"Liv, kita ke sana? Boleh nggak sih? Apa bakal ganggu syuting?" tanya Kiara, dia agak ragu melihat orang-orang yang sibuk syuting. Sepertinya mereka tidak bisa diganggu.
"Coba kamu telepon Alaric dulu, Ra. Kalau kita nggak bisa ke sana karena akan mengganggu orang syuting, sebaiknya kita nggak usah ke sana," jawab Livia.
Livia mengalihkan pandangannya ke sekelilingnya. Matanya berhenti di sebuah deretan beberapa kedai makanan.
"Kita nunggu di sana aja. Kamu telepon Alaric, bilang kalau kita udah sampai. Kamu tahu kan, Ra? Saat syuting sebaiknya nggak ada orang luar yang masuk karena nanti kalau kita salah lewat, bisa-bisa kita ganggu proses syuting," kata Livia lagi.
"Benar juga. Ya udah, aku telepon Alaric dulu ya," sahut Kiara. Dia segera memilih nomor kontak Alaric.
"Kalau dalam tiga kali dering telepon kamu nggak diangkat, berarti dia lagi sibuk. Sebaiknya jangan ditelpon lagi. Biar aja nanti dia yang nelpon kamu balik, Ra." Livia menginga
Halo, Setelah libur lima hari, kita ketemu lagi dengan lanjutan cerita ini. Semoga aku bisa ya nambah terus cerita ini sampai panjang. Kita terus mengulik kisah percintaan Kiara dan Alaric :) Salam, Arumi
"Kiara Almira, kan? Artis top yang main film "Theodore dan Almira"?" kata laki-laki muda itu lagi. Livia memperkirakan anak muda itu berusia sekitar di bawah dua lima tahun. "Kamu nonton film itu?" tanya Kiara, tanpa sadar dia merasa senang akhirnya ada yang mengenalinya di sini. "Nonton dong, Mbak. Sutradranya Mister Alaric, kan?" jawab pemuda itu sambil bertanya. "Mister Alaric?" tanya Kiara, dia merasa lucu mendengar Alaric dipanggil Mister. "Iya, itu Mister Alaric yang sedang bikin film laga itu, yang sekarang sedang syuting. Makanya saya kira Mbak Kiara Almira ini datang ke sini karena mau ikut syuting film laga yang sekarang sedang dibikin Mister Alaric," kata pemuda itu lagi. "Oh, kamu kenal sama Mister Alaric?" tanya Kiara. Pemuda itu mengangguk. "Saya bantu-bantu ngeberesin lokasi buat syuting, jadinya kenal sama Mister Alaric. Orangnya tegas, tapi bagus hasil syutingnya," jawab pemuda itu. "Kok kamu bisa
"Mas, kamu mau ngajak aku ke mana?" tanya Kiara yang masih ditarik Alaric menjauhi kedai. Hingga mereka berada di padang rumput. "Ke tempat sepi," jawab Alaric. "Ih, memangnya kamu mau ngapain? Kenapa bawa aku ke tempat sepi?" Kiara pura-pura merajuk walau sebenarnya hatinya berdebar-debar. "Supaya bebas kangen-kangenan sama kamu nggak di depan orang-orang. Lagian, walau di sini sepi, tapi ini lapangan terbuka, jadi aku nggak akan berbuat macam-macam. Aku cuma mau meluk. Boleh, kan?" sahut Alaric. Sikap Alaric yang seperti ini lah yang disukai Kiara. Alaric yang selalu menghargai dan menjaganya. Bahkan untuk memeluk pun Alaric minta izin dulu. Kiara tersenyum dan mengangguk. "Aku kangen kamu, Sayang," ucap Alaric sambil menarik tubuh Kiara ke dalam pelukannya. Kiara tersenyum dengan wajah dia sandarkan di bahu Alaric. "Aku juga kangeeeen banget sama kamu, Mas," sahut Kiara. "Ah, kangen banget dengar kamu manggil aku 'Mas'
"Kita nggak bisa lama-lama ya ngobrol sambil makan. Satu jam sebelum mulai syuting aku harus balik ke lokasi," kata Alaric setelah makanan mereka hampir habis. Sepanjang mereka menikmati makanan, Kiara hanya membiacarakan hal umum. Tidak ada kata-kata mesra untuk Alaric karena ada Livia di antara mereka. "Oh, ya udah yuk, kita udahan aja. Ini udaah satu jam lho kita di sini. Terus apa aku boleh ikut nonton syutingnya?" sahut Kiara. "Apa kamu yakin nggak akan ganggu?" Alaric balik bertanya. "Pastilah aku nggak akan gangggu. Aku kan tahu situasi di tempat syuting gimana. Aku cuma mau ikut lihat aja. Aku nggak akan bersuara," jawab Kiara. "Baiklah. Tapi janji ya, benar-benar jangan bersuara." Alaric mengingatkan lagi. "Iya. Eh, Livia juga boleh ikut, kan? Livia udah biasa kok ikut nonton proses syuting. Dia udah tahu sikap kita harus gimana selama syuting sedang berjalan," kata Kiara. Alaric menghela napas. "Kalian berdua in
