"Hentikan tingkah konyolmu itu, tolong jaga sikapmu. Tidak ada pertemuan dengan para pelayan atau apapun sebelum pernikahan kita resmi apa kau paham?!" desis Deva menatap Yeni dengan tajam.Tidak ingin dipermalukan di hadapan Ratih apalagi ada seorang pembantu, Yeni segera mengalihkan pembicaraan."Sudahlah aku tidak mau membahasnya lagi. kalau begitu kamu saja yang bantu aku mengangkat kopernya. Aku lelah, aku mau tidur temani aku ya, Sayang" ucap Yeni langsung meninggalkan Deva, Ratih dan Sari, di sana ia berjalan dengan angkuh dan membuka kamar barunya lalu masuk ke dalam.Ratih mendesah, begitu juga dengan Deva. Tatapan mereka saling bertemu, Deva masih tidak ingin berbicara dengan Ratih karena ia masih kesal. Permintaan Ratih yang konyol ini membuatnya harus meladeni kegilaan Yeni, walau Deva sebenarnya juga tahu kalau Ratih pun sedang menahan kesedihan."Sari kamu sudah boleh kembali ke messmu. Terima kasih banyak ya, untuk bantuanmu. Nanti
Sore itu keduanya terlihat mandi besar, baik Deva maupun Ratih merasakan sebuah kerinduan yang tersalurkan dalam setiap desahan dan lenguhan satu sama lain.Deva mengajak Ratih keluar sambil menggenggam erat tangannya. Keduanya berjalan berjalan dengan mesra di taman belakang, Deva tidak bisa menyingkirkan senyuman indah di wajahnya, begitu juga dengan Ratih. "Deva, ada sesuatu yang belum aku ceritakan kepadamu." Deva lalu mengambil kursi dan segera menariknya, serta mempersilahkan Ratih untuk duduk. "Duduklah, apalagi yang belum kamu ceritakan kepadaku?" tanya Deva sambil mendesah lelah menatap Ratih.Ia curiga dan takut, Ratih akan kembali membahas masalah Yeni atau apapun yang berhubungan dengan permasalahan yang sedang mereka hadapi saat ini."Pada saat aku koma, aku sempat bertemu dengan mama Nadira," bisik Ratih lalu menatap Deva dengan serius sembari mengangguk.Diva terbelalak tidak percaya, dugaannya salah. Bahkan informasi ini tidak
"Begini Sayang, kan aku tadi sudah bilang sama kamu, kalau aku tidak membawa seluruh pakaianku. Bisakah aku meminta credit card darimu dan izinkan aku berbelanja untuk memenuhi segala kebutuhanku dan ibuku?" pinta Yeni kepada Deva. Tanpa pikir panjang, Deva segera membuka isi dompet dan mengeluarkan salah satu credit cardnya. Kartu kredit yang berlimit satu miliar untuk satu bulan itu segera ia berikan kepada Yeni untuk membungkam mulutnya."Ini gunakan saja credit card ku sesuka dan semaumu. Aku sama sekali tidak pernah menggunakan credit card, lagi pula Ratih juga tidak terlalu suka berbelanja dengan credit card. Dia biasanya suka berbelanja dengan debit card.”“Tapi kalau kau membutuhkannya yang pakai saja, limit dalam kartu kredit ini senilai satu miliar selama satu bulan. Belanjalah seperlunya, jika kau foya-foya aku akan menjual semua barang-barang yang kau beli, paham Yeni?" Deva memperingati Yeni dengan tegas.Saat melihat kartu berwarna platinum itu Yeni langsung melompat ke
