Sudah diputuskan pernikahan Alaric dan Kiara akan diselenggarakan di Surabaya, sesuai dengan tempat kelahiran Kiara dan rumah orang tuanya yang berada di sana.
Kiara ingin pesta resepsi pernikahannya hanya berupa pesta kebun dengan tamu undangan tidak terlalu banyak. Yang mereka undang hanya keluarga, kerabat dan teman dekat serta beberapa tetangga orang tua Kiara. Dia juga hanya akan mengundang rekannya di dunia entertainment yang benar-benar dia kenal baik saja.
Kiara dan Alaric sudah mem-booking sebuah tempat yang biasa digunakan sebagai resepsi pernikahan dengan konsep ruang terbuka. Tempat itu dekat dengan masjid yang akan digunakan sebagai acara akad nikah.
Akad nikah diselenggarakan pagi tepat pukul delapan. Sedangkan resepsi akan diselemggarakan sore sesudah asar agar suasananya sudah tidak terlalu panas.
Kiara tidak menginginkan pesta mewah yang terlalu ramai. Alaric pun menyetujui keinginan Kiara itu karena dia pun bukan
Aloha. masih aja terus berlanjut nih. Tunggu terus bab berikutnya ya. Salam, Arumi
Tidak mudah bagi Kiara dan Alaric berada dalam jarak berjauhan selama hampir sebulan di tengah-tengah seharusnya mereka mempersiapkan pernikahan mereka. Terkadang Kiara baru sempat menelepon Alaric saat malam, tetapi Alaric masih sibuk syuting filmnya yang terkadang ebrlangsung hingga pagi. Ketika Alaric tidak sibuk syuting, dia tidur karena kelelahan dan sangat butuh istirahat, tidak boleh diganggu. Sudah dua minggu ini Kiara tidak berhasil mengobrol lewat telepon dengan Alaric. Bahkan pesan w******p-nya pun tidak dibaca dan tidak dibalas selama berhari-hari. Kejadian ini mengingatkan Kiara ketika dulu hubungannya dengan Alaric juga pernah renggang saat Alaric kembali ke Paris. Please, Ric. Aku nggak mau kita ngalami kayak dulu lagi. Susah berkomunikasi gara-gara LDR, batin Kiara. Kiara menghela napas dengan berat. Kita nggak seharusnya begini karena sebentar lagi kita akan menikah. Kamu harus mengubah sikap kamu,
Kiara menghirup udara dalam-dalam. Resort tempatnya menginap selama syuting di Bali ini memang berhawa sejuk dan masih banyak pepohonan. Membuat udara di sini terasa segar. Kiara berdiri di balkon kamarnya yang berada di lantai dua. Pemandangan dari sini sudah cukup indah. Kolam renang dengan airnya yang memamtulkan keramiknya yang berwarna hijau tosca membuat kolam itu terlihat indah dari atas sini. "Ra, kamu mau sarapan di kamar atau di restoran?" tanya Livia yang tampak telah rapi dan sudah mandi. Kiara yang masih mengenakan piama dan belum mandi, meregangkan tangannya ke atas dan mengisap lagi udara dalam-dalam. "Sarapan di restoran dong. Masa outdoor yang indah gini kita sia-siakan dengan cuma meringkuk di kamar," jawab Kiara. "Kalau begitu, buruan mandi!" Livia mengingatkan, tapi lebih mirip sebuah perintah. "Iya, ini juga baru mau mandi. Semalam aku tidur jam setengah dua lho. Sekarang baru setengah tujuh," sahut Kiara sambil be
Tak terasa syuting film terbaru Kiara yang dia perankan bersama Kafka Rafael sudah selesai. Kemarin adalah syuting hari terakhir. Hari ini mereka masih mendapat tambahan waktu jika ingin bersantai keliling Bali menikmati keindahan pulau ini sebelum nanti malam semua pemain dan kru akan kembali ke Jakarta. Awalnya, Kiara merasa malas ke mana-mana di ahri terakhir ini. Dia ingin istirahat saja seharian di tempat tidur. Makan pun memesan saja makanan dari restoran untuk diantar ke kamar. Namun pintu kamarnya diketuk. Selama syuting di Bali ini, Kiara tinggal di kamar hotel ini bersama Livia. Hingga Livia lah yang cekatan ke depan dan membuka pintu. Walau Livia bertanya-tanya siapa yang mengetuk pintu di waktu sepagi ini belum pukul tujuh. Livia terkesiap melihat Kafka sudah berdiri di depan pintu dan tersenyum lebar, lalu senyumnya itu perlahan semakin pudar hingga akhirnya benar-benar lenyap. "Hai! Oh, aku kira Kiara yang membuka pintu," uca
