Share

Chapter 132 Hadiah Kecil

Penulis: Sya Reefah
last update Terakhir Diperbarui: 2025-02-04 23:59:20

Dengan rasa ragu Eva berucap, “Aku ….”

Ucapan itu dibuat menggantung, membuat Henry menatapnya dalam diam. Ada sesuatu yang tak terungkap, sesuatu yang mengambang di antara mereka, tetapi Eva tampak ragu untuk melanjutkannya.

“Apa yang ingin kau katakan?” Henry bertanya pelan, berusaha tak mendesak, tapi cukup tegas agar Eva merasa dia siap mendengarkan.

Eva menarik napas panjang, seolah mengumpulkan keberanian, matanya tak bisa menatap langsung ke arah Henry.

Beberapa detik kemudian dia menggeleng, mengurungkan niatnya. “Tidak apa-apa, lupakan saja.”

Eva kembali fokus pada piring di depannya. Takut jika apa yang dia katakan nanti hanya menjadi angin lalu bagi Henry. Lebih baik dia diam saja daripada harus membuang tenaganya.

Sementara Henry, dia bisa merasakan keraguan di wajah Eva. Dia menyadari bahwa istrinya itu belum siap untuk berbicara tentang apa yang mengganggunya.

Dia mencoba memberikan ruang tanpa menekan. "Aku tahu kau sedang memikirkan banyak hal," katanya dengan suara
Bab Terkunci
Lanjutkan Membaca di GoodNovel
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terkait

  • Tuan Pewaris, Nyonya Memilih Pergi    Chapter 133

    Berlian kecil yang terdapat di kalung itu memancarkan setitik kilauan indah. Keindahan itu tampak sangat menyatu. Dia tak salah pilih, kalung itu benar-benar cocok di leher Eva. “Kenapa tiba-tiba sekali?” Eva menatap Henry dengan mata penuh kebingungan. “Apa kau ada maksud tertentu?” Henry sedikit terhenyak dengan pertanyaan Eva tampak mencurigainya. Dia menarik napas sejenak, berusaha untuk tidak terbawa perasaan. Meskipun sedikit terkejut, dia berusaha menjaga ketenangannya dan menatap Eva dengan lembut.“Hadiah itu untukmu, karena akhirnya kau bisa melihat lagi,” jawabnya dengan tenang sabar. Eva terdiam sejenak, matanya sedikit melebar. Dia memandang Henry dengan ekspresi yang sulit untuk dijelaskan. Sudah bertahun-tahun mereka menikah, dan ini adalah pertama kalinya dia menerima hadiah dari Henry. Ada perasaan campur aduk yang muncul, terkejut, haru, dan sedikit bingung.Apa dia benar-benar berubah? Eva masih merasa tidak percaya. Akan tetapi sorot mata Henry tidak menunjukk

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-05
  • Tuan Pewaris, Nyonya Memilih Pergi    Chapter 134

    Harrison Realty Partners. Pekerjaan yang menumpuk mulai berkurang, dan suasana di luar pun lebih sepi hari itu. Terkadang, kesibukan yang datang begitu mendalam membuat Henry merasa sesak, namun saat ini dia lebih bisa bernapas lega.Dia memeriksa beberapa dokumen di mejanya dengan tenang, tangannya sesekali menulis catatan di margin. Tentu saja, ada beberapa hal yang masih perlu ditindak lanjuti lebih matang, tetapi semuanya terasa lebih terkendali. Henry menikmati momen ini, waktu untuk menyusun langkah selanjutnya tanpa tergesa-gesa.Tiba-tiba pintu ruangannya diketuk, dan suara Ryan terdengar dari luar, “Ini saya, Tuan."Tanpa menoleh Henry menjawab, "Masuklah."Pintu dibuka, dan Ryan memasuki ruangan dengan langkah ringan. Dia mengenakan jas hitam yang tampak rapi, meskipun hari itu tidak ada pertemuan penting yang mengharuskannya berpakaian seperti itu.“Ada yang bisa saya bantu, Tuan?” “Aku ingin berbicara mengenai bodyguard yang pernah kau utus saat di rumah sakit.” Henr

