“Woah! Kamu pilih swordsman?” tanya Idun yang kegirangan dengan role yang dipilih Arya.
Arya hanya menarik sudut bibirnya, tersenyum dengan percaya diri. Walau sebenarnya tidak ada yang terjadi pada Arya, setelah dia memilih role tersebut.
“Lo apa?” tanya Arya.
Idun menggeleng. Laki-laki itu bingung harus memilih role apa. Dia tidak memiliki pengalaman banyak dengan game RPG.
Arya mencoba memindai postur tubuh Idun. 'Tinggi dan badannya pun sedikit berisi.' Arya hanya berbicara dalam hati.
Kemudian terdengar sebuah bunyi peringatan dari layar dashboard milik Idun. Ternyata waktu yang dimilikinya hanya tiga puluh detik lagi.
“Lo pilih guardian aja!” perintah Arya yang mendadak panik.
“Hah?”
“Cepet! Waktu lo nggak banyak. Lo nggak mau mati konyol gara-gara telat milih role, kan?” paksa Arya.
Mendadak Idun pun panik. Benar, dia tidak ingin mati konyol hanya karena telat memilih role dalam game. Alhasil, tanpa berpikir panjang Idun pun memilih role yang disarankan Arya. Seorang guardian, garda terdepan ketika dalam pertempuran tim.
[Terima kasih. Selamat menjalankan misi. Misi pertama akan di kirim dalam waktu tiga menit.]
Begitulah teks yang tertulis, ketika para pemain selesai memilih role mereka. Arya mencoba menebak, kira-kira misi apa yang akan diberikan untuknya. Selain itu dia masih mencoba memikrikan maksud dan tujuan dari game ini. Pemurnian.
“Ya, kamu yakin?” tanya Idun, tiba-tiba dia terlihat ragu.
“Yakin apa?” tanya Arya yang merasa pertanyaan Idun itu tidak jelas.
“Yakin bisa keluar dari sini? Gimana kalau misinya sulit? Kalau kita nggak ikut misi gimana? Apa kita juga akan mati?” Idun menatap Arya dengan tatapan nanar.
Arya mengerutkan keningnya, merasa aneh dengan perubahan sikap Idun. Di mana tatapan yakin dan semangat yang tadi dimiliki Idun? Kenapa sekarang laki-laki itu terlihat sangat pesimis?
Arya memegang pundak Idun, lalu menghembuskan napasnya.
“Tenang, Dun. Kuncinya kita harus kerja sama. Gue emang nggak kenal lo, tapi gue janji buat bantu lo. Tapi gue juga minta tolong, lo harus bantu gue. Kita harus keluar dari sini bareng-bareng, keluar dengan selamat. Kita harus balas dendam sama orang-orang yang dengan teganya, megirim kita ke sini!”
Arya mencoba menanamkan benih semangat sekaligus kebencian pada Idun. Arya sendiri juga tidak begitu berpengalaman memainkan game model bermain peran. Maka dari itu, dia memutuskan untuk tidak menjadi solo player. Akan sangat berbahaya, apalagi nyawa taruhannya. Jadi, Arya dan Idun harus bekerja sama untuk menaklukkan setiap misinya.
Arya tak peduli kalau sebelumnya dia tak mengenal Idun. Tapi entah kenapa hatinya yakin, kalau Idun dan Arya bisa bekerja sama dengan baik di sini. Selain itu, sepertinya Idun paham dengan permainan seperti ini. Dia merasa Idun tidak akan menjadi bebannya.
Ting.
Bunyi notifikasi terdengar pada jam yang melingkar di tangan kiri para pemain. Serentak, para pemain itu langsung membuka pesan tersebut. Begitupun dengan Arya.
Dengan perasaan yang gugup, Arya mengklik pesan yang baru saja dikirimkan oleh Poppy.
[Ayok, beli senjata terbaikmu! Gunakanlah uang yang kami berikan untuk membeli senjata terbaikmu. Daftar senjata dan harganya akan muncul ketika kamu menekan tombol ‘selanjutnya’. Daftar senjata sudah disesuaikan dengan role/job masing-masing pemain.]
Bola mata Arya mengalihkan pandangannya pada pojok kanan di atas pada layar. Ternyata ada dana masuk sebesar 250 gold. Arya memicingkan matanya. Entah kenapa perasaannya tak enak, ketika melihat nominal uang yang baru saja diberikan oleh Poppy.
“Dun, lo dapat dana berapa?” tanya Arya.
“250 gold,” jawab Idun cepat.