Livia terkesiap membaca berita paling atas yang muncul di halaman pencarian G****e. Berita itu berjudul "Kiara Almira Tertangkap Berselingkuh Bersama Kafka, Lawan Mainnya dalam Film Terbaru Mereka." Berita itu disertai foto Kafka mencium bibir Kiara. Livia terbelalak melihat foto itu. Kemarin setelah kembali ke hotel sehabis berjalan-jalan bersama Kafka, Kiara tidak menceritakan apa pun. Dia hanya diam. Livia menanyakan seeprti apa Danau Batur, Kiara hanya menjawab singkat tanpa rasa antusias. Ketika itu Livia mengira sikap Kiara itu karena dia kecewa ternyata tempat wisata itu tidak seindah yang digembar-gemborkan Kafka. Sama sekali Livia tak menduga telah terjadi suatu insiden antara Kiara dan Kafka. Mungkin Kiara mengira tak ada yang melihat kejadian itu, akrena itu dia tidak menceritakannya pada Livia. Namun sebagai sahabat Kiara sejak masa kuliah, Livia yakin, Kiara tidak mungkin menghianati Alaric. Kiara sangat mencintai Alaric.
Kiara berusaha menelepon Alaric. Dari jadwal kerja Alaric, seharusnya dia pun hampir menyelesaikan syutingnya. Mungkin tinggal beberapa hari lagi. Kaarena film laga lebih rumit dibanding film romantis, jadi waktu pembuatannya pun lebih lama. Kiara juga sudah menegirim pesan menyatakan dia ingin biacara dengan Alaric dan berharap Alaric bisa menerima teleponnya, atau jika Alaric sudah tidak sibuk, dia bisa menelepon Kiara. Kiara bilang, dia akan siap ditelepon kapan saja. tengah malam sekali pun. Kiara tak menyangka, Alaric malah meneleponnya setelah telepon dari Kiara tiga kali tidak diangkat. Buru-biuru Kiara menerima telepon dari Alaric itu. "Halo, Sayang? Gimana kabar kamu, kamu sehat terus, kan?" sapa Kiara. "Halo, Kiara. Aku sehat. kamu juga, kan?" balas Alaric sambil balik bertanya. "Iya, aku sehat. Kamu jangan sampai nggak sempat makan ya sesibuk apa pun syutingnya," kata Kiara lagi. "Pasti. Makan itu penting. Kalau kurang
Kota Bengkulu konon katanya adalah kota terbesar kedua di Pantai Barat Sumatra setelah Kota Padang. Kiara dan Livia mendarat di bandara Fatmawati Soekarno tepat pukul sepuluh pagi. Mereka berdua menunggu orang yang diutus untuk menjemput mereka di lobi bandara. Ternyata yang menunggu mereka malah sudah sampai sebelum Kiara dan Livia mendarat. Kiara senang di sini orangnya tepat waktu sehingga dia tidak perlu menunggu waktu lama. Penjemput mereka seorang bapak berusia sepertinya kisaran empat puluh tahun. Namanya Pak Andi. Ternyata dia adalah sopir kru film yang disewa sementara selama syuting berasal dari penduduk lokal, penduduk asli bengkulu. Kiara meminta maaf dan izin pada Pak Andi, dia dan Livia akan duduk di kursi tengah. Sehingga kursi di samping Pak Andi kosong. "Pak, kami berdua duduk di kursi tengah ya?" tanya Kiara pada bapak itu. Pak Andi mengangguk. "Iya, Kak. Boleh, silakan," sahut Pak andii. "Katanya saya mengantar kakak
