Home / Urban / Tukang Bakso Jadi Miliarder / 58-Menuju Kota Berikutnya

Share

58-Menuju Kota Berikutnya

last update Last Updated: 2025-03-30 12:34:22

Setelah melalui perjalanan yang berat di jalan berbatu dan berlubang, rombongan Okok Keang akhirnya tiba di kota berikutnya saat senja mulai merayap di cakrawala.

Jalanan di sini jauh lebih baik, aspalnya mulus dan tanpa lubang, memberikan harapan baru bagi mereka untuk menyelesaikan perjalanan panjang menuju kota tujuan.

Okok Keang segera memanfaatkan akses internet yang stabil untuk mengambil tabungannya. Sementara itu, Burhan dan kawannya bersiap untuk berpisah. Mereka harus kembali, dan perjalanan mereka berakhir di sini.

"Dua puluh juta, sesuai kesepakatan," kata Burhan, menyodorkan tangan.

Okok Keang mengeluarkan uangnya, menghitungnya dengan teliti sebelum menyerahkan ke Burhan. "Terima kasih atas perjalanan sejauh ini. Semoga kita bertemu lagi di kesempatan lain."

Burhan menerima uang itu dengan anggukan. "Hati-hati di perjalanan. Jalan di depan mungkin mulus, tapi bukan berarti tanpa bahaya."

Mereka berjabat tangan, begitu juga dengan anggota rombongan lainnya. Sementara itu,
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Related chapters

  • Tukang Bakso Jadi Miliarder   59-Ghenadie Belajar Bela Diri

    Langit sore memerah ketika Pak Anton akhirnya memeluk putranya, Ghenadie. Pelukan itu erat, penuh kelegaan dan kebahagiaan setelah berbulan-bulan pencarian.Namun, di balik kebahagiaan itu, ada sesuatu yang bergemuruh di dalam hati Ghenadie."Ayah... ada sesuatu yang harus aku katakan," suara Ghenadie bergetar. Napasnya berat, seperti tengah membawa beban yang tak terkatakan.Pak Anton melepaskan pelukannya perlahan, menatap putranya dengan cemas. "Apa itu, Nak? Katakan saja. Ayah akan mendengarkan."Ghenadie menelan ludah, tangannya mengepal. "Aku... aku menyukai Desy. Tapi masalahnya... dia sudah punya pacar, Reza."Sejenak keheningan menyelimuti mereka. Pak Anton menghela napas. "Ghen, kamu yakin dengan perasaanmu?"Ghenadie mengangguk. "Tapi bukan itu yang membuatku takut, Ayah. Desy sendiri ingin meninggalkan Reza. Katanya Reza pemarah, suka memaksa, dan egois. Aku tidak bisa tinggal diam saat melihatnya terluka..."Pak Anton terdiam. Ia sedikit banyak tahu sifat Reza, dari cerit

    Last Updated : 2025-03-30
  • Tukang Bakso Jadi Miliarder   60-Mengubah Taktik

    Reza tersenyum manis saat melihat Desy, tapi di balik senyum itu, hatinya dipenuhi rencana yang tak seorang pun boleh tahu. Jika dulu dia mengandalkan amarah, sekarang dia bermain dengan kepura-puraan.Dan Desy? Dia terlalu polos untuk menyadari bahwa orang yang dikiranya 'telah berubah' justru menyiapkan kehancuran untuknya."Reza, kamu benar-benar berubah," kata Desy sambil tersenyum. "Aku nggak nyangka kamu bisa setenang ini sekarang."Reza mengangkat bahu, matanya menatap Desy dengan lembut. "Waktu mengubah banyak hal, Des. Aku sadar, aku nggak bisa terus-terusan hidup dalam kemarahan. Aku ingin jadi orang yang lebih baik."Desy menatapnya dengan penuh harapan. "Aku senang dengar itu, semoga kamu bisa berubah selamanya,” nujar Desy.Meskipun dalam hati Desy sudah memutuskan akan meninggalakn Reza, dia telah terlanjur jatuh cintya kepada Ghnadie, karena selain dia tmpan juga masa depannya cerah. Dia juga baik, sabar dan penuh kasih sayang.Berubah, kata Reza di dalam hatinya. Kata

