"Tuan, maaf dari percakapan yang tadi sempat saya dengar, jika memang Anda bisa. Bawa Yeni ke rumah Anda, Tuan. Hanya untuk sementara, kelabuhi saja dia. Ikuti keinginannya, setelah statusnya berubah menjadi tersangka, kami akan segera menangkap dan menyergapnya di rumah Anda."
Penyidik tersebut memberikan saran kepada Deva dan Ratih. Tapi, bagi Deva ini adalah saran yang buruk. Belum sempat Deva membuka mulutnya untuk bertanya, suara Ratih sudah lebih dulu menginterupsi dirinya.
"Apa maksud Anda, Pak? Anda meminta kami untuk tinggal bersama dengan Yeni di satu rumah yang sama?!" Ratih terkejut mendengar usul dari penyidik.
"Hanya itu satu-satunya cara Nyonya, Anda ingin mendapatkan Yeni dan menjebloskannya ke dalam penjara? Atau Anda ingin dia kabur lagi, lalu mengulangi niat buruknya untuk mengganggu Anda dan keluarga Anda?” Pertanyaan penyidik ini membuat hati Ratih langsung gundah gulana.
“Saya hanya memberikan usul dan solusi kepada Tuan
“Kita hanya mengikuti usul dari penyidik, perasaanku kepadamu tidak akan berubah dan aku yakin begitu juga sebaliknya. Kumohon Deva, demi pernikahan kita, lakukanlah apa yang aku inginkan. Please?" lirih Ratih kepada Deva. Deva yang kesal langsung mengunci mulutnya dan segera berbalik menuju ke pintu keluar. Tidak lupa ia mengambil kunci mobil, lalu tidak seberapa lama Ratih mendengar suara erangan mesin kendaraan yang Deva gas dengan gusar. "Maafkan aku, Deva. hanya ini satu-satunya cara, aku tahu seberapa besar perasaanmu kepadaku tetapi urusan kita masih terlalu banyak. Tedi yang belum sadar, begitu juga dengan pak Ucok. Proses hukum Yoga Budiman yang juga belum selesai.” “Rangga yang masih dalam buron juga belum tertangkap, lalu sekarang kita harus menghadapi Yeni. Tidak mungkin semuanya dapat selesai dalam waktu yang bersamaan. Maka, seperti yang sudah pernah kita lakukan, kita akan menghadapinya satu persatu.” “Hanya saja, kali ini semua dimulai
"Terserah kamu saja," jawab Deva sambil mengeraskan rahangnya.Setelah ada kata sepakat, akhirnya Yeni pun segera mengambil beberapa barang-barangnya yang sangat diperlukan. Dia berpikir untuk meninggalkan beberapa bajunya yang sudah tidak layak pakai dan sudah membayangkan akan mendapatkan black card dari sang suami, serta berbelanja semaunya di mall yang mewah."Aku bawa ini saja ya karena baju-bajuku yang lain tidak terlalu bagus dan jika kita bersanding orang tidak akan percaya kalau aku adalah nyonya Rahardjo," ucap Yeni kepada Deva lalu menggandeng Deva sembari bergelanyut manja.Kalau saja bukan atas permintaan Ratih dan bukan untuk mengulur waktu atau buying time, sudah pasti Deva akan menghempaskan tangan Yeni dari lengannya."Terserah kamu saja," jawab Deva lalu dengan perlahan melepaskan tangan Yeni dan menuju ke arah pintu mobilnya."Deva, apa kamu tidak mau membukakan pintu untukku, istrimu? Perlakukanlah aku, seperti kamu mem
"Aku tahu kamu kaget, Ratih. Tapi aku yakin kamu belum tuli dong ya? Tolong sekarang antarkan kami menuju ke kamar kami.” Yeni semakin berulah dan Ratih kembali membalasnya dengan senyuman manis.“Yah sudah, masuk dulu. Aku suruh, pelayan untuk menyiapkan kamarnya kalian yah,” jawab Ratih lalu segera berbalik sambil menahan tangisnya.Sesampainya di taman belakang Ratih langsung menumpahkan segala kesedihannya. Ia menangis menahan suaranya hingga seorang pelayan datang menghampirinya."Nyonya, ada apa? Anda baik-baik saja?" tanya pelayan tersebut menatap Ratih dengan khawatir."Eh Sari, iya aku baik-baik saja. Sari bisakah kamu ikut denganku ke dalam rumah, kita bersihkan satu kamar tamu ya," ajak Ratih kepada pelayannya.Sari menjadi tidak enak saat mendengar permintaan tolong dari nyonyanya seperti itu. Padahal Ratih bisa saja memerintahnya seperti seorang nyonya rumah pada umumnya. Tapi Ratih tidak seperti itu, Ratih sangat menghargai manusia, tidak perduli apapun status sosialnya
