Evelyn mengernyit, merasa tidak kenal dengan seseorang di balik telepon tersebut. Namun, dengan seenaknya orang itu malah menyuruhnya untuk menjauh Sean."Maaf, dengan siapa saya berbicara?" tangan Evelyn mengepal kencang saking emosinya."Aku adalah calon istrinya," jawab perempuan itu dengan nada angkuh.Jantung Evelyn berdebar kencang. Ia tak menyangka jika akan berbicara langsung dengan perempuan yang fotonya terpampang di televisi tadi."Apa kamu yakin jika Sean menginginkan hal itu?" Evelyn memberanikan diri agar tak terlihat lemah."Kurang ajar! Dasar perempuan murahan!" hardik perempuan di balik telepon, saking emosinya."Aku pikir seperti apa perempuan yang mengaku sebagai calon istri Sean. Ternyata hanya seorang bermulut sampah sepertimu!" seru Evelyn dengan dada yang terasa bergemuruh."Berani sekali perempuan hina sepertimu mengataiku! Lihat saja, aku tidak akan tinggal diam!" perempuan itu langsung menutup telepon begitu saja.Evelyn menghela napas panjang. Ia merasa puas
"Di mana itu?" Andi semakin dibuat kebingungan."Ikuti saja arahanku," ucap Evelyn seraya tersenyum.Andi tidak mengerti dengan maksud Evelyn. Pria itu jika mereka akan pergi ke tempat sepi seperti daerah dekat bukit, kaki gunung, atau malah tempat para muda-mudi biasa berbuat mesum."Wajah Andi langsung memerah. Lagi-lagi ia memikirkan hal konyol seperti bagaimana jika ternyata Evelyn menyukainya dan mengajak ke tempat seperti itu untuk menghindari kecurigaan orang lain, terlebih para pengawal Sean yang terus mengikuti dari belakang."Jangan berpikir macam-macam, Andi!" tegur Evelyn, sadar jika Andi sedang memikirkan hal yang tidak-tidak."A-aku tidak berpikir yang aneh-aneh," jawab Andi, gugup."Apa itu benar?" goda Evelyn yang tahu betul jika Andi saat itu tengah berbohong."I-iya, benar, untuk apa aku berbohong?" Meski mulutnya berkata demikian, tetapi tingkahnya menunjukkan jika ia memang sedang berbohong.Evelyn hanya bisa bergeleng melihat kelakuan Andi yang lagi-lagi sangatlah
Pria itu mendorong Evelyn dengan sangat kencang, membuat Kelvin menangis seketika."Jangan ganggu ibuku! dasar penjahat!" teriak Kelvin sambil berdiri di depan ibunya.Andi yang sudah diselimuti perasaan emosi langsung meninju bagian dada pria itu, meski hal tersebut tidak berpengaruh apa pun."Berani melawanku? dasar pecundang lemah!" ucap pria itu yang dengan sekuat tenaga meninju perut Andi.Seketika Andi meringkuk di bawah, memegangi perut yang terasa begitu sakit. Perkelahian itu tidak seimbang, tubuh Andi terlalu kecil untuk menahan tinju pria dengan postur tinggi besar.Kelvin yang semakin kesal dengan sikap pria itu langsung menghampiri sambil meninju-ninju apa saja yang bisa diraihnya, termasuk kaki dari pria jahat itu.Namun pria yang tidak memiliki perasaan tersebut langsung mengangkat tangannya, hendak memukul kelvin yang jelas-jelas adalah seorang anak kecil."Pergilah dasar anak miskin!" hardik pria itu sambil berniat melayangkan tangannya pada Kelvin.Evelyn beranjak, l
Awalnya Evelyn menyangka jika surat tersebut berisi ujaran kebencian yang ditujukan untuknya dan Kelvin. Namun, kenyataan ternyata berbanding terbalik."Apa seseorang sedang mengerjaiku?" Evelyn hanya menggelengkan kepala, lalu membuang kertas itu ke ke tempat sampah di dalam toko.Semula Evelyn berusaha untuk tidak ambil pusing dengan surat tersebut. Namun, setelah beberapa hari malah bermunculan surat-surat lainnya dengan isi yang tak jauh berbeda dengan sebelumnyaEvelyn pun menceritakan hal tersebut pada Andi karena ia semakin merasa tidak nyaman dengan surat-surat yang terus berdatangan."Sejak kapan hal itu terjadi, Kak Evelyn?" Wajah Andi tampak begitu serius. Ia merasa tidak nyaman dengan orang yang mengirimkan surat pada Evelyn."Sejak saat kita pulang dari taman bermain waktu itu," terang Evelyn."Apa kakak sudah menceritakannya pada Pak Sean"Belum, aku takut menambah beban pikiran Sean"Evelyn tertunduk lesu, bukan ia tak ingin berbagi cerita dengan Sean, tapi pria itu se