"Baiklah, aku tunggu di kamar, awas aja kalau malah ke kamar dia," ancam Yeni.Yeni pun membalikkan badannya hendak segera masuk ke kamar. Sebelum itu ia sempat melemparkan tisu yang habis di pakainya ke atas meja. Ia memang sengaja untuk membuat meja itu semakin kotor karena ia tahu bahwa biasanya yang membereskan meja kotor adalah Ratih, sekali pun memang Ratih memiliki pelayan.Benar dugaan Yeni, Ratih segera membereskan meja tersebut. Baru setelahnya ia masuk ke dalam kamar dan membiarkan bu Mur serta Sari yang mencucinya.Sedangkan Deva, langsung naik ke lantai 2 menuju ke kantor pribadinya. Ia segera menghubungi Jaksa dan menanyakan tentang progres dari penyidik."Bagaimana Jakse? Baru satu hari aku hidup seatap dengan Yeni, tapi rasanya sudah seperti setahun di neraka. Aku sungguh lelah menghadapinya, apa ada kemajuan dari penyidik?" tanya Deva penuh harap."Tuan, kemungkinan minggu depan akan dijadwalkan gelar perkara. Dan kasus ini akan naik ke tingkat penyidikan, walaupun
"Bodoh! Bisa kerja tidak kamu ini sebenarnya hah?!""Cuci yang bersih ya, lakukan pekerjaan yang baik. Aku tahu, kau tidak suka denganku sejak awal kan?! Lihat saja kalau nanti Ratih sudah pergi dari sini, kau adalah pembantu yang pertama kali aku pecat," ancam Yeni kepada Sari, lalu mendorong tubuh Sari yang bergeming.Yeni lalu pergi keluar dan mengintip apa yang sedang Ratih lakukan, ternyata Ratih berdiri mematung di pekarangan rumah. Dikiranya Ratih sedang menyeka air mata, padahal barusan ada debu yang masuk ke dalam matanya dan membuat Ratih menyucek matanya karena merasa perih."Akhirnya aku berhasil membuatmu menangis. Senang rasanya melihat pemandangan yang indah ini," gumam Yeni dan segera masuk ke dalam kamar, mengganti pakaiannya dan hendak pergi ke mall yang besar untuk berbelanja.Sedangkan Deva yang sudah tidak tahan dengan Yeni. Saat itu juga segera memerintahkan Ratmin untuk pergi ke kantor polisi. Ia ingin menanyakan, apakah proses penyidikan bisa segera dipercepat.
"Tentu saja, kita akan pergi sekarang. Bersiaplah aku minta pasukan kurang lebih 2 truk untuk mengepung rumah tuan Deva. Kita harus berjaga-jaga untuk menangkap perempuan ini. Yeni dikenal sangat licin seperti belut. Aku tidak mau ada kegagalan dalam operasi penangkapan ini," ucap Alan kepada anak buahnya.Alan dan pasukannya, bersiap dan segera berangkat ke rumahnya Deva. Seolah memberikan kejutan dan tidak ingin memberitahu Deva, Alan pergi mendadak pada saat Deva berada di kantornya. Sesampainya di kediaman Deva, pasukan dibawah Komando Alan langsung mengepung seluruh rumah pekarangan rumah milik Deva .Penyergapan ini hanya diketahui oleh Jakse terlebih dahulu, mereka selalu berkomunikasi selama ini. Sesampainya, Alan naik ke atas tangga rumah Deva dan segera mengetuk pintu tersebut. Seorang pelayan membukakan pintu itu tergesa, siapa lagi kalau bukan Sari."Selamat siang, apa saya bisa bertemu dengan nyonya Yeni Latifah?" tanya Alan hormat kepada Sari.Sari yang tidak tahu siapa
"Yeni mau ke mana?!" Tanya Ratih sembari mencegah Yeni. Ratih takut jika Yeni kabur dari pintu belakang. Mengingat pengalaman yang pernah terjadi di Singapura berarti tidak mau kali ini Yeni lolos begitu saja dia tidak tahu jika Alan sudah mengepung rumah itu. "Minggir ngapain kamu menghalangi jalanku. Ada yang harus aku ambil di dalam kamarku! mereka bertiga ini telah salah orang," bentak Yeni sambil mendorong tubuh Ratih hingga Ratih mundur beberapa langkah ke belakang. Untung saja dengan sigap Sari langsung menangkap tubuh ratu yang terhuyung. Kalau saja Sari lambat menangkap tubuh nyonyanya bisa dipastikan Ratih pasti sudah jatuh terduduk di lantai. "Nyonya Yeni tolong jangan kasar seperti itu dengan nyonya Ratih. Kenapa Nyonya bersikap sangat kasar bisa kan berbicara baik-baik saja," protes hari langsung disambut dengan sebuah tamparan keras dari Yeni."Kurang ajar! Kau lancang sekali, apa kau mau lidahmu ku potong?!" ancam Yeni sudah dengan dada kembang kempis menahan emosi y
