan.Shanaz buru-buru mengganti bajunya, lalu menyahut jaket yang tergantung pada pintu kamarnya, kemudian keluar dari kamar. Berjalan ke halaman depan rumah dan mencari keberadaan supir pribadi Lorenzo. Yang dicari sudah tidur. Dengan pelan Shanaz memanggil nama supir pribadi Lorenzo, namun tak ada respon, karena tertidur sangat pulas.Syahnaz kemudian menepuk pelan lengan Pak supir, tapi masih belum bangun. Shanaz hampir frustrasi. Dia hampir saja menyerah dan memilih unt
"Kamu sampai kedinginan seperti itu karena aku," ucap Lorenzo. "Kalau begitu ayo kita kembali ke apartemenku," ajak Lorenzo.Shanaz mengangguk. Setelah itu ia dan Lorenzo bangkit dari tempat duduknya dan beranjak menuju ke jalan keluar taman. Keindahan taman itu kini tak lagi dapat dirasakan oleh Shanaz. Pipinya sudah menjadi pucat, dan bibirnya membiru dan kering.Melihatnya Lorenzo menjadi tidak tega. Tetapi saat ini dia tak membawa jaket, dan hanya mengenakan kaos oblong dengan lengan panjang. Lorenzo berdecap, dia harus bertanggung jawab atas semua ini, atau wanita yang ada di sampingnya ini akan jatuh sakit karena kedinginan.Lorenzo mendekap tubuh Shanaz dari samping dengan begitu erat. Niatnya untuk mengurangi rasa dingin yang dirasakan oleh , ,wanita itu. Tetapi sebelum itu tentu saja Lorenzo terlebih dahulu. "Nabila, maafkan aku, aku melakukan ini karena tak ingin kamu sakit," ujarnya. Meskipun Lorenzo tak menunggu izin keluar dari mulut Shanaz.Shanaz terkejut dengan perlaku
Terdengar knop pintu diputar, lalu Lorenzo masuk ke dalam apartemen. Shanaz menoleh ke arahnya dan bertanya perihal masakan yang tersedia di atas meja. "Tuan Lorenzo pagi-pagi order makanan dari mana?" tanyanya penasaran."Aku tidak membelinya dari luar. Melainkan memasaknya sendiri tadi," jawab Lorenzo.Shanaz yang terkejut dengan pengakuan Lorenzo tanpa sadar sampai lupa mengatupkan mulutnya. Ekspresi wajahnya yang lucu sampai membuat Lorenzo tak dapat menahan tawanya. "Hahaha. Tolong tutup mulutmu, aku khawatir nanti akan ada lalat yang masuk," ucap Lorenzo membercandai Shanaz.Sontak Shanaz langsung menutup mulutnya. Permukaan wajahnya kini berubah menjadi merah muda karena malu. "Tidak akan ada lalat di rumah sebersih dan serapi ini Tuan," sahutnya."Anda sudah pasti berbohong kan?" tanya Shanaz.Lorenzo pura-pura tidak mengerti. "Sungguh, aku takut mulutmu kemasukan serangga," jawab Lorenzo.Shanaz terkekeh. "Bukan soal itu Tuan Lorenzo. Yang saya maksud tentang masakan ini," je
