Di tengah keheningan, tiba-tiba terlintas di pikiran Juned tentang Tantenya. Wajah Vivi yang penuh kepuasan tadi kembali terbayang di benaknya. Dia menoleh cepat ke arah Marina, matanya penuh kecemasan.“Marina, kita harus segera ke rumah sakit!” katanya dengan nada mendesak.Marina mengernyit. “Kenapa tiba-tiba?” tanyanya, meskipun dia bisa merasakan ada sesuatu yang tidak beres.Juned tidak membuang waktu untuk menjelaskan panjang lebar. “Vivi… dia pasti akan melakukan sesuatu pada Lilis!” katanya sambil melangkah cepat menuju pintu.Ryuji dan Marina terkejut mendengar itu. Marina segera mengikuti langkah Juned tanpa banyak bertanya lagi. “Kita pakai mobilku!” katanya seraya mengeluarkan kunci mobil dari sakunya.Ryuji tetap berdiri di tempatnya, menatap mereka berdua dengan ragu. Dia ingin ikut, tetapi dia juga masih bimbang dengan keputusan yang harus diambil terkait Anton.“Kau ikut atau tidak?” tanya Juned cepat.Ryuji menghela napas. Dia tahu tidak ada waktu untuk berpikir panj
Sesampainya di ruangan Lilis di rawat, semua kejadian tak sesuai dengan apa yang terjadi dalam film. Di mana kedatangan Juned bisa jadi tepat waktu.Juned merasakan lututnya melemas saat melihat tubuh Lilis terkulai lemah di ranjang rumah sakit. Alat bantu pernapasan yang seharusnya menempel di wajahnya kini tergeletak di lantai.Dengan tangan gemetar, Juned mendekat dan meletakkan dua jarinya di bawah hidung Lilis, berharap bisa merasakan hembusan napasnya. Namun, tak ada apa-apa yang keluar dari hidung wanita itu.“Tante Lilis!” Juned berteriak, suaranya menggema di ruangan itu.Marina yang berdiri di belakangnya langsung berbalik dan berlari keluar ruangan. “Dokter! Suster! Tolong!” teriaknya panik.Juned menggenggam tangan Lilis yang terasa semakin dingin. “Tante… Bangun…” suaranya bergetar.Beberapa detik kemudian, suara langkah kaki bergegas memenuhi koridor. Seorang dokter dan dua perawat masuk dengan tergesa-gesa, segera menghampiri tubuh Lilis yang tak bergerak.“Maaf, Pak,
Orang-orang yang menghadangnya mendekat dengan langkah pasti.“Hati-hati orang ini sangat kuat. Dia pernah menghajar banyak anggota kita sendirian saat di rumah bos Anton.” Ujar salah satu dari mereka.“Ahahaha.. ahahaha.. ayo maju sini kita main sama-sama dan biarkan aku menyusul Lastri dan Tanteku.” Juned masih terus tertawa, suaranya menggema di jalanan sepi itu, perilakunya berubah seperti anak kecil yang ingin bermain.Mata Juned liar menatap satu per satu orang yang menghadangnya, seolah mereka hanyalah sekumpulan badut yang tak berarti apa-apa.Pria lainnya, yang tampak lebih tenang, malah tersenyum sinis. “Lihat dia baik-baik. Dia seperti kehilangan akal?” Dia tertawa kecil. “Jika benar begitu, berarti sekarang dia sudah kehilangan kekuatannya. Semua berjalan sesuai rencana bos Anton dan Nyonya Vivi.”Mereka semua saling berpandangan sebelum kembali menatap Juned yang masih tertawa seperti orang kehilangan akal. Salah satu dari mereka mulai mendekat, ingin menguji apakah Ju
