"Aku sedang bersama ayah bayiku, Pak. Aku butuh perhatian dari ayah bayiku dan aku menemuinya." Zein mengatupkan rahang di seberang sana, marah mendengar perkataan Zahra. 'Aku suamimu dan aku bisa memberikan perhatian padamu. Cepat katakan di mana kau berada, aku akan datang menjemputmu!'"Oh yah? Memberiku perhatian dengan cara anda pergi menemui wanita lain?" Zahra berkata santai. 'Belle membutuhkanku, dia sedang mengandung bayiku. Mengertilah.'"Aku juga sedang hamil, Pak."'Bukan bayiku. Jadi untuk apa aku peduli?!' Mendengar itu, hati Zahra benar-benar sakit. Matanya langsung berkaca-kaca dan berair. 'Sekalipun kamu tahu ini bayimu, kurasa kamu tetap tidak akan peduli, kamu tetep akan memilih Belle dibandingkan aku, Pak Zein.' dewi batin Zahra, mengusap air mata yang sempat jatuh dengan gerakan ringan. Zahra menghela napas pelan, tersenyum tipis untuk menghibur diri sendiri. Ucapan Zein tadi sangat menusuk hatinya. "Siapa yang mengharapkanmu peduli?" Zahra bersuara lembut, b
"Zein, maafkan aku karena tidak tahu jika kamu alergi pada udang. Aku sangat bersemangat belajar memasak agar aku bisa menyenangkanmu." Belle meminta maaf pada Zein. Dia telah melakukan kesalahan fatal, dia harus memperbaikinya. "Pergilah. Aku ingin sendiri," ucap Zein, menyeruput kopi sedikit tanpa menoleh pada Belle yang berdiri di sebelahnya. Zein berdecak, meletakkan cangkir kopi secara kesal. Kopi ini tidak pas di lidahnya, Zayyan tak suka sama sekali–berbeda dengan kopi buatan Zahra yang selalu pas di lidahnya. "Ya, tapi besok jangan lupa untuk menemaniku cek kandungan." Sebelah mengatakan itu, Belle beranjak dari sana. Dia mengepalkan tangan, kesal sebab sikap dingin Zein padanya. Sedangkan Zein, dia langsung menumpahkan kopi lalu segera masuk dalam rumah. Mulai sekarang Zein membenci kopi. ***Untuk membahas kerja salam dalam proyek fashion musim gugur, Zein kembali datang ke Seliza. Lagi-lagi Belle ikut sebab masih keukeh agar dirinya bisa berpartisipasi dalam acara besa
"Zahra, tunggu." Zein mengejar Zahra. Rapat telah selesai dan Zein ingin membicarakan hal penting dengan istrinya. Dia baru tahu Zahra adalah direktur utama dari Seliza, itu mengejutkan bagi Zein. "Lepaskan!" Zahra menepis tangan Zein dari pergelangannya kemudian melayangkan tatapan tajam pada pria tersebut. "Tolong berhenti menggangguku, Pak Zein. Kita sudah selesai dan tidak ada yang perlu kita bicarakan. Dan aku harap kamu menjauh dariku setelah ini." Zahra mendorong pundak Zein kemudian berjalan cepat dari sana. Namun, Zein dengan geram menarik Zahra untuk ikut dengannya. Dia membawa perempuan itu ke sebuah tempat yang sepi, mendorong Zahra ke tembok lalu langsung mendaratkan ciuman ke bibir Zahra. Zahra memberontak, mendorong Zein sekuat tenaga agar pria itu lepas darinya. Sedangkan Zein, setelah merasa puas, barulah dia melepas Zahra. "Bagaimana jika aku mengatakan kalau aku tertarik dan menyukaimu? Apakah kau akan kembali padaku?" ucap Zein kemudian sembari memeluk ping
