Share

Bab 30

Author: pachirawidi
last update Last Updated: 2025-01-03 15:46:45

Menjelang pukul tujuh malam, dapur hampir selesai dengan segala persiapannya. Bahan-bahan sudah rapi di atas nampan: daging ayam dan sapi yang sudah dimarinasi, sayuran yang sudah dipotong, dan jagung yang siap dibakar. Aroma bumbu dari marinade bercampur dengan wangi mentega yang menempel di jari-jari tanganku. Aku tersenyum puas, merasa semuanya akan berjalan sesuai rencana.Tiba-tiba, bunyi bel pintu mengalihkan perhatianku. Aku melongok ke arah pintu depan, tapi sebelum sempat bergerak, Angela sudah melesat lebih dulu. Sepertinya tamu-tamu Angela sudah mulai berdatangan.

"Aditya datang!" teriak Angela dari ruang tamu.

Aku melepaskan apron dan berjalan ke arah pintu. Di sana, Aditya berdiri dengan senyum lebarnya yang khas, membawa tas belanja besar di tangan kanan dan sekotak es krim di tangan kiri.

"Aditya, akhirnya datang juga," Angela menyambutnya sambil merebut tas belanja di tangannya. "Apa saja yang kamu bawa? Jangan bilang cuma jagung." Angela manatap aditya dengan pura-pur
Locked Chapter
Continue Reading on GoodNovel
Scan code to download App

Related chapters

  • Tuan Wiratama, Nyonya Savannah Ingin Berpisah   Bab 31

    Tatapan pria itu menusuk, penuh arti, dan disertai dengan senyum miring yang membuatku semakin gelisah. Theo tidak berkata apa-apa, tapi pandangannya seolah menantangku untuk memberikan jawaban yang tepat. “Tidak,” ucapku akhirnya, singkat dan tegas. Arthur tampak terkejut, tapi dia tetap mempertahankan senyumnya. Dia menghela napas pelan, seperti sudah menduga jawaban itu namun masih berharap lebih. Semua orang di sekitar kami terdiam sejenak, sampai akhirnya Arthur memecah keheningan dengan pertanyaan lain yang membuatku semakin bingung. “Kenapa? Bukankah Andrew dan kamu juga sudah putus?” Aku menatapnya, tidak percaya dengan apa yang baru saja dia katakan. Bagaimana dia bisa tahu tentang aku dan Andrew? Apakah dia memantauku selama ini? “Arthur…” gumamku, mencari kata-kata yang tepat. Tapi sebelum aku bisa menjawab, suara tajam memotong percakapan kami. “Itu sudah jelas, Arthur. Kamu tidak perlu alasan untuk tidak diinginkan. Jadi, cari perempuan lain saja.” Aku menole

    Last Updated : 2025-01-03
  • Tuan Wiratama, Nyonya Savannah Ingin Berpisah   Bab 32

    Semua orang langsung terdiam, bahkan Theo yang tadinya tampak tidak peduli kini memasang tatapan tajam ke arah Thomas. Aku menahan napas, menyadari bahwa ini mungkin akan menjadi momen yang panas. Thomas tersenyum tipis, lalu menghela napas panjang sebelum menjawab. “Yang paling menyebalkan dari Theo?” Dia menatap langsung ke arah pria itu sebelum melanjutkan. “Dia kejam dan terlalu misterius.” Ruangan langsung dipenuhi suara bisik-bisik dan gumaman. Theo yang duduk di sudut hanya menatap Thomas dengan dingin, tidak ada sedikit pun emosi di wajahnya. Tapi aku tahu, ada sesuatu yang sedang dipendamnya. “Kejam gimana maksudnya?” tanya Angela, menambah bumbu pada situasi yang sudah cukup tegang. “Dia selalu memandang rendah orang lain, seolah semua orang di dunia ini tidak pernah cukup baik untuknya. Dan misterius? Ya, dia tidak pernah membiarkan siapa pun tahu apa yang sebenarnya dia pikirkan atau rasakan. Itu sangat menyebalkan,” kata Thomas dengan nada tenang tapi tegas. “A