Arya mengangguk. Rata. Semua pemain diberikan 250 gold sebagai dana awal mereka.
'Ya ... okelah, setidaknya mereka diberikan modal.' Arya mengedikkan bahunya dan berkomentar di dalam hati. Walau begitu, entah kenapa masih ada hal yang mengusik hati Arya.
Jari Arya mulai menekan layar yang bertuliskan ‘selanjutnya’. Kemudian ditampilkannya daftar senjata yang cocok dengan role/job swordsman. Namun, mata Arya membelalak maksimal ketika melihat harga dari setiap item. Arya mencoba menggulir layar itu ke bawah, siapa tahu dia salah melihat.
Ternyata tidak! Hampir semua harga senjatanya di atas 4000 gold. Senjata yang paling murah itu 4000 gold, itu pun hanya sebilah pedang biasa.
“Shit! 250 ke 4000 itu jauh banget. Gila emang! Udah dibikin berharap ternyata cuman prank doang!” rutuk Arya.
“Terus gimana, Ya? Aku juga nggak ada senjata yang murah,” ucap Idun pesimis.
Arya diam sejenak. Pasti ada misi lain di balik ini. Arya mencoba berpikir, mencari maksud lain dari misi pertama ini.
Sekarang, bagaimana caranya Arya bisa menghasilkan uang minimal 4000 gold?
Pertanyaan itu berputar di otak Arya. Berarti dia harus mencari uang. Tapi bagaimana? Apa dia harus menjual sesuatu? Tapi apa yang harus dijualnya? Kenapa tidak ada petunjuk lain dari Poppy? Buku petunjuk pun tidak ada! Ah, Arya semakin emosi sekarang.
Untuk meredam rasa emoisnya, Arya mencoba meraih batu yang ada di dekatnya. Kemudian dengan sengaja dia membidik burung yang sedang bertengger di dahan pohon.
“Bangsat, lo, Poppy!” hardik Arya. Lalu dia melemparkan batu yang sedang dipegangnya pada burung yang sedang diam dan tak bersalah.
Tring.
Terdengar suara dari dashboard milik Arya. Burung yang tadi dilempari batu menghilang begitu saja. Berbubah menjadi pertikel kecil dan akhirnya menghilang bagiakan debu.
Mata Arya membulat, lalu dia mengalihkan pandangannya pada dashboard miliknya. Bunyi tadi berasal dari mana? Dia mencoba memindai tampilan dashboard. Lalu bola matanya berhenti ketika melihat gold yang ada di pojok kanan atas layar.
“Bertambah?” gumam Arya.
Ya, gold milik Arya bertambah 10 gold. Jadi, saat itu total uang Arya adalah 260 gold. Melihat hal itu, Arya menarik kedua sudut bibirnya, dia menyeringai puas. Arya sekarang paham tentang apa yang harus dia lakukan.
BERSAMBUNG ….
"Jadi, buat apa kita ke hutan?" tanya Idun. Saat ini Arya dan Idun sedang berjalan memasuki hutan belantara. Dengan bermodalkan senjata knife yang Arya beli dan rope yang Idun beli. Mereka mencoba mencari peruntungan untuk bisa membeli senjata yang sesuai dengan role mereka. "Berburu." Arya menjawab dengan singkat. Matanya mencoba melihat ke beberapa titik. Dia sedang mencari hewan, yang sekiranya bisa tangkap dengan alat sederhana miliknya. "Hah? Untuk? Bukannya tugas kita itu memiliki senjata. Kenapa harus berburu?" Arya mendengar sayup-sayup suara dari semak-semak yang berjarak sekitar dua meter darinya. "Ssst!" Laki-laki itu memberikan kode pada Idun untuk diam; tidak bersuara dan berjalan pelan mendekat ke arah sema
Dari semak itu muncul seorang wanita berambut panjang bergelombang. Matanya berwarna cokleat. Tubuhnya ramping dan tinggi, lebih tinggi dari Arya. Jika dilihat secara saksama, sepertinya perempuan itu berumur sekitar 28 tahun.“Aku dengar, di sini ada yang mau berlaku curang, ya?” ucap perempuan itu sembari menyeringai.Arya dan Idun mendadak terpaku di tempat. Mereka tak bisa bergerak sama sekali. Perasaan takut kini menjalar di setiap jengkal tubuhnya. Sesekali mereka saling melemparkan pandang, memberi isyarat untuk tetap tenang dan tidak gegabah.“Aku dengar, di sini ada yang mau berlaku curang, ya?” Karena tidak ada jawaban, baik dari Arya atau Idun, perempuan itu kembali mengulangi pertanyaannya.Menggigit bibir bawahnya, Arya tak bisa lagi