"Jangan menyentuh istriku, Bajingan tua!" murka Zein, menghampiri Lucas dengan langsung melayangkan pukulan kuat ke wajah pria itu. Bug'Zein melayangkan pukulan ke arah wajah Lucas, begitu kuat dan penuh kemarahan. Itu membuat Lucas terjatuh lau berakhir terhempas di lantai. Zein tak puas begitu saja, dia ingin menghajar lebih brutal lagi, akan tetapi Zahra menariknya lalu mendorongnya kuat. "Zahra!" Zein menggeram penuh kesetanan ketika Zahra berlari ke arah Lucas kemudian membantu pria tua bangka itu berdiri. Zein langsung menyentak istrinya kemudian menyeretnya secara kasar dari sana. ***Bug'Setelah sampai di rumahnya, Zein mendorong Zahra cukup kasar ke atas ranjang kemudian tanpa membiarkan perempuan itu mengucapkan sepatah katapun, dia langsung menyetubuhinya. Setelah puas melampiaskannya pada Zahra, Zein memeluk perempuan itu–memaksa Zahra tidur dengannya. "Tidur!""Lepaskan aku! Hiks … kamu sangat bajingan, Zein Melviano. Kamu bajingan!" pekik Zahra, menangis dan berter
"Aku melakukannya demi Zein dan keluarga Melviano, Tante," bisik Belle manis, begitu meyakinkan–membuat Yolanda tersanjung dan terharu padanya. Yolanda balas berbisik, mengatakan perasaan bangganya pada Belle. "Kamu memang pantas menjadi menantuku, Sayang. Zein harus segera menikah denganmu," bisiknya dengan senyum manis pada Belle. "Tuan Lucas, silahkan duduk." Yolanda mempersilahkan Lucas duduk. Lucas bersedekap angkuh tetapi juga menurut untuk duduk di sebuah sofa yang ada di ruangan tersebut. Yolanda langsung menyuruh maid untuk menyiapkan jamuan istimewa pada Lucas, kemudian dia dan Belle mendekati pria yang sangat dihormati dikota ini. Lucas adalah sang legendaris di dunia bisnis, dia misterius dan ditakuti. "Tuan Lucas, saya senang anda datang." Belle berucap manis, tersenyum cukup menggoda untuk merayu Lucas. Dia duduk dengan anggun tetapi gestur tubuhnya melakukan hal lain, sedikit memajukan dada dan memberikan gerakan tipis supaya bagian tubuhnya tersebut terlihat
Zein menatap ke arah pintu, memperhatikan gerak-gerik Marcus yang datang dengan keadaan terburu-buru. "Kau tergesa-gesa karena apa?" tanya Zein saat Marcus telah menghadap padanya. Marcus menggaruk tengkuk, tersenyum malu pada tuannya. Dia tergesa-gesa bahkan tak sabar memberi tahu informasi yang dia bawa pada tuannya. Informasi tersebut akan sangat mengejutkan tetepi Zein mungkin senang mendengarnya. "Tuan Zein, saya sudah mendapatkan informasi mengenai bayi yang Nyonya kandung," ucap Marcus tiba-tiba. Dia mengeluarkan map berisi laporan kemudian menyerahkannya pada Zein. "Sebelumnya, selamat Tuan," tambah Marcus. Zein mengerutkan kening, mendongak lalu memberikan tatapan bingung pada Marcus. Dia meraih laporan tersebut, membuka map dan membaca isi laporan dengan ekspresi acuh tak acuh. Zahra dibawa paksa oleh Lucas, dan Zein kehilangan mood karena hal tersebut. Bukan tidak senang Zahra bertemu dengan ayahnya, setelah sekian lama. Zahra dulu pernah menceritakan tentang ayahnya y
Zahra mematikan telpon sepihak, meletakkan ponsel di atas meja kemudian kembali melanjutkan pekerjaan. Baru saja Zein menghubunginya, mengatakan jika pria itu akan segera datang menjemputnya. Zahra tak terlalu mempermasalahkan. Pertama, Zein tak tahu di mana Zahra berada dan yang kedua pria itu mungkin serius dengan perkataannya. Zein tak pernah mau repot-repot menemui Zahra karena pria itu tak pernah peduli padanya. Dulu, Zahra pernah meminta Zein untuk menyusulnya ke perusahaan mitra akan tetapi Zein menolak datang. Pernah juga Zahra meminta Zein menjemputnya ke supermarket karena Zahra ada di sana dan mobilnya mogok, Zein menolak dan menyuruh Zahra pulang naik taksi. Jadi sekarang, pria itu hanya mengancam. Mungkin supaya Zahra takut atau memikirkannya. "Nona muda." Tiba-tiba pintu ruangan kerja Zahra terbuka, memperlihatkan seorang bodyguard dengan tampang muka khawatir. Bodyguard tersebut membungkuk hormat pada Zahra lalu melapor. "Tuan Zein ada di ruang tamu, dia mengotot un