Akhirnya, Tania memutuskan untuk mengambil tindakan. “Bawa dia keluar dari sini,” perintahnya kepada polisi yang ada di dekatnya.Dengan bantuan beberapa petugas, mereka membawa Juned yang masih dalam keadaan terhuyung-huyung ke mobil. Tania dan Marina mengikuti di belakangnya, penuh kesedihan. Mereka tahu, ini bukan Juned yang mereka kenal.Saat mereka tiba di mobil, Tania memanggil sopir untuk membawa mereka ke tempat yang lebih aman. “Bawa kami ke klinik khusus,” perintah Tania, suaranya berat dengan rasa khawatir yang mendalam.Marina duduk di samping Juned, menggenggam tangan pria itu, meskipun tak ada respons yang datang darinya. Juned hanya diam, matanya kosong, tubuhnya lelah, tetapi tawa itu tetap terdengar sesekali.Mobil melaju cepat, meninggalkan jalanan yang telah menyaksikan tragedi yang menimpa Juned. Di sepanjang perjalanan, tidak ada satu kata pun yang keluar dari mulut Juned. Hanya tawa aneh itu yang sesekali terdengar, seakan ia terjebak dalam dunia kegilaannya send
Setelah Tania dan Marina keluar dari ruang periksa, Dr. Adrian menatap Juned dengan penuh perhatian. Juned masih terdiam, duduk di kursi dengan tatapan kosong, sesekali tertawa dengan cara yang tidak wajar. Suasana di ruang periksa terasa tenang, namun ketegangan jelas terasa di antara mereka.Dr. Adrian mendekat dengan langkah hati-hati, membawa beberapa alat terapi dan mempersiapkan diri untuk sesi pertama. Ia tahu bahwa terapi ini harus dimulai dengan langkah yang sangat hati-hati, mengingat kondisi mental Juned yang rapuh.“Juned,” panggil Dr. Adrian dengan lembut, berusaha menarik perhatian Juned yang tampak tak fokus. “Saya ingin mencoba beberapa teknik untuk membantu menenangkan pikiranmu. Ini akan membutuhkan kerjasama darimu, dan saya akan membantu sebaik mungkin.”Juned hanya tertawa tanpa mengerti, lalu menggelengkan kepala. Dr. Adrian menghela napas pelan, berusaha tetap sabar.“Juned, saya tahu ini sulit,” lanjut Dr. Adrian, mencoba berbicara lebih lembut. “Kamu merasa sa
Saat perjalanan pulang, Marina yang menyetir mobil merasa sedikit lega melihat Juned yang kini tampak lebih tenang, meski masih terlihat bingung dan terperangkap dalam ingatannya. Tania yang duduk di samping Juned, menjaga agar pria itu tetap dalam keadaan stabil. Sesekali, Juned melirik Tania dengan tatapan kosong, seolah berusaha mengenali siapa dia. “Kamu tenang saja, Juned. Kami tak akan menyakitimu.” Tania merespons dengan lembut, berbicara pelan dan menenangkan, berusaha tidak membuat Juned semakin tertekan.Namun, perjalanan mereka masih cukup jauh, dan Marina tahu bahwa Juned masih memerlukan waktu untuk beristirahat. Sesampainya di sebuah titik yang sepi, di dekat rumah sakit, Marina menghentikan kendaraan dan memutar kursi ke arah Tania.“Tania,” kata Marina dengan serius, “aku ingin kamu mengantar Juned sampai ke rumah. Dia masih membutuhkan waktu untuk memulihkan diri. Aku akan pergi sendiri mengurus pemakaman Lilis.”Tania mengangguk, meskipun ada kekhawatiran di matany
Ratih dan Siti, yang melihat kejadian itu, tampak terkejut dan cemas. “Mbak Tania, apakah kau baik-baik saja?” tanya Ratih dengan khawatir, sambil melihat air yang menggenang di pakaian Tania.Tania mengangguk pelan, meskipun wajahnya sedikit kesal karena kejadian itu. “Aku baik-baik saja, jangan khawatir. Juned sedang sangat tertekan, dan mungkin dia kehilangan kontrol atas dirinya. Kita harus lebih sabar dengan dia,” jawab Tania, mencoba menenangkan mereka.Juned tetap diam, tidak berkata-kata, hanya menatap ke depan dengan tatapan kosong. Tania menundukkan kepalanya dan menghapus air yang menetes di bajunya dengan tangan, kemudian mencoba berbicara lagi dengan lembut kepada Juned.“Juned, aku memang baru mengenalmu. Tapi aku akan selalu ada untuk membantumu,” ujar Tania dengan nada yang penuh pengertian, sambil menatap Juned dengan penuh perhatian. Namun, Juned tetap tidak memberikan reaksi. Tania berdiri dan menyeka bajunya yang basah dengan kain, sambil berpikir bagaimana caran