"Dari Nyonya Besar Tuan Lorenzo," jawab Shanaz setelah melihat nama yang tertera di layar ponselnya."Minumlah dulu," suruh Lorenzo setelah melihat wajah Shanaz yang terlihat cemas.Shanaz mengangguk menurut. "Iya Tuan," sahutnya, lalu mengangkat ponselnya."Jam segini kamu tidak ada di rumah kamu ke mana saja sih?!" Santi langsung memarahinya saat sambungan teleponnya terhubung dengan Shanaz."Sa–saya, sedang ada di–"Kalimat Shanaz terpotong, karena Lorenzo mengambil paksa ponselnya. Lalu berbicara dengan ibunya. Dia merasa harus bertanggung jawab atas perbuatannya yang menyuruh Shanaz menemaninya di apartemen. Meskipun hatinya sebenarnya masih sakit hati terhadap wanita yang baginya sangat berarti dalam hidupnya."Maaf Ibu. Nabila dari semalam bersamaku. Tapi Lorenzo janji akan segera memulangkannya," jelas Lorenzo."Kamu ini membuat masalah saja. Kamu pikir dia tidak punya pekerjaan bisa seenaknya saja kamu bawa pergi ke mana-mana?" Santi mengomel panjang lebar di ujung telepon. "
"Apa kamu pikir aku adalah barang. Yang seenaknya sendiri bisa dipindah tangankan seperti ini?!" Nabila tersulut emosi mendengar pernyataan dari Fernando. Kini dia percaya dengan ucapan dari Lorenzo dan Shanaz yang mengatakan hal-hal buruk mengenai lelaki itu. Dia sekarang mengerti mengapa akhirnya Lorenzo dan Shanaz nekat menikah saat wanita itu terjebak di tubuhnya. Karena selain saling mencintai. Lorenzo pasti ingin menyelamatkan Shanaz. "Bukan seperti tapi–" Fernando mau berkilah. Namun Lita memukul lengannya dengan kencang sambil menangis. Dia tak menyangka kalau ternyata kelakuan suaminya masih tak berubah. Laki-laki yang hanya mengedepankan hawa nafsunya saja. "Keterlaluan! Kamu ceraikan saja aku kalau mau menikahi wanita lain," amuk Lita."Aku juga tidak mau menikah dengan suamimu. Jadi kamu tenang saja," sambar Nabila. Ia kemudian pergi meninggalkan tempat itu. "Permisi!" Lorenzo dan Shanaz sebenarnya kasihan. Mereka berniat mengejar Nabila. Namun terlebih dahulu berpamita
Berbagai pengobatan telah dilakukan oleh Shanaz demi bisa sembuh. Dan setelah 3 tahun usahanya membuahkan hasil. Kini dia sudah cukup sehat untuk kembali ke rumah keluarga besar Lorenzo. Keluarga Lorenzo tak pernah mengetahui cerita mengenai jiwa Shanaz yang selama ini terperangkap di dalam tubuh Nabila. Dan saat tiba-tiba Shanaz muncul di keluarga mereka, Lorenzo hanya berkata kebetulan menemukan Shanaz. "Bagaimana bisa tiba-tiba kamu bertemu dengan Shanaz? Dia kan sudah–" tanya Santi yang tak bisa melanjutkan kalimatnya. Entah mengapa perasaannya campur aduk. Ayahnya juga mempunyai pertanyaan yang sama. Namun memilih diam.Sementara Fernando dan Lita di dalam hatinya merasa cemas. Apalagi kalau bukan masalah uang asuransi jiwa yang dimiliki oleh Shanaz. Mereka takut Shanaz akan mempertanyakannya. Padahal tidak. Shanaz dan Lorenzo tak peduli mengenai masalah itu."Belum Ibu. Shanaz belum meninggal," jawab Lorenzo dengan sopan.Di sana juga ada Nabila. Dia duduk di samping Lorenzo.