    Last Updated : 2025-03-30
  • Tukang Bakso Jadi Miliarder   61-Hampir Saja

    Rezza duduk di kursi tua yang berderit, tatapan matanya tajam seperti mata elang yang mengawasi mangsanya. Di hadapannya, Desy terbaring lemah, napasnya tersengal, tubuhnya bergetar. Cahaya lampu yang redup menyoroti wajahnya yang basah oleh keringat dan air mata."Akhirnya, Desy..." Rezza berbisik, nyaris seperti mendesis. "Akhirnya kau di sini, di tempat yang seharusnya."Desy sudah tersadar dari pingsannya dan mencoba bergerak, tapi tubuhnya terlalu lemah. Sejenak, dia mengutuk dirinya sendiri karena telah mempercayai Rezza. Laki-laki yang dulu dia anggap telah berubah baik, tempatnya berbagi cerita, kini menunjukkan wajah aslinya.Ada sesuatu yang dingin dan kejam dalam tatapan Rezza, sesuatu yang membuat bulu kuduknya meremang."Kau tahu, selama ini aku bersabar," lanjut Rezza dengan suara rendah. "Aku menunggumu, memberi waktu untukmu menyadari bahwa aku adalah satu-satunya yang pantas untukmu."Desy menggeleng lemah. "Rezza, kau salah... Aku tidak pernah melihatmu seperti itu.

    Last Updated : 2025-03-30
  • Tukang Bakso Jadi Miliarder   62-Pulang

    Darah mengalir dari sudut bibir Reza saat ia mencoba berdiri, kedua tangannya bertumpu pada lantai dingin yang berlumuran keringat dan luka. Pandangannya kabur, namun semangatnya belum pudar. Ia menggertakkan giginya, menahan sakit yang menusuk di setiap persendian tubuhnya.Di depannya, Pak Arif berdiri dengan wajah tegas, napasnya masih teratur meskipun baru saja memberikan serangkaian pukulan yang brutal. Matanya yang tajam menatap Reza, penuh dengan kebencian rasa kesal, serta dengan kekecewaan yang mendalam.Reza mengepalkan tangannya, jari-jarinya bergetar akibat lelah yang teramat sangat. "Aku tidak akan menyerah," gumamnya dengan suara parau. Ia berusaha bangkit, namun sebelum tubuhnya bisa tegak sempurna, sebuah tendangan keras menghantam perutnya."Ugh!" Reza terhuyung ke belakang, tubuhnya limbung sebelum akhirnya jatuh tersungkur. Pandangannya semakin gelap, kesadarannya perlahan terkikis oleh rasa sakit yang membuncah. Satu tarikan napas terakhir terasa berat sebelum akhi

    Last Updated : 2025-03-31
  • Tukang Bakso Jadi Miliarder   63-Pahitnya Cinta

    Desy menatap layar ponselnya yang gelap, jari-jarinya gemetar di atas layar. Sudah tiga hari sejak ia memblokir Reza dari semua media sosial, tiga hari sejak ia menghapus semua kenangan digital tentangnya, tiga hari sejak ia memutuskan hubungan yang selama ini begitu disayanginya.Namun, hatinya terasa hampa. Seakan-akan ia baru saja mencabut sepotong besar jiwanya dan membuangnya entah ke mana.Desy mencintai Reza, tak pernah ada keraguan soal itu. Tapi mencintai seseorang yang hampir menghancurkannya adalah hal yang tak bisa dipertahankannya lagi. Malam itu masih menghantui pikirannya, saat Reza nyaris merenggut kehormatannya di pondok di pinggir kota itu.Ia masih bisa merasakan ketakutan yang membekukan tubuhnya, desakan kasar yang memaksanya melawan, dan detik-detik di mana ia merasa tak berdaya. Jika bukan karena Pak Arif, ayah angkatnya, yang tiba tepat waktu, ia tak tahu apa yang akan terjadi padanya.Sejak malam itu, Desy tak bisa lagi melihat Reza sebagai seseorang yang pern

