"Bagaimana?" tanya Kiana malu-malu, menatap Marc gugup dan kikuk. Dia sedang mencoba sebuah gaun dari yang didesain oleh neneknya sendiri--Zahra. Gaun putih bersih tersebut tampak indah, berkilau dan bersinar–membuat Kiana seperti seorang dewi bulan. Marc terdiam, menatap Kiana dengan mulut menganga–terbuka sedikit karena terlalu kagum. Hell! Wajah perempuan ini belum dirias saja, dia sudah sangat cantik. Bagaimana nantinya di hari pernikahan mereka? Kiana akan sangat cantik pastinya! 'Kak Marc hanya bengong. Ck, apa aku kurang cantik? Tapi gaun ini sangat indah, buatan Nenekku tersayang,' batin Kiana, menatap gaun indah tersebut dengan manik berkaca-kaca. Gaun ini sangat indah, tetapi kenapa Marc tak berkomentar? "Bagaimana, Sayang? Kamu suka gaunnya? Atau … ada bagian yang ingin ditambahi?" tanya Zahra, datang bersama Alana yang mendorong kursi rodanya. Perempuan tua yang masih cantik diusia nya tersebut, tersenyum lembut saat menatap keseluruhan penampilan cucunya. Gaun ini Za
"Akhirnya aku bisa istirahat." Kiana berkata pelan, merebahkan tubuh di atas ranjang–tanpa peduli pada hiasan bunga di atasnya. Pesta pernikahannya telah selesai, dan saat ini dia berada di penginapan. Dia lebih dulu ke kamar karena Marc masih ada urusan. "Jika aku tahu menikah sangat melelahkan, aku pasti minta pada Daddy menikah secara keagamaan saja. Tanpa ada resepsi ataupun gaun yang … argkk … berat!" gumam Kiana, mengeluh karena dia benar-benar kelelahan. Saat pagi tadi, saat dia dirias, dia begitu bersemangat. Dia tak sabar ke altar pernikahan untuk menunjukan kecantikannya pada Marc. Akan tetapi, semakin lama, Kiana merasa cape dan ingin mengakhiri semuanya dengan cepat. Untunglah sekarang acaranya sudah selesai. "Aku hanya perlu tidur dan … semoga besok tubuhku tidak pegal. Haaa … menikah ternyata melelahkan." Kiana kembali mengeluh, memejamkan mata tanpa menghapus riasan ataupun mengikat gaun. Dia terlalu lelah, malas untuk melakukan semua itu. Di sisi lain, Marc berjal
'Kak, tolong cepat ke rumah sakit. Keadaan Sofia semakin memburuk. Dia butuh donor darah dan seingatku golongan darah Kakak sama dengan Sofia. Cepat bantu Sofia, Kak.' pinta Eliza pada Marc, di mana suara perempuan itu terdengar bergetar karena perasaan cemas. Marc hanya diam untuk beberapa menit, tak memberikan respon apapun. Hingga detik berikutnya, dia menoleh pada perempuan yang baru saja resmi ia nikahi. Kiana terlihat menahan gaunnya di bagian dada, supaya tak melorot ke bawah. Kiana mendengar ucapan Eliza pada telepon, hatinya cukup resah dan gelisah. Tak lucu jika Marc meninggalkannya dan memilih pergi menemui Sofia yang tengah sakit. Akan tetapi, entah kenapa Kiana hanya diam. Dia tak berani mengatakan apapun, untuk sekedar melarang Marc pergi pun Kiana tak sanggup. Marc terus menatap Kiana, membuat Kiana merasa tak enak dan risih. Bukan tak suka pada tatapan Marc. Akan tetapi, tatapan Mar seolah mengatakan sesuatu–seakan pria ini meminta Kiana untuk memahami situasi, me
