“Argh!”Arya langsung menoleh ke arah pintu sebelah, saat mendengar suara erangan yang sangat keras. Kini dia sedang berada di salah satu rumah bordil di pusat kota. Tempat ini tergolong mewah. Akan tetapi, tetap saja terlihat berantakan. Karena dari sepanjang pintu masuk, nampak banyak sekali orang yang sedang melakukan aktivitas tak senonoh.“Ini hukuman untukmu. Perkataanmu barusan sangat tak pantas!”Masih dari arah pintu sebelah, kini terdengar suara seorang perempuan. Arya langsung menyipitkan matanya. Kemudian memberikan kode pada Angel untuk mengikutinya.Arya sudah berdiri tepat di depan pintu kamar tersebut. Dengan hati-hati Arya menempelkan daun telinganya pada pintu yang berwarna putih tulang.“A-apa yang kamu lakukan, Layla?”Seketika mata Arya langsung membulat, ketika mendengar suara seorang laki-laki dari dalam sana.“Bukannya itu suara—”“Ssst!”
“Beraninya kau mengganggu makan siangku, bocah tengik!” geram Layla. Kini wajahnya tak seayu tadi. Matanya menatap Arya dengan tajam. Bahkan, terlihat pupil matanya pun mengecil seperti mata ular.Arya tak gentar, walau Layla menggeretak. Kedua kakinya itu bersiap dengan posisi kuda-kuda. Sedangkan kedua tangannya memegang wallace sword dengan erat.“Beraninya kau memanipulasi ingatanku! Sampai-sampai aku melupakan Bang Firman, teman satu timku!” serang Arya. Ia yakin, kalau penyebab dari dia melupakan Firman adalah perempuan ini. Arya juga yakin, kalau sampai perempuan di hadapannya ini dibiarkan. Tentu akan berdampak buruk bagi semua.Layla membulatkan matanya, lalu dia mendengus dan menyeringai, “Aku? Memanipulasi ingatamu? Beraninya kau menuduhku!” tampik Layla.Arya menyipitkan matanya, dia tak terprovokasi.“Bukan aku yang memanipulasi ingatanmu, tapi temanmu sendiri yang meminta. Dia sendiri yang berkata kalau dia tidak peduli dengan timnya. Dia juga tak masalah kalau kalian me
Dida dan Reza sampai di rumah bordil. Mereka berdua langsung mencari keberadaan Angel juga Firman dengan berpencar. Tak lama kemudian, Dida mendapati mereka berdua di dalam kamar. Seketika bulu kuduk Dida berdiri, ketika melihat Firman yang tergeletak di atas kasur dengan penampilan yang sangat menjijikkan. Sedangkan Angel, dia sedang berdiri dengan menutup kedua matanya. Entah apa yang sedang Angel lakukan, Dida tak mengetahuinya.Namun, Dida segera menghampiri Angel dengan melewati beberapa perempuan yang terkulai di atas lantai.“Bang Firman, apa yang terjadi?” tanya Dida. Rasanya mual melihat penampilan Firman yang dipenuhi oleh bintik-bintik merah di sekujur tubuhnya. Namun, Dida harus menahannya sebisa mungkin.“To-tolong sembuhkan aku,” rintih Firman dengan suara yang sangat lemah. Sungguh, lelaki itu sudah tidak memiliki tenaga lagi. Yang bisa dia lakukan hanya berbicara, itu pun dengan susah payah.“Ta-tapi gimana? Apa yang harus aku lakukan, aku tidak bisa menyembuhkan ini,