"Hentikan tingkah konyolmu itu, tolong jaga sikapmu. Tidak ada pertemuan dengan para pelayan atau apapun sebelum pernikahan kita resmi apa kau paham?!" desis Deva menatap Yeni dengan tajam.Tidak ingin dipermalukan di hadapan Ratih apalagi ada seorang pembantu, Yeni segera mengalihkan pembicaraan."Sudahlah aku tidak mau membahasnya lagi. kalau begitu kamu saja yang bantu aku mengangkat kopernya. Aku lelah, aku mau tidur temani aku ya, Sayang" ucap Yeni langsung meninggalkan Deva, Ratih dan Sari, di sana ia berjalan dengan angkuh dan membuka kamar barunya lalu masuk ke dalam.Ratih mendesah, begitu juga dengan Deva. Tatapan mereka saling bertemu, Deva masih tidak ingin berbicara dengan Ratih karena ia masih kesal. Permintaan Ratih yang konyol ini membuatnya harus meladeni kegilaan Yeni, walau Deva sebenarnya juga tahu kalau Ratih pun sedang menahan kesedihan."Sari kamu sudah boleh kembali ke messmu. Terima kasih banyak ya, untuk bantuanmu. Nanti
Sore itu keduanya terlihat mandi besar, baik Deva maupun Ratih merasakan sebuah kerinduan yang tersalurkan dalam setiap desahan dan lenguhan satu sama lain.Deva mengajak Ratih keluar sambil menggenggam erat tangannya. Keduanya berjalan berjalan dengan mesra di taman belakang, Deva tidak bisa menyingkirkan senyuman indah di wajahnya, begitu juga dengan Ratih. "Deva, ada sesuatu yang belum aku ceritakan kepadamu." Deva lalu mengambil kursi dan segera menariknya, serta mempersilahkan Ratih untuk duduk. "Duduklah, apalagi yang belum kamu ceritakan kepadaku?" tanya Deva sambil mendesah lelah menatap Ratih.Ia curiga dan takut, Ratih akan kembali membahas masalah Yeni atau apapun yang berhubungan dengan permasalahan yang sedang mereka hadapi saat ini."Pada saat aku koma, aku sempat bertemu dengan mama Nadira," bisik Ratih lalu menatap Deva dengan serius sembari mengangguk.Diva terbelalak tidak percaya, dugaannya salah. Bahkan informasi ini tidak
"Begini Sayang, kan aku tadi sudah bilang sama kamu, kalau aku tidak membawa seluruh pakaianku. Bisakah aku meminta credit card darimu dan izinkan aku berbelanja untuk memenuhi segala kebutuhanku dan ibuku?" pinta Yeni kepada Deva. Tanpa pikir panjang, Deva segera membuka isi dompet dan mengeluarkan salah satu credit cardnya. Kartu kredit yang berlimit satu miliar untuk satu bulan itu segera ia berikan kepada Yeni untuk membungkam mulutnya."Ini gunakan saja credit card ku sesuka dan semaumu. Aku sama sekali tidak pernah menggunakan credit card, lagi pula Ratih juga tidak terlalu suka berbelanja dengan credit card. Dia biasanya suka berbelanja dengan debit card.”“Tapi kalau kau membutuhkannya yang pakai saja, limit dalam kartu kredit ini senilai satu miliar selama satu bulan. Belanjalah seperlunya, jika kau foya-foya aku akan menjual semua barang-barang yang kau beli, paham Yeni?" Deva memperingati Yeni dengan tegas.Saat melihat kartu berwarna platinum itu Yeni langsung melompat ke
