“Welcome to Let’s Purify Game.”
‘Oh, shit! Serius ini di dalam game? Terus ini game apa?’ Arya hanya bisa membatin kesal sambil membelalakan matanya.
Semua orang di sana mulai gaduh, mencari dari mana sumber suara itu berasal. Begitupun dengan Arya dan Idun yang kini sedang berdiri bersebelahan.
Seorang laki-laki tiba-tiba berteriak dengan kencang. “Woy! Tunjukin muka, lo! Di mana lo, anj—”
Belum juga selesai laki-laki itu berbicara. Suara seorang perempuan langsung menyela ucapan laki-laki itu. Suara itu adalah milik perempuan yang tadi menyapa mereka semua.
“Wah, manusia-manusia ini sudah tidak sabar, ya?"
Mendengar perkataan itu Arya memicingkan matanya. Walau banyak pertanyaan di dalam otaknya, tapi dia tak ingin gegabah. Dia harus mendengarkan dengan saksama. Arya mencoba untuk menahan emosi yang mulai bergejelok di dalam dadanya.
“Bener! Tunjukin mukamu!” seru orang lain. Kemudian terdengar riuh suara orang-orang yang saling menyahut, meminta perempuan itu menunjukkan wajahnya.
“Kalian benar ingin bertemu denganku? Baiklah, aku akan menunjukkan diriku,” ucapnya.
Seketika muncul layar transparan yang sangat besar di atas bukit. Semua mata kini tertuju pada layar besar itu. Para manusia-manusia itu mendongak dan membulatkan matanya maksimal.
“Hai, kaget, ya?” katanya dengan usil.
“Anj*ng, jangan main-main!” teriak seorang laki-laki. Kini suaranya ada di belakang Arya.
“Ooops! Kakak, apa kakak nggak bisa lihat aku? Aku seekor kucing lucu, bukan anjing,” ucapnya.
Iya, benar! Pada layar besar itu menampilkan seekor animasi kucing kaliko. Kucing perempuan dengan memiliki tiga corak warna; hitam, putih, dan orange. Memang benar apa katanya, dia terlihat sangat manis untuk ukuran sebuah animasi.
“Ck!” Arya bedecak lalu menggeretakkan rahangnya.
“Alah, bacot! Cepet kasih tahu, siapa kamu, dan di mana kita?!” sentak orang lain. Semua manusia di sana pun mengangguk setuju dan berseru, meminta si animasi kucing itu segera menjawab pertanyaan mereka.
“Oke, Kakak-kakak, santai, ya. Jangan bicara kasar sama aku, aku takut,” rajuknya sambil menampakkan wajah memelas.
“Jangan banyak omong! Cepetan! Nggak usah so imut!” seru orang lain.
“Ish!” desis animasi kucing itu. “Okelah, karena kalian tidak sabar. Untung saja aku ini kucing yang baik.” Kucing itu menjilat kaki depannya sebentar. Kemudian dia berdeham, bersiap untuk menjawab pertanyaan manuia-manusia itu.
“Hai, perkenalkan aku Poppy! Seekor kucing yang akan membimbing kalian dalam game ini.” Kucing itu mengedipkan sebelah matanya dan berpose sangat manis sekali.
“Jadi saat ini, Kakak-kakak sedang ada di dalam sebuah game. Tubuh asli kakak, ada bersama aku di dunia nyata. Tersimpan di tempat yang aman dan tidak terjangkau oleh siapa pun, kecuali tim pengembang ‘Purify Game’. Jadi … bisa dikatakan, tubuh kakak di sini hanyalah sebuah avatar."
'Avatar?' batin Arya.
Sebentar … Arya butuh waktu untuk mencerna informasi yang terkesan sangat cepat dan mendadak ini. Arya mengangkat kedua tangannya, kemudian membolak-balikan sambil menatapnya.
Arya mendesah, dia merasa tidak habis pikir dengan semua ini. Kalau ini benar game, kenapa dia bisa ada di sini? Bukannya jika kita mau memainkan game VR seperti ini membutuhkan login?
“Dan perlu kakak-kakak ketahui, bahwa kalian ini adalah orang-orang terpilih, yang pertama kali memainkan game ini. Keren, loh! Kakak harus bangga dengan pencapaian kakak,” tambah Poppy antusias. "Oiya, satu lagi! Kakak-kakak juga di kirim ke sini oleh orang-orang terkasih, kakak," imbuhnya.