"Bukankah kau seperti sedang membuat rencana untuk mencuri keturunanku?!" Mata Zahra menbelalak lebar, langsung menatap Zein dengan raut muka kaget. Zein sudah tahu jika dia mengandung anak dari pria ini dan Zein menjadikan itu sebagai ancaman untuk Zahra. Bagaimana bisa Zein se kejam ini padanya? "Setelah melakukan kejahatan pada putriku, lalu tanpa tahu malu kau menuduh Zahra melakukan rencana pencurian terhadap keturunanmu? Bagaimana bisa kau seiblis ini, Tuan Zein?!" Lucas mengepalkan tangan, menahan amarah dalam diri yang siap meledak. Sedangkan Zahra, dia memanfaatkan keadaan. Melihat Zein sedikit lengah, Zahra kembali menyikut perut Zahra lalu segera bangkit dari pangkuan pria itu. Zahra bergegas berhambur pada pelukan ayahnya–berlinduhg dari Zein yang menurut Zahra sudah sangat keterlaluan. Semisal Zahra mengungkap kehamilannya saat itu, pasti Zein tak akan peduli. Mungkin lebih parah Zein akan menyuruhnya menggugurkan kandungannya. Lalu sekarang karena obsesi yang ingin Z
"Bagaimana, Wife? Kau suka?" tanya Marc, menoleh pada istrinya dengan senyuman lembut. Alis Marc menaikkan sebelah, terkekeh pelan melihat reaksi istrinya. Belum apa-apa tetapi Kiana sudah membeku di tempat. Cih, bahkan dia belum mengutarakan cintanya pada sang istri. Kiana mematung di tempat, punggungnya terasa panas tetapi tangannya dingin. Masih dibagian sini tetapi Kiana sudah sangat gugup. Ya Tuhan! Kiana tak percaya jika Marc biasa menyiapkan tempat se indah ini. "Ekhem." Suara deheman tersebut membuat Kiana menoleh pada Marc. Matanya membelalak lebar, tak percaya dan terkejut pada Marc yang sudah bertekuk lutut dihadapannya. Pria itu memegang kotak hitam mewah, di mana ketika dibuka isinya adalah … kosong. "Ko-kosong?" bingung Kiana, gugup dan berdebar tak karuan. Marc mendapat kotak dan ternyata benar, kotak tersebut kosong. Dia berdecak pelan kemudian berdiri. Wajah Marc terlihat kesal, dingin secara bersamaan. "Ti-tidak apa-apa, Kak Marc. Tanpa cincin jug
"MARC!" jerit Disha antara syok dan horor. Akan tetapi yang dia panggil malah terlihat santai. Disha geleng-geleng kepala, sudah menangis karena melihat kejahatan putranya. Disha sangat lega suaminya tak ada di sini akan tetapi dia lupa juga titisan suaminya ada di sini. Marc dan Damon, sama saja! "Penjaga!" Daniel memangil penjaga, kemudian menyuruh mereka untuk membereskan kekacauan yang Marc lakukan, "bawa mayat perempuan ini, buang ketengah hutan. Jangan sampai ada jejak yang tertinggal." "Baik, Tuan." Para penjaga melaksanakan perintah, langsung membawa mayat Sofia dari sana. "Masalah sudah selesai. Dan … Marc, lain kali jangan seperti tadi. Kasihan orang-orang rumah yang tak terbiasa dengan suara tembakan, Nak. Apalagi istrimu," tegur Daniel kemudian pada cucunya. Dia geleng-geleng kepala karena Marc dan Damon sangat persis. Untung daddy dari cucunya tak ada di sini. Karena jika Damon di sini, tentu Damon akan membenarkan tindakan Marc dan bahkan bisa memarahi siapapun