"Baiklah, aku tunggu di kamar, awas aja kalau malah ke kamar dia," ancam Yeni.Yeni pun membalikkan badannya hendak segera masuk ke kamar. Sebelum itu ia sempat melemparkan tisu yang habis di pakainya ke atas meja. Ia memang sengaja untuk membuat meja itu semakin kotor karena ia tahu bahwa biasanya yang membereskan meja kotor adalah Ratih, sekali pun memang Ratih memiliki pelayan.Benar dugaan Yeni, Ratih segera membereskan meja tersebut. Baru setelahnya ia masuk ke dalam kamar dan membiarkan bu Mur serta Sari yang mencucinya.Sedangkan Deva, langsung naik ke lantai 2 menuju ke kantor pribadinya. Ia segera menghubungi Jaksa dan menanyakan tentang progres dari penyidik."Bagaimana Jakse? Baru satu hari aku hidup seatap dengan Yeni, tapi rasanya sudah seperti setahun di neraka. Aku sungguh lelah menghadapinya, apa ada kemajuan dari penyidik?" tanya Deva penuh harap."Tuan, kemungkinan minggu depan akan dijadwalkan gelar perkara. Dan kasus ini akan naik ke tingkat penyidikan, walaupun
"Bodoh! Bisa kerja tidak kamu ini sebenarnya hah?!""Cuci yang bersih ya, lakukan pekerjaan yang baik. Aku tahu, kau tidak suka denganku sejak awal kan?! Lihat saja kalau nanti Ratih sudah pergi dari sini, kau adalah pembantu yang pertama kali aku pecat," ancam Yeni kepada Sari, lalu mendorong tubuh Sari yang bergeming.Yeni lalu pergi keluar dan mengintip apa yang sedang Ratih lakukan, ternyata Ratih berdiri mematung di pekarangan rumah. Dikiranya Ratih sedang menyeka air mata, padahal barusan ada debu yang masuk ke dalam matanya dan membuat Ratih menyucek matanya karena merasa perih."Akhirnya aku berhasil membuatmu menangis. Senang rasanya melihat pemandangan yang indah ini," gumam Yeni dan segera masuk ke dalam kamar, mengganti pakaiannya dan hendak pergi ke mall yang besar untuk berbelanja.Sedangkan Deva yang sudah tidak tahan dengan Yeni. Saat itu juga segera memerintahkan Ratmin untuk pergi ke kantor polisi. Ia ingin menanyakan, apakah proses penyidikan bisa segera dipercepat.
Deva dan Ratih saat itu juga langsung menghubungi Lusi dan Abizar. Selama ini, Deva dan Ratih sengaja menutupi dan menyembunyikan kalau ingatan Ratih sudah kembali untuk kepentingan penangkapannya Rangga.“Bunda, bisakah kita bertemu malam ini juga?” tanya Ratih pada Lusi.Malam ini sudah pukul sebelas malam, Lusi mengira ada masalah baru lagi. “Baiklah, Nak. Bunda akan ke sana sekarang yah,” jawab Lusi segera bergegas.“Bunda, nanti dijemput sama pak Ratmin yah,” ucap Ratih.“Baiklah, Bunda akan bersiap sekarang juga,” jawabnya.Benar saja, saat dirinya sudah siap dengan jaket di tubuhnya, mobil pribadi Deva sudah menunggunya di depan."Selamat malam, Pak Ratmin. Maafkan, anakku yang memerintahkanmu malam-malam menjemputku ke sini," sapa Lusi merasa tidak enak hati dengan sopir setianya Deva.Ratmin menatap prihatin kepada Lusi. "Saya tahu kondisi kesehatan anak anda, memang sangat mengkhawatirkan dan sangat menyedihkan, Nyonya Lusi. Tetapi, yakinlah Tuhan pasti berpihak kepada yang
“Saudara Tania dan Leni, anda ditangkap karena sudah melakukan penipuan dan penggelapan serta pembunuhan berencana terhadap korban Susantio!”Alan datang dan langsung segera memborgolnya, sedangkan anak buah yang lainnya langsung datang bergerak meringsek masuk.Mereka segera menuju ke dalam kamar hotel mewah tersebut untuk menangkap Leni. Keduanya digeret ke lantai satu dan dimasukkan ke dalam mobil tahanan.Habis sudah mimpi mereka untuk menjadi orang kaya raya. Saat itu juga Leni masih berusaha untuk melepaskan dirinya menggunakan kekuatan hipnotisnya kepada para polisi. Tetapi sayang, semua itu tidak berlaku bagi para polisi yang saat ini bersama dengannya.“Apa yang sedang kau lakukan, Bu? Kenapa, dari tadi mulutmu umak umik tidak jelas,” kekeh salah satu anak buahnya Alan.Leni pun geram mendengar ejekan tersebut. “Kalian harus melepaskan kami saat ini juga! Ini, adalah perintahku,” ucap Leni tegas berusaha untuk menghipnotis orang yang mengejeknya.Tetapi Alan datang dan menepu
