“Kia, kenapa kamu bertingkah seperti itu di depan calon istriku?” tanya Deva saat masuk ke dalam ruangan koleksi pakaian pengantin pria.“Aku tidak suka sama calon istrimu, terus terang saja aku cemburu. Aku juga mencurigai Ratih, kenapa dia tiba-tiba saja menyetujui perjodohan yang ditolaknya mentah-mentah selama tiga tahun?” dengus Kiandra terus terang.“Dia melakukan hal ini untuk berbakti dengan kedua orang tuanya dan aku rasa dia juga menyukaiku. Mungkin selama ini Ratih hanya tidak sadar saja,” bela Deva.“Sudahlah, aku tidak perduli apa motivasinya menerima perjodohan ini. Yang jelas, aku tidak suka dengan calon istrimu itu. Sudah pendek, judes lagi.” Kiandra terus menjelek-jelekkan Ratih.Dengan lancangnya Kiandra menghampiri Deva lalu membuka kancing kemeja yang menempel di tubuh Deva. “Loh, loh, jangan. Biar aku aja yang buka bajunya kalau udah di ruangan ganti. Kamu pilihkan saja mana yang harus aku coba,” tolak Devara sambil berusaha melepaskan cengkeraman tangan Kiandra.
“Bunda?” panggil Ratih menunggu Lusi masuk dari balik pintu kamarnya.“I-ini aku.” Deva masuk perlahan dan menutup pintu kamar Ratih sambil bersandar di pintu.“Ngapain kamu ke sini?! Siapa yang ijinkan kamu masuk ke kamarku? Pakai kunci cadangan yah?! Sini kembalikan! Cepat kembalikan!” amuk Ratih mendekati Deva dan merogo saku kemeja dan saku celana Deva membabi buta.Deva hanya bergeming, membiarkan Ratih melakukan apa yang dia inginkan. Setelah merogo seluruh saku di pakaian dan celana, Ratih tidak menemukan apapun. Ia menjadi semakin berang, Ratih memukuli tubuh Deva.Walau pukulan itu tidak terasa sakit sama sekali, Deva sesekali meringis sampai pada akhirnya Ratih berhenti memukulinya karena lelah.“Pulanglah, aku tidak mau ikut ke rumahmu lagi. Kita bertemu di pelaminan, aku tidak akan memakai baju pengantin dari butik perempuan jalang itu! Aku akan memilih pakaianku sendiri dengan bundaku,” ucap Ratih lalu kembali merebahkan tubuhnya di atas ranjang.Langkah Deva terdengar me
“Aku akan menyelidikinya. Tadi, juga saat dalam perjalan menuju ke rumahmu ini. Detektif yang baru saja tiba di Adimulya Hotel Medan mengirimkan informasi kalau Yoga Budiman saat ini sedang beristirahat di kamar 208. Persis seperti apa yang kamu katakan kepadaku,”“Benarkan?!” Ratih sejenak melupakan kejadian di butiknya Kiandra.Dirinya mendengar dengan seksama informasi yang diceritakan oleh Deva kepadanya. Keduanya tampak kompak padahal baru beberapa menit yang lalu, Ratih sangat kesal kepada Deva. Tapi, saat Ratih mendengar kalau Yoga berada di hotel dan kamar seperti yang Ratih infokan, perasaannya merasa lega.“Lalu, kini kamu sudah percaya kalau aku datang dari masa depan?” tanya Ratih berharap mendapatkan kepercayaan Deva.Senyuman tipis menjadi jawaban diplomatis Deva untuk Ratih. “Aku ingin percaya, tapi bagiku semuanya masih belum bisa aku terima dengan akal sehatku. Aku membutuhkan sesuatu yang lebih,” akuh Deva.Mendengarnya Ratih sedikit kecewa. “Apakah sesukar itu kamu
