#109"Kenapa?" Feri tak bisa menahan rasa ingin tahunya dan seolah tak sabar untuk menantikan jawaban dari Aluna yang terdengar ambigu baginya itu."Karena … bayi ini bukanlah benih suamiku, Om." Aluna menjawab dengan perasaan yang bercampur aduk. Antara takut, ragu, juga penasaran dan ingin tau bagaimana reaksi Feri saat mendengar kabar itu. Ya, dia nekat untuk mengatakan kejujuran itu setelah ia memikirkannya berulang kali."Kok bisa? Bukannya kalian sudah punya anak, ya. Kenapa suamimu malah nggak mau mengakui kehamilan kamu kali ini? Itu sangatlah aneh," tanya Feri seraya mengerutkan keningnya tak mengerti dengan ucapan Aluna yang terkesan aneh baginya itu. Aneh, karena dia sudah memiliki anak dsn sekarang dia hamil lagi, tapi suaminya tak mau mengakui anak itu. Hingga Feri sempat berpikir lebih."Itulah faktanya, Om. Mau percaya atau tidak, aku sudah jujur. Dan masalahnya adalah, anak itu … memang bukan anak suamiku, Om. Aku terpaksa menikah dengan dia karena hamil waktu itu," uc
#110"Astaga! Apa alasan kamu, Ga? Kenapa kamu sampai menalak istrimu, hah?" Bu Intan tak dapat menutupi keterkejutannya itu. Lidahnya nyaris kelu, dan tak dapat berkata-kata lagi.Angga menarik napasnya dalam-dalam. Lalu, mengembuskannya perlahan. Rasanya sangat sesak, hingga terasa sulit untuk sekadar menarik oksigen agar dirinya dapat bernapas lega."Apa alasan itu penting sekarang, Bu?" tanya balik Angga pada ibunya yang sedang menantikan jawaban darinya.Bu Intan termangu, sebab Angga seolah tak mau membicarakan alasan yang membuatnya menalak Aluna. Ia pun bingung, karena Angga tak mau menjelaskan alasannya. Padahal, rasa ingin tahunya sudah membuncah dan ingin segera mendapat jawaban dari pertanyaan-pertanyaan itu."Astaga, Ga. Kenapa kamu malah nanya kayak gitu? Jelas! Jelas alasan itu penting bagi ibu. Ibu berhak tahu apa yang terjadi sama rumah tanggamu dan Aluna," sanggah Bu Intan merasa tak terima jika Angga menyembunyikan dan tidak memberitahukan hal sepenting itu padanya.
#111"Apa kamu bilang? Katakan sekali lagi!"Bu Intan tak dapat menahan emosinya. Ia hampir saja hilang kendali dan hendak melayangkan tamparan pada Tasya. Tetapi, ia menahan dirinya. Tak mau membuat keadaan semakin keruh karena sifat bar-barnya.Tasya tampak menghela napasnya dalam-dalam. Matanya terpejam erat seraya merasakan ribuan duri menusuknya. Ia harus mengatakan yang sejujurnya. Tidak ada yang harus ditutupi lagi."Orang jahat itu sudah menyebarkan video sy**ur Tasya, Bu. Bahkan teman-teman kampus Tasya pun sudah melihatnya," ujar Tasya putus asa. Ia terpaksa mengulangi kalimatnya.Kalimat yang berupa kenyataan yang membuatnya harus menekan hatinya menahan rasa sesak yang tiada tara. Lutut Bu Intan seketika lemas. Ia yang semula berdiri di sisi ranjang Tasya, terduduk. Seolah mendadak tak bisa menahan bobot tubuhnya sendiri."Kamu … serius tentang itu, Tasya?" Bu Intan bertanya dengan suara yang bergetar. Antara percaya dan tidak percaya.Namun, sepertinya kali ini Bu Intan h
#112"APA! Si breng**sek itu sudah bebas?" pekik Angga kesal.Tasya dan Bu Intan pun menatap tak mengerti juga penasaran pada Angga yang memekik keras secara tiba-tiba.Ia tak habis pikir jika Roy akan secepat itu dibebaskan oleh pihak kepolisian. Antoni mengabari Angga perihal masalah itu dan sontak saja membuat Angga terkejut, kesal dan kecewa dengan pihak kepolisian."Iya, Pak Angga. Roy sudah dibebaskan, ada seseorang yang menjaminnya. Maaf, jika anda merasa kecewa," ucap Antoni.Angga membuang napasnya kasar. "Jelas, saya sangat kecewa, Pak. Lalu, bagaimana dengan kedua pelaku lainnya?" tanya Angga penasaran."Mereka masih ditahan, Pak. Dan sepertinya memang saudara Roy ini bukanlah orang sembarangan, Pak," jelas Antoni setengah berbisik.Angga menepuk pelan keningnya. Hukum di negara ini memang selalu tumpul untuk kaum yang memiliki uang dan kekuasaan. Hal seperti itu seolah telah menjadi hal yang lumrah."Lalu, bagaimana dengan laporan kasus yang dialami adik saya, Pak? Akankah