    Last Updated : 2025-01-03
  • Tuan Wiratama, Nyonya Savannah Ingin Berpisah   Bab 33

    Theo menatapku dengan tatapan tajam, seolah matanya mampu menembus setiap lapisan diriku yang paling tersembunyi. Pria itu mencondongkan tubuhnya sedikit, mempersempit jarak di antara kami, membuatku merasa seperti terpojok meski ruangan ini cukup luas. "Jadi, permainan anak muda, huh? Dengan pakaian seperti ini?" nada suaranya terdengar rendah, tetapi penuh sindiran yang membuat tengkukku meremang. Aku menggigit bibir bawahku, mencoba menahan gelisah yang mulai menguasai diriku. Tangannya yang terlipat di depan dada hanya mempertegas kesan dominan yang ia bawa. Tidak seharusnya dia mempertanyakan bajuku. Ini bukan urusannya. Tapi kata-kata itu tertahan di ujung lidahku. “Memangnya kenapa kalau aku berpakaian seperti ini?” Aku akhirnya memberanikan diri menjawab, meskipun suara yang keluar terdengar lebih lemah daripada yang aku harapkan. Matanya menyipit, seperti menilai setiap kata yang aku ucapkan. Theo menyeringai kecil, sebuah ekspresi yang lebih membuatku kesal daripada ta

    Last Updated : 2025-01-04
  • Tuan Wiratama, Nyonya Savannah Ingin Berpisah   Bab 34

    Angela mencolek lenganku, menyadarkan aku dari lamunan. "Hei, kamu kenapa? Wajahmu merah," bisiknya pelan. Aku hanya menggeleng, mencoba mengusir pikiran tentang Theo. Sepertinya aku harus benar-benar berhati-hati. Pria itu lalu berjalan melewati kami. Angela memegang lengannya, sontak pria itu berhenti. Pria itu menatap kami berdua dengan alis terangkat. "Bagaimana, apakah sahabatku bisa kerja di restoran milik kak Theo" Pria itu tertawa lagi, tidak ada kesinisan. Aku meremas jari Angela, kata-katanya tadi siang benar-benar menggangguku. Aku menarik Angela dengan perasaan tidak nyaman, namun gadis itu masih berdiri. " Walaupun kamu orang dalam yang sangat denganku, aku tidak bisa mengambil keputusan sesuka hati.Kalau dia bersedia, dia bisa mengikuti test seperti calon lainnya besok pagi. " Angela lalu mengangguk, gadis itu langsung memeluk kakak sepuounya itu dengan erat. Aku hanya menundukkan kepala, tidak tahu mau mengatakan apa. " Terimakasih kak, " Pria itu mengangguk da

    Last Updated : 2025-01-07
  • Tuan Wiratama, Nyonya Savannah Ingin Berpisah   Bab 35

    Aku tidak ingin bertegur sapa dengan Theo, jadi aku segera berbalik menuju kamarku. Namun, langkahku terhenti saat mendengar derap langkah berat di belakangku, memaksa naluriku untuk berhenti. Suara langkah itu terasa mendesak, seolah memiliki maksud yang tidak bisa diabaikan."Maaf, ada apa, Pak Theo?" tanyaku tanpa menoleh, mencoba mengendalikan gemuruh di dadaku. Jantungku berdebar, menciptakan ketegangan yang sulit kuabaikan.Pria itu melangkah lebih dekat, hingga kini berdiri sejajar denganku. Wajahnya memancarkan keraguan, tetapi tatapannya tegas, membuatku waspada. Ada sesuatu dalam sikapnya yang membuatku merasa terpojok."Maaf, Savannah. Aku tadi mendengar percakapanmu," ucapnya pelan namun jelas. Nada suaranya membawa kehangatan yang aneh, meski tetap terkesan dingin.Aku menghela napas panjang, mencoba menenangkan diri. Mengangguk singkat, aku menjaga jarak emosional. "Kalau begitu, Anda sudah tahu, kan? Tidak perlu kita bahas lagi," ujarku datar, berharap pembicaraan ini s