Tania mengangguk, memahami kecemasan mereka. “Aku akan memberikan keterangan kepada komandanku di kepolisian. Aku juga akan meminta izin untuk menjaga rumah ini kepada komandan.”Ratih dan Siti masih tampak cemas. “Mbak Tania, benar nggak apa-apa kalau Mbak sendirian yang menjaga rumah ini?” tanya Siti ragu-ragu.Tania tersenyum meyakinkan. “Aku ini polisi, sudah terbiasa menghadapi situasi berbahaya. Kalian jangan khawatir, selama aku di sini, kalian aman.”Ratih dan Siti sedikit lega mendengarnya, tapi tetap saja perasaan tidak nyaman menyelimuti mereka. Tania berjalan melangkah keluar rumah Juned tanpa menoleh sedikitpun.Siti dan Ratih hanya memperhatikan punggung Tania yang akhirnya masuk ke dalam mobil. Setelah mobil yang di tumpangi Tania tak terlihat lagi, Siti menoleh ke arah Ratih dengan tatapan curiga. “Apa kamu mencoba menyembunyikan sesuatu dari Mbak Tania?”Ratih mengernyitkan dahinya, “Apa yang kau bicarakan?” Ratih justru balik bertanya kepada Siti.“Kamu pasti t
Tania keluar dari kamar mandi dengan handuk yang masih melilit tubuhnya. Rambutnya yang basah meneteskan air ke lantai saat dia berjalan ke ruang tamu. Namun langkahnya terhenti ketika melihat pemandangan yang mengejutkan—Alisa sedang duduk sangat dekat dengan Juned, wajah mereka hanya berjarak beberapa sentimeter.“Hei! Apa yang kamu lakukan?!” suara Tania meninggi, membuat Alisa langsung menoleh dengan ekspresi terkejut.Alisa mengerjapkan mata, seolah baru saja kembali dari dunia lain. Dia masih bisa merasakan ingatan Juned yang mengalir dalam kepalanya, tetapi kini perhatian Tania sepenuhnya tertuju padanya.“Jangan bilang kamu mau ciuman sama Juned?!” lanjut Tania dengan nada curiga.Alisa terdiam sejenak sebelum akhirnya tertawa kecil. “Kakak ini mikirnya aneh-aneh saja.” Dia berdiri dan mengibaskan tangannya di udara. “Aku Cuma... ya, mencoba sesuatu.”Tania menatap adiknya dengan tajam. “Mencoba sesuatu apa?”Alisa menatap kakaknya dengan penuh kesabaran. "Kak, serius deh. Ak
Tania yang sudah memegang gagang pintu tiba-tiba terhenti saat mendengar ucapan Alisa. Matanya membelalak seketika, dan dia menoleh dengan ekspresi setengah terkejut, setengah kesal.“Al, kamu ngomong apa sih?” tanyanya dengan nada tajam.Alisa hanya tersenyum jahil dan berjalan mendekat dengan santai. “Ya, aku Cuma ngomong kenyataan aja, Kak. Aku lihat Kakak masih ragu tidur sama Mas Juned, kan? Kenapa gak menikah aja sekalian? Biar kakak bebas melakukannya dan tidak ada ketakutan jika Mas Juned direbut orang lain.”Tania mendengus, jelas-jelas merasa terganggu dengan godaan adiknya. “Al, denger ya. Aku bukan takut Juned direbut siapa-siapa. Aku cuma gak mau melakukannya jika dia dalam kondisi kayak gini.”“Hmmm… kalau gitu, Kakak pasti juga gak keberatan kalau ada wanita lain yang mau melakukannya sama Mas Juned, ya?” Alisa melipat tangan di dadanya, matanya menatap Tania penuh tantangan.Tania membuka mulut, ingin membantah, tapi tiba-tiba terdiam. Ada sesuatu di dalam dadanya yan