Namun, kenapa Dean menghubunginya? Apa ada hal penting?Marc mengangkat telepon tersebut, menempelkan benda pipi di telinga. Bukan suara Dean yang menyapa, akan tetapi suara perempuan yang tak lain adalah Eliza. 'Kak, kenapa tidak datang menolong Sofia? Jahat sekali Kakak. Untung ada Kak Dean, yang bersedia mencari donor darah untuk Sofia. Sekarang, aku mohon Kak Marc dagang menjenguk Sofia. Dia sangat ingin bertemu dengan Kakak.' "Kau sangat mengganggu dan etikamu semakin menurun, Eliza," dingin Marc, suaranya begitu menusuk dan mengancam–membuat Eliza diseberang sana merasa takut dan menyesal mendesak Marc. "Jangan sampai aku memulangkanmu pada orangtuamu untuk diajari etika lebih baik lagi." lanjut Marc, setelah itu dia mematikan telepon–meletakkan ponsel di atas nakas. Kiana mengerjap beberapa kali, mengamati Marc yang terlihat marah. Ketika pria itu menoleh padanya, Kiana tetap menatap Marc. "Ada apa?" tanya Marc, mendekat pada istrinya kemudian kembali membaringkan tubuh di
"Aku bersumpah akan menghancurkan pernikahan mu dengan Kiana, Tuan. Aku bersumpah!" pekik Sofia lagi, kembali menangis dengan derai air mata yang deras. Hatinya sangat terluka! Mungkin Marc sudah menyentuh Kiana, dan itu sangat menghancurkan perasaan Sofia. **** "Aunty, Nenek, Kakek, Uncle dan kalian semua, kalian harus mendengarkan ku. Kiana itu perempuan tidak baik, Sofia di rumah sakit dan sedang bertaruh nyawa. Sofia membutuhkan Kak Marc tetapi Kak Marc sama sekali tidak datang." pekik Eliza, menggebu-gebu berbicara pada keluarganya. Dia akan membuka kebusukan Kiana pada keluarganya. "Apa maksudmu, Eliza?" tanya Disha, menatap bingung pada Eliza. "Tadi malam Sofia kecelakaan, Aunty." Eliza menjawab. "Ah, ya ampun. Se-sekarang bagaimana kondisinya, Sayang?" Audi terlihat sangat khawatir. "Kak Sofia sudah melewati keadaan berbahaya. Tadi malam, dia membutuhkan donor darah. Aku meminta Kak Marc datang tetapi Kak Marc tak kunjung datang, malah Kak Dean yang datang. U
Mendengar ucapan Disha, Audi hanya diam. Dia ragu jika Sofia seperti yang Disha dan Sera katakan, akan tetapi sikap Sofia akhir-akhir ini memang sangat aneh. "Mama harus menemui Kiana. Ada yang ingin Mama tanyakan padanya, Nak," ucap Audi pada Disha, mengingat sesuatu dan dia ingin memastikannya pada Kiana. Sejujurnya Disha khawatir akan tetapi dia tetap menganggukkan kepala. Audi memiliki keraguan dan mama mertuanya memang harus menghapuskan keraguan itu. Sama seperti Disha yang dulunya sempat ragu pada Kiana, dan setelah dia menghapus keraguan itu-- dengan melihat sendiri ketulusan Kiana pada putrinya, barulah Disha merasa lega. ***Marc dan keluarganya akhirnya kembali ke negara mereka. Ada hal yang baru di tengah-tengah mereka, yakni Kiana yang sekarang telah menjadi bagian dari keluarga. Sebetulnya Kiana cukup sedih dan cemas, dia juga merasakan kerinduan yang mendalam pada keluarganya. Mommy dan daddynya, lalu kakaknya yang sangat menyayanginya. Mereka sekarang berpisah. "
Kiana berakhir bersama adik dan sepupu suaminya. Hari ini akan ada pesta pernikahan di sini--pestanya dan Marc, dan keadaan rumah memang ramai. Kiana tidak menyangka jika pernikahannya akan kembali dirayakan di rumah mertuanya. Dia kira cukup ritual pernikahan dan semua selesai. Ternyata di sini, pernikahannya kembali dirayakan. Beda tradisi dan Kiana cukup kaget. Akan tetapi Kiana sangat senang, karena dengan begini dia bisa melihat dan merasakan keantusiasan orangtua suaminya untuk menyambutnya sebagai menantu. Sebelumnya Kiana bersama ibu mertuanya dan beberapa aunty suaminya. Akan tetapi pada akhrinya dia berakhir bersama saudara dan sepupu suaminya, mama mertuanya sibuk mempersiapkan pesta untuk nanti malam. "Namamu Starla?" tanya Davin, adik suaminya, cukup ramah meskipun ramah pria ini mood-moodan. "Itu nama depanku, Kak," jawab Kiana, nyengir kuda karena cukup kikuk pada Davin. Status pria ini adalah adik iparnya, akan tetapi karena usia Davin lebih tua darinya, Kiana mema