Sesampainya di rumah, Deva langsung memerintahkan Parlin untuk membantunya membongkar semua barang-barang ke kamar pengantin yang akan dihuninya beberapa hari ini. Deva ingin memberikan kejutan kepada Ratih setelah acara pernikahan nanti yaitu memberikan liontin pemberian Nadira.Ia tidak lagi perduli alasannya Ratih, tetapi secara tidak sadar Deva hanya ingin melihat Ratih bahagia dan tersenyum. “Bagaimana? Apakah sudah kelihatan kotak kayu kuno yang aku bilang?” tanya Deva dengan keringat yang mulai berjatuhan saat turun tangan untuk membongkar barangnya sendiri.Selama ini, jika Tuan Muda Rahadjo ini memerlukan sesuatu, dia tidak pernah turun tangan sendiri, tinggal bersabda dan semua akan tersedia atau beres. “Tuan, saya tidak menemukan kotak kayu kuno yang Tuan maksud,” lapor Parlin juga penuh keringat di pelipisnya.Deva lalu memberikan gambaran ciri-ciri kotak kayu yang hanya seukuran sepuluh senti meter berbentuk kubus dengan ukiran kayu khas jepara. “Ukirannya seperti gambar
Dua hari menjelang pernikahan, Deva tampaknya mendengarkan wejangan dari Ratmin dengan baik, dia tidak terlalu tegang memikirkan masalah perusahaan untuk sementara. Tapi, justru hari ini sedang berkunjung ke rumah Abizar, papanya.“Selamat pagi, anak kesayanganku? Bagaimana rasanya deg deg an nggak?” Abizar memang suka sekali menggoda anak semata wayangnya itu.“Aku? Deg deg an?! Yang benar saja. aku ke sini untuk meminjam jas pengantin yang dulu papa pakai saat menikahi Mama, seingatku Papa dan Om Darman suka menyimpan barang-barang yang lekat dengan kenangan.” Gantian Deva yang menggoda papanya.“Loh, apa yang terjadi dengan rencana pembelian baju pengantin di butiknya Kiandra?” Deva lupa memberitahu Abizar tentang insiden yang terjadi kemarin.“Ck! Aku tidak jadi membeli apa pun di sana, terjadi masalah besar kemarin. Kiandra dengan sengaja membuat Ratih marah,” cerita Deva sepintas.Ada sesuatu yang mengganjal dan ingin ditanyakan kepada Abizar sebagai orang yang lebih berpengalam
Pagi itu Ratih terbangun dengan mendapati Lusi berada di duduk di sisi ranjangnya. “Selamat pagi, putri tidurnya bunda,” kekeh Lusi sambil mencium kening Ratih.“Pagi, Bunda,” sahut Ratih sambil meregangkan tubuhnya.Kebetulan ada Lusi di sisinya, Ratih ingin menanyakan sesuatu mengenai liontinnya yang kemarin kembali bersinar terang saat ia melakukan sebuah permohonan. “Bunda,” panggil Ratih sambil mengerjabkan matanya beberapa kali.“Iya, Sayang?” sahut Lusi sambil mengelus lembut surai anaknya.“Bunda, selain menolong Ratih dan Ayah dulu, apakah Bunda pernah mencoba menggunakan kekuatan liontin ini lagi? Sejujurya kemarin, Liontin ini kembali bercahaya, saat itu Ratih menggenggamnya dan meminta perpanjangan umur untuk Bunda,” ungkap Ratih dengan hati-hati.Ratih takut kembali membuat bundanya syok. Benar saja, wajah Lusi mendadak berubah. “Apa yang kamu tawarkan saat kamu meminta sesuatu dari liontin itu?” tanya Lusi panik.Tidak ingin membuat Lusi semakin khawatir, Ratih memutuska
“Iya, sampai jumpa, calon istriku,” pamit Deva lalu mematikan ponselnya.Kaki Ratih lemas mendengar panggilan barunya ‘calon istriku’ yang baru saja dikatakan oleh Deva membuat wajah Ratih semakin memanas. Ia kembali melihat gambar dirinya sambil menatap tak percaya.“Tidak disangka kali ini aku menikah diusia dua puluh satu tahun dengan seorang Tuan Konglomerat yang berkecimpung di bisnis perkebunan. Apa kita akan saling mencinta bahkan lebih dari perasaanku kepada Rangga, Deva?” gumam Ratih lalu berusaha melepaskan gaunnya dengan hati-hati.“Kamu akan mencintainya, jika kamu mau, Ratih … Sini Bunda bantu.” Lusi ternyata mendengar gumaman anaknya.“Iya Bunda,” jawab Ratih sambil tersenyum lebar.“Lalu, apa yang akan kita lakukan selama dua hari ini, Bunda?” tanya Ratih lagi. Selama ini, Ratih selalu melakukan akifitas rutin bersama dengan Deva walau aktifitasnya lebih banyak berdebat tapi, tetap saja Ratih tidak merasa bosan.“Bunda ajak perawatan tubuh yah, kebetulan Bunda sudah me
