"Ra, aku nggak tahu kamu bakal marah atau malah senang kalau baca berita yang beredar di banyak artikel di internet," ucap Livia yang baru saja masuk ke ruang apartemen Kiara untuk memulai kerjanya hari ini.
Sejak pagi-pagi sekali dia sudah membaca berita-berita yang beredar di internet. Media-media online mempublikasi berita yang sama tentang laporan dari acara gala premiere fil, "Theodore dan Almira" semalam.
Kiara yang baru terbangun pukul tujuh pagi dan langsung sibuk menyiapkan sarapan untuk dirinya sendiri, lalu mandi, belum sempat melihat berita online apa pun di internet.
"Berita apa sih? Sudah pada bermunculan hasil review dari pemutaran premiere filmku semalam?" tanya Kiara.
"Kamu buka internet?" tanya Livia.
Kiara menggeleng.
"Bangun tidur aku langsung bikin sarapan. Laper banget. Ini baru selesai mandi. Buatku, berita buruk pun bisa jadi kabar bagus karena bisa mendongkrak ketenaran film kita," jawab Kiara.
Livia me
Terima kasih sudah membaca bab ini. Sampai ketemu besok dengan bab selanjutnya. Salam, Arumi
“Bonjour, Mademoiselle.” Tubuh Kiara yang sedang duduk menunggu sembari membaca sebuah majalah fashion, seolah kaku mendadak saat ia mendengar sapaan itu, samar-samar suara itu mengingatkannya dengan suara yang pernah ia dengar lebih dari setahun lalu. Logat Prancis yang sangat kentara, benar-benar melempar ingatannya langsung ke masa itu. Perlahan ia menoleh, kemudian tertegun dengan sosok yang berdiri tegap di belakangnya. Bukan Kiara yang berbalik, tetapi lelaki yang menyapanya itu yang lalu melangkah mendekat hingga kemudian berdiri tepat di hadapan Kiara. Alis Kiara terangkat tinggi. “Bertrand? Bertrand LaForce?” tanya Kiara, ragu pada penglihatannya sendiri. Ia sedang menunggu seorang teman di lobby hotel ini. Sungguh tidak mengira akan melihat sosok lelaki Prancis itu lagi di sini, di Jakarta. Kiara masih mengingat dengan jelas sosok di hadapannya ini, walau kini tampak sedikit berbeda. Tubuh lelaki yang kemudian duduk
Selama pergi bersama temannya untuk membeicarakan proyek sosial yang disponsori sebuah produk minuman, pikiran Kiara masih dipenuhi dengan pertemuan singkatnya dengan Bertrand tadi. Aneh sekali rasanya. Bertemu Bertrand LaForce lagi. Padahal Kiara sudah mulai melupakannya. Sosok Bertrand mulai digantikan Alaric. Namun saat Bertrand muncul lagi, rasa penasaran itu kembali menelusup. Kiara tidak menyangka, melalui koneksinya di Indonesia, dia bisa mendapatkan nomor handphone manajer Kiara yang tak lain adalah Livia. Awalnya Livia enggan menyampaikan pesan Bertrand kepada Kiara. Namun karena dia tak ingin berbohong pada Kiara, akhirnya dia sampakian pesan Bertrand itu kepada Kiara. Kiara meminta nomor handphone Bertrand pada Livia. Dengan enggan Livia memberikannya. Kiara bergegas menghubungi Bertrand, langsung menanyakan keperluan fotografer Prancis itu. Bertrand merasa sennag sekali Kiara menghubunginya. Itu artinya Kiara tidak membencinya, Kiara masih mau ber
Kiara tertegun melihat Bertrand sudah lebih dahulu memulai makan malamnya bersama seorang gadis berambut pirang bermata biru gelap yang lumayan menarik. Ini pertemuan ketiga Kiara dengan Bertrand di Jakarta dalam satu minggu ini. Bertrand memang sedang ditugaskan di Jakarta dan sekitarnya selama dua minggu lamanya. Lagi-lagi Bertrand mengajaknya bertemu di kafe yang sama dengan pertemuan kedua mereka tiga hari lalu. Kiara berjalan mendekat agak ragu. Apa itu pacarnya? batin Kiara bertanya-tanya. Bukan berarti Kiara cemburu. Sama sekali dia tak punya perasaan apa-apa. Dia justru tak ingin mengganggu keasyikan Bertrand dan wanita pirang itu jika ternyata wanita itu adalah pacar Bertrand. Setelah Kiara hampir dekat, barulah Bertrand menyadari kehadirannya. dia menghentikan ucapannya pada wanita di hadapannya itu, lalu beralih memandang Kiara dan melambaikan tangan. “Hai, Kiara. Silakan duduk," sapa Bertrand. Dia berdiri dan m
