“Saya tidak memiliki keberanian untuk melaporkan semua ini pada polisi,” kata Anya kembali. “Dan saya tertekan saat dia semakin sering melakukan kekerasan fisik dan verbal pada saya, jadi saya dengan tidak tahu malunya datang pada Tuan Zafran karena saya tahu perempuan itu juga menyakiti istri Anda,” tuturnya panjang. Zafran menunduk, meraih tumpukan kertas yang berisikan bukti visum milik Anya yang membuatnya cukup tercengang. Bukti percakapan mereka melalui pesan soal permintaan Xandara agar mendapatkan obat terlarang, menyewa ruang VVIP di klub malam atau bahkan keinginannya yang ‘memesan’ komentar-komentar jahat pada siapapun yang tidak memujinya. Mengirimkan preman untuk mengintimidasi orang yang sekiranya ia anggap sebagai ‘saingan’, melakukan suap agar memenangkan kontes miss Pageant dan masih banyak yang lainnya. Tapi ... yang paling membuat Zafran tak habis pikir ada pada lembar-lembar terakhir yang membuat Anya menangis tersedu saat Zafran mengangkat lembaran kertas denga
Dokter datang setelah Zafran memanggil mereka. Ia menyisih untuk sementara, memberi ruang agar memeriksa Elsa. Hatinya dipenuhi oleh perasaan bahagia yang tak bisa dijelaskan. Lebih dari satu minggu ia diselubungi dalam kecemasan yang seolah tak akan berakhir, hari ini kekhawatiran itu menguap saat melihat istrinya bangun. “Kondisi Bu Elsa membaik, Pak Zafran,” ucap Dokter berkacamata yang mendekat padanya seraya tersenyum. “Tapi untuk memantau apakah trauma tumpul abdomen yang diterimanya saat kecelakaan mengakibatkan keluhan lainnya, Bu Elsa masih akan kami pantau keadaannya ya?” “Terima kasih, Dokter.” “Untuk meminimalisir terjadinya sesuatu yang tidak diinginkan karena Bu Elsa bisa saja drop selama masa pemulihan, kami meminta agar kunjungan dari keluarga untuk sementara ini ditunda, setidaknya sampai tiga hari ke depan, bagaimana?” Zafran sekali lagi menganggukkan kepalanya, “Diterima, Dokter.” “Kami permisi dulu, jika ada keluhan dari beliau, Anda bisa langsung memberitahu
Yang terjadi pada Kim bukan berarti bisa menghalangi Xandara untuk bersinar.Ayahnya mendekam di penjara, ia tak peduli. Itu akibat kecerobohannya yang memalukan, bukan?Biar Kim ada di sana tetapi di sini Xandara tetap disibukkan oleh kegiatannya.Ia sedang bersama dengan seorang make up artist dan hair styler yang membuatnya cantik pada siang hari ini karena dalam dua jam yang akan datang ia harus menjadi bintang tamu ‘Yang Muda Yang Berakhlak Mulia’ di salah satu universitas.Ia memeriksa ponselnya dan menjumpai pesan dari asisten pribadinya yang akan datang untuk membawakan makanan pesanannya.[Thanks, jangan terlambat!] pesannya pada gadis itu.Ia sedikit terkejut saat pintu di kamarnya terbuka sehingga si make up artis sekaligus hair styler yang sibuk dengan wajah dan rambutnya itu seketika berhenti bekerja.“Kamu masih akan tetap tidak peduli dengan apa yang menimpa Papamu?” tanya sebuah suara yang datang dari arah belakangnya. Xandara tak perlu menoleh untuk mengetahui siapa
Xandara berhenti bicara saat beberapa orang di antara mereka datang mendekat.Pengunjung seminar yang tadinya tenang dan antusias kini berubah menjadi sedikit ricuh mempertanyakan mengapa ada polisi yang naik ke panggung saat acara masih berlangsung.Bibir Xandara gemetar, matanya berair saat salah seorang dari petugas tersebut berhadapan dengannya dan mengatakan, “Saudari Xandara Kim tolong ikut kami ke kantor polisi,” ujarnya.Xandara tak serta merta menjawabnya. Ia harus menjaga image baiknya di hadapan semua ratusan pasang mata yang menyaksikan hal ini.Pembawa acara yang duduk bersama dengan Xandara pun membuka suara lebih dulu, bertanya memperjelas apa yang mereka lakukan di tempat ini.“Ada apa ini, Pak? Apa tidak bisa nanti saja setelah acaranya selesai?”“Mohon maaf, ini kami lakukan sebelum Bu Xandara memiliki niatan melarikan diri,” jawab petugas tersebut.“Apa yang saya lakukan memangnya?” Kali ini Xandara yang bertanya.Gadis itu terlihat memasang wajah sedihnya saat bang