Karena kesal Santi mengakhiri sambungan teleponnya secara sepihak. Nabila menjauhkan ponselnya dari telinganya. Lalu meminta penjelasan dari Lorenzo."Siapa itu Edward?" tanya Nabila dengan raut wajah yang serius."Edward adalah kami. Maksudku anakku dengan Shanaz," jawab Lorenzo.Nabila mematung. Kini tak tahu harus berbuat apa. Lorenzo memohon agar Nabila mau pulang dengannya. Ini semua dia lakukan demi anaknya."Anakku membutuhkanmu. Setidaknya pulanglah demi Edward," pinta Lorenzo."Okey. Aku mau mengurus Edward. Tapi di rumah ibuku," sahut Nabila. "Dan 1 lagi. Aku tak mau kamu ikut denganku," lanjutnya memberi syarat. Padahal Lorenzo belum menjawabnya.Lorenzo terdiam. Dia tak bisa menyalahkan Nabila dalam hal ini. Seorang gadis yang tak tahu apa-apa. Tiba-tiba bangun dengan status baru sebagai seorang istri dan anak. Dia berhak marah. Meskipun sebenarnya Lorenzo terlanjur nyaman karena terlalu lama bersama dengan Nabila. "Bagaimana?" tanya Nabila ingin memastikan.Lorenzo tak b
Lorenzo menghargai keputusan Shanaz. Hanya saja dia tak menyangka, bahwa istri yang dia nikahi. Istri yang sanggup membuatnya merasa nyaman setelah kepergian Shanaz adalah mantan adik iparnya sendiri. Yang tak lain adalah Shanaz. "Lalu bagaimana cara agar mereka bisa kembali ke tubuh mereka masing-masing?" tanya Lorenzo."Pejamkan mata. Lalu genggam erat tangannya dan katakan mari bertukar posisi lagi sebanyak 3 kali. Maka kalian akan bertukar posisi seperti semula," jawab orang misterius tadi.Shanaz yang awalnya menunduk lesu karena bimbang, menjadi menoleh ke arahnya. "Kamu mau aku kembali ke badanku?" Shanaz bertanya balik."Semua keputusan ada di tanganmu," jawab Lorenzo. Shanaz dan Lorenzo bersitatap. Lorenzo kemudian menoleh ke arah orang misterius tadi. "Apa konsekuensi jika Shanaz memilih kembali ke tubuhnya?" tanyanya."Seperti yang kamu lihat. Dia akan koma. Jika kamu mau kamu harus menunggu sampai dia sembuh," jawab orang misterius tadi. "Jika tidak kembali ke tubuh masi
Lita selalu berupaya mencelakai Shanaz dan juga bayinya. Misalnya menukar obat Shanaz. Namun tak berhasil karena salah seorang pelayan memberi tahu Shanaz. Saya itu Shanaz hanya memberi peringatan agar Lita tak lagi melakukan hal itu. Shanaz tak tega melaporkan kejadian ini karena kasihan kepada Felicia, sebab anak itu sakit-sakitan dan butuh penanganan medis khusus. Namun ternyata Lita tak juga jera. Dia menyabotase mobil Shanaz agar mengalami kecelakaan. Beruntung Fernando dapat mencegahnya. Dia mengorbankan diri dengan mengorbankan mobilnya menjadi penghalang mobil Shanaz yang akan kecelakaan. Shanaz lagi-lagi menemukan bukti bahwa Lita pelakunya. Dan berjanji akan memberi tahu soal ini pada keluarga besar Fernando. Lita mulai jera kali ini.Saat di rumah sakit. Ketika menjenguk Fernando yang sedang kecelakaan. Shanaz menabrak seseorang. Sosok itu tak asing bagi Shanaz. Dia orang yang sama dengan yang menabraknya usai dirinya kecelakaan lalu bertukar tubuh dengan Nabila."Kamu kan–
Setelah mendengar alasan Lita ingin menemui Fernando. Lorenzo yang ada di depan pintu gerbang menyuruh satpam untuk membukakan pintu. "Bukakan pintunya Pak.""Tapi Tuan Fernando melarang saya, Tuan Lorenzo," sahut satpam. "Dia tidak akan berani protes kalau aku yang menyuruhnya," ucap Lorenzo. "Baik Tuan Lorenzo. Kalau begitu akan saya bukakan pintunya," sahut satpam. Ia kemudian membukakan pintu gerbang untuk Lita.Lita tak henti menatap wajah kakak iparnya. Setelah pintu gerbang dibuka ia mengucapkan rasa terimakasihnya yang tulus. Dia begitu terharu akan kebaikan yang ditujukan oleh lelaki yang dulunya sangat ia benci."Terimakasih Kak Lorenzo. Karena telah memberikan izin Lita untuk masuk," ucap Lita dengan berlinang air mata."Aku melakukan ini bukan karenamu. Tapi karena anakmu. Dia bagian dari keluarga ini," sahut Lorenzo dengan nada dingin.Lita menghapus air matanya dengan mandiri. Tak apalah jika Lorenzo berpikiran seperti itu. Yang terpenting dia bisa masuk dan menemui Fe