    Last Updated : 2025-04-01
  • Tukang Bakso Jadi Miliarder   64-Buruan

    Langit di atas kota tampak muram sore itu, seakan ikut merasakan ketegangan yang mengendap di hati Ghenadie. Ia melangkah ke dalam kantor dengan pikiran bercabang, mengingat peringatan yang Pak Anton berikan padanya pagi tadi."Jalankan pekerjaan seperti biasa, tetapi tetaplah waspada," pesan Pak Anton terngiang di benaknya."Pak Budi dan Joko yang seharusnya di penjara, sekarang entah berkeliaran di mana. Mereka memiliki perlindungan dari orang-orang yang seharusnya menegakkan hukum. Uang dan kekuasaan adalah tameng mereka."Ghenadie meneguk napas dalam-dalam. Ia tahu dunia tidak adil, tapi kenyataan ini terasa lebih menyakitkan saat ia harus berhadapan dengannya kenyataan.Pak Budi dan Joko bisa saja suatu saat, datang untuk bertindak kejam karena apa yang mereka mau. Makanya pak Anton meminta kepada Ghenadie lebih mengintensifkan latihan bela dirinya.Ghenadie sangat menghargai prinsip Pak Anton, ayahnya. "Hidup jujur dan jangan sekali pun tunduk pada kejahatan," pesan itu bagaika

    Last Updated : 2025-04-02
  • Tukang Bakso Jadi Miliarder   65-Bayang-Bayang Musuh Tak Terlihat

    Ghenadie duduk bersila di atas tikar pandan, matanya menatap tajam ke wajah Okok Keang yang duduk di depannya. Mereka sudah berbicara cukup lama, membahas berbagai teknik bertahan hidup dari serangan mendadak.Meskipun Ghenadie baru beberapa bulan menjadi muridnya, kemampuannya berkembang dengan pesat, melampaui ekspektasi Okok Keang."Kau memang cepat belajar," ujar Okok Keang, matanya menyipit seolah menilai sesuatu yang tak terlihat."Bahkan beberapa muridku yang sudah bertahun-tahun berlatih tidak bisa mencapai level sepertimu dalam waktu sesingkat ini."Ghenadie tersenyum tipis, tapi ada ketegangan di balik senyumannya. "Aku hanya melakukan apa yang Guru ajarkan dengan sungguh-sungguh. Lagipula, situasi saat ini tidak membiarkanku bersantai."Okok Keang mengangguk pelan. "Ancaman dari Pak Budi, Joko, dan Reza?""Ya," jawab Ghenadie sambil mengepalkan tangannya. "Mereka semakin berbahaya. Aku bisa merasakannya.""Dan itu alasan mengapa kau harus lebih siap," Okok Keang mencondongk

    Last Updated : 2025-04-02
  • Tukang Bakso Jadi Miliarder   66-Ilmu Rahasia

    Ghenadie menghela napas dalam. Keringat membasahi dahinya. Ia menatap Okok Keang, gurunya, yang berdiri dengan kuda-kuda siap menyerang."Apakah benar-benar ingin membunuhku, Guru?" tanya Ghenadie dengan suara bergetar.Dia sama sejali tidak pernh mengira, jika gurunya ini tiba-tiba bisa menyerang nya tanpa peringatan. Untunglah gerakan tubuhnya cukup lincah menghindari serangan gurunya yang mematikan itu.Okok Keang tidak menjawab. Dalam sekejap, ia melesat maju, mengayunkan serangan mematikan. Ghenadie nyaris tak sempat menghindar. Pukulan itu menghantam udara kosong, tapi anginnya saja sudah cukup untuk mengguncang tubuh Ghenadie."Ini adalah ujian terakhir," kata Okok Keang dingin. "Jika kau ingin menjadi penerusku, kau harus bertahan hidup."Memang selama ini Okok Keang memang belum ada menetukan diantara murid-mudirnya menjadi penerusnya, bahkan Desdy yang paling lihaipun tidak dia tunjuk sebagai penerusnya.Bukan karena dia perempuan, di mata Okok Keang tidak ada diskriminasi a