“Tentu saja, aku ingin mencari para wanita tetapi bukan hanya satu wanita. Aku ingin sepuluh wanita tercantik dan terseksi, yang ada di tempat ini.” Rangga tampak sangat takabur.“Satu malam akan ku bayarkan dua juta setengah untuk mereka. Aku akan menyewa mereka selama waktu yang aku inginkan,” sambung Rangga.Wanita di hadapannya langsung mengalungkan tangannya di leher Rangga. “Di mana anda akan menginap? Kami akan menuju ke sana, Tuan tampan,” ucap wanita itu.“Berikan saja nomor ponselmu, aku akan mengirimkan waktu dan tempatnya,” jawab Rangga.Wanita itu pun segera bergegas mengeluarkan sebuah kartu nama kepada Rangga. “Anda bisa memanggil saya kapan saja dan sembilan wanita lainnya akan siap melayani anda.” Rangga tertawa dengan puas.Ia lalu beranjak pergi ke sebuah showroom mobil. Dilihatnya, sebuah mobil Lamborghini berwarna merah tua dengan harga dua setengah milia
“Ah, Tuan!” ucap Ara saat dadanya menabrak dada bidangnya Rangga, hingga membuat darah Rangga berdesir.“Kapan kau akan pulang kerja, hari ini?” tanya Rangga to the point, masih dalam kondisi memeluk Ara tanpa ada jarak diantara tubuh keduanya.“Aku akan pulang dua jam lagi, bagaimana?” tanya Ara menahan senyuman lebar di bibir.Ia sudah tau apa niatan pria yang dikenalnya sebagai Raka ini. Hanya dengan saling menatap saja, Ara sudah bisa menebak kalau Raka tertarik padanya.“Bisakah sebelum kau pulang, kau mengirimkan seorang desainer dan belikan aku beberapa pakaian yang sekiranya tampak casual? Juga, aku membutuhkan beberapa pakaian resmi untuk pertemuan bisnisku,” ucap Rangga sambil tertawa geli dalam hatinya.“Oke bisnis man, sambil kau menunggu, aku aku akan mengirimkan beberapa orang yang kau perlukan,” jawab Ara yang tanpa segan meraba dadanya Rangga dengan lembut, se
“Okay, Sayang. Aku pasti akan membei rumah yang terbaik untuk kita. Pergilah dari kekangan keluargamu dan hiduplah berdua denganku di sana. Aku yakin, kau dan aku akan hidup bahagia selamanya,” kekeh Rangga.Ratih mengangguk dan berusaha menatap Rangga dengan bahagia. “Baiklah, Sayang. Aku percayakan semuanya padamu,” jawab Ratih sambil mencium punggung tangannya Rangga.“Kalau begitu, bisakah kau pesankan aku tiket pesawat hari ini? Aku sudah bosan di sini dan aku ingin segera menggunakan nama baruku Raka Sagabara, bagus tidak?” kekeh Rangga.Ratih mengangguk. “Nama yang sangat indah, cocok dengan tampilanmu yang sangat tampan,” jawab Ratih membuat Rangga juga terbahak dan tampak bangga.“Terima kasih, Sayang. Berarti, kita akan langsung mengambil tiket tersebut?” tanya Rangga dan Ratih menunjukkan e-tiket pada ponselnya.“Pesawat akan berangkat tiga jam lagi. Kau tida