Namun, tepat sebelum bibirnya menyentuh wajah Juned, suara keras terdengar dari belakang.“EHEM!! Kakak ngapain?!”Tania tersentak kaget dan langsung menjauh dari Juned, wajahnya memerah seketika. Ia menoleh dan melihat Alisa berdiri di ambang pintu dengan ekspresi penuh rasa ingin tahu, tangannya menyilang di dada.“J-Jangan ngagetin gitu dong!” Tania berusaha menutupi rasa malunya.Alisa menaikkan alis, lalu tersenyum penuh arti. “Aku sih gak masalah kalau kakak mau nyium Mas Juned, tapi kok gak bilang-bilang? Kan bisa aku rekam buat kenang-kenangan!” godanya sambil terkikik.Tania menghela napas panjang, lalu berdiri dan berjalan menjauh dari Juned. “Aku gak ngapa-ngapain, Alisa! Sudahlah, kita harus siap-siap buat sarapan.”Tania berjalan menuju dapur dengan langkah cepat, berusaha mengalihkan pikirannya dari kejadian barusan. Ia membuka lemari dapur dan mengambil beberapa bungkus mi instan.“Mau rasa apa, Al?” tanyanya tanpa menoleh.“Yang pedas dong, Kak!” sahut Alisa sambil du
“Aku tidak yakin…” ujar Tania ragu.Alisa tersenyum jahil, lalu dengan nada menggoda, ia berkata, "Saat tadi aku melihat ingatan Mas Juned, tidak ada wanita yang menolak kejantanannya. Sepertinya Aku juga tidak menolak, kok."Tania langsung menatap tajam adiknya. "Jangan macam-macam, Alisa!"Alisa terkikik. "Ya sudah, kalau Kakak masih ragu, nggak usah dipaksa. Tapi ingat, kalau Mas Juned tetap seperti ini, itu artinya Kakak sendiri yang menyerah tanpa mencoba semuanya."Tania menggigit bibirnya. Dia tidak suka kalah, terutama dalam sesuatu yang berkaitan dengan pekerjaannya sebagai polisi dan antiquary.Tania menghela napas panjang sebelum akhirnya menatap adiknya dengan tegas.“Sudah malam, Alisa. Lebih baik kamu tidur,” ujarnya.Alisa masih duduk di sofa ruang tengah dengan wajah penuh rasa ingin tahu, seolah ingin melihat bagaimana kelanjutan rencana kakaknya. “Aku masih penasaran, Kak,” kata Alisa sambil tersenyum jahil. “Tapi baiklah, aku tidur dulu.”Tania melipat tangan di
Alisa mengangguk mantap. “Iya, Kak. Dari yang aku baca di pikirannya, Mas Juned punya kebiasaan ini saat masih normal. Jadi mungkin dengan melakukan sesuatu yang familiar, memorinya bisa kembali.”Tania menghela napas panjang. “Tapi ini tetap terasa aneh…”“Kakak sendiri yang bilang ini terapi, kan?” Alisa tersenyum penuh arti. “Lagipula, Kakak percaya sama aku, kan?”Tania menatap adiknya sejenak, lalu akhirnya mengangguk pelan. “Baiklah. Aku akan coba.”Ia kemudian berjalan ke kamar dan mulai mengganti pakaiannya dengan selembar handuk yang melilit tubuhnya. Setelah memastikan semuanya rapi, ia keluar dari kamar dan melihat Juned masih duduk di lantai dengan tatapan kosong.Alisa menyenggol lengan kakaknya. “Ayo, Kak. Mulai aja.”Setelah berhasil mengatur nafasnya, Tania mengibaskan tangannya memberi isyarat agar Alisa meninggalkan ruang tamu.Alisa menatap kakaknya dengan penuh rasa ingin tahu. “Kakak yakin mau aku keluar?” tanyanya, meski sudah bisa menebak jawaban Tania.Tania
Alisa menatap kakaknya dengan khawatir, tapi dia juga tahu Tania adalah orang yang tak mudah menyerah. "Baiklah... kita coba."Tania lalu menoleh ke Juned dan tersenyum lembut. "Juned... kamu masih ingat caranya memijat, kan?"Alisa kembali mendekati Juned, lalu dengan lembut menyentuh kepalanya. Matanya sedikit terpejam, mencoba meresapi ingatan yang masih tersisa dalam benak pria itu. Tania menatap mereka dengan penuh harap.Beberapa detik kemudian, Alisa membuka matanya dan menatap Tania. “Aku melihatnya.”“Apa yang kamu lihat?” tanya Tania cepat.Alisa menarik napas dalam. “Saat Mas Juned memijat seseorang, dia selalu memulainya dengan perlahan. Dia akan meraba bagian tubuh yang sakit atau pegal dengan tangannya terlebih dahulu, lalu dia menekan dengan lembut untuk mencari titik yang paling membutuhkan pijatan.”Tania mengangguk, mencatat dalam pikirannya. “Lalu?”“Setelah menemukan titik yang tepat, dia akan menggunakan ibu jari dan telapak tangannya untuk memberikan tekanan. Di