    Last Updated : 2025-04-03

Latest chapter

  • Tukang Bakso Jadi Miliarder   96-Gerbang Kedua Hidup Ghenadie

    Angin pagi membawa aroma aspal basah dan udara perkotaan yang baru bangun. Ghenadie berdiri di depan gerbang besi tinggi berwarna abu-abu, mengenakan kemeja putih sederhana dan celana jeans pudar. Ransel kulit yang sudah mulai usang tersampir di punggungnya. Wajahnya tenang, namun tatapannya tajam, penuh kesadaran baru akan hidup yang sempat porak-poranda.Sudah hampir satu tahun sejak Liana meninggal. Luka itu masih ada, tapi kini membentuk parut. Ia sudah tidak lagi bangun dengan mimpi buruk. Tidak lagi mengurung diri. Ia mulai kembali menjalani hidup.“Ini waktumu bangkit, Nad,” kata Pak Anton, ayahnya, dua malam lalu. “Aku akuisisi perusahaan logistik di kawasan industri timur. Aku mau kamu ke sana. Bukan hanya untuk kerja, tapi untuk belajar jadi pemimpin.”Ghenadie tak menolak. Ia tahu, ini kesempatan. Tapi juga ujian.Sekarang, ia berdiri di depan perusahaan yang dimaksud: **PT. Surya Timur Logistics**. Sebuah kompleks besar dengan halaman luas, gedung bertingkat tiga, dan lalu

  • Tukang Bakso Jadi Miliarder   95-Antara Tiga Luka

    Angin sore berhembus pelan, menyapu wajah pucat Ghenadie yang berdiri di depan makam Liana. Batu nisan itu masih baru, tanahnya masih merah, dan kesunyian yang melingkupi terasa menyesakkan. Di balik kacamata hitamnya, matanya tetap sembab, meski air mata tak lagi keluar. Ia telah kehabisan tangis. Batu nisan itu baru dipasang, karena kuburan Liana dia cari di dalam hutan Kalimantan tempatnya mengalami kecelakaan dulu. Dia bekerja keras untuk menemukan makam Liana, untung dia mencata koordinatnya, sehingga beberapa hari saja mereka meneemukannya. Makam itu terletak di tepi sungai, di dalam hutan yang lebat. Untung batu nisan dari kayu seadanya sebagai tanda itu makam, masih terlihat kokoh. Lebih untung lagi, ada tanah lapang berpasir di tepi sungai kecil itu, sehingga helikopter mereka bisa mendarat. Dia menggaji sekelompok orang untuk memindahkan tulang Liana ke pulau Jawa. "Aku janji... aku akan baik-baik saja, Li," bisiknya. Tapi kalimat itu terasa seperti kebohongan yang ka

  • Tukang Bakso Jadi Miliarder   94-Mencoba Menata Hidup

    Beberapa hari berlalu sejak mereka meninggalkan pondok itu. Kota tidak pernah ramah pada orang yang ingin melupakan. Setiap sudutnya memantulkan kenangan, setiap detik mengingatkan bahwa hidup tidak pernah berhenti meski hati ingin bersembunyi.Hana berdiri di depan kaca, mengenakan blus putih dan rok panjang. Ia menatap bayangannya sendiri. Wajahnya masih cantik, tapi tak lagi setenang dulu. Di tangannya ada alat uji kehamilan yang baru saja menunjukkan dua garis merah.Keheningan menguap dalam satu tarikan napas panjang.Rendra datang dari belakang, melihat ekspresinya. “Sudah kau periksa?”Hana mengangguk perlahan.“Aku… hamil, Rendra.”Lelaki itu mendekat, menatap alat kecil itu seolah tak percaya, lalu memeluk Hana dari belakang. “Terima kasih, Tuhan…” gumamnya. “Ini… ini kabar terbaik dalam hidupku.”Namun pelukan itu tak dibalas. Hana hanya diam, tubuhnya kaku, matanya menatap jauh ke depan.“Aku belum tahu harus bagaimana,” bisiknya. “Aku belum siap jadi ibu. Dan aku belum tah

