Setelah acara termehek-mehek dirumah Zen, sekarang Ziana tiba di depan rumahnya. Jangan lupakan siapa orang yang mengantarnya pulang sampai di depan rumahnya, siapa lagi jika bukan Zen. Sudah ada ratusan kali Ziana minta supaya tidak perlu untuk mengantarnya pulang, tapi bagi Ziana yang memang sudah hapal sifat keras kepala Zen, semuanya menjadi biasa sajabaginya saata Zen bersikeras untuk tetap mengantarny pulang dengan selamat.
Walaupun seperti biasa, perjalanan mereka menuju rumah Ziana tidak pernah sepi. Karena ada sa tingkah Ziana atau pun Zen yang membuat mereka akan terus berdebata sepanjang malam.
Tidak cukup hanya mengantar Ziana pulang, Zen bahkan mengikutinya masuk ke dalam pekarangan rumahnya yang dihalangi oleh pagar besi yang lumayan tinggi, walau pun tidak setinggi pagar dirumah pria itu.
Gelap. Seperti itu lah kondisi rumah Ziana saat ini, padahal jam baru saja menunjukkan pukul delapan malam. Kurang lebih mereka berkendara selama satu jam dari rum
Pagi yang cerah mulai menyinari salah satu kamar bernuansa biru muda dengan sinarnya yang masih mengintip malu-malu disela jendela kamar. Sebuah kamar yang hampir seluruh dindingnya dihiasi dengan berbagai macam pose dari aktor favoritnya. Siapa lagi jika bukan seorang aktor yang tengah naik daun yang berasal dari negeri gajah putih itu… Bright Vachirawit Chiva-aree.Semua sudut kamarnya berisi tentang poster dan marchandise sang aktor. Bermacam pose tampan sang aktor terpampang nyata disekelilingnya, baik itu ketika dirinya ingin tidur setelah lelah beraktivitas atau pun ketika bagun di pagi hari dan akan di sambut langsung oleh senyuman sang idola.Setelah bangun tidur… Ziana sang pemilik kamar akan tersenyum dan menyapanya terlebih dahulu, sebelum kembali fokus pada rutinitasnya menjadi seorang siswi dan menghadapi kebengalan Zen yang terus saja mengganggunya setiap saat.Tapi, sepertinya hari ini rutinitas yang telah dilakukannya selama hampir
“Jeffry… diam kamu!” gertak Pak Budi yang mulai kesal karena semua anak mulai riuh akibat godaan Jeffry kepada salah satu anak berprestasi di SMA Garuda ini.“Ya… elah, pak…”“Diam kamu! Dan kamu Ziana kenapa bisa datang terlambat? Seharusnya sebagai salah satu muriD berprestasi kamu bisa memberikan contoh yang baik kepada teman-teman kamu yang lain, bukan malah bergabung bersama mereka untuk melangar peraturan sekolah,” ujar Pak Budi tegas tanpa memperdulikan Ziana yang sudah mulai bergetar ketakutan.Takut… itu lah yang dirasakannya kini. Tangannya yang kecil terus saja memilin tas yang di sandangnya, sedangkan matanya menunduk ke bawah, tidak berani menatap sang guru. Karena apa yang dikatakan Pak Budi memang benar.Seharusnya dia memberikan contoh yang baik, bukan malah melanggarnya. Bahunya yang sempit juga ikut melemas mendengar kemarahan gurunya itu. Lagi… dia mengec
Setelah kejadian memalukan terkait aksi gendong menggendong yang dilakukan Zen dengan tidak tahu malunya itu, tentu saja membuat gadis bermata sipit itu merasa kesal setengah mati. Bukannya malah menurunkan tubuhnya, pria itu malah mengancam akan melemparkannya ke dinding.Ck… dasar tidak berperikemanusiaan. Hampir di setiap kelas yang mereka lewati, semua siswa akan berteriak histeris karena melihat pujaan hati mereka sedang menggendong seorang gadis beasiswa seperti dirinya. Bahkan tidak sedikit juga Ziana dengar cibiran dari murid lain untuk dirinya.Sementara manusia yang menjadi biang masalahnya malah berjalan santai setelah berhasil membuat dua keributan di pagi hari. Pertama insiden pemecatan Pak Budi dan sekarang Tuan muda itu membuat heboh kembali dengan cara membawa tubuhnya dengan enteng.Pada awalnya Ziana mengira, Zen akan membawanya langsung ke kelas, tapi ternyata langkah kakinya yang lebar malah membawa mereka berdua menuju UKS. Ziana yang
Suara musik dari lagu milik IU yang berjudul Old Story mengalir dengan lembut di telinganya. Sesekali matanya tertutu, sementara bibir tipisnya ikut menyenandungkan lagu patah hati itu dengan penuh penghayatan, karena makna dari lagunya benar-benar bagus menurutnya.Sebuah lagu mellow yang menceritakan tentang hancurnya perasaan seorang wanita yang ditinggal oleh prianya. Seorang wanita yang masih mengingat masa lalu yang membuatnya kecewa akan sikap pria yang dicintainya yang sangat egois terhadap hubungan mereka.Setelah lagu dari IU berakhir, telinganya kembali dimanjakan dengan lagu lain yang tidak kalah sedih yang semakin membuat perasaannya bercampur aduk.Jika diingat-ingat lagi… kenapa gadis itu, Ziana… memutar lagu sedih ditengah siang bolong di belakang sekolah, dibawah pohon besar yang merupakan tempat favoritnya untuk membaca buku setiap jam istirahat? Padahal dia tidak dalam mode patah hati. Eh… benarkah?Gadis manis berm