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-06
  • Tuan Pewaris, Nyonya Memilih Pergi    Chapter 1

    “Wah, coba lihat. Menantu cacat dari keluarga Harrison ikut bergabung di sini.” Baru saja Eva terduduk. Ia sudah mendapatkan sambutan sinis dari kerabat suaminya. Hari ini, Eva ikut menghadiri pesta pernikahan kerabat jauh dari Henry, suaminya. Namun, kehadirannya tidak disambut dengan baik. Salah satu dari mereka, Bibi Maria, mulai menyahuti. “Henry, kenapa kau harus membawa perhiasan tidak layak sepertinya? Tampaknya dia lebih cocok berada di etalase daripada di keluarga kita.”Anggota kerabat lainnya menatap Eva dengan tatapan mengejek. “Wanita yang berasal dari latar belakang biasa dan juga memiliki penyakit mata, ya. Aku tidak yakin dia bisa melakukan tugas-tugas sebagai istri dengan benar.”“Kami bisa mengenalkanmu pada wanita yang layak denganmu. Kenapa kau harus memilih wanita rendahan sepertinya, Henry?” Eva menundukkan, menyembunyikan wajahnya. Ia berusaha bersikap tenang, tetapi rasa sakit hati mulai membanjiri hatinya. Dia tahu, bahwa setiap acara seperti ini, ia hany

    Terakhir Diperbarui : 2024-08-09
  • Tuan Pewaris, Nyonya Memilih Pergi    Chapter 2

    Eva merogoh tasnya, mencari obat tetes mata yang biasa ia gunakan. Namun sayangnya, dia tidak membawa obat tersebut.Eva menepuk keningnya pelan. “Aah … aku lupa membawanya karena terburu-buru.”Rasa perih di matanya itu kini menjalar ke kepala. Eva memukul kepalanya berulang kali, berniat menormalkan pandangannya. Namun pandangan matanya semakin gelap.Eva mulai melangkahkan kakinya menjauh dari sana. Perjalannya ternyata tidak mulus. Dia tersungkur karena pandangan matanya gelap.“Awsh.” Eva merintih kesakitan. Lututnya terasa perih.Eva kembali bangkit melupakan rasa perih di lututnya. Ia terus berjalan sampai di tepi jalan besar dengan langkah kaki tersandung. Tangannya melambai menghentikan taksi yang sedang melaju. Setelah menempuh perjalanan kurang lebih 2 jam lamanya, Eva tiba di Central Park Tower Penthouse. Penthouse mewah yang ia tempati bersama Henry. Di mana suasana di dalamnya sangat sunyi dan dingin. Tak ada kehangatan atau warna di dalamnya.Eva berjalan dengan lesu,

    Terakhir Diperbarui : 2024-08-09
  • Tuan Pewaris, Nyonya Memilih Pergi    Chapter 3

    Hari demi hari berlalu, Eva kembali menjalani hari dengan kekosongan dan keterasingan. Setelah acara pesta beberapa hari yang lalu, Henry semakin menjaga jarak dengannya.Malam ini, Henry menghadiri gala perusahaan, yang bertempat di The Pierre Hotel. Seperti biasa, suaminya akan pergi bersama Julia, suaminya tidak pernah membawanya ke acara-acara tersebut. Eva bisa merasakan jika kedua orang itu masih menyimpan perasaan satu sama lain. Pikirannya kembali ke percakapan mereka. Henry berbicara dengan nada dinginnya saat Eva bertanya kenapa suaminya itu tidak pernah membawanya ke acara-acara tersebut. “Kita sudah membicarakan ini sebelumnya Eva. Aku tidak mau jika pernikahan ini menjadi perbincangan di kantor.” “Sadar dirilah! Ingat kondisimu. Bagaimana nanti jika khalayak umum tahu jika aku menikahi wanita sakit-sakitan sepertimu!”Eva menarik napasnya dalam-dalam, berusaha menenangkan dirinya. Ia baru saja memeriksa penglihatannya di cermin, merasakan rabunnya semakin parah. Setia