    Last Updated : 2025-01-11
  • Tuan Wiratama, Nyonya Savannah Ingin Berpisah   Bab 36

    Theo tersenyum kecil, senyum yang sulit kuterjemahkan. Entah itu tulus, sinis, atau hanya sebuah upaya untuk menutupi sesuatu. "Iya, sudah," jawabnya akhirnya. "Hanya saja hubungan kami LDR. Dia masih mencari jati dirinya." Pernyataannya membuatku sedikit tertegun. "Mencari jati diri?" ulangku, setengah bingung. Dia mengangguk ringan, tatapannya sedikit melunak. "Dia sedang sibuk dengan kehidupannya sendiri. Ada banyak hal yang ingin dia capai sebelum benar-benar merasa siap menjalani kehidupan rumah tangga sepenuhnya," jelasnya, suaranya terdengar tenang namun ada nada melankolis yang terselip di sana. Aku hanya mengangguk, tidak ingin menggali lebih jauh meskipun ada banyak pertanyaan yang berkecamuk di kepalaku. Hubungan pernikahan mereka terdengar rumit, seperti sebuah kesepakatan tanpa pondasi emosional yang kuat. Tapi aku sadar, aku bukan siapa-siapa untuk menilai. "Tolong rahasiakan hal ini," pintaku tiba-tiba, mencoba mengembalikan fokus pembicaraan ke masalahku. "Aku

    Last Updated : 2025-01-15
  • Tuan Wiratama, Nyonya Savannah Ingin Berpisah   Bab 37

    Aku menatap Eleonor yang tampak sumringah, senyumnya merekah seperti bunga yang baru saja bermekaran di musim semi. Gadis itu tanpa ragu meremas tanganku, seolah ingin membagi kegembiraan yang mengalir deras dalam dirinya. Tatapan matanya tajam, penuh antusiasme, memberi isyarat agar aku mengikuti arah pandangannya."Apa sih?" bisikku, mencoba mengalihkan perhatiannya dari sesuatu yang jelas membuatnya bersemangat. Namun, Eleonor hanya tersenyum, sama sekali tak menggubrisku.Merasa tak nyaman, aku berdehem pelan dan berpura-pura mencari alasan. "Aku ke kamar mandi dulu," gumamku, berusaha menjauh sebelum rasa gugup ini semakin jelas terlihat.Tapi langkah kaki itu semakin dekat. Aku tahu siapa pemilik suara itu, bahkan tanpa menoleh sekalipun. Napasku tercekat, tubuhku menegang, namun aku memaksa kaki ini melangkah. Sayangnya, di detik berikutnya, Eleonor dengan liciknya menarik lenganku, membuatku tetap berdiri di tempat.""Ayo, jangan kabur," bisiknya penuh godaan, matanya berbinar

    Last Updated : 2025-01-17
  • Tuan Wiratama, Nyonya Savannah Ingin Berpisah   Bab 38

    Aku mencoba melangkah pergi dengan tenang, tetapi belum sempat aku bergerak jauh, tangan Theo tiba-tiba menahan lenganku. Sentuhannya lembut, tetapi cukup kuat untuk membuatku berhenti. "Savannah, duduk! " suara yang sangat penuh ketegasan, aku menjadi kaku. Respon pria ini sangat tidak terkendali. Aku menoleh, menatap wajahnya yang tampak tegang. Tapi sebelum aku bisa mengatakan apa-apa, tangan lain menyentuh lengan kiriku. " Kakak tidak berhak memerintah Savannah,," suara dingin Arthur membuat tubuhku menegang. Aku menoleh ke arahnya, dan tatapan tajamnya menghunus ke wajah Theo yang acuh tak acuh. Cengkraman ditanganku masih kuat. Theo mengerutkan kening, tidak melepaskan cengkeramannya. "Arthur, ini bukan urusanmu." Arthur tersenyum kecil, senyuman yang lebih terlihat seperti ejekan. "Tentu saja ini urusanku, kak Theo. Aku tidak akan membiarkanmu bertindak sesuka hati pada Savannah. Apalagi kamu juga baru mengenal Savannah." Aku menatap mereka berdua bergantian, tidak cukup

