Kiara menepati janjinya. Mengajak Celin dan Bertrand menjajal bersepeda gunung di Hutan UI, di jalur yang biasa dilalui Kiara dan Tristan. Tentunya Tristan pun ikut serta. Kiara meminta Tristan membantu menyewakan sepeda gunung untuk Celine dan Bertrand.
Celine tampak sangat antusias. Ia tak keberatan pukul setengah tujuh pagi sudah siap di lokasi trek berbatu-batu, sempit, di kelilingi pepohonan, sementara di sebelah kanan trek ini, tepat di sisi jalan sempit adalah tepian danau buatan yang jika sepeda mereka salah berbelok, maka sepeda berikut pengemudinya akan terjerembab ke dalam danau.
Sementara Bertrand beberapa kali tampak menguap. Ia masih setengah mengantuk saat Kiara menjemputnya di hotel tempatnya menginap sejak pukul enam pagi tadi.
“Kalian siap? Celine, kamu yakin bisa mengendarai sepeda, kan?” tanya Kiara menegaskan sekali lagi kesiapan semuanya untuk memulai perjalanan penuh tantangan ini.
“Saat kau berkunjung ke Bali, aku juga berseped
Hai, hai. Terima kasih sudah baca sampai di sini. Ketemu lagi besok ya. Salam, Arumi
Bertrand dan Celine baru saja pergi dari ruang apartemen Kiara ditemani Livia yang beralasan ingin sekalian keluar sebentar. Padahal karena Livia tahu, Alaric dan Kiara butuh dibiarkan bicara berdua saja. Dari ekspresi Alaric, Livia menyadari lelaki itu sedang menahan gemuruh di dadanya, dan siap dia tumpahkan kepada Kiara. Daripada Alaric mengungkapkan kekesalannya kepada Kiara di hadapan Bertrand dan Celine, lebih baik jika Alaric dibiarkan berdua saja dengan Kiara untuk menyelesaikan masalah mereka. “Jadi … dialah pemuda Prancis yang selama ini kamu cari?” tanya Alaric. Matanya menatap Kiara serius, bibirnya kaku tanpa senyum. Alaric mengajukan pertanyaannya itu dengan nada suara biasa, dengan ekspresi wajah yang biasa pula, tetapi terasa begitu menohok hati Kiara. “Sudah lama aku nggak mencarinya lagi, dia yang datang padaku. Kebetulan dia sedang ada tugas memotret di Jakarta. Aku sudah merasa biasa saja padanya. Rasa penasaranku sudah terjawab. Sel
Alaric tak punya pilihan lain. Ia tetap pergi esok harinya. Meninggalkan Kiara yang bahkan enggan mnegantarnya ke bandara. Alaric menghela napas. Ia hanya bisa berjanji pada dirinya sendiri. Suatu saat nanti akan kembali menjemput Kiara. Alaric sudah pergi. Kembali ke Paris. Lelaki yang mulai mencuri hati Kiara itu memutuskan masih ingin menetap dan berkarir di Paris. Awalnya karena disibukkan dengan jadwal kerjanya yang padat, Kiara merelakan begitu saja kepergian Alaric. Namun hampir enam bulan lamanya tidak bertemu Alaric secara langsung, ternyata mulai memunculkan rasa rindu di dalam hatinya. Terkadang Kiara masih menyalahkan dirinya sendiri sebagai penyebab kepergian Alaric. Kiara tidak bisa menjawab dengan tegas, saat Alaric mempertanyakan kesungguhan perasaanya pada pemuda itu. Kiara baru menyadarinya sekarang, ia merindukan sikap disiplin Alaric yang dulu seringkali membuatnya kehilangan mooddan merasa terlalu diatur. Aneh, saat ini, ia
Restoran ala Jepang ini adalah tempat makan favorit Kiara dan Tristan. Tiap kali mereka janji bertemu, selalu saja tempat ini yang langsung terpikirkan oleh mereka. Tristan tertegun melihat Kiara berjalan menuju pintu masuk sama seperti dirinya. "Hei, Ra. Kamu sudah sampai," tegur Tristan setelah mereka dekat, lalu bersamaan mereka masuk ke dalam restoran itu. "Kamu juga," balas Kiara. "Maksudku, tumben kamu nggak telat. Biasanya, kalau janjian sama kamu, pasti kamua selalu telat. Paling cepat telat sepuluh menit deh." Tristan melihat jam tangannya. "Sekarang tumben, kamu tepat waktu," lanjut Tristan. Kiara tersenyum lebar. "AKhir-akhir ini aku memangs elalu tepat waktu. Gara-gara Alaric. Dia itu disiplin banget. Dalam acara apa pun selalu tepat waktu. Datang paling pertama, pekerjaan beres tepat pada waktunya. Kenal dekat dia, bikin aku mau nggak mau ngikutin ritme dia yang selalu mengerjakan apa pun di awal atau secepatnya." Kiara me
