“Jika Tuan Jake dan Nona Laura tidak bersedia menemui beliau berdua, saya akan sampaikan,” kata Rani. Jake lebih dulu menoleh pada Laura, memandang istrinya yang tampak tertegun selama beberapa saat mendengar bahwa tamu yang datang itu adalah kedua orang tuanya. “Bagaimana, Sayang?” tanya Jake. Membiarkan Laura yang mengambil keputusan karena ia tahu bahwa yang barangkali merasa kurang nyaman di sini adalah dirinya. “Jika kamu tidak mau—“ “Jake,” sebut Laura seraya menimpakan tangan kecilnya di punggung tangan Jake. “Tidak apa-apa,” katanya. “Aku juga ingin tahu apa yang ingin Mama dan Papa lakukan di sini.” “Baiklah.” Jake lalu menoleh pada Rani dan menganggukkan kepalanya. Meminta Rani agar membawa orang tua Laura untuk turut bergabung makan pagi bersama dengan mereka. Laura berdiri bersama Jake saat mendengar suara beberapa langkah kaki yang mendekat. “Selamat pagi,” sapa mereka saat melihat Hariz dan Agnia yang muncul dan membalas sapaan mereka dengan bibir yang mengembangka
Setelah acara makan pagi bersama itu selesai, Laura memutuskan untuk lebih dulu meninggalkan ruang makan.Meski istrinya itu mengatakan ia harus meminum vitamin yang ia simpan di dalam kamar, tetapi Jake tahu bahwa ia tak akan keluar setelah itu. Ia sedang pamit secara tidak kentara bahwa setelah ini ia tak ingin menemui ayah dan ibunya, untuk bergabung menghabiskan sebentar waktu dengan berbincang atau sekadar menanyakan kabar.“Saya sudah pernah mengatakannya pada Mama dan Papa, bahwa mendapatkan maaf dari Laura itu tidak mudah,” kata Jake saat ia mengantar ayah dan ibu mertuanya melewati pintu keluar saat mereka berpamitan untuk pulang. “Tapi saya harap, Mama dan Papa tidak menyerah begitu saja dan mau berusaha lebih keras untuk mendapatkan hatinya kembali.”Hariz dan Agnia menganguk secara bersamaan, mereka berhadapan dengan Jake saat tiba di teras dengan wajah yang sedikit lega, tapi juga tak bisa menyembunyikan sesal.“Kami berterima kasih karena kamu dan Laura sudah mau meneri
Untuk beberapa detik Laura seperti tak bisa berbicara. Ia tak salah dengar, bukan? ‘Keguguran?’ ulangnya dalam hati. Ia menutup mulutnya dengan sebelah tangan saat menyadari bahwa apa yang dulu terjadi pada Laura satu demi satu diterima oleh wanita itu. “Dia masih dalam masa pemulihan setelah operasi kuret, Laura,” kata Jake lagi. “Polisi mendapatkan laporan bahwa dia berada di sana, di rumah sakit yang tidak jauh dari pelabuhan.” “P-pelabuhan?” ulang Laura yang dibenarkan oleh Jake. “Iya, Sayang, pelabuhan.” “Itu sangat jauh dari sini, Jake,” kata Laura. “Ada dugaan bahwa dia sebelumnya berniat melarikan diri dengan naik kapal,” tanggapnya. “Roy bilang padaku, modus itu sering dilakukan oleh seseorang yang ingin pergi meninggalkan Jakarta. Melalui pelabuhan, mereka lebih sering memiliki peluang besar untuk melarikan diri, dan itu berhasil,” terang Jake panjang. Laura tercenung di tempat ia berdiri. Kakinya terpancang tanpa beranjak satu inci. Mendengar itu saja ... ia tah
Laura mengangguk, menjawab sekaligus memastikan pada Fidel bahwa yang berdiri di sini memanglah dirinya, Laura.Ia yang tadinya hanya diam menjadi penonton dan menyaksikan bagaimana putus asanya Fidel saat bertemu dengan Erick dibuat tak tega saat ia menyebut ‘Aku tidak mau menjadi budak seksmu lagi.’Itu sangat menyakitkan.Sebagai seorang wanita yang pernah berpikir bahwa pria yang menikah dengannya—Jake—tidak secara tulus ingin membangun rumah tangga yang sempurna selain hanya memenuhi wasiat kakeknya, membuat Laura tahu sedikit banyak sakitnya menjadi Fidel.Laura mengesampingkan apapun yang pernah dilakukan oleh wanita itu sementara waktu ini.Yang jauh lebih penting baginya adalah memastikan Fidel tetap hidup dan tak memilih untuk menghujamkan senjata tajam itu ke tubuhnya sendiri.“Iya, ini aku Laura,” katanya yang membuat mata Fidel melunak.Bibirnya yang pucat terlihat gemetar. Begitu juga dengan tangan kurusnya yang terlihat ringkih dan rapuh.Wajahnya yang pias dan tirus, m