“Lalu, kapan kau mengirim uangnya? Aku tidak mungkin menunggu kau selesai sampai masa pemulihan. Rumah itu harus segera dibayar, Rangga.” Nia mendengus saat membaca pesannya Rangga.“Aku tidak bisa menunggu sampai kau selesai masa pemulihan yang baru akan berakhir tiga minggu lagi!” dengus Nia.Rangga pun sudah mulai kesal, ia memilih untuk mengarsipkan pesan dari Nia dan mengirimkan pesan pada Ratih. “Ratih, kapan kau datang ke tempatnya dokter Charles? Aku, merindukanmu,” ucap Rangga.Ratih yang pada saat itu sementara berbelanja di sebuah supermarket yang besar bersama dengan Saka dan Deva lantas terdiam. Ia mematung saat membaca pesannya Rangga dan menunjukkan pesan itu kepada Deva.“Lihatlah apa yang harus aku lakukan?” Deva tersenyum menanggapi pertanyaannya Ratih.“Lakukan saja apa yang dia inginkan, bukankah dia baru saja meminta uang tambahan. Kirim saja sepuluh miliar lagi. Dengan begitu, dia akan terus memberikan kabar padamu tanpa kau perlu bertemu dengannya.” Ratih pun me
Saat melihat wajahnya sendiri, Rangga tampak sangat takjub. “Gila! Aku, sangat tampan!” ucapnya sangat puas saat menatap gambar dirinya di sebuah cermin kecil.Ia tahu kalau dirinya saat ini sudah siap untuk mengubah identitas aslinya. Cermin di tangan Rangga diberikan kembali pada dokter Charles, sambil menyeringai puas.“Terima kasih, Dokter. Ternyata uang yang dibayarkan oleh calon istriku, sepadan dengan hasil yang kau berikan!” Charles pun tersenyum, hingga membuat mata sipitnya semakin menghilang.“Hari ini kau sudah bisa melakukan proses foto untuk keperluan mengganti identitasmu. Tulis saja siapa nama yang kau inginkan di sebuah kertas putih. Tanggal lahir dan untuk alamat, aku sudah memberikan alamat yang tidak akan ditemukan oleh siapapun,” terang Charles.Ia sudah terbiasa membantu pelarian para mafia, maupun bandar narkoba. Dirinya cukup berpengalaman, untuk hal-hal illegal seperti ini. “Raka Sagara! Aku menginginkan namaku menjadi Raka Sagara, Dokter Charles,” ucapnya sam
Leni sedikit mendapatkan firasat tidak enak. Akhirnya, Nia pun menganggukkan kepalanya. “Okey, Bu. Kita, berangkat sekarang.”Keduanya pun segera menuju ke sebuah kantor pemasaran, tampak gedung bertingkat yang sangat tinggi. Dengan penampilan bak artis ibukota, mereka jalan penuh percaya diri.Siapa saja yang menatap mereka, tahu kalau orang-orang ini memakai pakaian mahal. Juga, tas serta sepatu yang bernilai fantastis. Mereka pun segera menunduk hormat dan membukakan pintu untuk Nia dan Leni.“Selamat pagi, Bu. Silahkan masuk,” sambut salah satu penerima tamu dan memberikan welcome drink kepada kedua wanita yang tampak kaya raya tersebut.Mereka sangat menikmati pemujaan yang luar biasa tersebut. “Ya, selamat siang. Aku mau membeli rumah, apa aku bisa melihat beberapa tipe-tipe rumah yang saat ini siap huni?” tanya Nia dengan sombong.“Oh baik, Ibu. Boleh, Ibu perkenalkan nama Ibu siapa ter
“Bu, pakaian di sini pun di bandrol paling murah senilai satu juta setengah, tolong jangan mempersulit pekerjaan kami,” ucap pelayan tersebut berusaha menyadarkan Leni.“Lancang mulutmu!” pekik Nia dan Leni langsung mengangkat tangannya untuk mencegah kemarahan anaknya.Leni ingin tetap tampi dengan elegan dan bersikap seperti orang kaya pada umunya. Leni lantas mengatupkan bibirnya dan menoleh kepada pelayan tersebut.Sedangkan, Nia sudah hendak menghajar pelayan itu. tetapi dicegah oleh Leni. “Oh, benarkah harga pakaian ini satu juta lima ratus paling murah? Kalau begitu, ini!” Leni menjeda sebentar ucapannya seraya memberikan tumpukan pakaian yang ada di pelukannya pada pelayan tersebut.Ia menatap tajam pelayan itu dan berbicara dengan kesan yang sangat mengintimidasi. “Hitung semua pakaian ini, aku akan membayarnya sekarang. Bila perlu, kau dan seisi ruangan ini pun akan kubeli,” ucap Leni dingin dengan menatap nyalang pada wanita itu.