Langit sudah terlihat mulai menggelap. Untung saja perangkap untuk burung kasuari itu selesai sebelum matahari benar-benar terbenam.“Mana lokasi pohonnya?” pinta Idun.Arya yang sedang menyantap makanan, yang dia dapatkan dari hutan, hanya bisa menghela napas. “Lo mau ke sana malem-malem begini?” tanya Arya.“Ngg ... nggak, sih,” jawab Idun.“Ya udah, tunggu. Setelah besok kita dapat hasil buruan, kita ke sana. Sekalian jalan buat jual tu burung.”“Ah, tadi habis bikin perangkap. Sekarang habis dapat buruan. Kamu sengaja, ya, Arya?”Arya tak menanggapi, dia langsung membaringkan tubuhnya. Lalu memiringkan ke sebelah kanan, agar Idun tak melihatnya.Setelah hening sejenak, Arya pun akhirnya bersuara. “Gue ngerasa ada yang aneh sama Tomochi. Mending lo ikuti apa kata gue, kalau lo mau selamat,” tukasnya. Namun, Idun tak menggubris ucapan Arya, dia hanya mende
Kaki itu terasa berat untuk melangkah, seolah sudah menyatu dengan tanah yang dipijaki Arya. Jantungnya berpacu dua kali lebih cepat, ketika melihat seekor burung kasuari berlari menghampiri dirinya.Arya menutup matanya, seketika rasa keberanian yang tadi tertanam di dalam dirinya hilang begitu saja. Dia merasa tidak bisa beranjak. Apa dia sedang dihipnotis? Entahlah, tapi Arya mendadak pasrah jika harus mati konyol gara-gara diseruduk atau ditendang seekor burung.“Arya!” Idun meneriaki Arya lagi.“Kyaaaakk!” pekik sang burung kasuari.Ternyata burung itu masuk ke salah satu perangkap yang dibuat Arya. Namun, karena di sana tidak dipasang tali untuk menjebak dan mengikat kaki si burung. Alhasil burung itu hanya terjerembab dan masih bisa untuk bangkit.“Arya, lari!” Idun berteriak lagi, meminta partner-nya itu segera berlari dan meninggalkan tempatnya sekarang.Arya yang mendengar namanya dipanggil dua k
Arya masih ingat betul dengan suara perempuan itu. Benar saja, saat dia menoleh, matanya mendapati sosok Tomochi.“Ayo, kalian bertiga ikut denganku. Akan aku buktikan bahwa dengan menyimpan uang di Pohon Kitos, uang kalian akan bertambah dengan sendirinya,” papar Tomochi.“Cih!” Gadis yang bersama Arya dan Idun mendengus. “Urusan gue udah selesai, ya. Gue pamit duluan,” kata gadis itu. Dia langsung berjalan meninggalkan Arya dan juga Idun. Namun, tiba-tiba anak gadis itu berbalik dan kembali menghampiri Arya.Gadis itu mendekatkan dirinya pada Arya, lalu berbisik. “Hati-hati, jangan percaya siapa pun di sini. Ingat satu hal lagi, jangan menjadi pemalas.”Setelah itu gadis berambut pendek itu benar-benar pergi meninggalkan Arya dan Idun. Arya langsung tertegun saat mendengar kalimat yang baru saja dikatakan gadis yang tak ia ketahui namanya.“Ah, kamu!” Idun nampak sumringah saat melihat k
Arya langsung menahan tinjuan Idun dengan tangannya. Entah kenapa dia merasa dirinya bertenaga sekarang. Biasanya dia selalu menghindari pertengkaran fisik, jika di dunia nyata. Jelas saja, karena Arya akan kalah dengan lawannya. Badan kurus seperti Arya mana bisa menang saat pertarungan fisik?Namun, sekarang Arya seolah mendapatkan sebuah kekuatan. Ternyata kekuatan itu dia dapatkan dari level dan experience yang Arya miliki. Tentu saja level dan EXP milik Arya lebih unggul dari milik Idun. Hal itu yang membuat Arya bisa untuk menahan serangan balasan dari partner-nya itu.“Denger apa kata gue atau lo mati di level ini?” desis Arya sembari melayangkan tatapan tajam pada Idun.Deg.Seketika jantung Idun seperti dihantam benda berat. Dia merasa terintimidasi dengan tatapan tajam Arya. Entah kenapa Idun merasa ada yang aneh dari tatapan laki-laki itu, tapi dia tak bisa menjelaskan hal itu.Namun, Idun enggan untuk mengakui kekalahannya.