Mencari waktu yang tepat untuk terbang ke Paris bukanlah hal mudah bagi Kiara yang setiap hari dipenuhi jadwal pekerjaan super ketat. Syuting film terbaru, wawancara majalah, talkshow di televisi. Syuting iklan untuk televisi. Dan kegiatan lainnya, yang membuat Kiara hanya punya waktu libur dua minggu sekali selama hanya satu hari. Untunglah ada Livia yang mengurus pembuatan visa Eropanya selama Kiara sibuk bekerja. Kiara tentunya perlu datang juga untuk difoto dan menjawab pertanyaan, tapi semua berkas sudah disiapkan oleh Livia, manajernya itu pun men dampinginya. Kiara hanya perlu datang sebentar di sela-sela kesibukan syutingnya. Semalam ia mengirim pesan w******p, sekadar menanyakan kabar Alaric setelah sebulan lamanya ia bahkan tak sempat bertegur sapa walau hanya sekadar melalui pesan singkat. Keterlaluan! Kiara mengaki dirinya keterlaluan sekali. Tapi ia juga sedikit kesal pada Alaric yang juga seperti tidak peduli padanya. Dalam tiga bulan ini, Alaric baru m
Paris Kembali Kiara menjejakkan kakinya di sini. Kota di mana Alaric tinggal. Lelaki yang telah membuatnya rindu bukan main beberapa minggu ini. Terakhir kali ia bertemu dengan lelaki itu adalah enam bulan lalu. Alaric yang mengira Kiara masih ragu dengan perasaannya. Mengira Kiara mulai goyah karena bertemu Bertrand lagi. Padahal tidak pernah begitu. Kiara tidak punya perasaan apa-apa lagi pada Bertrand LaForce. Ia sudah mengakui sejak sebelum bertemu Bertrand di Jakarta, hatinya terpikat pada Alaric. Kehadiran Bertrand kembali di hadapannya, hanya membuat Kiara semakin yakin, Alaric lah, satu-satunya yang tak bisa ia lepaskan dari lubuk hatinya yang terdalam. Kiara menekan bel pintu bernomor 502 di hadapannya ini. Setelah menunggu beberapa menit, barulah pintu apartemen Alaric terbuka. Kiara sudah bersiap akan menyambut dengan senyum terindahnya sosok yang membuka pintu itu. Tetapi yang muncul darinya bukanlah seulas senyum, matanya membel
Alaric sudah mengelilingi Kota Nice untuk kedua kalinya selama dua hari ini. Kota ini akan menjadi settingfilm yang akan disutradarainya dua minggu lagi. Film ini akan disertakan dalam festival film pendek se-Eropa. Akan menjadi yang keempat kalinya ia mengikuti festival ini. Nantinya, film yang akan dikerjakannya ini hanya akan berdurasi selama empat puluh lima menit. Cukup panjang untuk dikategorikan sebagai film pendek, tetapi kurang panjang durasinya untuk bisa disebut sebagai film utuh. Ia menulis sendiri ceritanya, bahkan skenarionya juga. Alaric memang mempelajari juga teknik menulis skenario film saat kuliah dulu. Karena itu, dia memang lebih senang dan merasa puas jika menulis skenario sendiri untuk film yang akan digarapnya. Cerita yang dia tulis ini mengisahkan tentang hubungan seorang anak lelaki remaja dan ayahnya yang duda. Bagaimana kemudian hubungan ayah dan anak ini berubah karena kehadiran seorang gadis cantik yang mengu