Bugh!Arya yang melihat aksi nekad Angel langsung mengambil Tindakan. Dia memukul tengkuk gadis itu sampai pingsan. Dengan cepat, Arya pun langsung menahan Angel agar tak jatuh ke lantai.“Ah, akhirnya kalian dating juga,” ucap Dida bernapas lega. Dia sudah sangat ketakutan, tapi dia juga tak bisa melakukan apa pun.“A-arya, to-tolong gue,” lirih Firman. Tenaganya benar-benar sudah habis. Firman merasakan gatal di sekujur tubuhnya. Ditambah kini dia mulai merasa ada sensasi terbakar.“Kak Dida, bantu dia. Saya tidak memiliki skill penyembuhan,” kata Arya pada Dida.Perempuan itu Nampak gugup, “A-aku tidak bisa,” katanya gagap.“Bisa. Lakukan seperti biasa.” Arya mencoba meyakinkan perempuan itu, “Bang Reza, panggil Idun dan Pak Candra ke sini. Kita tidak boleh terpisah!” perintah Arya pada Reza yang sedari tadi berdiri di belakang Arya. Dia bergeming, hanya bisa mematung melihat kengerian yang ada di hadapannya.“Bang Reza,” panggil Arya sekali lagi.Reza mengerejap dan langsung menga
‘Ah, apa ini akhir dari hidupku?’ batin Firman. Rasa terbakar di tubuhnya tak bisa ia tahan lagi. Padahal sedari tadi Dida terus berusaha memulihkannya dengan mempertaruhkan nyawanya sendiri.Andai, andai saja Firman tidak menginjakkan kaki ke tempat ini. Mungkin dia masih bisa bersama dengan timnya. Firman masih ingin hidup, tapi dia sudah tidak tahan menerima penyiksaan yang sedang ia rasakan.Mungkinkah ini adalah hukuman untuknya? Tiba-tiba saja pikiran Firman melayang, memikirkan bagaimana kehidupannya di dunia nyata. Gara-gara Angel tadi menyebut nama seseorang yang pernah ia kenal baik. Firman jadi mengingat deretan daftar dan foto orang-orang yang mengirimnya ke tempat ini.Sebagian besar orang yang mengirim Firman ke sini adalah murid-muridnya yang pernah memiliki hubungan spesial dengannya. Mereka adalah para gadis yang ia rusak masa depannya. Bahkan, salah satu dari mereka harus mengakhiri hidupnya, karena dia harus menanggung malu mengandung anak yang tak memiliki seorang
Seisi kota kini sudah tertutup oleh debu. Bangunan yang tadinya menjulang tinggi dan berdiri dengan kokoh, kini tak ada lagi. Hancur sehancur-hancurnya. Semua orang yang ada di sana berlarian menghindari puing-puing bangunan yang melayang ke sana ke mari.Arya dan timnya tiba di sebuah lapangan besar. Langkahnya terhenti, ketika melihat siluet hitam yang tertutup oleh debu. Kedua bola matanya itu menatap dengan lekat siluet hitam yang nampak besar dan terlihat memiliki kepala tiga.“Sang iblis hawa nafsu,” gumam Arya. Dengan hanya melihat siluet-nya saja, dia yakin bahwa sosok besar yang ada di sana adalah perwujudan dari iblis hawa nafsu.“Roaaaarrr!”Terdengar suara auman yang menggema hampir di seluruh penjuru kota. Bersamaan dengan auman tersebut, angin berembus dengan sangat kencang. Membuat jubah Arya terhempas angin. Tak ingin tubuhnya terbang, dia langsung memasang posisi kuda-kuda, kekuatannya kini ia pusatkan pada kedua kaki.Seketika debu-debu yang tadi menyelimuti dan menu
“Barrier!”Seorang laki-laki langsung berlari dan berdiri tepat di depan Reza. Tangannya menyilang di depan dada. Sejurus kemudian, setelah dia menyebutkan nama skill-nya, sebuah dinding penghalang muncul dari tanah. Penghalang itu melindungi Reza dari semburan api sang iblis.“Kamu kenapa diam saja, Bang? Move!” Tanpa menoleh ke belakang, Idun berseru meminta Reza untuk meninggalkan tempatnya. Dengan sekuat tenaga dia menahan agar penghalang miliknya tidak hancur oleh semburan api.“Ah, o-oke. Thanks, Dun,” timpal Reza tergagap. Segera laki-laki berkacamata itu langsung berlari menghindar sang iblis.“Wah, ada lalat pengganggu,” desis sang iblis dengan suara yang menggema. “Penghalangmu oke juga. Tapi apakah kau bisa menangkis seranganku yang ini. Hot lava!” seru sang iblis.Sang iblis langsung memuntahkan lahar panas dari mulutnya. Menyembur begitu saja ke arah Idun. Membuat penghalang m