    Terakhir Diperbarui : 2024-08-09
  • Tuan Pewaris, Nyonya Memilih Pergi    Chapter 4

    Eva baru saja keluar dari rumah sakit, memeriksakan kembali kondisi matanya dan menebus obat. Sebelum kembali ke penthouse, Eva singgah di kafe tepi jalan yang biasa ia lewati. Aroma kopi segar dan kue yang baru dipanggang menyambutnya. Ia menarik napas dalam-dalam, merasakan kedamaian yang tidak pernah dia rasakan sebelumnya.Seorang Barista membawa cappucino dan kue coklat ke mejanya. “Ini pesanan Anda.”“Terima kasih.”Eva menyeruput cappucino miliknya dengan tenang. Namun, kedamaian itu tidak bertahan lama saat suara wanita memecah keheningan.“Oh, Eva, kita bertemu di sini rupanya.” Tanpa persetujuan, wanita itu duduk begitu saja di kursi sebelahnya.Eva menyipitkan kedua matanya untuk melihat siapa yang datang. Samar-samar dia bisa melihat. Ternyata wanita itu adalah Julia, sekertaris sekaligus mantan kekasih dari Henry.Untuk apa dia berada di sini? Apakah Julia tidak bekerja?Eva mencoba untuk bersikap tenang dan memasang senyum di depan Julia.Ketika Julia melihat Eva, dia

    Terakhir Diperbarui : 2024-08-09
  • Tuan Pewaris, Nyonya Memilih Pergi    Chapter 5

    “Henry.” Henry menoleh saat Eva memanggilnya. Senyum miring terbit di wajahnya. Ia sudah menduga, pasti istrinya itu akan mengubah keputusannya.Tak mungkin Eva berani dengan keputusan sebesar itu. “Kau mau merubah keputusanmu?” Henry bertanya dengan penuh percaya diri.“Aku sudah mengurus perceraian kita. Semua dokumen sudah diproses, aku juga sudah menghubungi pengacara untuk membantu mempercepat prosesnya. Kita hanya menunggu keputusan resmi dari pengadilan.” Eva berbicara dengan tenang tanpa beban.Seketika, ekspresi Henry berubah drastis. Rahangnya mengeras, matanya membesar karena terkejut. Apa yang dikatakan Eva bukan kebohongan. Henry melangkah, mendekat ke arah Eva dengan penuh amarah. “Katakan sekali lagi apa alasanmu meminta bercerai? Apa karena uang yang kau terima dariku sudah cukup untuk membuatmu seberani ini padaku?”Eva menggeleng cepat. “Tidak ada yang perlu dipertahankan dalam rumah tangga kita.” Eva menjawab dengan santai. Ada rasa geram saat suaminya selalu me

    Terakhir Diperbarui : 2024-08-09
  • Tuan Pewaris, Nyonya Memilih Pergi    Chapter 6

    Dokumen itu ternyata adalah surat perceraiannya dengan Eva. Di dalam dokumen itu sudah dibumbui tanda tangan dari Eva. Henry menatap dokumen itu dengan acuh tak acuh. “Apa Anda benar-benar akan menandatangani surat itu, Tuan?” Ryan ingin memastikan bagaimana keputusan Henry. “Aku akan menandatangani nanti.” Henry kembali menyimpan dokumen tersebut.Ryan bisa melihat ketidak pedulian Tuannya pada Eva. Ia kembali bertanya untuk lebih lanjut. “Apa Tuan sudah mengetahui keberadaan Nyonya Eva?” Henry hanya mengangkat bahunya tinggi-tinggi. Tanpa peduli di mana keberadaan atau bagaimana keadaan Eva. “Dia sendiri yang memutuskan pergi. Biarkan dia sendiri yang merasakan kejamnya dunia luar.” “Bagaimana jika-”“Henry!”Tiba-tiba saja Julia menerobos masuk ke dalam ruangan Henry tanpa permisi. Membuat Ryan menghentikan ucapannya.Henry memberikan kode agar Ryan keluar meninggalkan ruangan. Ryan memahami kode Henry. Ia pun berpamitan sopan. “Kalau begitu, saya permisi, Tuan.” Ryan melang