Kiara menepati janjinya. Mengajak Celin dan Bertrand menjajal bersepeda gunung di Hutan UI, di jalur yang biasa dilalui Kiara dan Tristan. Tentunya Tristan pun ikut serta. Kiara meminta Tristan membantu menyewakan sepeda gunung untuk Celine dan Bertrand. Celine tampak sangat antusias. Ia tak keberatan pukul setengah tujuh pagi sudah siap di lokasi trek berbatu-batu, sempit, di kelilingi pepohonan, sementara di sebelah kanan trek ini, tepat di sisi jalan sempit adalah tepian danau buatan yang jika sepeda mereka salah berbelok, maka sepeda berikut pengemudinya akan terjerembab ke dalam danau. Sementara Bertrand beberapa kali tampak menguap. Ia masih setengah mengantuk saat Kiara menjemputnya di hotel tempatnya menginap sejak pukul enam pagi tadi. “Kalian siap? Celine, kamu yakin bisa mengendarai sepeda, kan?” tanya Kiara menegaskan sekali lagi kesiapan semuanya untuk memulai perjalanan penuh tantangan ini. “Saat kau berkunjung ke Bali, aku juga berseped
Bertrand dan Celine baru saja pergi dari ruang apartemen Kiara ditemani Livia yang beralasan ingin sekalian keluar sebentar. Padahal karena Livia tahu, Alaric dan Kiara butuh dibiarkan bicara berdua saja. Dari ekspresi Alaric, Livia menyadari lelaki itu sedang menahan gemuruh di dadanya, dan siap dia tumpahkan kepada Kiara. Daripada Alaric mengungkapkan kekesalannya kepada Kiara di hadapan Bertrand dan Celine, lebih baik jika Alaric dibiarkan berdua saja dengan Kiara untuk menyelesaikan masalah mereka. “Jadi … dialah pemuda Prancis yang selama ini kamu cari?” tanya Alaric. Matanya menatap Kiara serius, bibirnya kaku tanpa senyum. Alaric mengajukan pertanyaannya itu dengan nada suara biasa, dengan ekspresi wajah yang biasa pula, tetapi terasa begitu menohok hati Kiara. “Sudah lama aku nggak mencarinya lagi, dia yang datang padaku. Kebetulan dia sedang ada tugas memotret di Jakarta. Aku sudah merasa biasa saja padanya. Rasa penasaranku sudah terjawab. Sel
Alaric tak punya pilihan lain. Ia tetap pergi esok harinya. Meninggalkan Kiara yang bahkan enggan mnegantarnya ke bandara. Alaric menghela napas. Ia hanya bisa berjanji pada dirinya sendiri. Suatu saat nanti akan kembali menjemput Kiara. Alaric sudah pergi. Kembali ke Paris. Lelaki yang mulai mencuri hati Kiara itu memutuskan masih ingin menetap dan berkarir di Paris. Awalnya karena disibukkan dengan jadwal kerjanya yang padat, Kiara merelakan begitu saja kepergian Alaric. Namun hampir enam bulan lamanya tidak bertemu Alaric secara langsung, ternyata mulai memunculkan rasa rindu di dalam hatinya. Terkadang Kiara masih menyalahkan dirinya sendiri sebagai penyebab kepergian Alaric. Kiara tidak bisa menjawab dengan tegas, saat Alaric mempertanyakan kesungguhan perasaanya pada pemuda itu. Kiara baru menyadarinya sekarang, ia merindukan sikap disiplin Alaric yang dulu seringkali membuatnya kehilangan mooddan merasa terlalu diatur. Aneh, saat ini, ia
