Sean langsung melaju menuju hotel, menghampiri Lukas yang sudah menunggunya.Dari kejauhan terlihat jika Lukas sudah berdiri di pinggir jalan."Kenapa buru-buru sekali? Apa Anda sudah berpamitan dengan Kelvin dan Evelyn?" tanya Lukas seraya masuk ke dalam mobil, menggantikan Sean untuk menyetir."Ayah sudah tahu tentang rencana pernikahanku dengan Evelyn," jawab Sean dengan sorot mata penuh emosi."Apa Tuan tidak senang mendengar kabar itu?""Kurasa seperti itu," jawab Sean seraya mengepalkan tangan.Rasa emosi terus menyelimuti Sean. Ia merasa jika sang ayah terlalu mengatur hidupnya. Sejak kecil terus dituntut untuk menjadi seperti apa yang ayahnya inginkan. Sampai dewasa pun ia masih belum memiliki kebebasan untuk memutuskan keinginannya sendiri.Di tempat lain, Evelyn yang sedang gelisah tak henti memandangi ponselnya. Ia berharap jika Sean segera memberi kabar."Kenapa dia masih belum menghubungiku? Padahal sekarang sudah empat puluh menit sejak dia pergi," gerutu Evelyn yang ses
Evelyn langsung mengambil isi kotak tersebut yang mana di dalamnya terdapat sebuah kotak kecil lain, kartu kredit, dan sepucuk surat terselip di tengahnya.~Maaf, kemarin aku terburu-buru sampai melupakan hal penting. Ini adalah kartu kredit unlimited, beli apa saja yang kamu dan Kelvin mau, tidak perlu banyak berpikir. Lalu, ini adalah cincin sebagai tanda jika aku sudah melamarmu.~Evelyn tersenyum simpul. Lalu membuka kotak kecil tersebut dengan perasaan berdebar."Ibu, kenapa Ayah hanya memberi cincin?" tanya Kelvin sesaat setelah melihat Evelyn mengenakan cincin tersebut. "Key, tidak diberi hadiah juga?"Evelyn langsung menatap Kelvin dengan wajah panik."Ini hadiah Key." Evelyn langsung mengacungkan kartu kredit pemberian Sean."Kartu? Bagaimana cara Key memainkannya, Ibu?" Kelvin mengerutkan alis seperti sedang kebingungan.Evelyn tertawa geli mendengar pertanyaan sang anak. Padahal dia tidak mengatakan jika itu adalah mainan."Dengan ini, Key bisa membeli apa yang Key ingink
"Saya sekretaris Pak Sean. Sebelumnya saya minta maaf karena telah lancang, tapi jika tidak saya angkat khawatirnya …."Sekretaris Sean itu seakan ragu untuk melanjutkan kalimatnya. Namun Evelyn langsung mengerti, mengingat jika baru saja diumumkan tentang pernikahan Sean dengan perempuan lain."Ke mana dia pergi? kenapa sampai melupakan ponselnya?" tanya Evelyn yang sedikit cemas."Saya tidak tahu, hanya saja tadi Pak Sean sedang terburu-buru, beliau terlihat begitu emosi," jawab sekretaris Sean tersebut.Evelyn hanya diam saja, tak tahu harus mengatakan apa lagi. Terlebih ia sama sekali tak mengenal sekretaris Sean tersebut."Sebelumnya saya minta maaf karena sudah lancang dan ikut campur. Mengenai kabar pernikahan tadi, Saya yakin jika itu semua bukanlah keinginan Pak Sean. Yang saya tahu, Bapak begitu mencintai Bu Evelyn bahkan beliau sudah mengambil cuti untuk pernikahan kalian nanti," terang sekretaris Sean tersebut.Dada Evelyn yang semula sesak, kini sedikit menjadi lebih lega
Evelyn mengernyit, merasa tidak kenal dengan seseorang di balik telepon tersebut. Namun, dengan seenaknya orang itu malah menyuruhnya untuk menjauh Sean."Maaf, dengan siapa saya berbicara?" tangan Evelyn mengepal kencang saking emosinya."Aku adalah calon istrinya," jawab perempuan itu dengan nada angkuh.Jantung Evelyn berdebar kencang. Ia tak menyangka jika akan berbicara langsung dengan perempuan yang fotonya terpampang di televisi tadi."Apa kamu yakin jika Sean menginginkan hal itu?" Evelyn memberanikan diri agar tak terlihat lemah."Kurang ajar! Dasar perempuan murahan!" hardik perempuan di balik telepon, saking emosinya."Aku pikir seperti apa perempuan yang mengaku sebagai calon istri Sean. Ternyata hanya seorang bermulut sampah sepertimu!" seru Evelyn dengan dada yang terasa bergemuruh."Berani sekali perempuan hina sepertimu mengataiku! Lihat saja, aku tidak akan tinggal diam!" perempuan itu langsung menutup telepon begitu saja.Evelyn menghela napas panjang. Ia merasa puas