    Terakhir Diperbarui : 2024-08-09

Bab terbaru

  • Tuan Pewaris, Nyonya Memilih Pergi    Chapter 134

    Harrison Realty Partners. Pekerjaan yang menumpuk mulai berkurang, dan suasana di luar pun lebih sepi hari itu. Terkadang, kesibukan yang datang begitu mendalam membuat Henry merasa sesak, namun saat ini dia lebih bisa bernapas lega.Dia memeriksa beberapa dokumen di mejanya dengan tenang, tangannya sesekali menulis catatan di margin. Tentu saja, ada beberapa hal yang masih perlu ditindak lanjuti lebih matang, tetapi semuanya terasa lebih terkendali. Henry menikmati momen ini, waktu untuk menyusun langkah selanjutnya tanpa tergesa-gesa.Tiba-tiba pintu ruangannya diketuk, dan suara Ryan terdengar dari luar, “Ini saya, Tuan."Tanpa menoleh Henry menjawab, "Masuklah."Pintu dibuka, dan Ryan memasuki ruangan dengan langkah ringan. Dia mengenakan jas hitam yang tampak rapi, meskipun hari itu tidak ada pertemuan penting yang mengharuskannya berpakaian seperti itu.“Ada yang bisa saya bantu, Tuan?” “Aku ingin berbicara mengenai bodyguard yang pernah kau utus saat di rumah sakit.” Henr

  • Tuan Pewaris, Nyonya Memilih Pergi    Chapter 133

    Berlian kecil yang terdapat di kalung itu memancarkan setitik kilauan indah. Keindahan itu tampak sangat menyatu. Dia tak salah pilih, kalung itu benar-benar cocok di leher Eva. “Kenapa tiba-tiba sekali?” Eva menatap Henry dengan mata penuh kebingungan. “Apa kau ada maksud tertentu?” Henry sedikit terhenyak dengan pertanyaan Eva tampak mencurigainya. Dia menarik napas sejenak, berusaha untuk tidak terbawa perasaan. Meskipun sedikit terkejut, dia berusaha menjaga ketenangannya dan menatap Eva dengan lembut.“Hadiah itu untukmu, karena akhirnya kau bisa melihat lagi,” jawabnya dengan tenang sabar. Eva terdiam sejenak, matanya sedikit melebar. Dia memandang Henry dengan ekspresi yang sulit untuk dijelaskan. Sudah bertahun-tahun mereka menikah, dan ini adalah pertama kalinya dia menerima hadiah dari Henry. Ada perasaan campur aduk yang muncul, terkejut, haru, dan sedikit bingung.Apa dia benar-benar berubah? Eva masih merasa tidak percaya. Akan tetapi sorot mata Henry tidak menunjukk

  • Tuan Pewaris, Nyonya Memilih Pergi    Chapter 132 Hadiah Kecil

    Dengan rasa ragu Eva berucap, “Aku ….”Ucapan itu dibuat menggantung, membuat Henry menatapnya dalam diam. Ada sesuatu yang tak terungkap, sesuatu yang mengambang di antara mereka, tetapi Eva tampak ragu untuk melanjutkannya. “Apa yang ingin kau katakan?” Henry bertanya pelan, berusaha tak mendesak, tapi cukup tegas agar Eva merasa dia siap mendengarkan.Eva menarik napas panjang, seolah mengumpulkan keberanian, matanya tak bisa menatap langsung ke arah Henry. Beberapa detik kemudian dia menggeleng, mengurungkan niatnya. “Tidak apa-apa, lupakan saja.”Eva kembali fokus pada piring di depannya. Takut jika apa yang dia katakan nanti hanya menjadi angin lalu bagi Henry. Lebih baik dia diam saja daripada harus membuang tenaganya. Sementara Henry, dia bisa merasakan keraguan di wajah Eva. Dia menyadari bahwa istrinya itu belum siap untuk berbicara tentang apa yang mengganggunya.Dia mencoba memberikan ruang tanpa menekan. "Aku tahu kau sedang memikirkan banyak hal," katanya dengan suara

