"Oke, aku akan membiarkan mereka pergi sekarang," Pemilik toko mencibir dan melambaikan tangan kepada beberapa orang. Dia tidak takut Sean akan ikutan kabur. "Kamu jual saja Jam Rolexnya kepada Pak Angga, dan kita pergi bersama, bukankah itu akan lebih baik?" Mega berkata dengan bingung, dia merasa bahwa Sean mungkin akan melakukan sesuatu yang ekstrim. "Aku menyuruhmu pergi maka kamu pergi saja, kamu jangan khawatir. Kalian pergi ke rumah kakek Andin dulu dan tunggu aku," Sean berkata dengan tegas. Mega merasa sedikit khawatir, dia yakin bahwa Sean ingin melakukan sesuatu kepada mereka. Namun, dia tahu bahwa Sean sangat hebat dalam urusan berkelahi, dia tidak takut Sean akan terluka atau apa pun. Kemudian dia berpikir dengan teliti, dia tahu bahwa Sean menyuruh dia dan putrinya pergi, itu karena dia tidak ingin berkelahi dengan orang lain di depan putrinya, karena takut mempengaruhi putrinya. Selain itu dia juga berharap Sean bisa memberi pelajaran kepada pe
"Anak muda, jika saja tadi kamu menjual jam itu kepadaku, masalah tidak akan sebesar ini. Sekarang, walaupun kamu menjualnya kepadaku, aku tidak akan membelinya. Aku menghargai Jefri karena kamu benar-benar tidak tahu cara berterimakasih," Angga menggelengkan kepalanya, dia juga berjalan ke samping untuk duduk. Dia ingin melihat bagaimana Sean akan mengakhiri masalah ini.Yang paling penting adalah dia pasti akan mendapatkan Jam itu. Nanti dia hanya perlu menghabiskan sedikit lebih banyak uang, dia percaya bahwa Jefri pasti akan menjualnya kepadanya. Yang lainnya menggelengkan kepala mereka dan tertawa mengejeknya, tetapi tidak ada yang mengatakan apa-apa lagi. Sepuluh menit berlalu dengan cepat, dua mobil tiba tepat waktu di luar toko barang antik, dan tidak lama kemudian 7-8 orang pria kekar turun dari mobil. Orang yang berjalan di depan adalah seorang pria muda berusia tiga puluhan tahun, badannya besar penuh otot dan tatapan nya sedikit galak. Di sisi kiri dan kanan
"Kamu ingin mematahkan leher Tuan muda Sean?" Setelah Sean pergi, Abimanyu langsung menatap Jefri dengan serius. "Kak, kak Abimanyu, siapa dia sebenarnya?" Meskipun Jefri merasa sedikit panik, tetapi dia sepertinya belum menyadari keseriusan masalah ini. "Apakah identitas Tuan muda Sean bisa ditanyakan oleh orang kecil sepertimu? Kamu hanya perlu tahu bahwa sedikit orang di kota Bandung yang dapat memprovokasinya," Dio mendengus. "Dio, berhentilah berbicara omong kosong dengannya. Tuan muda Sean sudah marah, jangan sampai Tuan muda Sean tahu bahwa bajingan ini mengikuti kita, kalau tidak kita tidak akan memiliki kehidupan yang baik nanti," Ujar Fahrul. "Yang dikatakan kamu itu masuk akal. Oh iya, apakah kamu tahu apa yang dimaksud Tuan muda Sean?" Dio mengangguk, dia melihat ke Abimanyu. "Kamu ini benar-benar kepala udang. Si brengsek ini ingin mematahkan leher Tuan muda Sean, dan Tuan muda Sean juga sudah mengatakannya, itu berarti dia ingin meminta kita
Pada saat ini di rumah keluarga Natalie, Jennie menatap Mega dan bertanya, "Kakak, apakah kakak ipar tidak datang untuk merayakan ulang tahun ayah lagi tahun ini?" Mega sedikit mengkhawatirkan Sean Diningrat, dia belum merespons, lalu dia mendengar ibunya Natalie berkata dengan dingin, "Orang yang tidak berguna seperti dia, tidak datang pun tidak masalah. Jangan sampai aku merasa kesal karena melihatnya." "Bu, dia akan datang, dia pergi membeli hadiah," Mega berkata dengan tersenyum pahit. Setelah kegagalan Sean membuka bisnis tiga tahun yang lalu, ibunya menjadi sangat tidak menyukai Sean Diningrat, dan Mega sudah terbiasa melihat sikap ibunya kepada Sean. "Dia pria miskin yang dihidupi oleh seorang wanita. Hadiah apa yang mampu dia beli? Jangan sampai hadiah itu mempermalukannya nanti," Ujar Natalie sambil memalingkan wajahnya. "Iya, hadiah yang dapat dibeli kakak ipar paling-paling hanya beberapa ratus ribu saja. Tidak seperti Fikri, dia memberikan aya