Kiara hanya bisa terdiam kagum menyaksikan jalannya syuting yang disutradarai Alaric. Dia sama sekali tak mengira Alaric sanggup membuat film laga yang menampilkan bela diri silat ala Bengkulu. Benar-benar syuting yang rumit. Apalagi saat adegan berkuda kemudian dua tokoh berkelahi sambil menaiki kuda. Kiara pun menyadari bahwa pekerjaan Alaric kali ini sangat berat. Maka wajarlah jika Alaric tidak selalu bisa menerima teleponnya, atau langsung membalas pesan W******p-nya. Apalagi, tiap kali syuting berpindah ke adegan selanjutnya, banyak sekali yang perlu dipersiapkan. Hingga sore, Kiara tetap menemani Alaric. Waktu syuting yang tinggal seminggu lagi benar-benar dikejar sebaik-baiknya. Tapi Alaric bilang, karena mereka sudah syuting sejak pagi, untuk malam hari mereka istirahat. Adegan malam hari akan syuting besok malam supaya persiapan setting dan aktornya bisa lebih baik. Alaric memang keras dan punya stnadar tinggi dalam syuting filmnya, tapi dia
Setelah urusan di lokasi syuting beres, Alaric mengajak Kiara dan Livia pulang. Beberapa kru film yang menginap di hotel yang sama dengan mereka juga ikut satu mobil dengan mereka, di mobil yang dikendarai Pak Andi. Kiara mengenal beberapa artis yang terlibat dalam film yang disutradarai Alaric itu, walau pun dia tidak mengenal dekat. Pemeran utama pria memang aktor yang asli jago bela diri silat bernama Ardio Armando. Lelaki berambut ikal berkulit coklat dengan tubuh atletis. Usianya baru dua puluh enam tahun. Pemeran utama wanita seorang gadis yang aslinya bukan ahli bela diri, tetapi dia memang hobi olahraga sehingga tubuhnya langsing dan atletis. Gadis itu bernama Selia Aurora, baru ebrusia dua puluh tiga tahun, tapi memang sudah menjadi bintang layar lebar pendatang baru yang cukup menarik perhatian sejak bermain di sebuah film tentang superhero Indonesia walau di film itu dia belum menjadi pemeran utama. Kiara yang duduk di jok tengan bersam
Setelah mereka sampai di hotel, Kiara langsung menuju lift naik ke lantai di tempat kamarnya berada. Ternyata kamar Alaric pun berada di lantai yang sama dengan Kiara. Kamar Kiara dan Livia lebih dulu sampai. Kiara pun permisi pada Alaric. Sementara Livia sudah membuka pintu kamar mereka. Tiba-tiba Alaric menggenggam jari-jemari Kiara. Membuat Kiara tersentak dan seketika pipinya memanas. "Kita mandi dulu, setelah itu, sekitar jam setengah delapan kita makan malam di restoran. Oke?" kata Alaric sebelum Kiara masuk ke kamarnya. Kiara mengangguk. "Oke," sahutnya sambil tersenyum. Alaric membalas senyum Kiara. "Sampai ketemu lagi, Sayang," bisik Alaric sebelum melepaskan jari Kiara. Lagi-lagi Kiara merasa pipinya bagai tersengat. Begitulah, saking jarangnya mereka saling bersentuhan, disentuh sedikit saja membuat Kiara sudah merasa berdebar. "Iya, Sayang," balas Kiara masih dengan senyum tersipu. A
