Rumah jadi semakin gaduh setelah Evan mengambil keputusan, mama Geni mengamuk dan berteriak menyuarakan ketidaksukaannya. Namun melihat sang mama yang berontak seperti kesetanan justru membuat Evan semakin mantap dengan keputusannya tersebut.Kali ini Evan tak ingin berpikir dua kali untuk menyelamatkan keluarganya sendiri. Aska akhirnya ikut Amanda pergi ke yayasan, Evan dan Evelyn pergi ke perusahaan. Sementara mama Geni meronta sendirian di rumah. "Tidak!! Sampai kapanpun aku tidak akan pernah meninggalkan rumah ini. TIDAK!!" pekiknya meraung-raung. "Jangan sentuh barang-barangku! atau ku bunuh kalian!" ancamnya pula, namun kini semua kata-katanya tak memiliki kekuatan lagi. Tubuh mama Geni yang berontak justru di tahan oleh pihak keamanan agar tenang, sementara para pelayan mulai mengemas semua barang-barang milik Sang nyonya.Juan yang telah tiba pun siap mengantar sang nyonya menuju rumah barunya. Rumah lain milik keluarga Sanjaya.Mama Geni makin menangis saat waktu terus
"Tega sekali kamu pada mama Evelyn, sedikit pun kamu tidak mencemaskan Mama?" tanya mama Geni, akhirnya dia mempertanyakan tentang hal ini. Baru saja dia seolah dibuang oleh anak pertamanya dan kini tiba-tiba mama Geni mendapatkan sikap acuh dari sang anak kedua. "Ma, mas Evan bukan meminta mama tinggal di rumah kontrakan apalagi rumah kumuh. Rumah yang mama tepati sekarang juga rumah mewah yang dibeli oleh almarhum Papa. Jadi jangan terlalu berlebihan," balas Evelyn."Bisa-bisanya kamu bicara seperti itu, jika rumah ini bagimu tetap bagus maka tinggallah bersama dengan Mama.""Tidak Ma, aku susah tidur di tempat baru. Aku tidak akan pergi meninggalkan rumah utama.""Lalu bagimu mama mudah tidur di tempat baru seperti ini? Tidak Evelyn, mama juga tidak bisa!""Ma, semuanya sudah terlambat. Mama yang selalu bilang mulai sekarang kita harus memperlakukan mbak Amanda dengan baik, lalu kenapa tiba-tiba Mama membuat rencana seperti itu? Menggunakan Aska sebagai alat," balas Evelyn, "Suda
Sepersekian detik Amanda mematung dalam pelukan tersebut. Berada di dalam pelukan pria lain membuat jantungnya berdetak tak biasa. Dan ketika mulai menyadari debar tersebut, Amanda dengan cepat mendorong dada tuan Austin sampai pelukan mereka terlepas. Amanda buru-buru melihat ke arah Aska, ingin tahu apakah Aska melihat sentuhan yang tak seharusnya ini, namun Amanda langsung bernafas lega saat melihat Aska masih asik sendiri dengan semua mainannya. Sedikitpun bocah itu tidak menoleh ke belakang, ke arah dia dan tuan Austin. "Tuan, aku mohon hal seperti ini tidak terulang lagi," ucap Amanda lirih. Bicara pun pelan-pelan agar Aska tak tertarik dengan pembicaraan mereka. "Permohonan yang sia-sia, Amanda. Kamu tahu tentang perasaanku dan aku tak ingin membohongi diri," balas Austin dengan sorot mata yang tiba-tiba nampak berubah, beberapa saat lalu pria ini terus tersenyum, tapi mendadak raut wajahnya berubah jadi serius. Seolah sedang meyakinkan Amanda bahwa ucapannya tak main-main
"Nyonya, Nona Kaginda sudah membuat pesta penyambutan untuk Anda. Acara makan malam di restoran Four Season Hotel," lapor Luna.Kabar kepulangan Amanda tak hanya di dengar oleh Austin dan seluruh karyawan yayasan. Tapi juga teman-teman sosialita Amanda, teman-teman yang terhubung dengan perkerjaannya dan juga rekan-rekan yang selama ini menjalin hubungan baik.Kaginda adalah salah satu teman yang cukup dekat dengan Amanda, mengetahui kesibukan Amanda karena itulah dia menyiapkan acara penyambutan ini diam-diam, lalu setelah semuanya selesai dia hanya tinggal memberi kabar pada asisten pribadi Amanda.Saat ini waktu sudah menunjukkan jam 4 sore, Aska masih tertidur di kamar Amanda."Siapa saja yang hadir dalam acara itu?" tanya Amanda kemudian."Sekitar 30 orang Nyonya," jelas Luna, dia juga menyebut daftar tamu yang telah Nona Kaginda kirimkan padanya. "Acaranya dimulai jam 7 malam," timpal Luna, mengakhiri penjelasannya.Amanda mengangguk kecil dan mulai menutup dokumen yang tadi dia