Ritual Banyu Peritosari telah berlangsung dengan khidmat dan lancar. Acara demi acara hingga sampai pada acara puncaknya yaitu makan prasmanan pun berlangsung. Seorang wanita yang sejak tadi menatap tidak suka kepada keluarga Ratih segera bergegas meninggalkan kediaman mewah keluarga Hudaya.Acara yang sama juga berlangsung di kediaman keluarga Rahardjo. Setelah acara tersebut kedua insan calon pengantin ini sama-sama menahan diri untuk tidak saling menghubungi satu sama lain.“Kamu kenapa?” tanya Abizar yang menangkap basah Deva sedang gelisah menatap layar ponsel yang tidak disentuhnya sama sekali.“Eh, Pa!” Deva langsung menoleh menatap malu Abizar.Rasanya tertangkap basah itu sangat memalukan. Sejauh ini hanya kepada Abizar, Deva tidak bisa berbohong. “Kangen sama, Ratih?” Pertanyaan Abizar terdengar seperti sebuah ledekan bagi Deva.Dengan wajah yang sudah seperti kepiting rabus Deva langsung menyangkalnya. “Ih, amit-amit! Buat apa kangen? Lagian besok juga ketemu di pelaminan,”
Deva dan Ratih saat itu juga langsung menghubungi Lusi dan Abizar. Selama ini, Deva dan Ratih sengaja menutupi dan menyembunyikan kalau ingatan Ratih sudah kembali untuk kepentingan penangkapannya Rangga.“Bunda, bisakah kita bertemu malam ini juga?” tanya Ratih pada Lusi.Malam ini sudah pukul sebelas malam, Lusi mengira ada masalah baru lagi. “Baiklah, Nak. Bunda akan ke sana sekarang yah,” jawab Lusi segera bergegas.“Bunda, nanti dijemput sama pak Ratmin yah,” ucap Ratih.“Baiklah, Bunda akan bersiap sekarang juga,” jawabnya.Benar saja, saat dirinya sudah siap dengan jaket di tubuhnya, mobil pribadi Deva sudah menunggunya di depan."Selamat malam, Pak Ratmin. Maafkan, anakku yang memerintahkanmu malam-malam menjemputku ke sini," sapa Lusi merasa tidak enak hati dengan sopir setianya Deva.Ratmin menatap prihatin kepada Lusi. "Saya tahu kondisi kesehatan anak anda, memang sangat mengkhawatirkan dan sangat menyedihkan, Nyonya Lusi. Tetapi, yakinlah Tuhan pasti berpihak kepada yang
“Saudara Tania dan Leni, anda ditangkap karena sudah melakukan penipuan dan penggelapan serta pembunuhan berencana terhadap korban Susantio!”Alan datang dan langsung segera memborgolnya, sedangkan anak buah yang lainnya langsung datang bergerak meringsek masuk.Mereka segera menuju ke dalam kamar hotel mewah tersebut untuk menangkap Leni. Keduanya digeret ke lantai satu dan dimasukkan ke dalam mobil tahanan.Habis sudah mimpi mereka untuk menjadi orang kaya raya. Saat itu juga Leni masih berusaha untuk melepaskan dirinya menggunakan kekuatan hipnotisnya kepada para polisi. Tetapi sayang, semua itu tidak berlaku bagi para polisi yang saat ini bersama dengannya.“Apa yang sedang kau lakukan, Bu? Kenapa, dari tadi mulutmu umak umik tidak jelas,” kekeh salah satu anak buahnya Alan.Leni pun geram mendengar ejekan tersebut. “Kalian harus melepaskan kami saat ini juga! Ini, adalah perintahku,” ucap Leni tegas berusaha untuk menghipnotis orang yang mengejeknya.Tetapi Alan datang dan menepu