    Last Updated : 2025-01-20

Latest chapter

  • Tuan Wiratama, Nyonya Savannah Ingin Berpisah   Bab 50

    Ruangan itu sunyi, hanya suara detak jam di dinding yang terdengar samar. Cahaya lampu gantung melemparkan bayangan panjang di lantai marmer, menciptakan suasana yang dingin dan tegang. Theo berdiri tegak di tengah ruangan, kedua tangannya mengepal di sisi tubuhnya. Meski tubuhnya gemetar, ia menolak menunjukkan kelemahan. “Saya akan membuktikan bahwa saya bisa.” Tanpa menunggu tanggapan, ia berbalik dan melangkah menuju pintu dengan punggung lurus. Di belakangnya, Pak Arnold hanya menyunggingkan senyum tipis. “Kita lihat saja, Theo. Dunia luar tidak seindah yang kau bayangkan.” Gertakan itu tak menghentikan langkah Theo. Satu langkah. Dua langkah. Derap sepatunya terdengar semakin jauh. Namun, sebelum ia benar-benar meninggalkan ruangan itu, suara kakeknya kembali menggema. “Theo.” Langkahnya terhenti. Ia menarik napas dalam, lalu berbalik, menatap pria tua itu dengan sorot mata tajam. “Kau benar-benar berpikir aku akan mengusirmu?” Theo mengernyit. Apa maksudnya? Sejak dulu,

  • Tuan Wiratama, Nyonya Savannah Ingin Berpisah   Bab 49

    Theo baru saja tiba di Jakarta setelah menempuh perjalanan panjang dari Bali. Udara panas dan hiruk-pikuk ibu kota menyambutnya dengan tidak ramah. Berbeda dengan angin sepoi-sepoi dan ketenangan pantai yang baru saja ia tinggalkan, Jakarta terasa sesak, bising, dan penuh tekanan. Namun, yang lebih menyesakkan bukanlah cuaca atau kemacetan, melainkan kenyataan yang menantinya di rumah keluarga besar Wiratama. Ia sudah tahu bahwa cepat atau lambat ia harus menghadapi ini. Tapi tidak pernah ia menyangka akan secepat ini. Begitu kakinya melangkah masuk ke dalam rumah megah itu, hawa dingin segera menyergapnya bukan dari kesejukan pendingin ruangan, melainkan dari tatapan tajam seseorang yang sudah menunggunya di sana.vPak Arnold Wiratama, kakeknya, duduk tegap di kursi besar di ruang tamu. Rambutnya telah memutih, tetapi sorot matanya tetap tajam, penuh wibawa, dan sulit ditebak. Keheningan menyelimuti ruangan. Theo menelan ludah, mencoba menyusun kata-kata, tetapi sebelum ia sempa

  • Tuan Wiratama, Nyonya Savannah Ingin Berpisah   Bab 48

    Aku menutup pintu apartemen dan menghela napas panjang. Keheningan menyambutku, begitu kontras dengan perdebatan yang terjadi tadi sore. Theo dan Adit… dua pria yang membuat kepalaku hampir meledak. Aku melepas sepatu dan berjalan ke dapur. Perutku kosong sejak siang, tetapi entah kenapa aku kehilangan selera makan. Aku tetap mengambil semangkuk sup yang sudah kupanaskan dan duduk di meja makan. Suapan pertama terasa hambar, bukan karena kurang bumbu, tetapi pikiranku terlalu kacau. Aku menatap ke luar jendela. Lampu-lampu kota berkelip di kejauhan, tetapi bukannya memberi ketenangan, justru membuatku merasa lebih sepi. Saat aku baru akan mengambil suapan kedua, ponselku yang tergeletak di meja berbunyi pelan. Sebuah notifikasi email masuk. Aku mengernyit. Siapa yang mengirim email malam-malam begini? Dengan malas, aku meraih ponsel dan membuka layar. Ada Dua Email, sama-sama membuatku terbebani. Dari: Theodore RA Subjek: Undangan Ulang Tahun Kakek Tanganku menegang di atas