  • Tuan Pewaris, Nyonya Memilih Pergi    Chapter 131

    Eva menatap Henry dengan serius, sorot matanya menunjukkan keteguhan. Suasana hening sejenak, dia menunggu jawaban Henry, memastikan perubahan sikap suaminya.Henry membalas tatapan Eva, memikirkan kata-kata yang tepat. Dia merasa kesal pada dirinya sendiri, tetapi juga gengsi untuk mengakui kesalahan secara langsung. Dengan ekspresi serius dan dengan nada ragu dia menjawab, "Semua orang pasti pernah melakukan kesalahan. Aku … akan berusaha untuk melakukan yang terbaik kedepannya." Henry menatap Eva dengan sedikit gugup, berharap Eva bisa melihat bahwa dia benar-benar berniat berubah, meskipun sedikit malu mengakui kesalahannya.Eva terdiam sejenak setelah mendengar jawaban Henry, mencerna kata-kata itu dengan benar. Ada gurat keraguan di wajahnya, tetapi dia mencoba untuk tenang. Matanya menatap ke dalam mata Henry, memastikan jawaban itu benar adanya. “Baiklah, aku harap itu bukan hanya sekedar kata-kata, karena aku tidak bisa terus-terusan begini. Aku hanya memberimu satu kali kes

  • Tuan Pewaris, Nyonya Memilih Pergi    Chapter 130

    Meski hatinya berat melihat Samuel kesepian, dia tahu bahwa cinta tidak bisa dipaksakan, dan terkadang, cinta tak harus memiliki. Dia hanya bisa tetap ada di sampingnya, memberikan dukungan dengan cara yang sederhana, karena, terkadang hal yang paling dibutuhkan adalah kehadiran dan doa yang tulus dari orang terdekatt.Samuel menghela napas panjang, menyadari dirinya terlalu larut dalam pikirannya. Dia mengalihkan pandangannya pada Dave sebelum akhirnya bertanya dengan suara tenang namun tegas, "Bagaimana kondisi di kantor selama aku tidak ada?"Dave segera menjawab, "Semuanya berjalan seperti biasa, Tuan. Beberapa klien menanyakan Anda, tapi sudah ditangani. Tidak ada masalah besar."Samuel mengangguk pelan. "Baik. Aku akan segera kembali. Kau urus semuanya."Dave hanya mengangguk samar. Tak lama kemudian memberikan tablet pada Samuel. "Tuan, ada pembaruan dari klien utama kita. Blackwood Capital ingin laporan performa terbaru sebelum akhir pekan. Mereka menekan soal proyek investa

  • Tuan Pewaris, Nyonya Memilih Pergi    Chapter 129

    Samuel duduk di tempat tidurnya, kedua kakinya berselanjaran santai di atas kasur yang empuk. Laptop terbuka di pangkuannya, cahaya layar memantul di wajahnya yang terlihat serius, sementara suasana kamar yang tenang menciptakan kesan hening di sekelilingnya.Liliana menggelengkan kepala perlahan, matanya memandang putranya heran. Putranya itu tampak tenggelam dalam kesibukannya sendiri. Dia duduk diam, fokus pada dunianya sendiri. “Mama benar-benar heran sama kamu,” katanya kesal sambil berkacak pinggang. “Baru juga pulang dari rumah sakit tapi masih saja kerja. Kamu tuh masih butuh banyak istirahat! Kondisi kamu masih belum pulih sepenuhnya.” Wajahnya tampak tegas, menunjukkan kekhawatiran dan keheranan yang tidak bisa dijelaskan. Samuel menatap mamanya sekilas dengan senyum tipis di wajahnya. “Samuel sudah jauh lebih baik, Ma,” jawabnya dengan santai. Matanya kembali fokus pada layar laptop di depannya. Langkah Liliana semakin dekat, wajahnya menunjukkan sedikit kekesalan. “Kamu