#113Gadis itu mendongakkan wajah begitu mendengar ada seseorang yang memanggilnya. Suaranya terdengar tidak asing. Dan ia terkejut saat melihat Angga sudah berada di hadapannya. Entah sejak kapan dia berada di sana. Yang pasti Rere tak menyangka melihat Angga saat ini. Di hadapannya."B–Bang Angga?" sahutnya kaget. Ia tak menyangka akan bertemu lagi dengan Angga di sini. Dunia begitu sempit, pikirnya."Iya, ini saya," sahutnya kemudian. Angga mengambil posisi duduk di samping Rere. Mendadak gadis itu merasa gugup, sebab Angga pasti akan menanyakan kenapa dirinya berada di sini."B–Bang Angga kenapa ada di sini?" tanya Rere. Merasa gugup dan bersalah atas tersebarnya video sy*ur Tasya, meskipun Angga tidak mengetahui itu dan video itu tersebar juga bukan karena dirinya tapi tetap saja Rere merasa takut dan khawatir berada di dekat Angga."Kamu lupa kalau tempat ini merupakan tempat umum. Siapa pun bisa berada di sini, 'kan?" Angga malah balik bertanya pada Rere. Dan Rere merasa tak be
#114Selesai membeli makanan di restoran, Angga segera kembali ke rumah sakit, dan langsung menuju ke ruangan Tasya lagi. Ia sudah menduga jika ibunya pasti akan mengomelinya sebab butuh waktu lama bagi Angga untuk kembali ke ruangan Tasya.Benar saja, saat Angga baru saja membuka pintu ruangan tempat Tasya dirawat. Bu Intan langsung menyambutnya dengan omelan khasnya serta wajah yang bersungut-sungut kesal, karena sejak tadi ia sudah menunggu dengan menahan rasa lapar."Kamu beli makanannya ke Mesir ya, Ga. Lama amat dari tadi ibu nungguin," semprot Bu Intan pada Angga yang baru saja datang. Ia mengerucutkan bibirnya saking kesal dan gemas pada anak laki-lakinya itu.Angga malah cengengesan dan tidak terlalu memedulikan ocehan ibunya itu. "Iya, maaf Bu. Habis di sana ngantri sih, makanya lama," kilah Angga berbohong. Padahal yang terjadi sebenarnya adalah ia sempat mampir dulu sebentar karena melihat seseorang yang seperti dikenalnya.Tetapi, Angga memilih merahasiakannya dari sang
#115'Tuhan, semoga Mona baik-baik saja,' bisiknya berharap dalam hati.Rere duduk dengan wajah tegang dan khawatir sebab ia masih belum mengetahui keadaan Mona. Sang dokter muda yang memeriksa Mona tadi telah meminta Rere untuk duduk sejak lima menit yang lalu, namun beliau juga mengeluarkan suara dan memberitahukan Rere tentang kondisi Mona dan hal itu membuat Rere semakin dihantui rasa khawatir.“Dok, jadi bagaimana keadaan teman saya, Dok?” tanya Rere setelah dirinya bosan dengan suasana hening yang terjadi di ruangan itu.“Oh, maafkan saya.” Dokter itu tersadar sebab ia rupanya larut dalam lamunannya memikirkan kata-kata yang tepat untuk memberitahukan kondisi pasiennya tadi agar tak membuat gadis muda di hadapannya itu syok.“Gimana, Dok? Apa dia baik-baik saja?” tanya Rere lagi seolah tak sabar menunggu kata demi kata yang akan keluar dari mulut dokter muda itu.“Jadi begini, pasien mengalami luka tusuk yang cukup dalam dan kehilangan begitu banyak darah. Dan kondisinya sedang
#116"Tante?" Rere terkejut saat melihat Yunita sedang berjalan ke arah mereka. Pun sama dengan Mona, ia terkejut. Dan tak pernah mengira jika ibunya akan datang dan melihat keadaannya."Ngapain mama kesini?" tanya Mona ketus. Tampal sekali raut wajah tak suka darinya. Ia seakan tak mengharapkan kehadiran ibunya saat ini."Temanmu yang ngasih tahu kabar kamu ke mama, dan memangnya kenapa kalau mama kemari?" Yunita bertanya retoris. Wanita itu tak mengerti dengan respon putrinya yang terkesan dingin padanya itu."Mama bisa abaikan telepon dari temanku dan gak perlu datang kemari," sungut Mona. Kebenciannya akibat perceraian sang ibu pun menjadi pemicu sikapnya terhadap Yunita."Sudahlah. Kalau kamu nggak mengharapkan mama kemar. Yang penting mama udah datang dan mengurus administrasimu. Memangnya temanmu bisa membayarnya? Tentu tidak, 'kan?" Yunita melirik sinis ke arah dua gadis muda itu secara bergantian.Rere tampak tak enak hati karena pada akhirnya kedatangan Yunita sama sekali ta