Setelah berbicara pada Eliza, Kiana menemui mama mertuanya. Dia tak enak hati melihat sang mama mertua yang sibuk ikut membantu persiapan pesta untuk nanti malam. Karena tidak tahu harus membantu apa, Kiana mendekati mama mertuanya untuk bertanya. Akan tetapi, sang mama mertua malah menyuruh Kiana istirahat–menyuruh Yoona supaya mengantar Kiana ke kamar. Yoona berbeda dengan Eliza, perempuan ini sangat santai dan juga ramah. Yoona memiliki seorang kakak bernama Gerald De Lucas, dan dia ternyata bekerja di DSL. Hanya saja karena Kiana tak memperhatikan dan Gerald tak terlalu menonjol orangnya, Kiana tak tahu jika Gerald adalah sepupu Marc. Suaminya juga punya satu sepupu laki-laki lainnya. Namanya Arseno De Lucas (anak dari Ando dan Aulia) di mana Ando adalah paman tertua Marc. Arseno sendiri memilih berbeda, menjadi seorang dokter bedah yang sudah terkenal keahliannya di negara ini. "Yoona, aku akan membantumu. Katakan apa yang bisa ku lakukan?" ucap Kiana, menolak masuk dalam ka
Kiana menatap gambarnya yang salah coret, menganga sedikit lalu menoleh pada suaminya. Pria satu ini! Sangat-sangat tak aman untuk kesehatan jantung Kiana. Hell! Dari tadi, Marc sudah bagus hanya diam dan tak bersuara. Tetapi kenapa dia tiba-tiba mengeluarkan suara? See?! Sekalinya Marc berbicara, gambar Kiana rusak. Bencana! "Jawab." Marc bangkit dari kursi lalu menghampiri Kiana, dia berdiri di belakang istrinya–menatap sejenak pada gambar desain Kiana yang tergores pencil, cukup dalam dan parah. Melihat itu, Marc menarik salah satu sudut bibir ke atas–membentuk sebuah smirk tipis, geli melihat gambar istrinya. Jadi perempuan ini tadi kaget dan salah coret? Cih, menggemaskan. "Kau mencintaiku, Wife?" tanya Marc, membungkuk ke arah Kiana. Satu tangannya memegang sandaran kursi Kiana, satu lagi bertopang pada sisi meja istrinya. Kiana yang sedang menghapus bagian yang salah pada desain, menjadi kikuk lalu berakhir salah hapus. Marc berdecis geli, menarik penghapus dari tangan i
Ceklek' Marc menoleh ke arah pintu, mendapati istrinya di sana. Kiana terlihat kaget, mungkin tak mengira jika Marc telah datang. Kiana masuk dalam kamar, menutupi pintu sembari berjalan menghampiri suaminya. Dia tersenyum manis, senang karena Marc akhirnya kembali. Ada banyak hal yang ingin Kiana ceritakan pada Marc, salah satunya niatan Gebara untuk melamar Kinara–kakaknya. Karena jika Gebara ingin melamar Kinara, pasti mereka akan ke negara Kiana. Itu yang membuat Kiana sangat senang, dia bisa pulang lalu bertemu dengan keluarganya. Tak bisa dipungkiri, Kiana sangat rindu pada keluarganya. "Kak Marc kapan pulang?" tanya Kiana, masih tersenyum manis pada Marc. Pria itu menaikkan sebelah alis, menampilkan raut muka dingin dan tatapan yang cukup mengintimidasi. "Baru saja." Kiana cengar cengir, mendudukkan diri di pinggir ranjang. "Kau sepertinya terlihat sangat senang." Kiana menganggukkan kepala. "Kak Gebara sudah memantapkan niatannya untuk melamar Kak Kinara. Minggu