Masih mencoba menahan sakit, akibat dari hantaman keras yang baru saja Arya terima. Arya masih tidak tahu apa yang menghantamnya tadi, karena semuanya terasa sangat cepat.Lalu sambil meringis, Arya mencoba untuk mengangkat kepalanya. Dia mengarahkan pandangannya ke depan. Betapa terkejutnya Arya, saat melihat sang singa putih menggeram dan menggretak Arya.Mata Arya membulat seketika. Tanpa berpikir panjang, dia langsung mencoba bangkit, walau harus tertatih. Dia menahan beban tubuhnya menggunakan katana yang dia tancapkan pada tanah. Singa itu mengaum, tatkala melihat pergerakan dari Arya. Namun, pandangan Arya tak lepas dari menatap kedua bola mata milik si raja hutuan.‘Oke, tenang, Ya. Jangan panik dan tatap mata singa itu!’ Arya membatin. Kemudian dia langsung mengubah posisi katana, lalu memegang senjatanya itu dengan kedua tangannya.Arya masih ingat, dia pernah membaca sebuah artikel tentang cara menghadapi hewan buas seperti singa. D
“Arya kamu kenapa?”Arya mendengar suara idun dengan sangat samar. Matanya kini terpejam, mencoba menahan rasa sakit yang sangat dahsyat dia rasakan pada kepalanya.‘Kenapa sakit sekali?’ batin Arya. Otaknya kini benar-benar terasa penuh dan perlahan mulai menunjukkan sesuatu.Sebuah bayangan yang menampilkan kenangan seseorang. Tapi kenagan siapa? Perasaan Arya tak memiliki kenangan seperti ini. Dia mencoba memfokuskan dirinya pada bayangan yang muncul di benaknya. Anehnya, walau Arya tahu itu hanya sebuah kenagan, tapi Arya merasa dirinya hadir di sana. Idun. Iya, Arya melihat ada Idun di sana. Memangnya Arya pernah bertemu dengan Idun sebelumnya? Ah, tidak! Yang sedang dilihat oleh Arya adalah kenangan Idun. Benar. Ini adalah efek dari item bunga white chrysnathemum yang tadi dia gunakan.“Tidak ada sejarahnya ketua OSIS itu malas!” sentak seorang wanita yang berumur sekitar pertengahan lima puluh tahun
Tut. Tut. Tut. Bunyi yang terdengar menggema di sebuah ruangan, bersumber dari mesin elektrokardiogram. Mesin untuk mendeteksi detak jantung itu, sedang bekerja memantau seorang pasien remaja laki-laki yang sedang terbaring tak sadarkan diri di atas ranjang pasien. Saat ini, di ruang pasien tidak ada siapa-siapa. Hanya dia seorang yang sedang tidak sadarkan diri. Tak lama kemudian, seorang wanita paruh baya memasuki ruang pasien tersebut. Dia datang dengan membawa bunga lily putih yang terlihat sangat segar. Sembari meletakkan bunga tersebut di nakas pinggir pasien, wanita itu memandang wajah pemuda tersebut. “Huhh….” Wanita itu menghela napas kencang. Wajahnya terlihat sangat putus asa. Kemudian dia pun duduk di samping ranjang pemuda tersebut. “Sudah tiga bulan, Ya. Dan kamu masih belum sadar juga, Nak,” ucapnya lirih. Dengan sangat hati-hati wanita itu meraih tangan anaknya yang masih belum sadarkan diri di atas ranjang. Selama tiga bulan, hidup anaknya ini bergantung pada oksi
Seratus persen. Ya, Arya berani bertaruh kalau target dalam misi ini adalah Candra. Jelas saja, sekarang jika dilihat dari leaderboard, si tua itu sudah memimpin permainan. Selain itu, selama game ini berlangsung hanya ada satu orang di tim Arya yang selalu protes masalah uang.Arya yakin dikehidupan nyata Candra adalah sosok orang yang money oriented. Atau lebih parahnya dia bisa melakukan berbagai macam cara dan menghalalkannya untuk bisa mendapatkan uang. Seperti ngepet misalnya. Ah, tapi rasanya tidak seperti itu. Terlihat dari gaya Candra yang sedikit high class. Apakah mungkin dia seorang … ah, sudahlah Arya tak ingin terlalu memikirkan bagaimana kehidupan si tua itu.“Kamu yakin kalau Candra targetnya, Ya?” tanya Dida, yang tadi tidak sengaja bertemu di persimpangan jalan.Arya memang menugaskan semua anggota timnya untuk mencari keberadaan lelaki tua itu.“Yakin. Memangnya Kakak tidak sadar dengan sikap dan kepribadian dia yang gila uang?” tanya Arya sambil berlari.Dida di sa