Pukul delapan malam kurang sepuluh menit pintu kamar Kiara diketuk. Kiara yang telah rapi dengan pakaian casual tapi tetap terlihat cantik, bergegas menuju pintu. "Aku berangkat ya, Liv," ucapnya sambil berjalan ke arah pintu. "Oke," sahut Livia. Kiara membuka pintu. Senyumnya mengembang melihat di depannya sudah berdiri Alaric dengan wajah segar rambut agak basah di bagian depan. Alaric pun mengenakan pakaian casual berupa celana jeans dan kaos polos biru tua berlengan pendek. "Hai, sudah siap?" tanya Alaric sambil membalas senyum Kiara. Kiara mengangguk. Dia keluar dan menutup pintu, lalu merangkul lengan Alaric. Alaric tidak langsung bergerak maju. Dia menatap pintu yang tertutup dengan wajah heran. "Livia nggak ikut makan malam? Kenapa dia? Apa dia sakit?" tanya Alaric. "Nggak, Livia nggak sakit. Dia cuma agak capek dan mau makan malam di kamar aja katanya. Dia sudah pesan makanan supaya diantar ke kamar," jawab
Malam itu Kiara tidur nyenyak sambil tersenyum. Dia sudah tidur sejak pukul sebelas malam. Alaric hanya mengajaknya mengobrol sampai pukul sepuluh malam, kemudian Alaric mengantarnya sampai di depan pintu kamarnya. Alaric sengaja tidak ingin menahan Kiara terlalu malam bersamanya karena dia ingin Kiara segera istirahat sehingga besok tidak bangun kesiangan. Kiara setuju dengan saran Alaric itu. Karena besok mereka punya banyak rencana, terutama merencanakan konferensi pers yang malam itu belum mereka bicarakan. Kiara tidur dengan nyenyak, malah dia tidur lebih dulu dari Livia. Livia baru menyusul terlelap setengah jam kemudian. Esok paginya Kiara bangun pukul setengah enam. Dia tak menyangka bisa tidur sangat nyenyak dan bisa bangun awal. Dan oborlannya semalam bersama Alaric membuat Kiara bangun dengan semangat. "Pagi, Liv," sapa Kiara pada Livia yang baru membuka mata. Livia mengerjap, dia meregangkan tubuhnya. Lalu matanya
Kiara tak menyangka akhirnya dia dan Alaric bisa mewujudkan rencana mereka berbulan madu ke Labuan Bajo. Semua berjalan lancar. Mulai dari rangkaian promosi film "Lost in Bali" hingga pemutarannya selama sebulan di bisokop dan menghasilkan jumlah penonton cukup luar biasa, syuting film baru yang cukup melelahkan menuntut Kiara mengerahkan segala kemampuannya, akhirnya kini Kiara dan Alaric bisa beristirahat hanya berdua saja. Mereka menikmati indahnya pemandangan, bercinta sampai puas tak ada yang mengganggu karena resort yang mereka tinggali ini memang antara satu kamar dengan kamar lainnya berjarak lumayan jauh. Hari ini mereka masih akan bermalas-malasan hanya di hotel, kemudian nanti akan berenang di kolam renang, dan nanti sore mereka akan ke pantai menikmati sunset. Mereka baru selesai sarapan, lalu asyik merebahkan tibuh di hammock yang etrpasang di teras paviliun mereka. Kiara merebahkan kepalanya di dada Alaric. "Mas, bagaimana kalau setelah
Sebulan setelah Alaric dan Kiara menikah, film Kiara yang berjudul "Lost in Bali" mengadakan gala premiere sebelum resmi tayang di bioskop di seluruh Indonesia dua hari lagi. Di acara gala premiere itu tentu saja Kiara bertemu lagi dengan Kafka yang ternyata masih betah berpacaran dengan peran pendukung wanita film itu. Mereka masih tidak saling berbicara, tapi Kiara sudah mulai mau membalas senyum Kafka hanya sekadar sebagai sopan santun dan hubungan baik karena mereka berperan di film yang sama. Alaric selalu menggenggam erat tangan Kiara seolah ingin menegaskan kepada semua orang bahwa Kiara adalah miliknya. Beberapa kali malah Alaric memeluk pinggang Kiara. Bahkan di satu kesempatan ketika mereka sedang ebrbincang sambil menunggu dipersilakan masuk ke dalam studio, tiba-tiba saja Alaric mencium pipi Kiara lama, lalu bergerak ke bibirnya, kemudian mengecup lembut. Kiara terkejut, tetapi membiarkan aksi Alaric itu. "Mas, jangan ciuman di depan publik.