Sofia! "Untuk apa kamu datang ke sini?" sinis Kiana, menatap Sofia kesal secara terang-terangan. "Tuan meninggalkan laporan penting dan aku datang untuk menjemputnya," ucap Sofia dengan nada angkuh, berniat masuk akan tetapi Kiana dengan cepat mendorong pundaknya. "Jangan menginjakkan kaki kotormu ke dalam kamarku dan Kak Marc." Tak mau kalah, Kiana memperlihatkan keangkuhan yang sesungguhnya pada Sofia, "makhluk rendahan sepertimu bisa mencemari kamar kami," lanjut Kiana. Sofia mengepalkan tangan, menatap begitu marah pada Kiana. "Kiana! Jaga ucapanmu, ini bukan keluarga Melviano! Mungkin di keluargamu, kamu adalah nona muda yang selalu dihormati dan dimanja. Tetapi di sini …-" Kiana langsung memotong, berkata santai dengan bersedekap di dada, "nyonya Lucas. Aku malah naik jabatan di sini. Dari Lady Melviano, menjadi Nyonya Lucas. Iri, Remahan Biskuit?" ejek Kiana di akhir kalimat. Sofia semakin marah mendengar ucapan Kiana. Dia sangat tak terima, apalagi bagian Kiana meny
"A-aku memang kecelakaan, Tante. A-aku bahkan hampir mati." pekik Sofia, menangis dengan air mata yang terus meluruh. Disha menghela napas, tak ingin berdebat lagi dengan perempuan tersebut. "Kalau begitu biarkan Arseno memeriksa kakimu," ucap Disha dengan nada tegas. Sofia memucat, gugup dan terlihat panik. Kakinya tidak sakit ataupun patah. Meski Arseno bukan dokter ortopedi, tetapi dia yakin kalau Arseno akan tahu kebohongannya. Namun, jika dia keukeuh menolak, Disha akan lebih curiga padanya. Disha memanggil beberapa maid untuk membawa Sofia ke dalam, setelah itu dia menyuruh keponakannya untuk memeriksa kaki Sofia. ***Cup' Marc mencium bibir Kiana, melumatnya cukup kasar dan penuh penuntutan. Saat ini mereka sudah dalam kamar, membuat Marc leluasa untuk mencium istrinya. "Ummff--" Kiana memberontak, cukup kaget karena Marc tiba-tiba menciumnya. Dia juga ingin mengatakan sesuatu pada Marc, oleh sebab itu dia berupaya menghentikan Marc. "Kau menolak ciumanku?" ucap Marc, me
Setelah berbicara pada Eliza, Kiana menemui mama mertuanya. Dia tak enak hati melihat sang mama mertua yang sibuk ikut membantu persiapan pesta untuk nanti malam. Karena tidak tahu harus membantu apa, Kiana mendekati mama mertuanya untuk bertanya. Akan tetapi, sang mama mertua malah menyuruh Kiana istirahat–menyuruh Yoona supaya mengantar Kiana ke kamar. Yoona berbeda dengan Eliza, perempuan ini sangat santai dan juga ramah. Yoona memiliki seorang kakak bernama Gerald De Lucas, dan dia ternyata bekerja di DSL. Hanya saja karena Kiana tak memperhatikan dan Gerald tak terlalu menonjol orangnya, Kiana tak tahu jika Gerald adalah sepupu Marc. Suaminya juga punya satu sepupu laki-laki lainnya. Namanya Arseno De Lucas (anak dari Ando dan Aulia) di mana Ando adalah paman tertua Marc. Arseno sendiri memilih berbeda, menjadi seorang dokter bedah yang sudah terkenal keahliannya di negara ini. "Yoona, aku akan membantumu. Katakan apa yang bisa ku lakukan?" ucap Kiana, menolak masuk dalam ka
Kiana berakhir bersama adik dan sepupu suaminya. Hari ini akan ada pesta pernikahan di sini--pestanya dan Marc, dan keadaan rumah memang ramai. Kiana tidak menyangka jika pernikahannya akan kembali dirayakan di rumah mertuanya. Dia kira cukup ritual pernikahan dan semua selesai. Ternyata di sini, pernikahannya kembali dirayakan. Beda tradisi dan Kiana cukup kaget. Akan tetapi Kiana sangat senang, karena dengan begini dia bisa melihat dan merasakan keantusiasan orangtua suaminya untuk menyambutnya sebagai menantu. Sebelumnya Kiana bersama ibu mertuanya dan beberapa aunty suaminya. Akan tetapi pada akhrinya dia berakhir bersama saudara dan sepupu suaminya, mama mertuanya sibuk mempersiapkan pesta untuk nanti malam. "Namamu Starla?" tanya Davin, adik suaminya, cukup ramah meskipun ramah pria ini mood-moodan. "Itu nama depanku, Kak," jawab Kiana, nyengir kuda karena cukup kikuk pada Davin. Status pria ini adalah adik iparnya, akan tetapi karena usia Davin lebih tua darinya, Kiana mema