"Liv, kita ke sana? Boleh nggak sih? Apa bakal ganggu syuting?" tanya Kiara, dia agak ragu melihat orang-orang yang sibuk syuting. Sepertinya mereka tidak bisa diganggu. "Coba kamu telepon Alaric dulu, Ra. Kalau kita nggak bisa ke sana karena akan mengganggu orang syuting, sebaiknya kita nggak usah ke sana," jawab Livia. Livia mengalihkan pandangannya ke sekelilingnya. Matanya berhenti di sebuah deretan beberapa kedai makanan. "Kita nunggu di sana aja. Kamu telepon Alaric, bilang kalau kita udah sampai. Kamu tahu kan, Ra? Saat syuting sebaiknya nggak ada orang luar yang masuk karena nanti kalau kita salah lewat, bisa-bisa kita ganggu proses syuting," kata Livia lagi. "Benar juga. Ya udah, aku telepon Alaric dulu ya," sahut Kiara. Dia segera memilih nomor kontak Alaric. "Kalau dalam tiga kali dering telepon kamu nggak diangkat, berarti dia lagi sibuk. Sebaiknya jangan ditelpon lagi. Biar aja nanti dia yang nelpon kamu balik, Ra." Livia menginga
"Kiara Almira, kan? Artis top yang main film "Theodore dan Almira"?" kata laki-laki muda itu lagi. Livia memperkirakan anak muda itu berusia sekitar di bawah dua lima tahun. "Kamu nonton film itu?" tanya Kiara, tanpa sadar dia merasa senang akhirnya ada yang mengenalinya di sini. "Nonton dong, Mbak. Sutradranya Mister Alaric, kan?" jawab pemuda itu sambil bertanya. "Mister Alaric?" tanya Kiara, dia merasa lucu mendengar Alaric dipanggil Mister. "Iya, itu Mister Alaric yang sedang bikin film laga itu, yang sekarang sedang syuting. Makanya saya kira Mbak Kiara Almira ini datang ke sini karena mau ikut syuting film laga yang sekarang sedang dibikin Mister Alaric," kata pemuda itu lagi. "Oh, kamu kenal sama Mister Alaric?" tanya Kiara. Pemuda itu mengangguk. "Saya bantu-bantu ngeberesin lokasi buat syuting, jadinya kenal sama Mister Alaric. Orangnya tegas, tapi bagus hasil syutingnya," jawab pemuda itu. "Kok kamu bisa
Kiara tak menyangka akhirnya dia dan Alaric bisa mewujudkan rencana mereka berbulan madu ke Labuan Bajo. Semua berjalan lancar. Mulai dari rangkaian promosi film "Lost in Bali" hingga pemutarannya selama sebulan di bisokop dan menghasilkan jumlah penonton cukup luar biasa, syuting film baru yang cukup melelahkan menuntut Kiara mengerahkan segala kemampuannya, akhirnya kini Kiara dan Alaric bisa beristirahat hanya berdua saja. Mereka menikmati indahnya pemandangan, bercinta sampai puas tak ada yang mengganggu karena resort yang mereka tinggali ini memang antara satu kamar dengan kamar lainnya berjarak lumayan jauh. Hari ini mereka masih akan bermalas-malasan hanya di hotel, kemudian nanti akan berenang di kolam renang, dan nanti sore mereka akan ke pantai menikmati sunset. Mereka baru selesai sarapan, lalu asyik merebahkan tibuh di hammock yang etrpasang di teras paviliun mereka. Kiara merebahkan kepalanya di dada Alaric. "Mas, bagaimana kalau setelah
Sebulan setelah Alaric dan Kiara menikah, film Kiara yang berjudul "Lost in Bali" mengadakan gala premiere sebelum resmi tayang di bioskop di seluruh Indonesia dua hari lagi. Di acara gala premiere itu tentu saja Kiara bertemu lagi dengan Kafka yang ternyata masih betah berpacaran dengan peran pendukung wanita film itu. Mereka masih tidak saling berbicara, tapi Kiara sudah mulai mau membalas senyum Kafka hanya sekadar sebagai sopan santun dan hubungan baik karena mereka berperan di film yang sama. Alaric selalu menggenggam erat tangan Kiara seolah ingin menegaskan kepada semua orang bahwa Kiara adalah miliknya. Beberapa kali malah Alaric memeluk pinggang Kiara. Bahkan di satu kesempatan ketika mereka sedang ebrbincang sambil menunggu dipersilakan masuk ke dalam studio, tiba-tiba saja Alaric mencium pipi Kiara lama, lalu bergerak ke bibirnya, kemudian mengecup lembut. Kiara terkejut, tetapi membiarkan aksi Alaric itu. "Mas, jangan ciuman di depan publik.