  • Tuan Wiratama, Nyonya Savannah Ingin Berpisah   Bab 47

    Suara itu membuatku menoleh cepat. Napasku tercekat saat melihat sosok yang berdiri beberapa langkah dariku. Adit. Dia tampak sedikit terengah, seperti habis berjalan cepat. Matanya langsung tertuju padaku, lalu melirik ke arah Theo yang masih duduk di depanku. Ekspresinya sulit dibaca, tapi aku bisa merasakan ketegangan yang tiba-tiba muncul di antara kami bertiga.Theo mengangkat alisnya, jelas terkejut. Tatapannya berpindah dari Adit ke aku, lalu kembali ke Adit. Dia menyandarkan punggungnya ke kursi, tetapi sorot matanya berubah tajam, penuh selidik."Adit?" Theo akhirnya bersuara, nada suaranya datar, tapi ada sedikit ketegangan di sana.Adit mengangguk singkat. "Hai kak Theo."Aku merasakan sesuatu yang aneh dalam interaksi mereka. Seperti ada komunikasi diam-diam yang hanya mereka berdua pahami. Theo menyilangkan tangannya di atas meja. "Apa yang membawamu ke sini?" pria itu benar-benar menatap Adit dengan tajam. Adit menatapku sebentar sebelum menjawab, "Aku hanya ingin berte

  • Tuan Wiratama, Nyonya Savannah Ingin Berpisah   Bab 46

    Seminggu berlalu dan hariku berjalan dengan normal dan aku sangat bersyukur. Aku baru saja selesai membuat beberapa pesanan pelanggan ketika seorang rekan kerja menyenggol lenganku pelan. "Hei, ada yang nyariin kamu di luar," bisiknya dengan nada menggoda. Aku jadi penasaran, seingatku aku belum memberi tahu seorang pun tempat kerjaku. Aku mengernyit. "Siapa?" tanyaku heran. Dia mengedikkan dagu ke arah pintu masuk. "Cowok tinggi, pakai kemeja biru, tinggi 185 cm dan postur atletis. Ia memiliki wajah tegas, rahang kokoh, hidung mancung, serta mata abu-abu kebiruan yang tajam. Rambutnya cokelat gelap sedikit bergelombang, sering tertata kasual namun tetap stylish. Dari tadi dia nungguin kamu." Jantungku berdegup lebih cepat. Aku tak perlu menebak siapa yang dimaksud. Hanya ada satu orang yang mungkin melakukan hal seperti itu. Andrew. Perasaan tak nyaman menyelimutiku. Sejak pertemuan kami di pantai kemarin, aku berpikir itu akan menjadi yang terakhir. Namun, kini dia kembali.

  • Tuan Wiratama, Nyonya Savannah Ingin Berpisah   bab 45

    Eleanor telah pulang. Aku sudah mengantarnya pagi tadi, lalu langsung bekerja. Rutinitas yang melelahkan, tetapi setidaknya pikiranku bisa teralihkan. Namun, setelah seharian berkutat dengan pekerjaan, aku merasa perlu udara segar. Pantai. Tempat itu selalu jadi pelarianku. Aku menghela napas panjang di depan cermin. “Hari baru, Savannah. Fokus untuk tenang,” gumamku, mencoba meyakinkan diri sendiri. Apa pun yang terjadi semalam, biarlah berlalu. Aku tidak ingin memikirkannya lagi. Mengenakan dress putih selutut dan mengikat rambutku dengan sederhana, aku keluar dari kamar hotel. Udara sore terasa hangat, dengan angin laut berembus pelan. Jalanan sekitar resort ramai dengan turis yang sibuk mengambil foto atau sekadar menikmati suasana tropis. Aku berjalan pelan, membiarkan pikiranku melayang-layang, menikmati momen ini sendirian. Namun, langkahku terhenti ketika sebuah suara yang familiar memanggil namaku. “Savannah?” Aku menoleh cepat, dan seketika mood-ku hancur. Theo. Lelaki