Restoran ala Jepang ini adalah tempat makan favorit Kiara dan Tristan. Tiap kali mereka janji bertemu, selalu saja tempat ini yang langsung terpikirkan oleh mereka. Tristan tertegun melihat Kiara berjalan menuju pintu masuk sama seperti dirinya. "Hei, Ra. Kamu sudah sampai," tegur Tristan setelah mereka dekat, lalu bersamaan mereka masuk ke dalam restoran itu. "Kamu juga," balas Kiara. "Maksudku, tumben kamu nggak telat. Biasanya, kalau janjian sama kamu, pasti kamua selalu telat. Paling cepat telat sepuluh menit deh." Tristan melihat jam tangannya. "Sekarang tumben, kamu tepat waktu," lanjut Tristan. Kiara tersenyum lebar. "AKhir-akhir ini aku memangs elalu tepat waktu. Gara-gara Alaric. Dia itu disiplin banget. Dalam acara apa pun selalu tepat waktu. Datang paling pertama, pekerjaan beres tepat pada waktunya. Kenal dekat dia, bikin aku mau nggak mau ngikutin ritme dia yang selalu mengerjakan apa pun di awal atau secepatnya." Kiara me
Mencari waktu yang tepat untuk terbang ke Paris bukanlah hal mudah bagi Kiara yang setiap hari dipenuhi jadwal pekerjaan super ketat. Syuting film terbaru, wawancara majalah, talkshow di televisi. Syuting iklan untuk televisi. Dan kegiatan lainnya, yang membuat Kiara hanya punya waktu libur dua minggu sekali selama hanya satu hari. Untunglah ada Livia yang mengurus pembuatan visa Eropanya selama Kiara sibuk bekerja. Kiara tentunya perlu datang juga untuk difoto dan menjawab pertanyaan, tapi semua berkas sudah disiapkan oleh Livia, manajernya itu pun men dampinginya. Kiara hanya perlu datang sebentar di sela-sela kesibukan syutingnya. Semalam ia mengirim pesan w******p, sekadar menanyakan kabar Alaric setelah sebulan lamanya ia bahkan tak sempat bertegur sapa walau hanya sekadar melalui pesan singkat. Keterlaluan! Kiara mengaki dirinya keterlaluan sekali. Tapi ia juga sedikit kesal pada Alaric yang juga seperti tidak peduli padanya. Dalam tiga bulan ini, Alaric baru m
Kiara tak menyangka akhirnya dia dan Alaric bisa mewujudkan rencana mereka berbulan madu ke Labuan Bajo. Semua berjalan lancar. Mulai dari rangkaian promosi film "Lost in Bali" hingga pemutarannya selama sebulan di bisokop dan menghasilkan jumlah penonton cukup luar biasa, syuting film baru yang cukup melelahkan menuntut Kiara mengerahkan segala kemampuannya, akhirnya kini Kiara dan Alaric bisa beristirahat hanya berdua saja. Mereka menikmati indahnya pemandangan, bercinta sampai puas tak ada yang mengganggu karena resort yang mereka tinggali ini memang antara satu kamar dengan kamar lainnya berjarak lumayan jauh. Hari ini mereka masih akan bermalas-malasan hanya di hotel, kemudian nanti akan berenang di kolam renang, dan nanti sore mereka akan ke pantai menikmati sunset. Mereka baru selesai sarapan, lalu asyik merebahkan tibuh di hammock yang etrpasang di teras paviliun mereka. Kiara merebahkan kepalanya di dada Alaric. "Mas, bagaimana kalau setelah
Sebulan setelah Alaric dan Kiara menikah, film Kiara yang berjudul "Lost in Bali" mengadakan gala premiere sebelum resmi tayang di bioskop di seluruh Indonesia dua hari lagi. Di acara gala premiere itu tentu saja Kiara bertemu lagi dengan Kafka yang ternyata masih betah berpacaran dengan peran pendukung wanita film itu. Mereka masih tidak saling berbicara, tapi Kiara sudah mulai mau membalas senyum Kafka hanya sekadar sebagai sopan santun dan hubungan baik karena mereka berperan di film yang sama. Alaric selalu menggenggam erat tangan Kiara seolah ingin menegaskan kepada semua orang bahwa Kiara adalah miliknya. Beberapa kali malah Alaric memeluk pinggang Kiara. Bahkan di satu kesempatan ketika mereka sedang ebrbincang sambil menunggu dipersilakan masuk ke dalam studio, tiba-tiba saja Alaric mencium pipi Kiara lama, lalu bergerak ke bibirnya, kemudian mengecup lembut. Kiara terkejut, tetapi membiarkan aksi Alaric itu. "Mas, jangan ciuman di depan publik.