Melirikkan matanya dengan tajam ke arah layar di atas sana. Hati Arya kini mulai terasa panas, pasca mendengar apa yang baru saha Poppy katakan.
'Apa? Orang terpilih? Bangga? Bangga apanya?' Arya terus membatin, merespon semua perkataan yang diucapkan oleh Poppy. Namun sedetik kemudian dia tersadar akan sesuatu. 'Sebentar … dia bilang orang yang pertama kali memainkan game ini?'
Arya mendongakkan kepalanya ke atas. Mencoba menatap sang animasi kucing di layar. “Maksudmu kita semua ini para beta tester?” tanya Arya tiba-tiba.
“Mmhh….” Poppy menggeleng. “Sistem yang kami punya itu sudah sempurna, Kak.”
“Hah?” Arya mencelos. “Memangnya ini game apa? Kenapa lo pede banget, kalau game ini sempurna, hah?!” tantang Arya.
“Ya, memang ini game paling sempurna! Kakak bisa rasakan saja sendiri sensasinya!" ucap kucing itu ketus.
Arya mendengus. Dia benci pada orang yang terlalu percaya diri dan sombong. Tapi, disatu sisi dia tertantang, untuk membuktikan apakah benar bahwa game ini sempurna tak ada celah.
"Oke! Terus ini game apa?" tanya Arya lagi.
"Pertanyaan bagus! Sesuai namanya Purify Game, ini adalah game pemurnian.”
Arya mengerutkan kening, dia merasa asing dengan nama game ini. Tentu saja, sebagai seorang gamers Arya sangat update mengenai informasi peluncuran game baru di negaranya. Tapi seingatnya tidak ada game seperti ini. Lalu apa katanya tadi? Pemurnian? Arya mendengus.
“Apakah kami bisa keluar dari sini? Dan apa yang harus kami lakukan?” Tiba-tiba orang lain menyela sesi tanya jawab Arya bersama sang kucing.
“Tentu saja kalian bisa keluar. Caranya kalian hanya harus menyelesaikan misi yang tersedia. Nanti akan ada petunjuknya. Sabar, ya, kakak-kakak manis,” jawab Poppy. Dia tertawa kecil sambil menutup mulutnya dengan paw—telapak kaki—miliknya.
“Ceritakan semunya! Kita nggak suka yang setengah-setengah!” teriak seorang laki-laki di samping Arya. Arya sampai tersentak saking kagetnya.
“Ya sudah kalau begitu. Sesuai yang aku katakan, kakak harus menyelesaikan misi dalam game ini. Kurang lebih ada tujuh misi inti yang harus kakak kerjakan. Pastikan kakak bisa menyelesaikan setiap misi dan jangan sampai mati. Karena ....” Poppy tiba-tiba tak melanjutkan kalimatnya. Dia bergeming dan seketika menunjukkan wajah bengisnya.
“Karena? Karena apa? Hey! Lanjutkan kucing bodoh!” teriak laki-laki dari barisan depan.
“Karena kalau avatar kalian sampai mati di sini, maka tubuh kalian yang sedang aku jaga di dunia nyata akan ikut mati juga. Jadi jangan sampai mati, ya, Kak.” Kucing kaliko itu menyipitkan matanya dan diakhiri dengan sebuah desisan.
Mendengar pemaparan dari Poppy, sontak para manusia itu berteriak histeris. Ada juga yang memaki si kucing animasi itu. Sedangkan Poppy masih tertawa melihat ke-chaos-an di antara mereka.
Hati Arya merasa gusar, dia tidak bisa menahan rasa kesal yang sedari tadi dirasakannya. Seketika Arya berteriak, mengejutkan semua orang yang ada di salam game tersebut.
“STOP!”
Sontak para manusia itu menoleh ke arah Arya, si bocah SMA berumur delapan belas tahun.
“Tenang! Jangan panik. Memangnya apa buktinya jika tubuh kita dijaga oleh kucing sialan itu. Kamu bisa membuktikannya?” tantang Arya pada kucing itu. Tujuannya bertanya demikian, karena Arya ingin mengetahui di mana tubuh aslinya.
Mata Poppy langsung membulat, tapi dalam sekejap tatapannya berubah tajam kembali. “Tentu saja aku bisa membuktikannya. Lihatlah!” Poppy mengirimkan data pada akun masing-masing pemain.