“Aaargh!”Sesak. Angel menggeram, meronta, mencoba melepaskan dirinya dari lilitan sang ular. Badannya kini terasa sakit akibat tekanan dari badan ular yang melilitnya.“Lepaskan!” teriak Angel. Ia terus menggerakkan badannya sebisa mungkin.“Jangan lepaskan dia, Tuan!” pinta sang kepala banteng. “Dia gadis yang membunuh mangsa kita yang lezat. Gara-gara perempuan ini level kita tidak mencapai maksimal. Padahal aku sudah susah payah menjebak laki-laki itu. Tapi … dengan seenaknya, jalang ini membunuhnya.”Ular yang melilit tubuh Angel pun bergerak. Dia membawa Angel mendekat pada iblis kepala tiga. Kini Angel pun berhadapan dengan mereka.“Oh, jadi kamu yang ikut campur dengan urusanku?” desis si kepala tengah. Hidungnya mengendus kepala Angel, sampai taring milik sang iblis mengenai rambut gadis itu.Angel gemetar, seberani apa pun dia, tetap saja dia memiliki perasaan takut. Di dekati oleh iblis dengan cara seperti ini, membuat tubuh Angel melemas. Di tambah lilitan sang ular semaki
Tut. Tut. Tut. Bunyi yang terdengar menggema di sebuah ruangan, bersumber dari mesin elektrokardiogram. Mesin untuk mendeteksi detak jantung itu, sedang bekerja memantau seorang pasien remaja laki-laki yang sedang terbaring tak sadarkan diri di atas ranjang pasien. Saat ini, di ruang pasien tidak ada siapa-siapa. Hanya dia seorang yang sedang tidak sadarkan diri. Tak lama kemudian, seorang wanita paruh baya memasuki ruang pasien tersebut. Dia datang dengan membawa bunga lily putih yang terlihat sangat segar. Sembari meletakkan bunga tersebut di nakas pinggir pasien, wanita itu memandang wajah pemuda tersebut. “Huhh….” Wanita itu menghela napas kencang. Wajahnya terlihat sangat putus asa. Kemudian dia pun duduk di samping ranjang pemuda tersebut. “Sudah tiga bulan, Ya. Dan kamu masih belum sadar juga, Nak,” ucapnya lirih. Dengan sangat hati-hati wanita itu meraih tangan anaknya yang masih belum sadarkan diri di atas ranjang. Selama tiga bulan, hidup anaknya ini bergantung pada oksi
Seratus persen. Ya, Arya berani bertaruh kalau target dalam misi ini adalah Candra. Jelas saja, sekarang jika dilihat dari leaderboard, si tua itu sudah memimpin permainan. Selain itu, selama game ini berlangsung hanya ada satu orang di tim Arya yang selalu protes masalah uang.Arya yakin dikehidupan nyata Candra adalah sosok orang yang money oriented. Atau lebih parahnya dia bisa melakukan berbagai macam cara dan menghalalkannya untuk bisa mendapatkan uang. Seperti ngepet misalnya. Ah, tapi rasanya tidak seperti itu. Terlihat dari gaya Candra yang sedikit high class. Apakah mungkin dia seorang … ah, sudahlah Arya tak ingin terlalu memikirkan bagaimana kehidupan si tua itu.“Kamu yakin kalau Candra targetnya, Ya?” tanya Dida, yang tadi tidak sengaja bertemu di persimpangan jalan.Arya memang menugaskan semua anggota timnya untuk mencari keberadaan lelaki tua itu.“Yakin. Memangnya Kakak tidak sadar dengan sikap dan kepribadian dia yang gila uang?” tanya Arya sambil berlari.Dida di sa