Alaric hanya tersenyum sopan menanggapi candaan Camille Paradis itu. "Aku harus kembali ke hotel, setelah itu bersiap-siap memulai syuting. Kami akan mulai syuting hari pertama di waktu sore," kata Alaric. "Oh, kamu menginap di hotel apa?" tanya Camille. Alaric menghela napas. Dia ingin tak memberitahu, tetapi dia khawatir dianggap tidak sopan. Walau dia tidak nyaman dengan sikap Camille yang terkadang menggodanya, namun menurutnya sebaiknya dia tidak bersikap ketus dan bermasalah dengan insan perfilman di Prancis ini. Akhirnya Alaric menyebutkan nama hotel tempatnya menginap. Dia pikir, ada banyak kru film di hotel itu, Camille tidak akan berani berbuat macam-macam. Camille hanya tersenyum senang. Mereka pun berpisah. Alaric berharap dia tidak bertemu Camille lagi di Nice ini. Alaric menjalankan syuting selama dua minggu. Dia pun semakin sibuk. Bahkan dia hampir melupakan Kiara. Notifikasi ponselnya dia matikan. Sehingga dia tidak pernah tahu
Monte Carlo Kereta cepat bertiket mahal ini melaju benar-benar secepat namanya. Hanya dalam beberapa menit Kiara sudah sampai di Stasiun Gare de Monaco Monte Carlo. Tanpa mampir ke mana pun, Kiara langsung bergegas ingin menuju Kafe The Portrait”. Dari stasiun dia naik taksi menuju kafe itu. Ia ingin duduk di hadapan meja yang diletakkan di samping foto Kiara. Di saat yang bersamaan, Alaric berjalan perlahan, sambil menikmati lagi Kota Monte Carlo menjelang sore. Hingga sampailah ia di kafe yang tampak tidak terlalu besar di bagian depan. Tetapi begitu pengunjung masuk dan memilih ruang terbuka di belakang gedung kafe, bagian ini terlihat luas. Alaric masuk ke dalam kafe dan merasa bersyukur menemukan meja yang menghadap foto Kiara yang berbingkai kayu mahoni. Foto itu cukup besar, sehingga dengan jelas memperlihatkan wajah Kiara yang cantik, tersenyum ke arah kamera. Tak lama Alaric sudah asyik menikmati pesanannya. Se
Kiara tak menyangka akhirnya dia dan Alaric bisa mewujudkan rencana mereka berbulan madu ke Labuan Bajo. Semua berjalan lancar. Mulai dari rangkaian promosi film "Lost in Bali" hingga pemutarannya selama sebulan di bisokop dan menghasilkan jumlah penonton cukup luar biasa, syuting film baru yang cukup melelahkan menuntut Kiara mengerahkan segala kemampuannya, akhirnya kini Kiara dan Alaric bisa beristirahat hanya berdua saja. Mereka menikmati indahnya pemandangan, bercinta sampai puas tak ada yang mengganggu karena resort yang mereka tinggali ini memang antara satu kamar dengan kamar lainnya berjarak lumayan jauh. Hari ini mereka masih akan bermalas-malasan hanya di hotel, kemudian nanti akan berenang di kolam renang, dan nanti sore mereka akan ke pantai menikmati sunset. Mereka baru selesai sarapan, lalu asyik merebahkan tibuh di hammock yang etrpasang di teras paviliun mereka. Kiara merebahkan kepalanya di dada Alaric. "Mas, bagaimana kalau setelah
Sebulan setelah Alaric dan Kiara menikah, film Kiara yang berjudul "Lost in Bali" mengadakan gala premiere sebelum resmi tayang di bioskop di seluruh Indonesia dua hari lagi. Di acara gala premiere itu tentu saja Kiara bertemu lagi dengan Kafka yang ternyata masih betah berpacaran dengan peran pendukung wanita film itu. Mereka masih tidak saling berbicara, tapi Kiara sudah mulai mau membalas senyum Kafka hanya sekadar sebagai sopan santun dan hubungan baik karena mereka berperan di film yang sama. Alaric selalu menggenggam erat tangan Kiara seolah ingin menegaskan kepada semua orang bahwa Kiara adalah miliknya. Beberapa kali malah Alaric memeluk pinggang Kiara. Bahkan di satu kesempatan ketika mereka sedang ebrbincang sambil menunggu dipersilakan masuk ke dalam studio, tiba-tiba saja Alaric mencium pipi Kiara lama, lalu bergerak ke bibirnya, kemudian mengecup lembut. Kiara terkejut, tetapi membiarkan aksi Alaric itu. "Mas, jangan ciuman di depan publik.