  • Tukang Bakso Jadi Miliarder   93-Setelah Hujan di Pegunungan

    Kabut masih menggantung tipis di sela-sela pepohonan, membelai pucuk dedaunan seperti bisikan sunyi. Pondok kecil dari kayu sermpngan itu berdiri di tengah kesunyian alam, menjadi saksi atas apa yang telah mereka lakukan semalam, dan pagi ini.Keheningan yang seolah menyimpan rahasia, hanya terganggu oleh kicauan burung yang terdengar jauh.Hana terbaring diam, rambutnya berantakan, matanya setengah terpejam. Tubuhnya masih hangat oleh sisa pelukan dan cumbuan. Di sampingnya, Rendra masih memeluknya erat, seakan ingin mengukir keabadian dari kebersamaan itu.Rendra membelai lembut pipi Hana. “Kau tahu,” bisiknya, “aku tak pernah membayangkan pagi bisa seindah ini.”Hana tersenyum tipis, lelah tapi bahagia. “Kau bilang begitu juga semalam.”“Tapi semalam bulan bersinar,” jawab Rendra, mencium keningnya. “Sekarang matahari menyinari kita. Dua-duanya indah. Tapi kau, Hana… kau lebih dari segalanya.”Ia tidak menjawab. Hanya menarik napas pelan, menghela rasa yang bercampur antara senang,

  • Tukang Bakso Jadi Miliarder   92-Menerobos

    Hanya keheningan. Rendra mencoba membuka mulutnya untuk meminta maaf, tapi Hana lebih dulu berbicara.“Rendra...,” ucapnya pelan, hampir seperti bisikan.“Maaf, aku... tidak berniat...” Rendra tertahan, tidak tahu bagaimana menjelaskan naluri tubuhnya yang tak ia kendalikan.Namun, Hana tak menjauh. Bahkan, ia tetap berada dalam pelukan itu. Dan perlahan, ia menghela napas panjang, menundukkan wajah, dan... tersenyum.“Aku juga merasa... aneh,” katanya lirih. “Tapi aku tidak takut.”Wajah mereka bertemu, dan untuk sesaat, waktu seolah berhenti. Di balik semua rasa canggung, ada rasa penasaran, ada keingintahuan yang tumbuh. Rendra menempelkan wajahnya pada wajah Hana, mencoba membaca pikirannya.Tapi Hana menutup matanya pelan, menyerahkan dirinya pada keheningan yang kini berubah menjadi getaran halus di udara. Dia merasa dingin, dia merasa dihangatkan oleh tubuh Rendra, sehingg dia semakin menyerahkan dirinya.Tangan Rendra yang semula diam, perlahan bergerak. Ia menyentuh lengan Ha

  • Tukang Bakso Jadi Miliarder   91-Di Antara Dua Daratan

    Langit Kalimantan pagi itu membentang biru, tapi udara terasa berat bagi Ghenadie. Tubuhnya masih lemas setelah lebih seminggu berada di hutan belantara. Bau tanah basah dan daun busuk masih melekat di pakaiannya yang compang-camping."Mengapa aku sampai mengalami sesuatu yang naas sampai terjatuh ke hutan Kalimantan?" batinnya, sambil menatap keluar jendela helikopter Eurocopter EC725 milik Basarnas yang sedang membawanya menjauh."Kita butuh sekitar empat jam sampai Jawa. Coba istirahat, Pak," ujar pilot sambil mengecek instrumen penerbangan.Ghenadie mengusap keningnya yang berkeringat. "Ada air minum?"Seorang paramedis segera mengulurkan botol. "Ini, minum perlahan. Tekanan darah Anda masih rendah. Kami juga perlu memantau suhu tubuh Anda - masih 38,5 derajat."Dia mencoba menelan, tapi tenggorokannya serasa terbakar. Di luar jendela, lautan dan pulau-pulau kecil berlalu begitu cepat. Tiba-tiba, bayangan hitam melintas di penglihatannya - bayangan yang sama yang ia lihat sebelum