Mendengar ucapan Disha, Audi hanya diam. Dia ragu jika Sofia seperti yang Disha dan Sera katakan, akan tetapi sikap Sofia akhir-akhir ini memang sangat aneh. "Mama harus menemui Kiana. Ada yang ingin Mama tanyakan padanya, Nak," ucap Audi pada Disha, mengingat sesuatu dan dia ingin memastikannya pada Kiana. Sejujurnya Disha khawatir akan tetapi dia tetap menganggukkan kepala. Audi memiliki keraguan dan mama mertuanya memang harus menghapuskan keraguan itu. Sama seperti Disha yang dulunya sempat ragu pada Kiana, dan setelah dia menghapus keraguan itu-- dengan melihat sendiri ketulusan Kiana pada putrinya, barulah Disha merasa lega. ***Marc dan keluarganya akhirnya kembali ke negara mereka. Ada hal yang baru di tengah-tengah mereka, yakni Kiana yang sekarang telah menjadi bagian dari keluarga. Sebetulnya Kiana cukup sedih dan cemas, dia juga merasakan kerinduan yang mendalam pada keluarganya. Mommy dan daddynya, lalu kakaknya yang sangat menyayanginya. Mereka sekarang berpisah. "
"Aku bersumpah akan menghancurkan pernikahan mu dengan Kiana, Tuan. Aku bersumpah!" pekik Sofia lagi, kembali menangis dengan derai air mata yang deras. Hatinya sangat terluka! Mungkin Marc sudah menyentuh Kiana, dan itu sangat menghancurkan perasaan Sofia. **** "Aunty, Nenek, Kakek, Uncle dan kalian semua, kalian harus mendengarkan ku. Kiana itu perempuan tidak baik, Sofia di rumah sakit dan sedang bertaruh nyawa. Sofia membutuhkan Kak Marc tetapi Kak Marc sama sekali tidak datang." pekik Eliza, menggebu-gebu berbicara pada keluarganya. Dia akan membuka kebusukan Kiana pada keluarganya. "Apa maksudmu, Eliza?" tanya Disha, menatap bingung pada Eliza. "Tadi malam Sofia kecelakaan, Aunty." Eliza menjawab. "Ah, ya ampun. Se-sekarang bagaimana kondisinya, Sayang?" Audi terlihat sangat khawatir. "Kak Sofia sudah melewati keadaan berbahaya. Tadi malam, dia membutuhkan donor darah. Aku meminta Kak Marc datang tetapi Kak Marc tak kunjung datang, malah Kak Dean yang datang. U
Namun, kenapa Dean menghubunginya? Apa ada hal penting?Marc mengangkat telepon tersebut, menempelkan benda pipi di telinga. Bukan suara Dean yang menyapa, akan tetapi suara perempuan yang tak lain adalah Eliza. 'Kak, kenapa tidak datang menolong Sofia? Jahat sekali Kakak. Untung ada Kak Dean, yang bersedia mencari donor darah untuk Sofia. Sekarang, aku mohon Kak Marc dagang menjenguk Sofia. Dia sangat ingin bertemu dengan Kakak.' "Kau sangat mengganggu dan etikamu semakin menurun, Eliza," dingin Marc, suaranya begitu menusuk dan mengancam–membuat Eliza diseberang sana merasa takut dan menyesal mendesak Marc. "Jangan sampai aku memulangkanmu pada orangtuamu untuk diajari etika lebih baik lagi." lanjut Marc, setelah itu dia mematikan telepon–meletakkan ponsel di atas nakas. Kiana mengerjap beberapa kali, mengamati Marc yang terlihat marah. Ketika pria itu menoleh padanya, Kiana tetap menatap Marc. "Ada apa?" tanya Marc, mendekat pada istrinya kemudian kembali membaringkan tubuh di