"Mas, Mau sampai kapan kita seperti ini terus? membiarkan mbak Amanda bersikap semuanya!" ucap Evelyn setelah sang kakak ipar pergi. Saat tak ada Amanda, barulah dia berani mengungkapkan semua yang ada di dalam hatinya.Aska yang tidak tahu apapun langsung mendongak dan menatap sang ayah. Tatapan itu langsung ditangkap oleh Evan, "Aska, carilah nanny, main sebentar dengannya sebelum makan malam," titah Evan pada sang anak."Iya Pa." Aska langsung pergi dari sana untuk mencari pengasuhnya. Dan setelah Aska tak nampak barulah Evan menatap ke arah sang adik."Apa maksud ucapanmu?" tanya Evan."Mas Evan jangan berlagak bodoh, sekarang mbak Amanda mengatur keluarga kita, mama bahkan sudah pergi dari rumah ini!""Amanda tidak mengatur keluarga ini, kamu ingin apa? pergi ke pesta juga? Maka pergilah.""Mana bisa aku pergi! Aku tidak punya uang!""Itu masalah mu, karena selama ini kamu tidak mau bekerja. Jadi jangan apa-apa menyalahkan Amanda, coba bercermin lah."Evelyn langsung menangis de
"Kenapa di sini sepi sekali? Bukankah kita sedang berpesta?" tanya Amanda dengan suara yang mulai mendayu-dayu, bahkan tubuhnya terus terhuyung nyaris jatuh.Wanita yang selama ini tidak pernah mabuk, akhirnya malam ini tunduk pula pada alkohol. Amanda seperti melayang di udara, tubuhnya begitu ringan hingga membuatnya selalu tertawa. "Pesta sudah berakhir, Amanda. Sekarang waktunya kamu beristirahat," ucap Austin.Mereka berada di salah satu kamar hotel. Amanda tak bisa keluar dari hotel ini dalam keadaan mabuk, mengingat reputasinya sebagai pemilik yayasan anak, maka hal itu akan memicu berbagai macam pemberitaan.Karena itulah Kaginda dan yang lainnya sepakat agar Amanda malam ini menginap di hotel saja. Beberapa waktu lalu Luna pun telah datang kemari untuk menjaga sang nyonya, namun Austin justru meminta Luna tinggal di kamar yang lain.Hingga di dalam kamar tersebut hanya menyisahkan dua orang itu, Amanda dan Austin."Apa? pesta berakhir? Ini baru saja di mulai Tuan," balas Ama
Evan merasa gusar sendiri saat melihat waktu, sebab hingga larut malam begini sang istri belum juga pulang. Sementara ponsel Amanda sudah tak bisa dihubungi. Hatinya cemas namun tak menemukan jawaban dari semua pertanyaan. "Kenapa belum pulang juga? Apa pertemuan mereka belum berakhir?" gumam Evan, akhirnya dia putuskan untuk menghubungi Luna, setelah sejak tadi terus menahan diri. "Dimana Amanda? Apa kalian masih berada di hotel?" tanya Evan ketika panggilannya telah tersambung. "Benar Tuan, malam ini saya dan Nyonya Amanda memutuskan untuk menginap di sini." "Kenapa?" "Mendadak Nyonya Amanda merasa lelah sekali, jadi beliau langsung memesan sebuah kamar. Sekarang beliau sudah tertidur," balas Luna bohong, sebuah kebohongan yang sangat besar. Namun dia ucapkan tanpa rasa takut sedikitpun. Tak mungkin menjelaskan semuanya secara rinci, tak mungkin mengatakan bahwa nyonya Amanda saat ini mabuk, tak mungkin menjelaskan bahwa sekarang nyonya Amanda pun tengah bersama tuan Au
"Eugh," lenguh Amanda saat pertama kali membuka mata. Dengan kedua mata yang masih terasa rabun, Amanda menatap di sekitarnya. Tempat asing dan entah dimana. Jantungnya seketika berdegup cepat saat melihat dada seorang pria berbaring di sampingnya. Amanda memejamkan mata coba untuk mengingat apa yang terjadi, tapi yang terjadi kepalanya malah terasa pusing. Dengan sisa-sisa kekuatan yang dia punya Amanda akhirnya beranjak bangun dan duduk, lalu melihat bahwa pria yang kini bersamanya adalah tuan Austin. Deg! Amanda makin tak mampu mengendalikan degup jantungnya, apalagi saat menyadari diri bahwa dia tak menggunakan gaun semalam. Tubuhnya kini hanya dibalut oleh bra dan juga underwear. 'Astaga, apa yang sudah terjadi,' batin Amanda gusar. Mengusap wajahnya dengan frustasi, kini hanya menutupi tubuhnya dengan menggunakan selimut. "Kamu sudah bangun?" tanya Austin, tiba-tiba bicara dan berhasil membuat Amanda terperanjat kaget. "Aku tidak ingat apapun yang terjadi semalam, an