"He, Kiara, kenapa menangis? Aku bikin kejutan ini buat bikin kamu senang, bukan malah menangis," ucap Alaric ketika melihat mata istrinya basah dan perlahan satu dua tetes air mata mengalir di pipi Kiara. Kiara menggeleng. Dia mengambil tisu di atas meja makan, lalu menghapus air matanya. "Aku menangis bahagia, Mas. Aku etrharu. Aku nggak sangka kamu akan melakukan semua ini. AKu kira kamu masih lama bakal diemin aku. Aku mulai paham kebiasaan kamu. Tiap kali kita berdebat, kamu milih diemin aku daripada ribut melanjutkan perdebatan. Aku sudah mengalaminya saat kejadian dengan Kafka. Jadi, ketika semalam dan tadi pagi kamu diemin aku, aku ngerti. Kamu butuh waktu. Tapi aku nggak ngira mood kamu bisa berubah secepat ini," sahut Kiara. Lalu Kiara mencoba tersenyum walau bibirnya masih bergetar. alaric balas tersenyum. Dia mengecup bibir istrinya lembut, lalu dia raih tubuh Kiara dalam pelukannya. Dia biarkan dada Kiara bersandar ke dadanya, dan Alaric me
Hari ini kesibukan Kiara seharian rapat di beberapa tempat. Setelah bertemu Livia dan mengecek lagi jdwal kerjanya untuk satu bulan ke depan, Kiara ditemani Livia menghadiri rapat di sebuah perusahaan iklan yang akan membuat iklan untuk produk minuman kesehatan. Pertemuan itu selesai pukul setengah enam. Kiara berniat akan makan malam dulu bersama Livia sebelum pulang ke apartemen. Karena dia memperkirakan Alaric akan pulang larut, mungkin sengaja untuk menghindari bertemu Kiara. Kiara memang bertekad akan membiarkan Alaric membenahi perasaannya dulu. Dia bukan wanita manja yang senang merajuk dan ngambek bila keinginannya tidak dituruti. Sudah bertahun-tahun dia terbiasa mandiri. Apalagi Kiara menyadri dalam masalahnya saat ini, dia memang salah karena dengan tiba-tiba menghentikan Alaric dan melarangnya berhubungan tanpa pengaman tanpa membicarakan tentang itu lebih dulu. Saat bertemu Livia, ada keinginan Kiara untuk mencurahkan perasaannya, tetapi di
Kiara tak menyangka, pernikahannya dengan Alaric baru berlangsung empat hari, tetapi di hari keempat, mereka sudah tidak saling bicara. Kiara sudah mencoba mengajak Alaric bicara, tapi Alaric hanya menganggapi dengan 'hm' yang pendek. Kiara sadar, mereka memang salah. Padahal mereka berhubungan menjadi kekasih cukup lama sebelum menikah, tapi masih banyak hal dasar dan prinsipal yang belum mereka bahas. Salah satunya tentang menunda punya anak dan bagaimana program penundaan terbaik yang tidak menyakiti kedua pihak. Kiara berpikir jika Alaric mengenakan sarung pengaman saat mereka berhubungan intim, maka itu adalah pengaman terbaik yang paling tidak berbahaya. Atau ada jalan lain dengan memantau masa subuh Kiara. Tetapi Kiara tidak mau jika ada alat kontasepsi yang dimasukkan ke tubuhnya karena biasanya alat seperti itu ada efek sampingnya. Namun Alaric sepertinya masih kehilangan minat untuk menobrol dengan Kiara. Kiara pun menyadari, ini adalah
"Mas, sebentar," ucap Kiara lagi setelah mereka mandi dan mereka sudah bersiap di tempat tidur. Alaric sudah menciumi Kiara beberapa kali. Keningnya mengernyit mendengar Kiara menginterupsinya lagi. "Ada apa lagi, Sayang? Kalau kamu bilang sebentar terus, nanti keburu mood-ku hilang nih," sahut Alaric. "Kita belum benar-benar ngobrolin tentang rencana kita punya anak," kata Kiara. Alaric terbelalak. "Hah?" tanyanya terkejut, tak menyangka Kiara akan mengajaknya membahas tentang rencana punya anak ketika hasratnya sudah semakin tinggi seperti sekarang. "Maksudku, sebaiknya kita pakai pengaman sebelum kita benar-benar membahas tentang rencana kita punya anak," kata Kiara lagi. Minat Alaric langsung lenyap. Dia pun duduk di tempat tidur, menyandarkan punggungnya ke kepala tempat tidur. "Oke, aku memang salah. Nggak pernah mengajak kamu membahas tentang rencana punya anak denganmu sebelum kita menikah. Jadi, ap