"He, Kiara, kenapa menangis? Aku bikin kejutan ini buat bikin kamu senang, bukan malah menangis," ucap Alaric ketika melihat mata istrinya basah dan perlahan satu dua tetes air mata mengalir di pipi Kiara. Kiara menggeleng. Dia mengambil tisu di atas meja makan, lalu menghapus air matanya. "Aku menangis bahagia, Mas. Aku etrharu. Aku nggak sangka kamu akan melakukan semua ini. AKu kira kamu masih lama bakal diemin aku. Aku mulai paham kebiasaan kamu. Tiap kali kita berdebat, kamu milih diemin aku daripada ribut melanjutkan perdebatan. Aku sudah mengalaminya saat kejadian dengan Kafka. Jadi, ketika semalam dan tadi pagi kamu diemin aku, aku ngerti. Kamu butuh waktu. Tapi aku nggak ngira mood kamu bisa berubah secepat ini," sahut Kiara. Lalu Kiara mencoba tersenyum walau bibirnya masih bergetar. alaric balas tersenyum. Dia mengecup bibir istrinya lembut, lalu dia raih tubuh Kiara dalam pelukannya. Dia biarkan dada Kiara bersandar ke dadanya, dan Alaric me
Hari ini kesibukan Kiara seharian rapat di beberapa tempat. Setelah bertemu Livia dan mengecek lagi jdwal kerjanya untuk satu bulan ke depan, Kiara ditemani Livia menghadiri rapat di sebuah perusahaan iklan yang akan membuat iklan untuk produk minuman kesehatan. Pertemuan itu selesai pukul setengah enam. Kiara berniat akan makan malam dulu bersama Livia sebelum pulang ke apartemen. Karena dia memperkirakan Alaric akan pulang larut, mungkin sengaja untuk menghindari bertemu Kiara. Kiara memang bertekad akan membiarkan Alaric membenahi perasaannya dulu. Dia bukan wanita manja yang senang merajuk dan ngambek bila keinginannya tidak dituruti. Sudah bertahun-tahun dia terbiasa mandiri. Apalagi Kiara menyadri dalam masalahnya saat ini, dia memang salah karena dengan tiba-tiba menghentikan Alaric dan melarangnya berhubungan tanpa pengaman tanpa membicarakan tentang itu lebih dulu. Saat bertemu Livia, ada keinginan Kiara untuk mencurahkan perasaannya, tetapi di
Kiara tak menyangka, pernikahannya dengan Alaric baru berlangsung empat hari, tetapi di hari keempat, mereka sudah tidak saling bicara. Kiara sudah mencoba mengajak Alaric bicara, tapi Alaric hanya menganggapi dengan 'hm' yang pendek. Kiara sadar, mereka memang salah. Padahal mereka berhubungan menjadi kekasih cukup lama sebelum menikah, tapi masih banyak hal dasar dan prinsipal yang belum mereka bahas. Salah satunya tentang menunda punya anak dan bagaimana program penundaan terbaik yang tidak menyakiti kedua pihak. Kiara berpikir jika Alaric mengenakan sarung pengaman saat mereka berhubungan intim, maka itu adalah pengaman terbaik yang paling tidak berbahaya. Atau ada jalan lain dengan memantau masa subuh Kiara. Tetapi Kiara tidak mau jika ada alat kontasepsi yang dimasukkan ke tubuhnya karena biasanya alat seperti itu ada efek sampingnya. Namun Alaric sepertinya masih kehilangan minat untuk menobrol dengan Kiara. Kiara pun menyadari, ini adalah
"Mas, sebentar," ucap Kiara lagi setelah mereka mandi dan mereka sudah bersiap di tempat tidur. Alaric sudah menciumi Kiara beberapa kali. Keningnya mengernyit mendengar Kiara menginterupsinya lagi. "Ada apa lagi, Sayang? Kalau kamu bilang sebentar terus, nanti keburu mood-ku hilang nih," sahut Alaric. "Kita belum benar-benar ngobrolin tentang rencana kita punya anak," kata Kiara. Alaric terbelalak. "Hah?" tanyanya terkejut, tak menyangka Kiara akan mengajaknya membahas tentang rencana punya anak ketika hasratnya sudah semakin tinggi seperti sekarang. "Maksudku, sebaiknya kita pakai pengaman sebelum kita benar-benar membahas tentang rencana kita punya anak," kata Kiara lagi. Minat Alaric langsung lenyap. Dia pun duduk di tempat tidur, menyandarkan punggungnya ke kepala tempat tidur. "Oke, aku memang salah. Nggak pernah mengajak kamu membahas tentang rencana punya anak denganmu sebelum kita menikah. Jadi, ap