  • Tuan Wiratama, Nyonya Savannah Ingin Berpisah   Bab 44

    Sejak tadi aku belum bisa tertidur, aku melirik Eleanor yang kini sudah tertidur lelap. Lelah bertolak balik aku memutuskan untuk bangun dan memeriksa email sebelum kembali beristirahat. Semoga saja sudah ada jawaban dari pria itu. Aku menyalakan laptopku yang tergeletak di meja. Cahaya dari layar menyilaukan mataku, tapi aku tetap menatapnya sambil menghela napas panjang. Aku membuka emailku, berharap tidak ada hal penting yang memerlukan perhatian malam ini. Namun, begitu kubuka inbox, jantungku terasa seperti berhenti berdetak sejenak. Di sana, ada satu email dari kuasa hukum suamiku. Subjeknya singkat tapi cukup membuat tanganku gemetar: "Penolakan Pengajuan Perceraian Anda." Aku langsung mengkliknya tanpa berpikir dua kali. Isi email itu jelas dan langsung ke intinya: "Ny. Savannah, kami ingin memberitahukan bahwa klien kami, Tn. Mahardika, telah menolak pengajuan perceraian Anda. Klien kami merasa bahwa perceraian ini tidak memiliki dasar yang kuat dan tidak sepantasnya di

  • Tuan Wiratama, Nyonya Savannah Ingin Berpisah   Bab 43

    Ketika memasuki rumah sewaanku, aku tertegun mendapati Eleanor sudah berdiri di belakangku dengan tangan bersedekap. Wajahnya dingin, tatapannya menusuk, siap menginterogasiku. "Astaga, El! Kamu mengagetkanku," ucapku terkejut sambil menepuk dadaku. Rasanya seperti hampir kehilangan napas. Namun, dia tidak bereaksi seperti biasanya. Eleanor hanya menatapku tajam, kedua alisnya bertaut. "Kamu pergi lama sekali, dan dengan pria yang kamu tidak begitu kenal? " ucapnya, nada suaranya terdengar seperti interogasi. Apa yang diucapkan Eleanor sangat benar, tapi aku juga bingung untuk menjelaskan situasi sebenarnya. Aku tertawa gugup, mencoba menyusun alasan sebelum menjawab. "Aku juga nggak nyangka bakal selama itu. Theo hanya minta ditemani makan," kataku, berusaha terdengar santai agar Eleanor tidak bertanya semakin banyak. Namun, Eleanor tidak termakan jawabanku. Dia menyipitkan matanya, seperti sedang menganalisis setiap kata yang keluar dari mulutku. "Hanya makan? Sampai berjam-j

  • Tuan Wiratama, Nyonya Savannah Ingin Berpisah   Bab 42

    Saat aku menelpon taksi online, langkah cepat Thomas mendekatiku. Lagi. Kali ini dengan sikap yang lebih memaksa, ia berusaha meyakinkanku untuk pulang bersama mereka. Namun, seperti sebelumnya, aku menolak mentah-mentah. "Tuan Theo meminta maaf jika telah menyinggung Anda," katanya dengan nada penuh penyesalan. Aku mendongak dan menatapnya dengan ekspresi malas. "Sudah dimaafkan. Jadi, saya ingin pulang." Namun, alih-alih menyerah, Thomas tiba-tiba melakukan sesuatu yang benar-benar mengejutkanku. Ia berlutut di depanku, memohon dengan tatapan memelas yang sama sekali tak kuharapkan darinya. "Tolong, nona. Kami hanya ingin memastikan Anda pulang dengan aman. Tuan Theo sangat khawatir," katanya dengan suara yang nyaris terdengar seperti rayuan. Aku mendesah panjang, memutar bola mata. Apakah mereka pikir aku tidak mampu menjaga diriku sendiri? "Taksinya sudah dipesan. Jadi, kalian tidak perlu repot-repot," balasku sambil menunjuk layar ponselku yang menunjukkan status taksi yang

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status