Sebuah layar transparan dari jam yang mereka kenakan, muncul begitu saja di hadapan para pemain. Kini mereka bisa melihat tubuh asli mereka. Semuanya dalam kondisi yang sama, sedang tertidur. Tapi tak hanya itu, pada dada mereka dipasang beberapa alat bantu, dan kepala mereka kini sedang menggunakan sebuah helm virtual—helm yang dilengkapi dengan sistem, sehingga membuat pemain bisa masuk secara penuh ke dalam game, lalu mereka akan tertidur dan tak sadarkan diri—. Seketika orang-orang di sana mulai ketakutan.
“Sudah, puas Kakak manis?” tanya Poppy sambil mendesis. Animasi kucing itu nampak tak suka pada Arya. Kemudian kucing itu langsung menarik kembali data berupa video itu.
“Cih!” Arya berdecih kesal. Dia belum selesai memindai sekelilingnya.
Jika orang lain fokus dengan kondisi tubuh mereka, Arya lebih fokus dengan sesuatu yang ada di sekeliling tubuhnya. Siapa tahu dia bisa mendapatkan informasi. Tapi sayangnya, kucing sialan itu langsung menarik data, dan Arya tidak mendapatkan apa-apa. Selain peralatan medis dan sebuah bunga lily putih pada nakas yang ada di sampingnya.
“Ah, sebelum aku pamit. Aku ingin memberi tahu kalian sesuatu. Tadi aku sudah bilang, kan, kalau kalian dikirim ke sini oleh orang terkasih?” Poppy menyeringai. “Sekarang aku akan memberi tahu kalian. Siapa saja orang terkasih, yang mengirim kalian ke sini. Silakan.” Poppy kembali mengirim data kepada setiap pemain.
Arya mendapatkan sebuah pesan yang berisi data yang baru saja Poppy kirimkan. Kemudian dia langsung menekan layar transparan itu, untuk membuka pesannya.
Betapa terkejutnya Arya, ketika mendapati orang-orang terdekatnya di sana. Pada layar tersebut di tampilkan foto orang yang –katanya- mengirim dirinya ke dalam game mematikan.
Kemudian Arya menggeser layarnya ke sebelah kiri. Seketika pupilnya membulat, dia dikejutkan oleh foto seseorang yang sangat-sangat dia kenali. Orang yang setiap hari selalu bersamanya, merawatnya, dan membesarkannya.
“Ibu?!” ucap Arya dengan bibir bergetar.
BERSAMBUNG ….
Arya membelalak, badannya kini terasa dingin, tubuhnya seolah membeku. Terkejut, ketika melihat foto sang ibu ada di dalam daftar orang yang mengirimnya ke sini. “Ibu?!” ucap Arya dengan nada bergetar. Mata itu kini berkaca. Arya kini merasakan lututnya lemas, dia ingin ambruk seketika. Namun, dia berusaha menahannya. “Kenapa ada Ibu di sini? Ini bohong, kan?” teriak Arya. Dirinya kini frustrasi ketika tahu ibunya setega itu kepada anak semata wayangnya. “Kenapa Ibu? Kenapa harus ada Ibu di daftar ini?” raung Arya. Seketika Idun langsung memegang pundak Arya, mencoba menenangkan partner-nya. “Tenang. Jangan marah dan emosi. Siapa tahu dia hanya ingin memprovokasi,” ucap Idun, yang berusaha berlaku tenang. Padahal kenyataannya dia sendiri sedang panik. Laki-laki jangkung itu tak menyangka, karena teman sekolahnya yang mengirim dirinya ke sana. Bahkan wali kelasnya pun mengirim Idun ke dalam game sialan ini. Menoleh ke arah Idun
“Woah! Kamu pilih swordsman?” tanya Idun yang kegirangan dengan role yang dipilih Arya. Arya hanya menarik sudut bibirnya, tersenyum dengan percaya diri. Walau sebenarnya tidak ada yang terjadi pada Arya, setelah dia memilih role tersebut. “Lo apa?” tanya Arya. Idun menggeleng. Laki-laki itu bingung harus memilih role apa. Dia tidak memiliki pengalaman banyak dengan game RPG. Arya mencoba memindai postur tubuh Idun. 'Tinggi dan badannya pun sedikit berisi.' Arya hanya berbicara dalam hati. Kemudian terdengar sebuah bunyi peringatan dari layar dashboard milik Idun. Ternyata waktu yang dimilikinya hanya tiga puluh detik lagi. “Lo pilih guardian aja!” perintah Arya yang mendadak panik. “Hah?” “Cepet! Waktu lo nggak banyak. Lo nggak mau mati konyol gara-gara telat milih role, kan?” paksa Arya. Mendadak Idun pun panik. Benar, dia tidak ingin mati konyol hanya karena telat memilih role dalam game. Alhasil, tanpa