Lorenzo masih mematung. Namun setelah dapat mengendalikan dirinya, tangannya yang tadi mengambang di udara mendekap erat Shanaz. Akan tetapi dia masih ragu. Apakah ini artinya Shanaz telah menerima cintanya?Lorenzo kemudian mengurai pelukannya. Ia menatap wajah Shanaz dengan intens. "Apa ini artinya kamu sudah dapat menerimaku?" tanya Lorenzo memastikan.Shanaz menangis sambil mengangguk. "Iya," jawabnya dengan singkat. Namun itu sudah cukup membuktikan semuanya. Lorenzo tersenyum. Ia kemudian kembali memeluk tubuh Shanaz dengan erat. Tangannya mengusap lembut rambutnya yang panjang."Terimakasih, karena kamu mau membuka pintu hatimu untukku," ucap Lorenzo."Seharusnya saya yang berterima kasih kepada Tuan. Karena masih mau menerimaku yang—"Lorenzo dengan cepat melepaskan kembali pelukannya. Ia kemudian menangkup kedua sisi pipi Shanaz. Lalu 1 jari telunjuknya ditempelkan pada bibir Shanaz. "Tolong jangan katakan kalimat yang melukai hatiku," sambarnya memotong pernyataan dari Shana
Shanaz terbaring lemah di atas ranjang kamar apartemen Lorenzo. Dengan leluasa Fernando membuka satu persatu pakaian Shanaz, hingga tak menyisakan sehelai benangpun menutupi tubuh wanita itu. Fernando melepas pakaiannya. Kemudian setelah menampilkan tubuh polosnya ia memagut bibir Shanaz dengan lembut. Tangannya mulai turun dan meremas puncak gundukan dada Shanaz. Karena tak dapat menahan gairahnya lagi, Fernando hendak menancapkan kepunyaannya di dalam organ inti milik Shanaz. Fernando mengalami kesulitan, saat tak dapat menembus benteng pertahanan Shanaz. Itu artinya wanita ini belum terjamah oleh laki-laki lain. Fernando semakin bernafsu. "Rupanya kamu benar-benar masih menjaga kesucianmu. Aku sangat beruntung," gumamnya.Shanaz yang mulai merasakan sakit di area sensitifnya, lalu membuka mata. Dia menangis karena shock. Sekuat tenaga ia mendorong tubuh Fernando. Akan tetapi kekuatannya kalah besar dengan tubuh kekar Fernando."Tuan Fernando jangan lakukan ini kepada saya. Saya mo
Kejadian yang tidak diinginkan terjadi. Meisya yang mendengar berita tentang Fernando datang ke rumah Fernando untuk mencari kebenaran. Dia shock saat melihat pakaian Shanaz yang compang camping."Ceritanya panjang. Kalau kamu ingin tahu ikut dengan kami," jawab Lorenzo. Tanpa berpamitan Lorenzo berjalan menuju ke mobilnya dan membuka pintu. Lorenzo memberi kode agar Shanaz duduk di belakang. Sementara ia duduk di kursi kemudi. Meisya sebenarnya masih shock. Namun karena ingin tahu apa yang terjadi dia ikut masuk ke dalam mobil. Ia duduk di samping Lorenzo.Mobil Lorenzo kemudian melaju meninggalkan rumah Fernando. Membelah jalanan yang sudah sepi menuju ke apartemennya. Di dalam mobil Lorenzo menjelaskan kronologi kejadian yang dialami oleh Shanaz. Meisya merasa iba."Kasihan sekali dia. Pasti dia menjadi sangat trauma," ucap Meisya dengan tulus."Itu sudah pasti. Maka dari itu aku mau mengamankannya sementara waktu di apartemenku," sahut Lorenzo.Meisya mengangguk. "Aku setuju."Mal