  • Tukang Bakso Jadi Miliarder   90-Ditemukan Tim SAR

    Liana menggenggam tangannya. Hangat. Nyata. Di tengah hutan dan gelap malam, mereka punya satu sama lain.Karenaa Hana tidak bisa dihubungi, sementar dia sekarang berama Liana, Ghenadie berpikir, adalah kehendak semesta dia bersama dengan Liana sekarang.Waktu terus berjalan. Minggu demi minggu. Liana mulai batuk. Awalnya ringan. Tapi makin hari makin parah. Ghenadie mencoba segala cara, merebus daun-daun hutan sebisanya, mencarikan air bersih lebih banyak, bahkan mencoba membuat ramuan dari tanaman liar.Tapi kondisi Liana memburuk.Suatu pagi, saat kabut belum sepenuhnya mengangkat dari tanah, Liana tergeletak lemas. Ghenadie duduk di sampingnya, memegangi tangan yang semakin dingin."Ghen..." suara Liana nyaris tak terdengar."Ya, aku di sini," Ghenadie membelai rambutnya yang kusut."Aku... menyesal," kata Liana pelan."Jangan begitu. Kamu nggak salah apa-apa.""Aku... harusnya bilang dari awal. Harusnya aku jawab waktu kamu bilang itu...""Aku tahu," Ghenadie menahan tangis. "Dan

  • Tukang Bakso Jadi Miliarder   89-Gunung Tak Bernama

    “Aku tidak minta jawaban sekarang. Aku hanya ingin kau tahu, bahwa setiap langkahku di sini, kamu ada di dalamnya.”Kata-kata itu masih terpatri di benak Liana. Ia mengulangnya dalam pikirannya berkali-kali, seolah menjadi doa yang terucap diam-diam di antara keramaian kabin pesawat.Dua bulan telah berlalu sejak Ghenadie mengucapkan kalimat itu di café kecil di Sydney. Dua bulan penuh kebingungan, ragu, dan diam.Sekarang, takdir mempertemukan mereka lagi. Bukan di bawah langit biru Australia, tapi di ketinggian 35.000 kaki di udara. Sebuah kebetulan yang terlalu mustahil jika hanya disebut kebetulan.Ghenadie sebenarnya pulang mau mencari Hana dan memastikan keberadaan gadis itu. Juga mau bicar dengan ayahnya secara langsung tentang rencananya di Australia itu.Liana, yang bertugas sebagai pramugari di penerbangan itu, tak tahu harus bersikap seperti apa saat melihat Ghenadie masuk ke dalam kabin dengan senyum tipis."Hei..." Ghenadie menyapa pelan saat ia melihat Liana menyambut pe

  • Tukang Bakso Jadi Miliarder   88-Langkah Awal

    Musim semi menyelimuti Sydney dengan suhu hangat yang lembut. Udara segar, langit biru bersih, dan aroma laut yang samar membuat setiap pagi terasa seperti lembaran baru dalam hidup Ghenadie.Tujuh hari bersama Liana telah menyisakan jejak yang sulit dihapuskan. Tapi semua harus kembali pada kenyataan. Liana harus kembali bertugas, dan Ghenadie… harus mulai membangun sesuatu.Ia tidak melupakan Hana, tetapi sudah beberapa kali dia menghubungi Hana, tetapi gadis itu ttidk pernah membaalasnya atau mengangkat telponnya. Ghenadie hanya curiga saja gadis itu kehilangan ponsel.Ia duduk sendiri di sebuah kafe pinggir pelabuhan Darling Harbour, menatap laptopnya dengan layar kosong. Sudah beberapa jam ia hanya menatap layar, jari-jarinya enggan bergerak.“Mau kopi lagi, sir?” tanya pelayan ramah.“Ya, satu cappuccino. Terima kasih.”Langkah awal selalu yang paling sulit. Bukan karena dia tidak tahu caranya, Ghenadie pernah membangun divisi dari nol, pernah mengelola proyek lintas negara.Tap

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status