“Sudah tiga hari ini kami tidak mendapatkan makanan. Warga desa ini, dan desa lainnya pun hidup bergantung dari pada bison-bison ini,” ucap Arsen pada Arya dan Angel yang saat itu ikut bersamanya.Laki-laki itu sedang memotong daging bison yang tadi ia dapatkan. Kemudian dia bagikan kesetiap orang yang mengantre untuk mendapatkan bagiannya.“Bison-bison ini diburu oleh kalian. Entah apa tujuannya, tapi kami juga mmebutuhkan bison ini untuk keberlangsungan hidup.” Ada nada sedih dari kalimat yang baru saja Arsen katakan. Dan itu, terdengar jelas di telinga Arya.Selama hampir dua jam Arya berada di perkampungan ini. Dia mendapatkan sebuah informasi penting. Yaitu status Arsen dan para penduduk di sini adalah NPC. Mereka bukan pemain seperti Arya maupun Angel. Dan, pasti inilah misi yang sesungguhnya.“Tapi … bukannya bison-bison itu banyak. Bahkan aku saja sampai kewalahan,” timpal Arya.“Memang, tapi tetap saja. Jika bison itu diburu secara liar seperti ini, bagaimana nasib kami ke de
“Falcon Arventus!” seru Angel, yang kemudian melepaskan anak panahnya. Seketika anak panah itu melesat dengan cepat, lalu berubah menjadi seekor elang. Tak ingin kalah, dari sisi lain terlihat percikan api. “Fire Hawk!” seru Arya yang langsung dari ujung pedangnya keluar tiga ekor burung dan segera menuju ke arah Bison. Prang! Kemudian bison yang ukurannya sangat besar itu pun seketika terkalahkan. Berubah menjadi kepingan kaca, dan langsung menghilang. Ting. Terdengar suara notifikasi. Baik Angel maupun Arya sama-sama melihat ke arah jam tangan yang melingkar di pergelangan tangan kiri mereka. “Cih!” Arya berdecih kesal. Ternyata suara notifikasi itu bukan dari jam miliknya. “Gue yang dapat,” kata Angel sembari menyeringai. Rasa bangga kini sedang ia rasakan. Akhirnya dia bisa mengalahkan Arya, walaupun hanya dengan kontes kecil-kecilan seperti ini. “Harusnya itu jadi bagian gue!” protes Arya tak terima, dia langsung menghampiri Angel. Gadis itu hanya mendengus dan menatap Ar
“Slash fire!”Sebuah tebasan api berhasil membelah monster laba-laba yang memiliki ukuran lumayan besar. Kemudian tubuh monster laba-laba yang sudah terbelah itu langsung berubah menjadi pecahan kaca. Seketika menghilang tepat di hadapan Arya.Ting.Sebuah notifikasi muncul pada jam digital yang melingkar di pergelangan tangan kiri Arya. Kemudian dia bisa melihat bahwa gold miliknya bertambah.Saat ini Arya bersama teman satu tim—dan lebih tepatnya bersama pemain lain—sedang melewati hutan belantara. Sesuai dengan apa yang diucapkan Poppy beberapa jam yang lalu. Misi yang akan mereka hadapi kali ini ada di balik hutan ini.Selain itu misi kali ini adalah sebuah misi individu. Di mana, keterlilbatan tim tidak terlalu berpengaruh penting. Akan tetapi, Arya masih mendapatkan tanggung jawab untuk mengontrol semua anggota timnya.Arya melihat ke sekelilingnya, dia masih bisa melihat kelima anggota timnya yang baru saja mengalahkan monster-monster level rendah di hutan ini. Dan perlahan uan