"Di mana itu?" Andi semakin dibuat kebingungan."Ikuti saja arahanku," ucap Evelyn seraya tersenyum.Andi tidak mengerti dengan maksud Evelyn. Pria itu jika mereka akan pergi ke tempat sepi seperti daerah dekat bukit, kaki gunung, atau malah tempat para muda-mudi biasa berbuat mesum."Wajah Andi langsung memerah. Lagi-lagi ia memikirkan hal konyol seperti bagaimana jika ternyata Evelyn menyukainya dan mengajak ke tempat seperti itu untuk menghindari kecurigaan orang lain, terlebih para pengawal Sean yang terus mengikuti dari belakang."Jangan berpikir macam-macam, Andi!" tegur Evelyn, sadar jika Andi sedang memikirkan hal yang tidak-tidak."A-aku tidak berpikir yang aneh-aneh," jawab Andi, gugup."Apa itu benar?" goda Evelyn yang tahu betul jika Andi saat itu tengah berbohong."I-iya, benar, untuk apa aku berbohong?" Meski mulutnya berkata demikian, tetapi tingkahnya menunjukkan jika ia memang sedang berbohong.Evelyn hanya bisa bergeleng melihat kelakuan Andi yang lagi-lagi sangatlah
Pria itu mendorong Evelyn dengan sangat kencang, membuat Kelvin menangis seketika."Jangan ganggu ibuku! dasar penjahat!" teriak Kelvin sambil berdiri di depan ibunya.Andi yang sudah diselimuti perasaan emosi langsung meninju bagian dada pria itu, meski hal tersebut tidak berpengaruh apa pun."Berani melawanku? dasar pecundang lemah!" ucap pria itu yang dengan sekuat tenaga meninju perut Andi.Seketika Andi meringkuk di bawah, memegangi perut yang terasa begitu sakit. Perkelahian itu tidak seimbang, tubuh Andi terlalu kecil untuk menahan tinju pria dengan postur tinggi besar.Kelvin yang semakin kesal dengan sikap pria itu langsung menghampiri sambil meninju-ninju apa saja yang bisa diraihnya, termasuk kaki dari pria jahat itu.Namun pria yang tidak memiliki perasaan tersebut langsung mengangkat tangannya, hendak memukul kelvin yang jelas-jelas adalah seorang anak kecil."Pergilah dasar anak miskin!" hardik pria itu sambil berniat melayangkan tangannya pada Kelvin.Evelyn beranjak, l
Awalnya Evelyn menyangka jika surat tersebut berisi ujaran kebencian yang ditujukan untuknya dan Kelvin. Namun, kenyataan ternyata berbanding terbalik."Apa seseorang sedang mengerjaiku?" Evelyn hanya menggelengkan kepala, lalu membuang kertas itu ke ke tempat sampah di dalam toko.Semula Evelyn berusaha untuk tidak ambil pusing dengan surat tersebut. Namun, setelah beberapa hari malah bermunculan surat-surat lainnya dengan isi yang tak jauh berbeda dengan sebelumnyaEvelyn pun menceritakan hal tersebut pada Andi karena ia semakin merasa tidak nyaman dengan surat-surat yang terus berdatangan."Sejak kapan hal itu terjadi, Kak Evelyn?" Wajah Andi tampak begitu serius. Ia merasa tidak nyaman dengan orang yang mengirimkan surat pada Evelyn."Sejak saat kita pulang dari taman bermain waktu itu," terang Evelyn."Apa kakak sudah menceritakannya pada Pak Sean"Belum, aku takut menambah beban pikiran Sean"Evelyn tertunduk lesu, bukan ia tak ingin berbagi cerita dengan Sean, tapi pria itu se
Evelyn benar-benar tak percaya dengan apa yang ada di depan matanya. Semula ia berpikir jika kurir hanya mengantarkan satu pizza saja, tetapi kenyataannya yang datang malah satu mobil dipenuhi kotak pizza."Wow, lautan pizza," ucap Kelvin sambil berlari ke arah mobil tersebut.Evelyn mengikuti Kelvin sambil kebingungan, bagaimana caranya menghabiskan pizza sebanyak ini? Hal tersebut yang terus terbesit dalam pikirannya."Tolong tanda tangan disini!" Kurir tersebut menyodorkan sebuah kertas.Kertas tersebut ternyata berisi tagihan total dari semua pizza di dalam mobil. Melihat kertas itu, Evelyn pun lagi-lagi dibuat terkejut. Ia mendadak lemas, merasa dikerjai oleh Sean."Apa aku bisa membatalkannya?" Evelyn terlihat begitu panik. Ia tidak mungkin menggunakan kartu kredit Sean untuk hal yang tidak perlu.Evelyn khawatir jika nantinya akan ditanyai soal pengeluaran kartu kredit tersebut. Padahal kenyataannya Sean tak sedikit pun memiliki pikiran seperti itu.Di tengah rasa panik Evelyn,