"Bisa saja kamu membuat surat palsu," elak Sofia. "Masalah di rumah Kakek Nenekku, bukannya kamu yang lebih dulu menuduhku yang bukan-bukan?! Kamu menuduhku gembel dan berniat mengacaukan pesta, kamu mengusirku dari rumah Nenek dan Kakekku sendiri. Dan wajar bukan jika aku menyuruh maid di rumah Kakek Nenekku mengawasimu karena … seorang tamu tidak dikenal bisa-bisanya ada di ruang keluarga kami. Padahal ruangan itu area terlarang untuk para tamu. Pertanyaannya, kenapa kamu bisa di sana? Pasti berniat macam-macam bukan?" "Aku bukan pencuri!" marah Sofia, berteriak kesal karena tak tahan dengan tuduhan Kiana. Yang membuatnya semakin kesal adalah semua orang diam dan mendengarkan perkataan Kiana. "Kenapa marah? Aku saja tidak marah saat kamu mengusirku dari rumahku sendiri." Sofia memucat, menggelengkan kepala pada Audi. Dia berharap Audi tak percaya pada perkataan Kiana. "A-aku tidak mengusirnya, Nenek. A-aku bertujuan baik. Saat itu-- dia mengenakan pakaian santai. Sedangkan a
"Kenapa kalian memenjarakan Sofia, Marc?" tanya Audi, menatap Marc dengan ekspresi tak enak kemudian menatap satu persatu anggota keluarga yang lain– yang telah ia suruh berkumpul di kediaman Lucas. Sofia juga ada di sana, sudah ia bebaskan dari penjara. Sofia menghubunginya, mengatakan jika Marc telah memenjarakannya karena kesalah pahaman. "Aku tidak memenjarakannya, Nek," jawab Marc, "dan aku juga tak mungkin memenjarakannya," lanjut Marc, seketika membuat Sofia tersenyum manis–merasa jika Marc memiliki perasaan padanya oleh sebab itu Marc tak ingin menjebloskannya dalam penjara. Audi juga terlihat senang mendengarkan penuturan Marc, ternyata Marc tak ingin menjebloskan Sofia dalam penjara. "Hukuman di penjara terlalu ringan untuk wanita itu. Kejahatan yang dia perbuat sudah sangat banyak," lanjut Marc, seketika membuat senyuman Audi hilang. Begitu juga dengan Sofia yang langsung memucat. "Penjara terlalu enak baginya," tambahnya yang semakin membuat Sofia ketakutan. "Marc
Kiana menatap gambarnya yang salah coret, menganga sedikit lalu menoleh pada suaminya. Pria satu ini! Sangat-sangat tak aman untuk kesehatan jantung Kiana. Hell! Dari tadi, Marc sudah bagus hanya diam dan tak bersuara. Tetapi kenapa dia tiba-tiba mengeluarkan suara? See?! Sekalinya Marc berbicara, gambar Kiana rusak. Bencana! "Jawab." Marc bangkit dari kursi lalu menghampiri Kiana, dia berdiri di belakang istrinya–menatap sejenak pada gambar desain Kiana yang tergores pencil, cukup dalam dan parah. Melihat itu, Marc menarik salah satu sudut bibir ke atas–membentuk sebuah smirk tipis, geli melihat gambar istrinya. Jadi perempuan ini tadi kaget dan salah coret? Cih, menggemaskan. "Kau mencintaiku, Wife?" tanya Marc, membungkuk ke arah Kiana. Satu tangannya memegang sandaran kursi Kiana, satu lagi bertopang pada sisi meja istrinya. Kiana yang sedang menghapus bagian yang salah pada desain, menjadi kikuk lalu berakhir salah hapus. Marc berdecis geli, menarik penghapus dari tangan i
Ceklek' Marc menoleh ke arah pintu, mendapati istrinya di sana. Kiana terlihat kaget, mungkin tak mengira jika Marc telah datang. Kiana masuk dalam kamar, menutupi pintu sembari berjalan menghampiri suaminya. Dia tersenyum manis, senang karena Marc akhirnya kembali. Ada banyak hal yang ingin Kiana ceritakan pada Marc, salah satunya niatan Gebara untuk melamar Kinara–kakaknya. Karena jika Gebara ingin melamar Kinara, pasti mereka akan ke negara Kiana. Itu yang membuat Kiana sangat senang, dia bisa pulang lalu bertemu dengan keluarganya. Tak bisa dipungkiri, Kiana sangat rindu pada keluarganya. "Kak Marc kapan pulang?" tanya Kiana, masih tersenyum manis pada Marc. Pria itu menaikkan sebelah alis, menampilkan raut muka dingin dan tatapan yang cukup mengintimidasi. "Baru saja." Kiana cengar cengir, mendudukkan diri di pinggir ranjang. "Kau sepertinya terlihat sangat senang." Kiana menganggukkan kepala. "Kak Gebara sudah memantapkan niatannya untuk melamar Kak Kinara. Minggu