"He, Kiara, kenapa menangis? Aku bikin kejutan ini buat bikin kamu senang, bukan malah menangis," ucap Alaric ketika melihat mata istrinya basah dan perlahan satu dua tetes air mata mengalir di pipi Kiara. Kiara menggeleng. Dia mengambil tisu di atas meja makan, lalu menghapus air matanya. "Aku menangis bahagia, Mas. Aku etrharu. Aku nggak sangka kamu akan melakukan semua ini. AKu kira kamu masih lama bakal diemin aku. Aku mulai paham kebiasaan kamu. Tiap kali kita berdebat, kamu milih diemin aku daripada ribut melanjutkan perdebatan. Aku sudah mengalaminya saat kejadian dengan Kafka. Jadi, ketika semalam dan tadi pagi kamu diemin aku, aku ngerti. Kamu butuh waktu. Tapi aku nggak ngira mood kamu bisa berubah secepat ini," sahut Kiara. Lalu Kiara mencoba tersenyum walau bibirnya masih bergetar. alaric balas tersenyum. Dia mengecup bibir istrinya lembut, lalu dia raih tubuh Kiara dalam pelukannya. Dia biarkan dada Kiara bersandar ke dadanya, dan Alaric me
Hari ini kesibukan Kiara seharian rapat di beberapa tempat. Setelah bertemu Livia dan mengecek lagi jdwal kerjanya untuk satu bulan ke depan, Kiara ditemani Livia menghadiri rapat di sebuah perusahaan iklan yang akan membuat iklan untuk produk minuman kesehatan. Pertemuan itu selesai pukul setengah enam. Kiara berniat akan makan malam dulu bersama Livia sebelum pulang ke apartemen. Karena dia memperkirakan Alaric akan pulang larut, mungkin sengaja untuk menghindari bertemu Kiara. Kiara memang bertekad akan membiarkan Alaric membenahi perasaannya dulu. Dia bukan wanita manja yang senang merajuk dan ngambek bila keinginannya tidak dituruti. Sudah bertahun-tahun dia terbiasa mandiri. Apalagi Kiara menyadri dalam masalahnya saat ini, dia memang salah karena dengan tiba-tiba menghentikan Alaric dan melarangnya berhubungan tanpa pengaman tanpa membicarakan tentang itu lebih dulu. Saat bertemu Livia, ada keinginan Kiara untuk mencurahkan perasaannya, tetapi di
Kiara tak menyangka, pernikahannya dengan Alaric baru berlangsung empat hari, tetapi di hari keempat, mereka sudah tidak saling bicara. Kiara sudah mencoba mengajak Alaric bicara, tapi Alaric hanya menganggapi dengan 'hm' yang pendek. Kiara sadar, mereka memang salah. Padahal mereka berhubungan menjadi kekasih cukup lama sebelum menikah, tapi masih banyak hal dasar dan prinsipal yang belum mereka bahas. Salah satunya tentang menunda punya anak dan bagaimana program penundaan terbaik yang tidak menyakiti kedua pihak. Kiara berpikir jika Alaric mengenakan sarung pengaman saat mereka berhubungan intim, maka itu adalah pengaman terbaik yang paling tidak berbahaya. Atau ada jalan lain dengan memantau masa subuh Kiara. Tetapi Kiara tidak mau jika ada alat kontasepsi yang dimasukkan ke tubuhnya karena biasanya alat seperti itu ada efek sampingnya. Namun Alaric sepertinya masih kehilangan minat untuk menobrol dengan Kiara. Kiara pun menyadari, ini adalah
"Mas, sebentar," ucap Kiara lagi setelah mereka mandi dan mereka sudah bersiap di tempat tidur. Alaric sudah menciumi Kiara beberapa kali. Keningnya mengernyit mendengar Kiara menginterupsinya lagi. "Ada apa lagi, Sayang? Kalau kamu bilang sebentar terus, nanti keburu mood-ku hilang nih," sahut Alaric. "Kita belum benar-benar ngobrolin tentang rencana kita punya anak," kata Kiara. Alaric terbelalak. "Hah?" tanyanya terkejut, tak menyangka Kiara akan mengajaknya membahas tentang rencana punya anak ketika hasratnya sudah semakin tinggi seperti sekarang. "Maksudku, sebaiknya kita pakai pengaman sebelum kita benar-benar membahas tentang rencana kita punya anak," kata Kiara lagi. Minat Alaric langsung lenyap. Dia pun duduk di tempat tidur, menyandarkan punggungnya ke kepala tempat tidur. "Oke, aku memang salah. Nggak pernah mengajak kamu membahas tentang rencana punya anak denganmu sebelum kita menikah. Jadi, ap