“Tentu saja, aku ingin mencari para wanita tetapi bukan hanya satu wanita. Aku ingin sepuluh wanita tercantik dan terseksi, yang ada di tempat ini.” Rangga tampak sangat takabur.“Satu malam akan ku bayarkan dua juta setengah untuk mereka. Aku akan menyewa mereka selama waktu yang aku inginkan,” sambung Rangga.Wanita di hadapannya langsung mengalungkan tangannya di leher Rangga. “Di mana anda akan menginap? Kami akan menuju ke sana, Tuan tampan,” ucap wanita itu.“Berikan saja nomor ponselmu, aku akan mengirimkan waktu dan tempatnya,” jawab Rangga.Wanita itu pun segera bergegas mengeluarkan sebuah kartu nama kepada Rangga. “Anda bisa memanggil saya kapan saja dan sembilan wanita lainnya akan siap melayani anda.” Rangga tertawa dengan puas.Ia lalu beranjak pergi ke sebuah showroom mobil. Dilihatnya, sebuah mobil Lamborghini berwarna merah tua dengan harga dua setengah milia
“Ah, Tuan!” ucap Ara saat dadanya menabrak dada bidangnya Rangga, hingga membuat darah Rangga berdesir.“Kapan kau akan pulang kerja, hari ini?” tanya Rangga to the point, masih dalam kondisi memeluk Ara tanpa ada jarak diantara tubuh keduanya.“Aku akan pulang dua jam lagi, bagaimana?” tanya Ara menahan senyuman lebar di bibir.Ia sudah tau apa niatan pria yang dikenalnya sebagai Raka ini. Hanya dengan saling menatap saja, Ara sudah bisa menebak kalau Raka tertarik padanya.“Bisakah sebelum kau pulang, kau mengirimkan seorang desainer dan belikan aku beberapa pakaian yang sekiranya tampak casual? Juga, aku membutuhkan beberapa pakaian resmi untuk pertemuan bisnisku,” ucap Rangga sambil tertawa geli dalam hatinya.“Oke bisnis man, sambil kau menunggu, aku aku akan mengirimkan beberapa orang yang kau perlukan,” jawab Ara yang tanpa segan meraba dadanya Rangga dengan lembut, se
“Okay, Sayang. Aku pasti akan membei rumah yang terbaik untuk kita. Pergilah dari kekangan keluargamu dan hiduplah berdua denganku di sana. Aku yakin, kau dan aku akan hidup bahagia selamanya,” kekeh Rangga.Ratih mengangguk dan berusaha menatap Rangga dengan bahagia. “Baiklah, Sayang. Aku percayakan semuanya padamu,” jawab Ratih sambil mencium punggung tangannya Rangga.“Kalau begitu, bisakah kau pesankan aku tiket pesawat hari ini? Aku sudah bosan di sini dan aku ingin segera menggunakan nama baruku Raka Sagabara, bagus tidak?” kekeh Rangga.Ratih mengangguk. “Nama yang sangat indah, cocok dengan tampilanmu yang sangat tampan,” jawab Ratih membuat Rangga juga terbahak dan tampak bangga.“Terima kasih, Sayang. Berarti, kita akan langsung mengambil tiket tersebut?” tanya Rangga dan Ratih menunjukkan e-tiket pada ponselnya.“Pesawat akan berangkat tiga jam lagi. Kau tida
“Lalu, kapan kau mengirim uangnya? Aku tidak mungkin menunggu kau selesai sampai masa pemulihan. Rumah itu harus segera dibayar, Rangga.” Nia mendengus saat membaca pesannya Rangga.“Aku tidak bisa menunggu sampai kau selesai masa pemulihan yang baru akan berakhir tiga minggu lagi!” dengus Nia.Rangga pun sudah mulai kesal, ia memilih untuk mengarsipkan pesan dari Nia dan mengirimkan pesan pada Ratih. “Ratih, kapan kau datang ke tempatnya dokter Charles? Aku, merindukanmu,” ucap Rangga.Ratih yang pada saat itu sementara berbelanja di sebuah supermarket yang besar bersama dengan Saka dan Deva lantas terdiam. Ia mematung saat membaca pesannya Rangga dan menunjukkan pesan itu kepada Deva.“Lihatlah apa yang harus aku lakukan?” Deva tersenyum menanggapi pertanyaannya Ratih.“Lakukan saja apa yang dia inginkan, bukankah dia baru saja meminta uang tambahan. Kirim saja sepuluh miliar lagi. Dengan begitu, dia akan terus memberikan kabar padamu tanpa kau perlu bertemu dengannya.” Ratih pun me