"Maaf, Yeni! Anda, memang bukanlah Yeni Rahardjo. Satu-satunya wanita yang memiliki nama belakang tersebut hanyalah Nyonya Ratih Raharjo saja!" Jakse lalu memberikan surat pernikahan siri yang asli kepada Alan untuk menjadi bahan perbandingan."Apa yang dimaksudnya Jakse?! Jangan kau macam-macam denganku ya, ini adalah surat yang kalian berikan kepadaku. Aku bahkan memiliki foto pada saat pernikahan berlangsung," ucap Yuni seraya mengambil ponselnya dan menunjukkan foto-foto yang didokumentasikan oleh ibunya."Ini kalian lihatlah aku tidak berbohong kan. Ini adalah foto bukti dokumentasi pada hari itu, sudah kukatakan kalian semua salah orang aku bukan Yeni Budiman tetapi aku adalah Yeni Latifah Raharjo." Yeni masih terus saja mengelak.Alan sampai mendesah lelah menghadapi wanita yang bernama Yeni ini. Seumur-umur dia menangkap penjahat baru kali ini dia menemukan seorang tersangka yang tetap ngotot tidak bersalah padahal jelas-jelas bukti sudah terpampang nyata di depan kedua matany
Deva dan Ratih saat itu juga langsung menghubungi Lusi dan Abizar. Selama ini, Deva dan Ratih sengaja menutupi dan menyembunyikan kalau ingatan Ratih sudah kembali untuk kepentingan penangkapannya Rangga.“Bunda, bisakah kita bertemu malam ini juga?” tanya Ratih pada Lusi.Malam ini sudah pukul sebelas malam, Lusi mengira ada masalah baru lagi. “Baiklah, Nak. Bunda akan ke sana sekarang yah,” jawab Lusi segera bergegas.“Bunda, nanti dijemput sama pak Ratmin yah,” ucap Ratih.“Baiklah, Bunda akan bersiap sekarang juga,” jawabnya.Benar saja, saat dirinya sudah siap dengan jaket di tubuhnya, mobil pribadi Deva sudah menunggunya di depan."Selamat malam, Pak Ratmin. Maafkan, anakku yang memerintahkanmu malam-malam menjemputku ke sini," sapa Lusi merasa tidak enak hati dengan sopir setianya Deva.Ratmin menatap prihatin kepada Lusi. "Saya tahu kondisi kesehatan anak anda, memang sangat mengkhawatirkan dan sangat menyedihkan, Nyonya Lusi. Tetapi, yakinlah Tuhan pasti berpihak kepada yang
“Saudara Tania dan Leni, anda ditangkap karena sudah melakukan penipuan dan penggelapan serta pembunuhan berencana terhadap korban Susantio!”Alan datang dan langsung segera memborgolnya, sedangkan anak buah yang lainnya langsung datang bergerak meringsek masuk.Mereka segera menuju ke dalam kamar hotel mewah tersebut untuk menangkap Leni. Keduanya digeret ke lantai satu dan dimasukkan ke dalam mobil tahanan.Habis sudah mimpi mereka untuk menjadi orang kaya raya. Saat itu juga Leni masih berusaha untuk melepaskan dirinya menggunakan kekuatan hipnotisnya kepada para polisi. Tetapi sayang, semua itu tidak berlaku bagi para polisi yang saat ini bersama dengannya.“Apa yang sedang kau lakukan, Bu? Kenapa, dari tadi mulutmu umak umik tidak jelas,” kekeh salah satu anak buahnya Alan.Leni pun geram mendengar ejekan tersebut. “Kalian harus melepaskan kami saat ini juga! Ini, adalah perintahku,” ucap Leni tegas berusaha untuk menghipnotis orang yang mengejeknya.Tetapi Alan datang dan menepu