Di bandara Sokarno Hatta, Kiara dan Alaric berpisah dengan Livia karena tujuan mereka berbeda. Kiara merasa aneh dan belum terbiasa dengan situasi ini. Dia masih belum terbiasa tinggal serumah dengan Alaric dan berpisah dari Livia. Tetapi ini lah hidupnya sekarang. Dia sudah memulai membangun sebuah keluarga bersama Alaric. Sopir Kiara masih bekerja dengannya. Karena Kiara masih membutuhkannya jika dia nanti punya kegiatan yang berbeda dengan Alaric. Kiara sudah meminta sopirnya itu menjemputnya di bandara sejak kemarin. Maka, kini Kiara dan Alaric sudah berada di jok belakang mobil Kiara yang dikendarai sopir Kiara. Kiara menyandarkan kepalanya ke bahu Alaric. Alaric hanya melirik istrinya itu dan tersenyum. Dia biarkan Kiara bersandar padanya. Satu jam kemudian mereka baru sampai di apartemen baru mereka. Kiara tentu saja sudah beberapa kali ke apartemen ini, tetapi tidak pernah menginap. Apartemen yang sebenarnya dibeli Alaric tetapi untuk mereka tinggali
Kiara dan Alaric kembali ke Jakarta bersama Livia. Namun mulai sekarang tujuan mereka berbeda. "Liv, kamu tinggal di apartemenku saja. Berani kan kamu tinggal sendiri di situ? Untuk sementara, sebelum aku jual. Daripada kosong dan kamu juga bisa ngirit kan nggak usah nyewa tempat lain," kata Kiara, ketika mereka sedang menunggu panggilan masuk ke pesawat yang akan membawa mereka ke Jakarta. "Serius, Ra? Memangnya kapan kamu akan menjual apartemenmu itu?" tanya Livia. "Sepertinya bukan dalam waktu dekat ini. Aku mau nyantai aja jualnya. Nggak usah dipasang diiklan. Sampaikan kabar mau jual itu dari mulut ke mulut aja. Sampai nanti akhirnya ketemu orang yang berminat. Kamu mau kan tinggal di situ dulu? Kan nggak jauh dari apartemenku dan Alaric. Kalau ada apa-apa aku amsih bisa ke situ dengan cepat, atau kamu yang ke apartemen kami," jawab Kiara. "Kenapa nggak kamu sewakan saja, Ra? Nggak perlu dijual. Kan lumayan bisa ada hasilnya, tapi kamu bisa
Kiara dan Alaric masih tinggal satu hari lagi di Surabaya. Ada pesta syukuran yang diadakan bersama oleh keluarga mereka. Bapak, ibu dan adik Alaric yang tinggal di hotel selama di Surabaya, ikut serta dalam acara pesta syukuran itu. Ada om dan tante serta beberapa sepupu Alaric yang juga datang dan menginap di hotel yang sama dengan ayah dan ibunya. Hotel itu jaraknya lebih dekat ke rumah orang tua Kiara. Syukuran itu diadakan di rumah orang tua Kiara. Hanya syukuran keluarga dengan hidangan sederhana. Yang penting mereka bisa berkumpul dan saling mengenal lebih dekat. Sehingga suatu saat bisa saling berkunjung. Kiara senang sekali melihat rumahnya dipenuhi keluarga besarnya. Sama seperti masa lamaran dahulu. Setelah dia kembali ke Jakarta dan hidup hanya berdua Alaric, maka segala keriuhan ini tak akan lagi dia rasakan. Dia pun sibuk merekam momen-momen bersama keluarganya. Kiara meminta satu per satu anggota keluarganya dan keluarga Alaric mengucapkan satu dua pat