“Sudah tiga hari ini kami tidak mendapatkan makanan. Warga desa ini, dan desa lainnya pun hidup bergantung dari pada bison-bison ini,” ucap Arsen pada Arya dan Angel yang saat itu ikut bersamanya.Laki-laki itu sedang memotong daging bison yang tadi ia dapatkan. Kemudian dia bagikan kesetiap orang yang mengantre untuk mendapatkan bagiannya.“Bison-bison ini diburu oleh kalian. Entah apa tujuannya, tapi kami juga mmebutuhkan bison ini untuk keberlangsungan hidup.” Ada nada sedih dari kalimat yang baru saja Arsen katakan. Dan itu, terdengar jelas di telinga Arya.Selama hampir dua jam Arya berada di perkampungan ini. Dia mendapatkan sebuah informasi penting. Yaitu status Arsen dan para penduduk di sini adalah NPC. Mereka bukan pemain seperti Arya maupun Angel. Dan, pasti inilah misi yang sesungguhnya.“Tapi … bukannya bison-bison itu banyak. Bahkan aku saja sampai kewalahan,” timpal Arya.“Memang, tapi tetap saja. Jika bison itu diburu secara liar seperti ini, bagaimana nasib kami ke de
“Falcon Arventus!” seru Angel, yang kemudian melepaskan anak panahnya. Seketika anak panah itu melesat dengan cepat, lalu berubah menjadi seekor elang. Tak ingin kalah, dari sisi lain terlihat percikan api. “Fire Hawk!” seru Arya yang langsung dari ujung pedangnya keluar tiga ekor burung dan segera menuju ke arah Bison. Prang! Kemudian bison yang ukurannya sangat besar itu pun seketika terkalahkan. Berubah menjadi kepingan kaca, dan langsung menghilang. Ting. Terdengar suara notifikasi. Baik Angel maupun Arya sama-sama melihat ke arah jam tangan yang melingkar di pergelangan tangan kiri mereka. “Cih!” Arya berdecih kesal. Ternyata suara notifikasi itu bukan dari jam miliknya. “Gue yang dapat,” kata Angel sembari menyeringai. Rasa bangga kini sedang ia rasakan. Akhirnya dia bisa mengalahkan Arya, walaupun hanya dengan kontes kecil-kecilan seperti ini. “Harusnya itu jadi bagian gue!” protes Arya tak terima, dia langsung menghampiri Angel. Gadis itu hanya mendengus dan menatap Ar
“Slash fire!”Sebuah tebasan api berhasil membelah monster laba-laba yang memiliki ukuran lumayan besar. Kemudian tubuh monster laba-laba yang sudah terbelah itu langsung berubah menjadi pecahan kaca. Seketika menghilang tepat di hadapan Arya.Ting.Sebuah notifikasi muncul pada jam digital yang melingkar di pergelangan tangan kiri Arya. Kemudian dia bisa melihat bahwa gold miliknya bertambah.Saat ini Arya bersama teman satu tim—dan lebih tepatnya bersama pemain lain—sedang melewati hutan belantara. Sesuai dengan apa yang diucapkan Poppy beberapa jam yang lalu. Misi yang akan mereka hadapi kali ini ada di balik hutan ini.Selain itu misi kali ini adalah sebuah misi individu. Di mana, keterlilbatan tim tidak terlalu berpengaruh penting. Akan tetapi, Arya masih mendapatkan tanggung jawab untuk mengontrol semua anggota timnya.Arya melihat ke sekelilingnya, dia masih bisa melihat kelima anggota timnya yang baru saja mengalahkan monster-monster level rendah di hutan ini. Dan perlahan uan
Dengan atmosfer yang masih terasa panas, keenam anggota Ravens Destroyers mendarat di sebuah tempat yang sangat berbeda dari sebelumnya. Terlihat para pemain lain pun sudah mulai tiba dan memadati tempat tersebut.“Di mana ini?” Idun adalah orang pertama yang bertanya demikian. Sembari memandang ke sekelilingnya, laki-laki berrambut cepak itu hanya melihat padang rumput yang luas.“Entahlah,” timpal Arya, dia pun masih mengamati sekelilingnya. Sejauh mata memandang, nampak hutan ada di ujung tempat itu. Namun, Arya ragu kalau mereka bisa memasuki tempat itu.Di dalam otaknya Arya mencoba untuk memikirkan kemungkinan misi selanjutnya. Iya, benar, saat ini yang harus dia pikirkan adalah tantangan yang akan mereka hadapi ke depannya. Walau beberapa saat lalu dia masih memikirkan perasaan kesal dan amarahnya kepada Angel. Akan tetapi, jika dipikir ulang, itu akan membuang-biang waktu.Benar kata Dida, kalau Arya dan timnya harus me-reset semua yang sudah terjadi. Nasi sudah menjadi bubur,