"He, Kiara, kenapa menangis? Aku bikin kejutan ini buat bikin kamu senang, bukan malah menangis," ucap Alaric ketika melihat mata istrinya basah dan perlahan satu dua tetes air mata mengalir di pipi Kiara. Kiara menggeleng. Dia mengambil tisu di atas meja makan, lalu menghapus air matanya. "Aku menangis bahagia, Mas. Aku etrharu. Aku nggak sangka kamu akan melakukan semua ini. AKu kira kamu masih lama bakal diemin aku. Aku mulai paham kebiasaan kamu. Tiap kali kita berdebat, kamu milih diemin aku daripada ribut melanjutkan perdebatan. Aku sudah mengalaminya saat kejadian dengan Kafka. Jadi, ketika semalam dan tadi pagi kamu diemin aku, aku ngerti. Kamu butuh waktu. Tapi aku nggak ngira mood kamu bisa berubah secepat ini," sahut Kiara. Lalu Kiara mencoba tersenyum walau bibirnya masih bergetar. alaric balas tersenyum. Dia mengecup bibir istrinya lembut, lalu dia raih tubuh Kiara dalam pelukannya. Dia biarkan dada Kiara bersandar ke dadanya, dan Alaric me
Hari ini kesibukan Kiara seharian rapat di beberapa tempat. Setelah bertemu Livia dan mengecek lagi jdwal kerjanya untuk satu bulan ke depan, Kiara ditemani Livia menghadiri rapat di sebuah perusahaan iklan yang akan membuat iklan untuk produk minuman kesehatan. Pertemuan itu selesai pukul setengah enam. Kiara berniat akan makan malam dulu bersama Livia sebelum pulang ke apartemen. Karena dia memperkirakan Alaric akan pulang larut, mungkin sengaja untuk menghindari bertemu Kiara. Kiara memang bertekad akan membiarkan Alaric membenahi perasaannya dulu. Dia bukan wanita manja yang senang merajuk dan ngambek bila keinginannya tidak dituruti. Sudah bertahun-tahun dia terbiasa mandiri. Apalagi Kiara menyadri dalam masalahnya saat ini, dia memang salah karena dengan tiba-tiba menghentikan Alaric dan melarangnya berhubungan tanpa pengaman tanpa membicarakan tentang itu lebih dulu. Saat bertemu Livia, ada keinginan Kiara untuk mencurahkan perasaannya, tetapi di
Kiara tak menyangka, pernikahannya dengan Alaric baru berlangsung empat hari, tetapi di hari keempat, mereka sudah tidak saling bicara. Kiara sudah mencoba mengajak Alaric bicara, tapi Alaric hanya menganggapi dengan 'hm' yang pendek. Kiara sadar, mereka memang salah. Padahal mereka berhubungan menjadi kekasih cukup lama sebelum menikah, tapi masih banyak hal dasar dan prinsipal yang belum mereka bahas. Salah satunya tentang menunda punya anak dan bagaimana program penundaan terbaik yang tidak menyakiti kedua pihak. Kiara berpikir jika Alaric mengenakan sarung pengaman saat mereka berhubungan intim, maka itu adalah pengaman terbaik yang paling tidak berbahaya. Atau ada jalan lain dengan memantau masa subuh Kiara. Tetapi Kiara tidak mau jika ada alat kontasepsi yang dimasukkan ke tubuhnya karena biasanya alat seperti itu ada efek sampingnya. Namun Alaric sepertinya masih kehilangan minat untuk menobrol dengan Kiara. Kiara pun menyadari, ini adalah
"Mas, sebentar," ucap Kiara lagi setelah mereka mandi dan mereka sudah bersiap di tempat tidur. Alaric sudah menciumi Kiara beberapa kali. Keningnya mengernyit mendengar Kiara menginterupsinya lagi. "Ada apa lagi, Sayang? Kalau kamu bilang sebentar terus, nanti keburu mood-ku hilang nih," sahut Alaric. "Kita belum benar-benar ngobrolin tentang rencana kita punya anak," kata Kiara. Alaric terbelalak. "Hah?" tanyanya terkejut, tak menyangka Kiara akan mengajaknya membahas tentang rencana punya anak ketika hasratnya sudah semakin tinggi seperti sekarang. "Maksudku, sebaiknya kita pakai pengaman sebelum kita benar-benar membahas tentang rencana kita punya anak," kata Kiara lagi. Minat Alaric langsung lenyap. Dia pun duduk di tempat tidur, menyandarkan punggungnya ke kepala tempat tidur. "Oke, aku memang salah. Nggak pernah mengajak kamu membahas tentang rencana punya anak denganmu sebelum kita menikah. Jadi, ap