"Jadi, buat apa kita ke hutan?" tanya Idun. Saat ini Arya dan Idun sedang berjalan memasuki hutan belantara. Dengan bermodalkan senjata knife yang Arya beli dan rope yang Idun beli. Mereka mencoba mencari peruntungan untuk bisa membeli senjata yang sesuai dengan role mereka. "Berburu." Arya menjawab dengan singkat. Matanya mencoba melihat ke beberapa titik. Dia sedang mencari hewan, yang sekiranya bisa tangkap dengan alat sederhana miliknya. "Hah? Untuk? Bukannya tugas kita itu memiliki senjata. Kenapa harus berburu?" Arya mendengar sayup-sayup suara dari semak-semak yang berjarak sekitar dua meter darinya. "Ssst!" Laki-laki itu memberikan kode pada Idun untuk diam; tidak bersuara dan berjalan pelan mendekat ke arah sema
Dari semak itu muncul seorang wanita berambut panjang bergelombang. Matanya berwarna cokleat. Tubuhnya ramping dan tinggi, lebih tinggi dari Arya. Jika dilihat secara saksama, sepertinya perempuan itu berumur sekitar 28 tahun.“Aku dengar, di sini ada yang mau berlaku curang, ya?” ucap perempuan itu sembari menyeringai.Arya dan Idun mendadak terpaku di tempat. Mereka tak bisa bergerak sama sekali. Perasaan takut kini menjalar di setiap jengkal tubuhnya. Sesekali mereka saling melemparkan pandang, memberi isyarat untuk tetap tenang dan tidak gegabah.“Aku dengar, di sini ada yang mau berlaku curang, ya?” Karena tidak ada jawaban, baik dari Arya atau Idun, perempuan itu kembali mengulangi pertanyaannya.Menggigit bibir bawahnya, Arya tak bisa lagi
Langit sudah terlihat mulai menggelap. Untung saja perangkap untuk burung kasuari itu selesai sebelum matahari benar-benar terbenam.“Mana lokasi pohonnya?” pinta Idun.Arya yang sedang menyantap makanan, yang dia dapatkan dari hutan, hanya bisa menghela napas. “Lo mau ke sana malem-malem begini?” tanya Arya.“Ngg ... nggak, sih,” jawab Idun.“Ya udah, tunggu. Setelah besok kita dapat hasil buruan, kita ke sana. Sekalian jalan buat jual tu burung.”“Ah, tadi habis bikin perangkap. Sekarang habis dapat buruan. Kamu sengaja, ya, Arya?”Arya tak menanggapi, dia langsung membaringkan tubuhnya. Lalu memiringkan ke sebelah kanan, agar Idun tak melihatnya.Setelah hening sejenak, Arya pun akhirnya bersuara. “Gue ngerasa ada yang aneh sama Tomochi. Mending lo ikuti apa kata gue, kalau lo mau selamat,” tukasnya. Namun, Idun tak menggubris ucapan Arya, dia hanya mende
Kaki itu terasa berat untuk melangkah, seolah sudah menyatu dengan tanah yang dipijaki Arya. Jantungnya berpacu dua kali lebih cepat, ketika melihat seekor burung kasuari berlari menghampiri dirinya.Arya menutup matanya, seketika rasa keberanian yang tadi tertanam di dalam dirinya hilang begitu saja. Dia merasa tidak bisa beranjak. Apa dia sedang dihipnotis? Entahlah, tapi Arya mendadak pasrah jika harus mati konyol gara-gara diseruduk atau ditendang seekor burung.“Arya!” Idun meneriaki Arya lagi.“Kyaaaakk!” pekik sang burung kasuari.Ternyata burung itu masuk ke salah satu perangkap yang dibuat Arya. Namun, karena di sana tidak dipasang tali untuk menjebak dan mengikat kaki si burung. Alhasil burung itu hanya terjerembab dan masih bisa untuk bangkit.“Arya, lari!” Idun berteriak lagi, meminta partner-nya itu segera berlari dan meninggalkan tempatnya sekarang.Arya yang mendengar namanya dipanggil dua k