“Angel!” teriak seorang laki-laki dengan suara beratnya.Kemudian sebuah pukulan mendarat di pipi gadis itu. Saking kerasnya, sampai-sampai Angel harus tersungkur di atas tanah.“Reza!” Dida yang terkejut langsung berteriak dan menghampiri Angel. “Gila, ya? Kamu cowok bukan? Kok berani main tangan sama cewek?” sentaknya yang tak terima.Dida pun menoleh ke arah Angel dengan perasaan yang sangat khawatir. “Angel, kamu nggak papa, kan?”Namun, perhatian dari Dida pun ditolak mentah-mentah oleh gadis itu. Angel langsung mendorong Dida dan dia pun berusaha bangkit sendiri.“Kenapa? Kalian mau nyalahin gue? Silakan, salahkan saja!” berang Angel.Gadis itu tahu betul alasan di balik murkanya seorang Reza. Sampai laki-laki itu berani memukulnya. Angel tak akan marah, dia siap jika harus disalahkan. Lagi pula dia juga sudah tidak peduli dengan tim ini.Candra yang sama emosinya, langsung menghampiri Angel. Dia pun mencengkram kerah Angel dengan kuat.“Kamu tidak ada perasaan bersalah sama sek
Di luar dinding es, terlihat Arya sedang menunggu dengan perasaan yang sedikit gelisah. Kedua bola matanya itu terus menatap ke arah dinding es yang sangat tebal. Ada perasaan khawatir jika misi ini gagal. Karena jujur, Arya sendiri tidak memiliki rencana lain. Tubuhnya benar-benar sangat lelah, otaknya pun sudah tak bisa digunakan untuk berpikir secara jernih. Arya ingin misi ini segera berakhir. Krak. Prang! Terdengar suara pecahan yang sangat besar. Ternyata suara itu berasal dari dinding es yang sedang Arya lihat. Dinding es yang tadi terlihat sangat kuat dan kokoh itu langsung pecah begitu saja. Mata Arya langsung membulat saat melihat kesepuluh pemain yang sedang berdiri di atas air. Setelah itu, Arya mengalihkan pandangannya pada sosok makhluk besar. Betapa sangat terkejutnya Arya ketika melihat sebuah pedang es menusuk bagian jantung makhluk besar itu. “Arrrgh! S-sialan, a-aku ka-lah,” ucap makhluk itu dengan terbata-bata. Brugh. Kemudian mahkluk besar, yang tidak lain d
“Chain of Death!” seru Giovanni. Hatinya merasa panas, karena Asmodeus menganggapnya remeh.Rantai besi yang sangat besar pun muncul dari dasar danau. Kemudian, rantai itu langsung melilit tubuh besar milik Asmodeus. Terlihat detail seperti tengkorang menghiasi rantai itu. Kekuatannya sangatlah besar, sampai-sampai Asmodeus benar-benar tidak bisa berkutik.Selama berada di sini, Giovanni selalu berusaha untuk menjadi yang terbaik dan tak terkalahkan. Namun, di awal permainan dirinya merasa kalah dari sosok anak laki-laki seumurannya yang mampu mengendalikan dan mengontrol permainan.Melihat kesuksesan anak tersebut, membuat Giovanni merasa termotivasi untuk tidak kalah dari anak tersebut. Selain itu, di satu sisi, memang Giovanni tipikal orang yang tidak ingin terlihat kalah dan merasa bahwa dirinyalah yang paling hebat.Sadar akan kekurangannya, Giovanni terus belajar mengendalikan elemennya. Sehingga sekarang, dia bisa menguasai teknik elemen yang dimilikinya. Bahkan sekarang Giovan