“Tentu saja, aku ingin mencari para wanita tetapi bukan hanya satu wanita. Aku ingin sepuluh wanita tercantik dan terseksi, yang ada di tempat ini.” Rangga tampak sangat takabur.“Satu malam akan ku bayarkan dua juta setengah untuk mereka. Aku akan menyewa mereka selama waktu yang aku inginkan,” sambung Rangga.Wanita di hadapannya langsung mengalungkan tangannya di leher Rangga. “Di mana anda akan menginap? Kami akan menuju ke sana, Tuan tampan,” ucap wanita itu.“Berikan saja nomor ponselmu, aku akan mengirimkan waktu dan tempatnya,” jawab Rangga.Wanita itu pun segera bergegas mengeluarkan sebuah kartu nama kepada Rangga. “Anda bisa memanggil saya kapan saja dan sembilan wanita lainnya akan siap melayani anda.” Rangga tertawa dengan puas.Ia lalu beranjak pergi ke sebuah showroom mobil. Dilihatnya, sebuah mobil Lamborghini berwarna merah tua dengan harga dua setengah milia
“Ah, Tuan!” ucap Ara saat dadanya menabrak dada bidangnya Rangga, hingga membuat darah Rangga berdesir.“Kapan kau akan pulang kerja, hari ini?” tanya Rangga to the point, masih dalam kondisi memeluk Ara tanpa ada jarak diantara tubuh keduanya.“Aku akan pulang dua jam lagi, bagaimana?” tanya Ara menahan senyuman lebar di bibir.Ia sudah tau apa niatan pria yang dikenalnya sebagai Raka ini. Hanya dengan saling menatap saja, Ara sudah bisa menebak kalau Raka tertarik padanya.“Bisakah sebelum kau pulang, kau mengirimkan seorang desainer dan belikan aku beberapa pakaian yang sekiranya tampak casual? Juga, aku membutuhkan beberapa pakaian resmi untuk pertemuan bisnisku,” ucap Rangga sambil tertawa geli dalam hatinya.“Oke bisnis man, sambil kau menunggu, aku aku akan mengirimkan beberapa orang yang kau perlukan,” jawab Ara yang tanpa segan meraba dadanya Rangga dengan lembut, se
“Okay, Sayang. Aku pasti akan membei rumah yang terbaik untuk kita. Pergilah dari kekangan keluargamu dan hiduplah berdua denganku di sana. Aku yakin, kau dan aku akan hidup bahagia selamanya,” kekeh Rangga.Ratih mengangguk dan berusaha menatap Rangga dengan bahagia. “Baiklah, Sayang. Aku percayakan semuanya padamu,” jawab Ratih sambil mencium punggung tangannya Rangga.“Kalau begitu, bisakah kau pesankan aku tiket pesawat hari ini? Aku sudah bosan di sini dan aku ingin segera menggunakan nama baruku Raka Sagabara, bagus tidak?” kekeh Rangga.Ratih mengangguk. “Nama yang sangat indah, cocok dengan tampilanmu yang sangat tampan,” jawab Ratih membuat Rangga juga terbahak dan tampak bangga.“Terima kasih, Sayang. Berarti, kita akan langsung mengambil tiket tersebut?” tanya Rangga dan Ratih menunjukkan e-tiket pada ponselnya.“Pesawat akan berangkat tiga jam lagi. Kau tida
“Lalu, kapan kau mengirim uangnya? Aku tidak mungkin menunggu kau selesai sampai masa pemulihan. Rumah itu harus segera dibayar, Rangga.” Nia mendengus saat membaca pesannya Rangga.“Aku tidak bisa menunggu sampai kau selesai masa pemulihan yang baru akan berakhir tiga minggu lagi!” dengus Nia.Rangga pun sudah mulai kesal, ia memilih untuk mengarsipkan pesan dari Nia dan mengirimkan pesan pada Ratih. “Ratih, kapan kau datang ke tempatnya dokter Charles? Aku, merindukanmu,” ucap Rangga.Ratih yang pada saat itu sementara berbelanja di sebuah supermarket yang besar bersama dengan Saka dan Deva lantas terdiam. Ia mematung saat membaca pesannya Rangga dan menunjukkan pesan itu kepada Deva.“Lihatlah apa yang harus aku lakukan?” Deva tersenyum menanggapi pertanyaannya Ratih.“Lakukan saja apa yang dia inginkan, bukankah dia baru saja meminta uang tambahan. Kirim saja sepuluh miliar lagi. Dengan begitu, dia akan terus memberikan kabar padamu tanpa kau perlu bertemu dengannya.” Ratih pun me