Arya masih ingat betul dengan suara perempuan itu. Benar saja, saat dia menoleh, matanya mendapati sosok Tomochi.“Ayo, kalian bertiga ikut denganku. Akan aku buktikan bahwa dengan menyimpan uang di Pohon Kitos, uang kalian akan bertambah dengan sendirinya,” papar Tomochi.“Cih!” Gadis yang bersama Arya dan Idun mendengus. “Urusan gue udah selesai, ya. Gue pamit duluan,” kata gadis itu. Dia langsung berjalan meninggalkan Arya dan juga Idun. Namun, tiba-tiba anak gadis itu berbalik dan kembali menghampiri Arya.Gadis itu mendekatkan dirinya pada Arya, lalu berbisik. “Hati-hati, jangan percaya siapa pun di sini. Ingat satu hal lagi, jangan menjadi pemalas.”Setelah itu gadis berambut pendek itu benar-benar pergi meninggalkan Arya dan Idun. Arya langsung tertegun saat mendengar kalimat yang baru saja dikatakan gadis yang tak ia ketahui namanya.“Ah, kamu!” Idun nampak sumringah saat melihat k
Arya langsung menahan tinjuan Idun dengan tangannya. Entah kenapa dia merasa dirinya bertenaga sekarang. Biasanya dia selalu menghindari pertengkaran fisik, jika di dunia nyata. Jelas saja, karena Arya akan kalah dengan lawannya. Badan kurus seperti Arya mana bisa menang saat pertarungan fisik?Namun, sekarang Arya seolah mendapatkan sebuah kekuatan. Ternyata kekuatan itu dia dapatkan dari level dan experience yang Arya miliki. Tentu saja level dan EXP milik Arya lebih unggul dari milik Idun. Hal itu yang membuat Arya bisa untuk menahan serangan balasan dari partner-nya itu.“Denger apa kata gue atau lo mati di level ini?” desis Arya sembari melayangkan tatapan tajam pada Idun.Deg.Seketika jantung Idun seperti dihantam benda berat. Dia merasa terintimidasi dengan tatapan tajam Arya. Entah kenapa Idun merasa ada yang aneh dari tatapan laki-laki itu, tapi dia tak bisa menjelaskan hal itu.Namun, Idun enggan untuk mengakui kekalahannya.
Tut. Tut. Tut. Bunyi yang terdengar menggema di sebuah ruangan, bersumber dari mesin elektrokardiogram. Mesin untuk mendeteksi detak jantung itu, sedang bekerja memantau seorang pasien remaja laki-laki yang sedang terbaring tak sadarkan diri di atas ranjang pasien. Saat ini, di ruang pasien tidak ada siapa-siapa. Hanya dia seorang yang sedang tidak sadarkan diri. Tak lama kemudian, seorang wanita paruh baya memasuki ruang pasien tersebut. Dia datang dengan membawa bunga lily putih yang terlihat sangat segar. Sembari meletakkan bunga tersebut di nakas pinggir pasien, wanita itu memandang wajah pemuda tersebut. “Huhh….” Wanita itu menghela napas kencang. Wajahnya terlihat sangat putus asa. Kemudian dia pun duduk di samping ranjang pemuda tersebut. “Sudah tiga bulan, Ya. Dan kamu masih belum sadar juga, Nak,” ucapnya lirih. Dengan sangat hati-hati wanita itu meraih tangan anaknya yang masih belum sadarkan diri di atas ranjang. Selama tiga bulan, hidup anaknya ini bergantung pada oksi
Seratus persen. Ya, Arya berani bertaruh kalau target dalam misi ini adalah Candra. Jelas saja, sekarang jika dilihat dari leaderboard, si tua itu sudah memimpin permainan. Selain itu, selama game ini berlangsung hanya ada satu orang di tim Arya yang selalu protes masalah uang.Arya yakin dikehidupan nyata Candra adalah sosok orang yang money oriented. Atau lebih parahnya dia bisa melakukan berbagai macam cara dan menghalalkannya untuk bisa mendapatkan uang. Seperti ngepet misalnya. Ah, tapi rasanya tidak seperti itu. Terlihat dari gaya Candra yang sedikit high class. Apakah mungkin dia seorang … ah, sudahlah Arya tak ingin terlalu memikirkan bagaimana kehidupan si tua itu.“Kamu yakin kalau Candra targetnya, Ya?” tanya Dida, yang tadi tidak sengaja bertemu di persimpangan jalan.Arya memang menugaskan semua anggota timnya untuk mencari keberadaan lelaki tua itu.“Yakin. Memangnya Kakak tidak sadar dengan sikap dan kepribadian dia yang gila uang?” tanya Arya sambil berlari.Dida di sa