“O-Opa?” panggil Xandara saat ia mengayunkan kakinya untuk mendekat. Tetapi baru saja dua langkah, Wilson lebih dulu bangun dan mengatakan, “Jangan mendekat!” “Opa ....” rengeknya dengan bibir tertekuk sedih. “A-aku—“ “Aku tahu apa keinginanmu saat datang ke sini, Xandara!” potong Wilson tak peduli. “Jika kamu datang karena ingin aku melindungi perilakumu yang menjijikkan itu, maaf aku tidak akan pernah mengabulkannya! Jangan harap!” “Apa maksud Opa? Aku tidak pernah melakukan hal yang membuat keluarga kita malu! Tolong—“ “KAMU TIDAK MENDENGARKU?!” teriak Wilson memenuhi setiap inci penjuru ruangan. “PERGI DARI SINI!” usirnya sekali lagi. Xandara memandang Jake dan Andy yang masih duduk di sana dengan senyum yang terkembang penuh dengan kemenangan. “Apa mereka mengatakan sesuatu yang tidak masuk akal?” tanya Xandara, memindah kembali fokusnya pada sang kakek yang kedua bahunya jatuh. “Apapun yang mereka katakan jika itu untuk membuatku terlihat jelek di mata Opa itu salah!” “K
Seberapa besar usahanya memberontak atau melepaskan diri, ia kalah dengan borgol polisi yang telah membelenggu sepasang pergelangan tangannya.Xandara menggertakkan rahangnya kuat-kuat saat ia dipaksa pergi meninggalkan halaman rumah sang Kakek.Sekali lagi, ia masuk ke dalam mobil polisi.Tetapi tentu saja kali ini tak sama dengan yang sebelumnya. Jika sebelumnya ia masih memiliki harapan untuk datang pada Wilson dan meminta bantuan darinya, kali ini ia hanya akan berhenti di kantor polisi.Padahal baru tadi ia diperingatkan ibunya yang mengatakan bahwa nanti saat dirinya mengalami kesulitan ibunya tak sudi membantunya.Seperti inilah sakitnya! Tak ada seorang pun yang mau menerimanya, tak ada yang mau membantunya.‘Aku akan benar-benar berakhir di penjara?’ benaknya masih belum percaya. ‘Inikah resiko besar yang harus aku terima saat berani mengganggu rumah tangga Zafran dan Elsa?’Rencana untuk hidup dengan pria itu telah pupus seiring kebebasannya yang terenggut.Barangkali ... k
Jika Laura tak mengancam bahwa ia akan merajuk, Jake pasti akan membuat ruang kerjanya menjadi tempat yang menjadi saksi bisu lain akan panasnya cinta mereka.Mereka akhirnya pergi ke rumah sakit. Jika sebelumnya Jake menolak membawakan paper bag Laura, sekarang ia membawanya dengan suka rela.Mereka tiba beberapa saat yang lalu, dengan bergandengan tangan, Laura tak sabar untuk segera bertemu dengan Elsa.Menuju ke ruangan VVIP tempat sahabatnya itu dirawat, tak membutuhkan waktu lama. Setelah Jake mengetuk pintunya, wajah Zafran yang pertama kali muncul dan menyapa keduanya."Silakan masuk," ucap Zafran.Saat Laura lebih dulu masuk ke dalam dan disambut senyum antusias Elsa, Jake lebih dulu menyerahkan paper bag putih yang ada di tangannya."Untuk kamu dan Elsa," kata Jake. "Laura memesankan puding untuk istrimu, untukmu buah potong. Bukankah Laura memilihkan sesuatu yang tepat? Aku dengar kamu jaga siang malam di sini? Jadi butuh buah biar kamu tetap sehat, pria yang sehat durasiny
Setelah dari rumah sakit untuk menjenguk Elsa beberapa hari yang lalu, Laura mengatakan pada Jake ada hal yang ingin ia lakukan. Yakni mengunjungi makam kakeknya Jake—Ammar. 'Jika kamu tidak keberatan, bisakah mengantarku pergi ke makamnya Opa?' pinta Laura tadi pagi. 'Aku ingin mengunjunginya, Jake.' Dan Jake tidak keberatan dengan permintaannya itu. 'Boleh, Sayang. Nanti sore ya? Aku akan pulang lebih awal biar kita bisa datang ke makamnya Opa,' jawabnya. Lalu saat pukul tiga sore yang terasa redup akibat mendung abu-abu, Jake menjemput Laura di rumah. Bersama-sama mereka menuju ke tempat ini. Sebuah tempat yang di kanan kiri jalan setapak yang mereka pijaki terlihatlah rumput seperti permadani hijau. Semua nisan yang ada di sini bersih dan terawat. Karena bisa dibilang ini adalah pemakaman yang terurus. Laura menggenggam tangan Jake saat prianya itu memimpinnya lebih dulu untuk berjalan ke samping kanan. Pada nisan yang berada di bawah rimbunnya pohon tabebuya. Laura bisa