Di bandara Sokarno Hatta, Kiara dan Alaric berpisah dengan Livia karena tujuan mereka berbeda. Kiara merasa aneh dan belum terbiasa dengan situasi ini. Dia masih belum terbiasa tinggal serumah dengan Alaric dan berpisah dari Livia. Tetapi ini lah hidupnya sekarang. Dia sudah memulai membangun sebuah keluarga bersama Alaric. Sopir Kiara masih bekerja dengannya. Karena Kiara masih membutuhkannya jika dia nanti punya kegiatan yang berbeda dengan Alaric. Kiara sudah meminta sopirnya itu menjemputnya di bandara sejak kemarin. Maka, kini Kiara dan Alaric sudah berada di jok belakang mobil Kiara yang dikendarai sopir Kiara. Kiara menyandarkan kepalanya ke bahu Alaric. Alaric hanya melirik istrinya itu dan tersenyum. Dia biarkan Kiara bersandar padanya. Satu jam kemudian mereka baru sampai di apartemen baru mereka. Kiara tentu saja sudah beberapa kali ke apartemen ini, tetapi tidak pernah menginap. Apartemen yang sebenarnya dibeli Alaric tetapi untuk mereka tinggali
Kiara dan Alaric kembali ke Jakarta bersama Livia. Namun mulai sekarang tujuan mereka berbeda. "Liv, kamu tinggal di apartemenku saja. Berani kan kamu tinggal sendiri di situ? Untuk sementara, sebelum aku jual. Daripada kosong dan kamu juga bisa ngirit kan nggak usah nyewa tempat lain," kata Kiara, ketika mereka sedang menunggu panggilan masuk ke pesawat yang akan membawa mereka ke Jakarta. "Serius, Ra? Memangnya kapan kamu akan menjual apartemenmu itu?" tanya Livia. "Sepertinya bukan dalam waktu dekat ini. Aku mau nyantai aja jualnya. Nggak usah dipasang diiklan. Sampaikan kabar mau jual itu dari mulut ke mulut aja. Sampai nanti akhirnya ketemu orang yang berminat. Kamu mau kan tinggal di situ dulu? Kan nggak jauh dari apartemenku dan Alaric. Kalau ada apa-apa aku amsih bisa ke situ dengan cepat, atau kamu yang ke apartemen kami," jawab Kiara. "Kenapa nggak kamu sewakan saja, Ra? Nggak perlu dijual. Kan lumayan bisa ada hasilnya, tapi kamu bisa
Kiara dan Alaric masih tinggal satu hari lagi di Surabaya. Ada pesta syukuran yang diadakan bersama oleh keluarga mereka. Bapak, ibu dan adik Alaric yang tinggal di hotel selama di Surabaya, ikut serta dalam acara pesta syukuran itu. Ada om dan tante serta beberapa sepupu Alaric yang juga datang dan menginap di hotel yang sama dengan ayah dan ibunya. Hotel itu jaraknya lebih dekat ke rumah orang tua Kiara. Syukuran itu diadakan di rumah orang tua Kiara. Hanya syukuran keluarga dengan hidangan sederhana. Yang penting mereka bisa berkumpul dan saling mengenal lebih dekat. Sehingga suatu saat bisa saling berkunjung. Kiara senang sekali melihat rumahnya dipenuhi keluarga besarnya. Sama seperti masa lamaran dahulu. Setelah dia kembali ke Jakarta dan hidup hanya berdua Alaric, maka segala keriuhan ini tak akan lagi dia rasakan. Dia pun sibuk merekam momen-momen bersama keluarganya. Kiara meminta satu per satu anggota keluarganya dan keluarga Alaric mengucapkan satu dua pat