Saat melihat wajahnya sendiri, Rangga tampak sangat takjub. “Gila! Aku, sangat tampan!” ucapnya sangat puas saat menatap gambar dirinya di sebuah cermin kecil.Ia tahu kalau dirinya saat ini sudah siap untuk mengubah identitas aslinya. Cermin di tangan Rangga diberikan kembali pada dokter Charles, sambil menyeringai puas.“Terima kasih, Dokter. Ternyata uang yang dibayarkan oleh calon istriku, sepadan dengan hasil yang kau berikan!” Charles pun tersenyum, hingga membuat mata sipitnya semakin menghilang.“Hari ini kau sudah bisa melakukan proses foto untuk keperluan mengganti identitasmu. Tulis saja siapa nama yang kau inginkan di sebuah kertas putih. Tanggal lahir dan untuk alamat, aku sudah memberikan alamat yang tidak akan ditemukan oleh siapapun,” terang Charles.Ia sudah terbiasa membantu pelarian para mafia, maupun bandar narkoba. Dirinya cukup berpengalaman, untuk hal-hal illegal seperti ini. “Raka Sagara! Aku menginginkan namaku menjadi Raka Sagara, Dokter Charles,” ucapnya sam
Leni sedikit mendapatkan firasat tidak enak. Akhirnya, Nia pun menganggukkan kepalanya. “Okey, Bu. Kita, berangkat sekarang.”Keduanya pun segera menuju ke sebuah kantor pemasaran, tampak gedung bertingkat yang sangat tinggi. Dengan penampilan bak artis ibukota, mereka jalan penuh percaya diri.Siapa saja yang menatap mereka, tahu kalau orang-orang ini memakai pakaian mahal. Juga, tas serta sepatu yang bernilai fantastis. Mereka pun segera menunduk hormat dan membukakan pintu untuk Nia dan Leni.“Selamat pagi, Bu. Silahkan masuk,” sambut salah satu penerima tamu dan memberikan welcome drink kepada kedua wanita yang tampak kaya raya tersebut.Mereka sangat menikmati pemujaan yang luar biasa tersebut. “Ya, selamat siang. Aku mau membeli rumah, apa aku bisa melihat beberapa tipe-tipe rumah yang saat ini siap huni?” tanya Nia dengan sombong.“Oh baik, Ibu. Boleh, Ibu perkenalkan nama Ibu siapa ter
“Bu, pakaian di sini pun di bandrol paling murah senilai satu juta setengah, tolong jangan mempersulit pekerjaan kami,” ucap pelayan tersebut berusaha menyadarkan Leni.“Lancang mulutmu!” pekik Nia dan Leni langsung mengangkat tangannya untuk mencegah kemarahan anaknya.Leni ingin tetap tampi dengan elegan dan bersikap seperti orang kaya pada umunya. Leni lantas mengatupkan bibirnya dan menoleh kepada pelayan tersebut.Sedangkan, Nia sudah hendak menghajar pelayan itu. tetapi dicegah oleh Leni. “Oh, benarkah harga pakaian ini satu juta lima ratus paling murah? Kalau begitu, ini!” Leni menjeda sebentar ucapannya seraya memberikan tumpukan pakaian yang ada di pelukannya pada pelayan tersebut.Ia menatap tajam pelayan itu dan berbicara dengan kesan yang sangat mengintimidasi. “Hitung semua pakaian ini, aku akan membayarnya sekarang. Bila perlu, kau dan seisi ruangan ini pun akan kubeli,” ucap Leni dingin dengan menatap nyalang pada wanita itu.