"Wah, Kakak, kamu sangat hebat, kamu hanya baru 1 tahun di perusahaan itu dan kamu sudah naik jabatan menjadi supervisor departemen penjualan. Tampaknya bosmu benar-benar bijaksana dan bisa melihat orang berbakat," Jennie memujinya. "Kemampuan apa yang aku miliki apakah kamu tidak tahu? Aku hanya beruntung saja," Mega berkata sambil tersenyum. Yang dia katakan itu memang benar, jika bukan ada orang misterius yang membantunya diam-diam memenangkan proyek Harrison, dia tidak akan memenuhi syarat untuk dinaikkan jabatannya menjadi supervisor departemen penjualan. "Mega, kamu jangan terlalu merendahkan diri. Oh iya, kamu sekarang sudah naik jabatan menjadi supervisor departemen penjualan, pendapatanmu jauh lebih tinggi. Kelak, kamu harus mengelola kartu bankmu dengan baik, jangan menghabiskan uangmu untuk orang yang tidak berguna," ujar Natalie seperti ada maksud lain sambil melihat ke Sean Diningrat. "Bu, Sean memiliki pekerjaannya sendiri," Mega merasa sedikit canggu
Di satu sisi, itu untuk kebaikan putrinya, di sisi lain, putrinya bisa menikah dengan keluarga kaya, maka keluarga mereka akan menjadi lebih bermartabat. "Aku hanya bercanda, kakak jangan menganggapnya serius," Jennie tertawa. "Oh iya, Fikri, aku pernah menyebutkan hal ini kepadamu dua hari yang lalu. Apakah kamu yang membantu kakakku secara diam-diam?" Jennie tiba-tiba menoleh ke Fikri yang di sebelahnya dan bertanya kepadanya. "Hah? Aku, a-aku hanya menyebutkannya kepada ayahku, aku tidak tahu apakah dia yang pergi ke Harrison dan mencari Direkturnya untuk membantu kak Mega atau bukan. Setelah aku kembali aku akan menanyakannya kepadanya," ujar Fikri dengan jawaban yang terbata-bata. "Tidak perlu di tanyakan lagi, waktu itu ayahmu juga yang maju untuk membantu kami, sehingga perusahaan Martaguna baru memberikan bisnis itu kepada ibuku. Kali ini, pasti ayahmu lah yang membantunya, tidak disangka koneksi ayahmu sangat luas," ujar Jennie dengan penuh percaya d
"Kakak ipar, apa maksudmu? Kamu yang tidak berguna, bukan berarti orang lain juga tidak memiliki kemampuan seperti mu. Jika bukan karena bantuan ayah Fikri, apakah kamu yang membantunya?" Melihat Sean meragukan pacarnya, Jennie langsung merasa kesal. "Apakah aku yang membantunya atau bukan itu tidak penting. Yang paling penting adalah apakah orang ini berani atau tidak menelpon ayahnya di depan kita. Atau kalian juga bisa menelpon Roby dan Fathir, aku punya kontak mereka berdua, atau aku saja yang menelponnya?" Ujar Sean sambil tersenyum sinis. "Telepon saja, tapi jika nanti itu membuatmu malu, jangan salahkan aku karena tidak menghormatimu," Ujar Jennie dengan mencibir. Sean tersenyum sinis mendengar ucapan Jennie. "Fikri, ayo telpon ayahmu sekarang, beritahu seseorang betapa hebatnya keluargamu," Desak Jennie. Mega dan Natalie juga menatap ke Fikri. Fikri sedikit meragu, dia merasa sangat cemas. Tetapi teringat akan pemahamannya dan ayahnya, dia memutusk
"Memang benar-benar tidak tahu malu kamu Sean," Ujar Natalie sambil menggelengkan kepalanya dan menatapnya dengan meremehkannya. Mega melirik ke Sean Diningrat, dia juga merasa sangat kesal, tetapi dia tidak ingin memarahi Sean di depan keluarganya, dia hanya menghela napas panjang dan berkata kepada Fikri, "Fikri, maaf, aku minta maaf atas kecerobohan Sean, aku juga berterima kasih kepada ayahmu karena sebelumnya telah membantuku. " "Kak Mega, perkataanmu ini agak serius. Sebenarnya, aku tidak bermaksud mengatakan ini, tetapi kakak ipar memaksaku, aku terpaksa menelepon ayahku untuk bisa membuktikan bahwa yang aku katakan itu benar," Fikri menampilkan ekspresi seperti dia tidak berdaya. Mega tidak melihat kemunafikan Fikri sama sekali. Sebaliknya, dia semakin merasa suaminya jika dibandingkan dengan calon adik iparnya ini, perbedaannya terlihat dengan jelas seketika. Benar-benar tidak bisa dibandingkan. "Sean, apakah kamu masih merasa bahwa Fikri belum berha