Sofia! "Untuk apa kamu datang ke sini?" sinis Kiana, menatap Sofia kesal secara terang-terangan. "Tuan meninggalkan laporan penting dan aku datang untuk menjemputnya," ucap Sofia dengan nada angkuh, berniat masuk akan tetapi Kiana dengan cepat mendorong pundaknya. "Jangan menginjakkan kaki kotormu ke dalam kamarku dan Kak Marc." Tak mau kalah, Kiana memperlihatkan keangkuhan yang sesungguhnya pada Sofia, "makhluk rendahan sepertimu bisa mencemari kamar kami," lanjut Kiana. Sofia mengepalkan tangan, menatap begitu marah pada Kiana. "Kiana! Jaga ucapanmu, ini bukan keluarga Melviano! Mungkin di keluargamu, kamu adalah nona muda yang selalu dihormati dan dimanja. Tetapi di sini …-" Kiana langsung memotong, berkata santai dengan bersedekap di dada, "nyonya Lucas. Aku malah naik jabatan di sini. Dari Lady Melviano, menjadi Nyonya Lucas. Iri, Remahan Biskuit?" ejek Kiana di akhir kalimat. Sofia semakin marah mendengar ucapan Kiana. Dia sangat tak terima, apalagi bagian Kiana meny
"A-aku memang kecelakaan, Tante. A-aku bahkan hampir mati." pekik Sofia, menangis dengan air mata yang terus meluruh. Disha menghela napas, tak ingin berdebat lagi dengan perempuan tersebut. "Kalau begitu biarkan Arseno memeriksa kakimu," ucap Disha dengan nada tegas. Sofia memucat, gugup dan terlihat panik. Kakinya tidak sakit ataupun patah. Meski Arseno bukan dokter ortopedi, tetapi dia yakin kalau Arseno akan tahu kebohongannya. Namun, jika dia keukeuh menolak, Disha akan lebih curiga padanya. Disha memanggil beberapa maid untuk membawa Sofia ke dalam, setelah itu dia menyuruh keponakannya untuk memeriksa kaki Sofia. ***Cup' Marc mencium bibir Kiana, melumatnya cukup kasar dan penuh penuntutan. Saat ini mereka sudah dalam kamar, membuat Marc leluasa untuk mencium istrinya. "Ummff--" Kiana memberontak, cukup kaget karena Marc tiba-tiba menciumnya. Dia juga ingin mengatakan sesuatu pada Marc, oleh sebab itu dia berupaya menghentikan Marc. "Kau menolak ciumanku?" ucap Marc, me
Setelah berbicara pada Eliza, Kiana menemui mama mertuanya. Dia tak enak hati melihat sang mama mertua yang sibuk ikut membantu persiapan pesta untuk nanti malam. Karena tidak tahu harus membantu apa, Kiana mendekati mama mertuanya untuk bertanya. Akan tetapi, sang mama mertua malah menyuruh Kiana istirahat–menyuruh Yoona supaya mengantar Kiana ke kamar. Yoona berbeda dengan Eliza, perempuan ini sangat santai dan juga ramah. Yoona memiliki seorang kakak bernama Gerald De Lucas, dan dia ternyata bekerja di DSL. Hanya saja karena Kiana tak memperhatikan dan Gerald tak terlalu menonjol orangnya, Kiana tak tahu jika Gerald adalah sepupu Marc. Suaminya juga punya satu sepupu laki-laki lainnya. Namanya Arseno De Lucas (anak dari Ando dan Aulia) di mana Ando adalah paman tertua Marc. Arseno sendiri memilih berbeda, menjadi seorang dokter bedah yang sudah terkenal keahliannya di negara ini. "Yoona, aku akan membantumu. Katakan apa yang bisa ku lakukan?" ucap Kiana, menolak masuk dalam ka