  • Tuan Pewaris, Nyonya Memilih Pergi    Chapter 128 Kembali ke Penthouse

    2 hari kemudian. Mobil berjenis marcedes itu telah terparkir rapi di basement, berjejer dengan mobil mewah lainnya. Suasana di sana cukup hening, hanya terdengar suara pelan mesin ventilasi yang berputar. Eva menoleh ke arah kursi pengemudi, di sana terdapat Henry yang baru saja mematikan mesin mobilnya. Wajahnya menunjukkan ketidaksetujuan. “Aku ingin pulang, kenapa kau membawaku ke sini?” Keningnya berkerut, hingga alianya itu hampir menyatu. Henry melepas sabuk pengaman, menatap ke arah Eva sekilas. “Bukankah ini rumahmu?” jawabnya dengan santai.Henry tahu, bahwa Eva pasti akan menolak kembali ke penthouse, tempat tinggal mereka berdua sebelumnya. Dia memang sengaja membawa Eva kembali ke penthouse untuk memulai kehidupan mereka setelah drama perceraian. Eva menegang di tempat duduknya, jari-jarinya mengepal di atas pangkuan. "Aku sudah bilang, aku tidak akan kembali ke sini," ucapnya dengan suara rendah, nyaris bergetar.Henry tersenyum kecil, bukan senyum yang hangat, mela

  • Tuan Pewaris, Nyonya Memilih Pergi    Chapter 127

    Henry tertawa ringan, tapi ada nada ejekan di dalamnya. “Heh, Samuel?” gumamnya, menatap Eva yang masih duduk di brankar.Ada perasaan aneh saat Eva menyebutkan nama Samuel di depannya. Rasa seperti tak dihargai. Tapi dia tak bisa menyalahkan Eva, karena dia juga yang menutupinya. Eva mengerutkan kening, bingung dengan ekspresi di wajah suaminya. “Kenapa tertawa?” tanyanya. Henry melipat tangannya, menyandarkannya di atas brankar milik Eva, posturnya tegak, tapi tetap santai. Kedua matanya menatap Eva, seperti menyimpan sesuatu yang sulit dibaca. “Jadi, kau pikir operasi ini semua karena inisiatif Samuel?” katanya, suaranya terdengar datar namun tajam.Eva menatapnya, perlahan mulai memahami arah pembicaraan ini. “Bukankah begitu?”Henry mendengus kecil, lalu tersenyum miring. “Sebenarnya, semuanya terjadi atas perintahku.”Eva terdiam, menatap Henry lekat-lekat, mencoba memastikan apakah dia serius. “Maksudmu…?”Henry mengangkat bahu, seolah itu bukan hal besar. “Aku yang mengur

  • Tuan Pewaris, Nyonya Memilih Pergi    Chapter 126

    Bukan hanya Eva, rasa lega terpancar dari wajah para dokter itu. Operasi ini berhasil, dan dengan itu, karir mereka tetap utuh. Tak henti-hentinya mereka mengucapkan rasa syukur. Eva tersenyum penuh haru, air matanya mulai menggenang. Pandangannya mengedar ke seluruh ruangan, memerhatikan satu per satu dari mereka. Matanya berhenti pada sosok Henry yang berdiri tak jauh dari jangkauan para dokter. Wajahnya tampak tegas, tapi menunjukkan kelegaan dalam hatinya. Namun tiba-tiba saja senyum di wajah Eva perlahan luntur. Hatinya merasa sesak ketika orang yang selalu ada untuknya tak berada di sana. Pada momen bahagia ini, seharusnya Samuel berada di sana, turut merayakan kebahagiaan yang ada. Namun, di sisi lain, ia teringat bahwa Samuel memang membutuhkan waktu untuk beristirahat, agar kesehatannya kembali pulih. Meskipun hati ingin sekali bersama, kesadaran akan pentingnya istirahat membuatnya merelakan ketidakhadiran Samuel di momen tersebut."Senang sekali mendengar Anda bisa me

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status