“Zian, lo mau kemana?” pertanyaan dari suara berat dari belakang tubuhnya sukses membuat langkah gadis itu terhenti untuk mencari tahu siapa yang sudah mengganggu perjalanannya. Padahal dia sudah membayangkan pulau kapuk dikamarnya. Menyebalkan, batinya setelah mengetahui siapa dalangnya. Zen! Tapi dia tidak bisa berkata kasar. “Pulang?” “Kok malah balik nanya ke gue?” “Eh… itu… iya aku mau pulang,” “Gue anter,” “Nggak usah,” “Gue anter!” “Eh… ak…” “Zen… bukannya kamu mau nganterin aku pulang, ya? Kenapa sekarang malah nawarin tumpangan ke orang lain, sih?” Perdebatan absurd diantara sang pentolah SMA Garuda dan gadis beasiswa itu terhenti oleh suara yang terdengar cukup asing ditelinga Ziana. Oh… Dia melupakan keberadaan gadis yang bersama Zen tadi pagi sedang berada di samping pria itu sambil menyorotnya angkuh dengan tangannya dilipatkan di atas dada sambil menatapnya dari atas sampai ke bawah dengan tatapan
Tidak ada yang berubah dengan hubungan Zen dan Ziana selama hampir setengah semester di SMA Garuda. Ziana masih lah anak beasiswa yang seringkali terkena serangan panik dan Zen masih seorang berandalan yang tidak pernah patuh akan aturan. Ah… mungkin dirinya melupakan sesuatu. Ada yang perubahan kecil. Kedatangan Aura membuat fokus tuan muda itu tidak lagi padanya, bahkan tidak jarang akhir-akhir ini Ziana lebih santai dalam menjalani kehidupan sekolah tanpa bayang-banyak Zen disekitarnya. Karena pria itu sibuk dengan gadis yang bernama Aur-auran itu. Walaupun Aura sangat cantik,dia tidak akan pernah sudi mengakui ular keket itu jauh lebih menarik daripada dirinya sehingga bisa membuat perhatian Zen tercurah sepenuhnya kepada gadis itu. Sebenarnya ini bukan masalah besar, bukan? Bukankah hak asasi seperti ini yang selalu di inginkannya sejak memasuki gerbang sekolah ini dulu? Bebas tanpa gangguan pria menyebalkan itu. Tapi sekarang apa? Ziana malah sepe
Ziana akhirnya berseru lega saat dilihatnya sosok Jeffry di depannya, bukan lagi anak-anak nakal menyebalkan tadi. Yang walaupun sudah membubarkan diri tetap saja menonton gerak-geriknya. Terutama Zen yang masih setia duduk di tempatnya tanpa berniat menolongnya sama sekali. Jika saja Jeffry tidak menolongnya dengan cepat, bisa saja saat ini tubuhnya sudah menyatu dengan tanah alias pingsan. “Aku… mau ngasih ini sama Zen,” Ziana menunjukkan kotak bekal yang tadi disembunyikannya dibelakang tubuhnya ke depan wajah Jeffry yang membuat pria itu terkekeh gemas. Kenapa juga Ziana memperlihatkan apa yang dibawanya tepat di depan wajahnya. Bahkan hampir menyentuh hidung mancungnya. Dengan sisa kekehan yang masih bertahan di bibirnya, Jeff sedikit menjauhkan kotak bekal imut itu dari hidungnya. Melihat hal itu Ziana dengan cepat menarik kotak itu dan menjauhkannya dari wajah Jeff agar tidak menyakiti pria baik itu nanti. “Maaf,” “Zen ada Ziana nih, ka
Pagi ini cuaca bersinar terang. Nyanyian burung di pagi hari membuat bumi seakan bergembira menyambut sang surya. Namun tidak untuk gadis bermata sipit dengan rambut ikal menggantung itu. Ia tidak terlihat begitu semangat di pagi ini. Alasannya masih berpendar pada laki-laki berandalan yang sudah tidak pernah ditemuinya lagi dua hari belakangan. Ziana memutuskan untuk menjauh dari sisi pria itu. Ia takut kehadirannya dihadapan Zen akan membuat masalah baru yang pastinya hanya akan membuatnya ikut malu. Terlebih setelah kalimat menyakitkan yang pernah terlontar dari bibir merah itu. Ziana ragu ia akan tetap bertahan setelah kata penuh penghinaan itu meluncur dengan bebas. Ia sakit hati. Akan tetapi tidak jauh lebih sakit saat Zen pada akhirnya juga memilih untuk menjauh darinya. Tanpa berniat untuk meminta maaf, apalagi menjelaskan kejadian hari itu. Malahan hari demi hari Zen juga semakin dekat dengan gadis berhidung mancung bernama Aura itu. Zian