Di bandara Sokarno Hatta, Kiara dan Alaric berpisah dengan Livia karena tujuan mereka berbeda. Kiara merasa aneh dan belum terbiasa dengan situasi ini. Dia masih belum terbiasa tinggal serumah dengan Alaric dan berpisah dari Livia. Tetapi ini lah hidupnya sekarang. Dia sudah memulai membangun sebuah keluarga bersama Alaric. Sopir Kiara masih bekerja dengannya. Karena Kiara masih membutuhkannya jika dia nanti punya kegiatan yang berbeda dengan Alaric. Kiara sudah meminta sopirnya itu menjemputnya di bandara sejak kemarin. Maka, kini Kiara dan Alaric sudah berada di jok belakang mobil Kiara yang dikendarai sopir Kiara. Kiara menyandarkan kepalanya ke bahu Alaric. Alaric hanya melirik istrinya itu dan tersenyum. Dia biarkan Kiara bersandar padanya. Satu jam kemudian mereka baru sampai di apartemen baru mereka. Kiara tentu saja sudah beberapa kali ke apartemen ini, tetapi tidak pernah menginap. Apartemen yang sebenarnya dibeli Alaric tetapi untuk mereka tinggali
Kiara dan Alaric kembali ke Jakarta bersama Livia. Namun mulai sekarang tujuan mereka berbeda. "Liv, kamu tinggal di apartemenku saja. Berani kan kamu tinggal sendiri di situ? Untuk sementara, sebelum aku jual. Daripada kosong dan kamu juga bisa ngirit kan nggak usah nyewa tempat lain," kata Kiara, ketika mereka sedang menunggu panggilan masuk ke pesawat yang akan membawa mereka ke Jakarta. "Serius, Ra? Memangnya kapan kamu akan menjual apartemenmu itu?" tanya Livia. "Sepertinya bukan dalam waktu dekat ini. Aku mau nyantai aja jualnya. Nggak usah dipasang diiklan. Sampaikan kabar mau jual itu dari mulut ke mulut aja. Sampai nanti akhirnya ketemu orang yang berminat. Kamu mau kan tinggal di situ dulu? Kan nggak jauh dari apartemenku dan Alaric. Kalau ada apa-apa aku amsih bisa ke situ dengan cepat, atau kamu yang ke apartemen kami," jawab Kiara. "Kenapa nggak kamu sewakan saja, Ra? Nggak perlu dijual. Kan lumayan bisa ada hasilnya, tapi kamu bisa
Kiara dan Alaric masih tinggal satu hari lagi di Surabaya. Ada pesta syukuran yang diadakan bersama oleh keluarga mereka. Bapak, ibu dan adik Alaric yang tinggal di hotel selama di Surabaya, ikut serta dalam acara pesta syukuran itu. Ada om dan tante serta beberapa sepupu Alaric yang juga datang dan menginap di hotel yang sama dengan ayah dan ibunya. Hotel itu jaraknya lebih dekat ke rumah orang tua Kiara. Syukuran itu diadakan di rumah orang tua Kiara. Hanya syukuran keluarga dengan hidangan sederhana. Yang penting mereka bisa berkumpul dan saling mengenal lebih dekat. Sehingga suatu saat bisa saling berkunjung. Kiara senang sekali melihat rumahnya dipenuhi keluarga besarnya. Sama seperti masa lamaran dahulu. Setelah dia kembali ke Jakarta dan hidup hanya berdua Alaric, maka segala keriuhan ini tak akan lagi dia rasakan. Dia pun sibuk merekam momen-momen bersama keluarganya. Kiara meminta satu per satu anggota keluarganya dan keluarga Alaric mengucapkan satu dua pat