Evelyn benar-benar tak percaya dengan apa yang ada di depan matanya. Semula ia berpikir jika kurir hanya mengantarkan satu pizza saja, tetapi kenyataannya yang datang malah satu mobil dipenuhi kotak pizza."Wow, lautan pizza," ucap Kelvin sambil berlari ke arah mobil tersebut.Evelyn mengikuti Kelvin sambil kebingungan, bagaimana caranya menghabiskan pizza sebanyak ini? Hal tersebut yang terus terbesit dalam pikirannya."Tolong tanda tangan disini!" Kurir tersebut menyodorkan sebuah kertas.Kertas tersebut ternyata berisi tagihan total dari semua pizza di dalam mobil. Melihat kertas itu, Evelyn pun lagi-lagi dibuat terkejut. Ia mendadak lemas, merasa dikerjai oleh Sean."Apa aku bisa membatalkannya?" Evelyn terlihat begitu panik. Ia tidak mungkin menggunakan kartu kredit Sean untuk hal yang tidak perlu.Evelyn khawatir jika nantinya akan ditanyai soal pengeluaran kartu kredit tersebut. Padahal kenyataannya Sean tak sedikit pun memiliki pikiran seperti itu.Di tengah rasa panik Evelyn,
Kelvin dan Evelyn saling pandang. Mereka berdua benar-benar tengah kebingungan, tidak mengerti dengan apa yang Sean maksud."Ibu, ini kunci apa?" tanya Kelvin seraya mendongak, menatap Evelyn.Evelyn mengambil kunci tersebut lalu mengamatinya."Ini kunci rumah. Jadi apa maksudmu, Sean?" tanya Evelyn yang sedang merasa sangat penasaran.Namun, bukannya menjawab, Sean malah langsung menggendong Kelvin, lalu menuntun Evelyn keluar dari toko.Evelyn hanya menurut dan mengikuti Sean sambil bertanya-tanya dalam hati.Sean langsung mengendarai mobil menuju ke jalan utama yang tidak jauh dari toko."Mulai sekarang kalian akan tinggal di rumah ini. Aku juga sudah menyediakan kamar untuk Nyonya Merry," terang Sean dengan santainya, tanpa sadar jika Evelyn tengah merasa terharu karena perhatiannya."Tapi … ini terlalu besar." mata Evelyn membesar saking terkejutnya melihat villa tiga lantai yang selama ini hanya bisa dilihat dengan rasa kagum saat melintasi jalan tersebut."Tidak masalah, aku ha
Dengan ekspresi terkejut, Evelyn langsung mengambil kertas tersebut dan berusaha mengamatinya dengan detail."Bagaimana mungkin. Dari mana kamu mendapatkan ini?" Evelyn menatap Sean, lekat."Masih tidak mau mengaku?" Wajah Sean merah padam, terlihat jelas jika emosinya tengah meledak-ledak, tetapi tertahan mengingat ada Kelvin di sana.Evelyn masih berusaha mengamati lagi surat itu berulang kali. Namun tetap saja, tulisan di dalamnya begitu persis dengan tulisan tangan Evelyn."Aku tidak pernah membalas surat yang bahkan pengirimnya saja aku tidak tahu!""Lalu apa ini? Maksudmu, aku mengarang cerita?" Sean Masih berusaha menekan emosinya, terlebih saat Kelvin mulai memperhatikan mereka.Evelyn menjadi tersulut emosi, tak merasa melakukan sesuatu yang dituduhkan oleh Sean. Terlebih, pria itu seakan menuntut untuk mengakui hal yang tak diperbuat oleh Evelyn."Key tunggu di sini dulu, Ibu dan Ayah ingin berbicara sebentar." Evelyn memegang bahu Kelvin seraya menatapnya lekat, berharap ji
Kelvin memandangi kedua orang tuanya satu persatu. Ia hanya bisa melirik tanpa mengatakan apapun. Tatapan matanya begitu memancarkan kebingungan, lagi pula seorang anak kecil pasti menginginkan kedua orang tuanya, dibanding harus memilih salah satu."Kamu sudah keterlaluan! Jangan buat Kelvin terbebani dengan pilihan seperti itu!" Sean menatap Evelyn lekat.Evelyn tahu jika apa yang dilakukannya akan membuat Kelvin tertekan. Namun bagaimanapun ia tidak ingin jika sampai harus kehilangan Kelvin kalau saja suatu saat pernikahannya kandas hanya karena sebuah kepercayaan. Dan juga perempuan itu yakin jika sang anak akan lebih memilih dirinya dibanding ayah kandung yang belum lama masuk ke dalam kehidupan mereka."Key tidak mau satu. Key mau Ayah dan Ibu," ujar Kelvin dengan mata berkaca-kaca. Meski ia sangat ingin bersama ibunya, tetapi bocah itu juga tidak ingin berpisah dengan sang ayah setelah sekian lama penantian.Dada Evelyn terasa sesak, hati kecilnya masih sangat menginginkan sebu