Alisa menggigit bibirnya sebelum akhirnya bercerita. “Sebelum kecelakaan itu, aku pernah menemukan jamur yang tumbuh di dekat sekolahku. Aku membawanya pulang, namun setelah aku sadar dari kecelakaan. Di hadapan Mas Juned dan Pembantunya, mereka tak sengaja melihat jamur itu di kantongku. Lalu mereka bercerita tentang jamur ajaib. Aku penasaran, terus aku nekat coba makan.”Tania semakin terkejut. “Kamu makan jamur itu?! Terus, apa yang terjadi?”Alisa terlihat ragu sebelum akhirnya berkata, “Setelah makan jamur itu... aku mulai merasa kepalaku pusing lalu kembali pingsan. Mas Juned panik lalu membawa ke rumah temannya yang kaya. Setelah sadar kepalaku menjadi ringan, kayak semua hal jadi lebih gampang dipahami. Aku jadi ngerti pelajaran tanpa perlu belajar keras, aku bisa ingat sesuatu yang cuma kulihat sekilas... Bahkan aku bisa menyelesaikan puzzle yang belum pernah aku lihat, kak.”Tania terdiam, menyusun potongan-potongan informasi di kepalanya.“Berarti jamur yang kamu makan
“Alisa?” gumam Tania pelan.Tania menatap Alisa dengan heran saat adiknya itu masih berdiri di depan pagar.Alisa mengangguk kecil, masih terlihat ragu-ragu. “Kak...”Tania menghela napas, melirik sekilas ke arah Juned. “Kamu kenapa tiba-tiba ke sini?”Alisa menunduk sebentar sebelum menatap kakaknya lagi. “Aku Cuma ingin ketemu Kakak.”Tania terdiam. Sudah lama sekali mereka tidak bertemu, sejak masalah besar yang terjadi antara dirinya dan ayah mereka.“Setelah semua yang terjadi... kamu masih mau datang ke sini?” suara Tania terdengar lebih hati-hati.“Aku tetap adikmu, Kak,” jawab Alisa. “Aku Cuma ingin tahu kabarmu, aku juga rindu... meskipun aku tahu kita sudah lama nggak seperti dulu lagi.”Tania menggigit bibirnya, lalu melirik sekilas ke dalam rumahnya yang sederhana.“Masuklah. Kita bicara di dalam.”Alisa mengangguk, melangkah masuk melewati Juned yang masih sibuk dengan dunianya sendiri. Namun, saat dia berjalan, tiba-tiba Juned meraih pergelangan tangannya.“Kamu Jamur
Tania berlari ke kamarnya, dia membongkar rak berisi buku. Tangannya dengan cepat menyibak beberapa buku yang tersusun rapi.Setelah menemukan sebuah buku yang dicari, ia membuka kembali catatan kuno yang selama ini dia teliti. Di dalamnya, tertulis hubungan unik antara empat jamur ajaib yang konon memiliki kekuatan luar biasa:“Kekuatan mengalahkan Kekayaan, Kekayaan mengalahkan Kekuasaan, Kekuasaan mengalahkan Kecerdasan, Kecerdasan mengalahkan Kekuatan.” Tania duduk di sebuah meja sambil telunjuknya dengan perlahan menyusuri setiap tulisan dalam buku.Tania mendongak menatap langit kamarnya sambil masih bergumam sendiri. “Jadi hal itu seperti Siklus yang membentuk rantai keseimbangan, seolah-olah masing-masing jamur saling mengimbangi satu sama lain.”Tania menyadari sesuatu—Juned memiliki kekuatan, sementara Marina memiliki kekayaan. Jika benar teori ini berlaku, maka seharusnya Marina akan lemah dengan Juned.Namun, ada satu masalah besar. Juned kehilangan efek jamurnya. “