Di bandara Sokarno Hatta, Kiara dan Alaric berpisah dengan Livia karena tujuan mereka berbeda. Kiara merasa aneh dan belum terbiasa dengan situasi ini. Dia masih belum terbiasa tinggal serumah dengan Alaric dan berpisah dari Livia. Tetapi ini lah hidupnya sekarang. Dia sudah memulai membangun sebuah keluarga bersama Alaric. Sopir Kiara masih bekerja dengannya. Karena Kiara masih membutuhkannya jika dia nanti punya kegiatan yang berbeda dengan Alaric. Kiara sudah meminta sopirnya itu menjemputnya di bandara sejak kemarin. Maka, kini Kiara dan Alaric sudah berada di jok belakang mobil Kiara yang dikendarai sopir Kiara. Kiara menyandarkan kepalanya ke bahu Alaric. Alaric hanya melirik istrinya itu dan tersenyum. Dia biarkan Kiara bersandar padanya. Satu jam kemudian mereka baru sampai di apartemen baru mereka. Kiara tentu saja sudah beberapa kali ke apartemen ini, tetapi tidak pernah menginap. Apartemen yang sebenarnya dibeli Alaric tetapi untuk mereka tinggali
Kiara dan Alaric kembali ke Jakarta bersama Livia. Namun mulai sekarang tujuan mereka berbeda. "Liv, kamu tinggal di apartemenku saja. Berani kan kamu tinggal sendiri di situ? Untuk sementara, sebelum aku jual. Daripada kosong dan kamu juga bisa ngirit kan nggak usah nyewa tempat lain," kata Kiara, ketika mereka sedang menunggu panggilan masuk ke pesawat yang akan membawa mereka ke Jakarta. "Serius, Ra? Memangnya kapan kamu akan menjual apartemenmu itu?" tanya Livia. "Sepertinya bukan dalam waktu dekat ini. Aku mau nyantai aja jualnya. Nggak usah dipasang diiklan. Sampaikan kabar mau jual itu dari mulut ke mulut aja. Sampai nanti akhirnya ketemu orang yang berminat. Kamu mau kan tinggal di situ dulu? Kan nggak jauh dari apartemenku dan Alaric. Kalau ada apa-apa aku amsih bisa ke situ dengan cepat, atau kamu yang ke apartemen kami," jawab Kiara. "Kenapa nggak kamu sewakan saja, Ra? Nggak perlu dijual. Kan lumayan bisa ada hasilnya, tapi kamu bisa
Kiara dan Alaric masih tinggal satu hari lagi di Surabaya. Ada pesta syukuran yang diadakan bersama oleh keluarga mereka. Bapak, ibu dan adik Alaric yang tinggal di hotel selama di Surabaya, ikut serta dalam acara pesta syukuran itu. Ada om dan tante serta beberapa sepupu Alaric yang juga datang dan menginap di hotel yang sama dengan ayah dan ibunya. Hotel itu jaraknya lebih dekat ke rumah orang tua Kiara. Syukuran itu diadakan di rumah orang tua Kiara. Hanya syukuran keluarga dengan hidangan sederhana. Yang penting mereka bisa berkumpul dan saling mengenal lebih dekat. Sehingga suatu saat bisa saling berkunjung. Kiara senang sekali melihat rumahnya dipenuhi keluarga besarnya. Sama seperti masa lamaran dahulu. Setelah dia kembali ke Jakarta dan hidup hanya berdua Alaric, maka segala keriuhan ini tak akan lagi dia rasakan. Dia pun sibuk merekam momen-momen bersama keluarganya. Kiara meminta satu per satu anggota keluarganya dan keluarga Alaric mengucapkan satu dua pat