Saat melihat wajahnya sendiri, Rangga tampak sangat takjub. “Gila! Aku, sangat tampan!” ucapnya sangat puas saat menatap gambar dirinya di sebuah cermin kecil.Ia tahu kalau dirinya saat ini sudah siap untuk mengubah identitas aslinya. Cermin di tangan Rangga diberikan kembali pada dokter Charles, sambil menyeringai puas.“Terima kasih, Dokter. Ternyata uang yang dibayarkan oleh calon istriku, sepadan dengan hasil yang kau berikan!” Charles pun tersenyum, hingga membuat mata sipitnya semakin menghilang.“Hari ini kau sudah bisa melakukan proses foto untuk keperluan mengganti identitasmu. Tulis saja siapa nama yang kau inginkan di sebuah kertas putih. Tanggal lahir dan untuk alamat, aku sudah memberikan alamat yang tidak akan ditemukan oleh siapapun,” terang Charles.Ia sudah terbiasa membantu pelarian para mafia, maupun bandar narkoba. Dirinya cukup berpengalaman, untuk hal-hal illegal seperti ini. “Raka Sagara! Aku menginginkan namaku menjadi Raka Sagara, Dokter Charles,” ucapnya sam
Leni sedikit mendapatkan firasat tidak enak. Akhirnya, Nia pun menganggukkan kepalanya. “Okey, Bu. Kita, berangkat sekarang.”Keduanya pun segera menuju ke sebuah kantor pemasaran, tampak gedung bertingkat yang sangat tinggi. Dengan penampilan bak artis ibukota, mereka jalan penuh percaya diri.Siapa saja yang menatap mereka, tahu kalau orang-orang ini memakai pakaian mahal. Juga, tas serta sepatu yang bernilai fantastis. Mereka pun segera menunduk hormat dan membukakan pintu untuk Nia dan Leni.“Selamat pagi, Bu. Silahkan masuk,” sambut salah satu penerima tamu dan memberikan welcome drink kepada kedua wanita yang tampak kaya raya tersebut.Mereka sangat menikmati pemujaan yang luar biasa tersebut. “Ya, selamat siang. Aku mau membeli rumah, apa aku bisa melihat beberapa tipe-tipe rumah yang saat ini siap huni?” tanya Nia dengan sombong.“Oh baik, Ibu. Boleh, Ibu perkenalkan nama Ibu siapa ter
“Bu, pakaian di sini pun di bandrol paling murah senilai satu juta setengah, tolong jangan mempersulit pekerjaan kami,” ucap pelayan tersebut berusaha menyadarkan Leni.“Lancang mulutmu!” pekik Nia dan Leni langsung mengangkat tangannya untuk mencegah kemarahan anaknya.Leni ingin tetap tampi dengan elegan dan bersikap seperti orang kaya pada umunya. Leni lantas mengatupkan bibirnya dan menoleh kepada pelayan tersebut.Sedangkan, Nia sudah hendak menghajar pelayan itu. tetapi dicegah oleh Leni. “Oh, benarkah harga pakaian ini satu juta lima ratus paling murah? Kalau begitu, ini!” Leni menjeda sebentar ucapannya seraya memberikan tumpukan pakaian yang ada di pelukannya pada pelayan tersebut.Ia menatap tajam pelayan itu dan berbicara dengan kesan yang sangat mengintimidasi. “Hitung semua pakaian ini, aku akan membayarnya sekarang. Bila perlu, kau dan seisi ruangan ini pun akan kubeli,” ucap Leni dingin dengan menatap nyalang pada wanita itu.