“Sudah tiga hari ini kami tidak mendapatkan makanan. Warga desa ini, dan desa lainnya pun hidup bergantung dari pada bison-bison ini,” ucap Arsen pada Arya dan Angel yang saat itu ikut bersamanya.Laki-laki itu sedang memotong daging bison yang tadi ia dapatkan. Kemudian dia bagikan kesetiap orang yang mengantre untuk mendapatkan bagiannya.“Bison-bison ini diburu oleh kalian. Entah apa tujuannya, tapi kami juga mmebutuhkan bison ini untuk keberlangsungan hidup.” Ada nada sedih dari kalimat yang baru saja Arsen katakan. Dan itu, terdengar jelas di telinga Arya.Selama hampir dua jam Arya berada di perkampungan ini. Dia mendapatkan sebuah informasi penting. Yaitu status Arsen dan para penduduk di sini adalah NPC. Mereka bukan pemain seperti Arya maupun Angel. Dan, pasti inilah misi yang sesungguhnya.“Tapi … bukannya bison-bison itu banyak. Bahkan aku saja sampai kewalahan,” timpal Arya.“Memang, tapi tetap saja. Jika bison itu diburu secara liar seperti ini, bagaimana nasib kami ke de
“Falcon Arventus!” seru Angel, yang kemudian melepaskan anak panahnya. Seketika anak panah itu melesat dengan cepat, lalu berubah menjadi seekor elang. Tak ingin kalah, dari sisi lain terlihat percikan api. “Fire Hawk!” seru Arya yang langsung dari ujung pedangnya keluar tiga ekor burung dan segera menuju ke arah Bison. Prang! Kemudian bison yang ukurannya sangat besar itu pun seketika terkalahkan. Berubah menjadi kepingan kaca, dan langsung menghilang. Ting. Terdengar suara notifikasi. Baik Angel maupun Arya sama-sama melihat ke arah jam tangan yang melingkar di pergelangan tangan kiri mereka. “Cih!” Arya berdecih kesal. Ternyata suara notifikasi itu bukan dari jam miliknya. “Gue yang dapat,” kata Angel sembari menyeringai. Rasa bangga kini sedang ia rasakan. Akhirnya dia bisa mengalahkan Arya, walaupun hanya dengan kontes kecil-kecilan seperti ini. “Harusnya itu jadi bagian gue!” protes Arya tak terima, dia langsung menghampiri Angel. Gadis itu hanya mendengus dan menatap Ar
“Slash fire!”Sebuah tebasan api berhasil membelah monster laba-laba yang memiliki ukuran lumayan besar. Kemudian tubuh monster laba-laba yang sudah terbelah itu langsung berubah menjadi pecahan kaca. Seketika menghilang tepat di hadapan Arya.Ting.Sebuah notifikasi muncul pada jam digital yang melingkar di pergelangan tangan kiri Arya. Kemudian dia bisa melihat bahwa gold miliknya bertambah.Saat ini Arya bersama teman satu tim—dan lebih tepatnya bersama pemain lain—sedang melewati hutan belantara. Sesuai dengan apa yang diucapkan Poppy beberapa jam yang lalu. Misi yang akan mereka hadapi kali ini ada di balik hutan ini.Selain itu misi kali ini adalah sebuah misi individu. Di mana, keterlilbatan tim tidak terlalu berpengaruh penting. Akan tetapi, Arya masih mendapatkan tanggung jawab untuk mengontrol semua anggota timnya.Arya melihat ke sekelilingnya, dia masih bisa melihat kelima anggota timnya yang baru saja mengalahkan monster-monster level rendah di hutan ini. Dan perlahan uan