Dengan atmosfer yang masih terasa panas, keenam anggota Ravens Destroyers mendarat di sebuah tempat yang sangat berbeda dari sebelumnya. Terlihat para pemain lain pun sudah mulai tiba dan memadati tempat tersebut.“Di mana ini?” Idun adalah orang pertama yang bertanya demikian. Sembari memandang ke sekelilingnya, laki-laki berrambut cepak itu hanya melihat padang rumput yang luas.“Entahlah,” timpal Arya, dia pun masih mengamati sekelilingnya. Sejauh mata memandang, nampak hutan ada di ujung tempat itu. Namun, Arya ragu kalau mereka bisa memasuki tempat itu.Di dalam otaknya Arya mencoba untuk memikirkan kemungkinan misi selanjutnya. Iya, benar, saat ini yang harus dia pikirkan adalah tantangan yang akan mereka hadapi ke depannya. Walau beberapa saat lalu dia masih memikirkan perasaan kesal dan amarahnya kepada Angel. Akan tetapi, jika dipikir ulang, itu akan membuang-biang waktu.Benar kata Dida, kalau Arya dan timnya harus me-reset semua yang sudah terjadi. Nasi sudah menjadi bubur,
“Angel!” teriak seorang laki-laki dengan suara beratnya.Kemudian sebuah pukulan mendarat di pipi gadis itu. Saking kerasnya, sampai-sampai Angel harus tersungkur di atas tanah.“Reza!” Dida yang terkejut langsung berteriak dan menghampiri Angel. “Gila, ya? Kamu cowok bukan? Kok berani main tangan sama cewek?” sentaknya yang tak terima.Dida pun menoleh ke arah Angel dengan perasaan yang sangat khawatir. “Angel, kamu nggak papa, kan?”Namun, perhatian dari Dida pun ditolak mentah-mentah oleh gadis itu. Angel langsung mendorong Dida dan dia pun berusaha bangkit sendiri.“Kenapa? Kalian mau nyalahin gue? Silakan, salahkan saja!” berang Angel.Gadis itu tahu betul alasan di balik murkanya seorang Reza. Sampai laki-laki itu berani memukulnya. Angel tak akan marah, dia siap jika harus disalahkan. Lagi pula dia juga sudah tidak peduli dengan tim ini.Candra yang sama emosinya, langsung menghampiri Angel. Dia pun mencengkram kerah Angel dengan kuat.“Kamu tidak ada perasaan bersalah sama sek
Di luar dinding es, terlihat Arya sedang menunggu dengan perasaan yang sedikit gelisah. Kedua bola matanya itu terus menatap ke arah dinding es yang sangat tebal. Ada perasaan khawatir jika misi ini gagal. Karena jujur, Arya sendiri tidak memiliki rencana lain. Tubuhnya benar-benar sangat lelah, otaknya pun sudah tak bisa digunakan untuk berpikir secara jernih. Arya ingin misi ini segera berakhir. Krak. Prang! Terdengar suara pecahan yang sangat besar. Ternyata suara itu berasal dari dinding es yang sedang Arya lihat. Dinding es yang tadi terlihat sangat kuat dan kokoh itu langsung pecah begitu saja. Mata Arya langsung membulat saat melihat kesepuluh pemain yang sedang berdiri di atas air. Setelah itu, Arya mengalihkan pandangannya pada sosok makhluk besar. Betapa sangat terkejutnya Arya ketika melihat sebuah pedang es menusuk bagian jantung makhluk besar itu. “Arrrgh! S-sialan, a-aku ka-lah,” ucap makhluk itu dengan terbata-bata. Brugh. Kemudian mahkluk besar, yang tidak lain d
“Chain of Death!” seru Giovanni. Hatinya merasa panas, karena Asmodeus menganggapnya remeh.Rantai besi yang sangat besar pun muncul dari dasar danau. Kemudian, rantai itu langsung melilit tubuh besar milik Asmodeus. Terlihat detail seperti tengkorang menghiasi rantai itu. Kekuatannya sangatlah besar, sampai-sampai Asmodeus benar-benar tidak bisa berkutik.Selama berada di sini, Giovanni selalu berusaha untuk menjadi yang terbaik dan tak terkalahkan. Namun, di awal permainan dirinya merasa kalah dari sosok anak laki-laki seumurannya yang mampu mengendalikan dan mengontrol permainan.Melihat kesuksesan anak tersebut, membuat Giovanni merasa termotivasi untuk tidak kalah dari anak tersebut. Selain itu, di satu sisi, memang Giovanni tipikal orang yang tidak ingin terlihat kalah dan merasa bahwa dirinyalah yang paling hebat.Sadar akan kekurangannya, Giovanni terus belajar mengendalikan elemennya. Sehingga sekarang, dia bisa menguasai teknik elemen yang dimilikinya. Bahkan sekarang Giovan