Dengan atmosfer yang masih terasa panas, keenam anggota Ravens Destroyers mendarat di sebuah tempat yang sangat berbeda dari sebelumnya. Terlihat para pemain lain pun sudah mulai tiba dan memadati tempat tersebut.“Di mana ini?” Idun adalah orang pertama yang bertanya demikian. Sembari memandang ke sekelilingnya, laki-laki berrambut cepak itu hanya melihat padang rumput yang luas.“Entahlah,” timpal Arya, dia pun masih mengamati sekelilingnya. Sejauh mata memandang, nampak hutan ada di ujung tempat itu. Namun, Arya ragu kalau mereka bisa memasuki tempat itu.Di dalam otaknya Arya mencoba untuk memikirkan kemungkinan misi selanjutnya. Iya, benar, saat ini yang harus dia pikirkan adalah tantangan yang akan mereka hadapi ke depannya. Walau beberapa saat lalu dia masih memikirkan perasaan kesal dan amarahnya kepada Angel. Akan tetapi, jika dipikir ulang, itu akan membuang-biang waktu.Benar kata Dida, kalau Arya dan timnya harus me-reset semua yang sudah terjadi. Nasi sudah menjadi bubur,
“Angel!” teriak seorang laki-laki dengan suara beratnya.Kemudian sebuah pukulan mendarat di pipi gadis itu. Saking kerasnya, sampai-sampai Angel harus tersungkur di atas tanah.“Reza!” Dida yang terkejut langsung berteriak dan menghampiri Angel. “Gila, ya? Kamu cowok bukan? Kok berani main tangan sama cewek?” sentaknya yang tak terima.Dida pun menoleh ke arah Angel dengan perasaan yang sangat khawatir. “Angel, kamu nggak papa, kan?”Namun, perhatian dari Dida pun ditolak mentah-mentah oleh gadis itu. Angel langsung mendorong Dida dan dia pun berusaha bangkit sendiri.“Kenapa? Kalian mau nyalahin gue? Silakan, salahkan saja!” berang Angel.Gadis itu tahu betul alasan di balik murkanya seorang Reza. Sampai laki-laki itu berani memukulnya. Angel tak akan marah, dia siap jika harus disalahkan. Lagi pula dia juga sudah tidak peduli dengan tim ini.Candra yang sama emosinya, langsung menghampiri Angel. Dia pun mencengkram kerah Angel dengan kuat.“Kamu tidak ada perasaan bersalah sama sek
Di luar dinding es, terlihat Arya sedang menunggu dengan perasaan yang sedikit gelisah. Kedua bola matanya itu terus menatap ke arah dinding es yang sangat tebal. Ada perasaan khawatir jika misi ini gagal. Karena jujur, Arya sendiri tidak memiliki rencana lain. Tubuhnya benar-benar sangat lelah, otaknya pun sudah tak bisa digunakan untuk berpikir secara jernih. Arya ingin misi ini segera berakhir. Krak. Prang! Terdengar suara pecahan yang sangat besar. Ternyata suara itu berasal dari dinding es yang sedang Arya lihat. Dinding es yang tadi terlihat sangat kuat dan kokoh itu langsung pecah begitu saja. Mata Arya langsung membulat saat melihat kesepuluh pemain yang sedang berdiri di atas air. Setelah itu, Arya mengalihkan pandangannya pada sosok makhluk besar. Betapa sangat terkejutnya Arya ketika melihat sebuah pedang es menusuk bagian jantung makhluk besar itu. “Arrrgh! S-sialan, a-aku ka-lah,” ucap makhluk itu dengan terbata-bata. Brugh. Kemudian mahkluk besar, yang tidak lain d
“Chain of Death!” seru Giovanni. Hatinya merasa panas, karena Asmodeus menganggapnya remeh.Rantai besi yang sangat besar pun muncul dari dasar danau. Kemudian, rantai itu langsung melilit tubuh besar milik Asmodeus. Terlihat detail seperti tengkorang menghiasi rantai itu. Kekuatannya sangatlah besar, sampai-sampai Asmodeus benar-benar tidak bisa berkutik.Selama berada di sini, Giovanni selalu berusaha untuk menjadi yang terbaik dan tak terkalahkan. Namun, di awal permainan dirinya merasa kalah dari sosok anak laki-laki seumurannya yang mampu mengendalikan dan mengontrol permainan.Melihat kesuksesan anak tersebut, membuat Giovanni merasa termotivasi untuk tidak kalah dari anak tersebut. Selain itu, di satu sisi, memang Giovanni tipikal orang yang tidak ingin terlihat kalah dan merasa bahwa dirinyalah yang paling hebat.Sadar akan kekurangannya, Giovanni terus belajar mengendalikan elemennya. Sehingga sekarang, dia bisa menguasai teknik elemen yang dimilikinya. Bahkan sekarang Giovan