Fidel masih merasakan nyeri pada area genitalnya saat ia melihat kedatangan perawat yang masuk bersama dengan sekitar tiga orang anggota polisi beberapa saat yang lalu. Ia tahu ia akan dibawa dan akhir dari semua pelariannya itu adalah hari ini. Namun, saat ia sudah hampir pasrah dan menyerahkan diri, ia menangkap sosok Erick. Tingginya yang menjulang bisa disaksikan oleh Fidel dari jendela ruang rawatnya yang sejak ia membuka mata pasca kuret memang terasa aneh—terasing dan seolah ia diawasi oleh banyak pasang mata. Fidel yang mendapat kunjungan dari Arumi, ibu panti yang menampungnya tinggal selama beberapa pekan itu sangat ketakutan. Ia takut Erick akan membawanya kembali ke rumah. Pria itu akan marah karena Fidel keguguran, dan menjadikannya sebagai objek pelampiasan lagi. Berpikir, ‘Aku tidak mau kembali padanya’ maka Fidel mengancam semua orang yang ada di sana untuk tak mendekat. Ia meraih pisau buah berukuran kecil yang dibawa oleh Arumi yang tadi digunakan wanita paruh b
Setelah kemarin terpaksa membatalkan janji dengan Zafran dan Elsa, malam hari ini Laura dan Jake benar-benar datang ke rumah pasangan pengantin baru itu. Laura membawakan buket bunga berukuran besar, yang hampir semua warna bunganya putih dan melambangkan kebahagiaan serta hidup baru untuk mereka.Sementara Jake membawa masuk wine mahal yang secara khusus ia pesan dari luar negeri, serta kue yang tadi mereka beli di perjalanan. Tak lupa, sebuah kado yang terbungkus rapi dalam kotak yang biar nanti dibuka sendiri oleh mereka.“Jangan diminum,” kata Jake saat menyerahkan wine di tangannya pada Zafran. “Simpan saja sebagai pajangan. Dan itu—“ Jake menunjuk pada sebotol Domaine de la Romanee Conti yang sudah berpindah tangan pada Zafran. “Itu sebagai janjiku yang pernah bilang padamu kalau aku akan membelikanmu wine mahal. Jangan menagihku seandainya kamu menua lebih cepat dan tiba-tiba pikun!”“Sial,” desis Zafran kesal yang justru membuat Jake tertawa mendengarnya.Laura serta Elsa yan
Langit-langit putih yang asing dan bau obat-obatan yang tak ia sukai menjadi hal yang pertama kali ia lihat dan rasakan saat Xandara membuka matanya. Ia mengedarkan pandangannya dan merasakan pergelangan tangan kirinya yang nyeri. Tidak ada siapapun di dalam sini selain dirinya yang mulai bertanya-tanya, ‘Apakah aku masih hidup atau sudah mati?’ Karena terakhir kali ... hal yang ia ingat adalah ia meraih cutter yang ia simpan di dalam lacinya dan menggoreskannya ke pergelangan tangan kirinya. ‘Aku masih hidup,’ ucapnya meyakini dalam hati. Ini adalah ruangan rumah sakit. Benda memanjang yang menggantung di tangannya itu adalah selang infus. Ia mendengar pintu yang terbuka, udara hangat dari luar masuk bersama dengan beberapa orang berpakaian dokter serta perawat yang memeriksa keadaannya. “Pasien sudah sadar, Dokter,” ucap salah seorang perawat. Terdengar tak bisa menyembunyikan kebahagiaannya. “Syukurlah Anda sudah sadar, Bu Xandara,” sapa dokter tersebut. “Kondisi Anda mem
“Saya rasa Pak Kim salah,” kata Zafran dengan cepat, mengantisipasi liarnya praduga yang dialamatkan untuk dirinya. “Bagaimana saya mencampakkan Xandara sementara saya sama sekali tidak pernah memiliki hubungan dengannya?”“Jangan banyak beralasan kamu, Zaf!” sahut Kim. Pria itu mengangkat dagunya menantang Zafran.Sebuah hal yang terlihat sangat kontras karena saat Kim berapi-api, Zafran dengan tenang menghadapinya sekalipun dadanya juga dipenuhi oleh rasa marah.“Kamu bisa berkilah sekarang dengan mengatakan bahwa kamu tidak memiliki hubungan dengannya,” kata Kim. “Tapi semua orang tahu kalian semua dekat selama di Edinburgh, banyak bukti yang menyebutkan hal itu! Dan kamu masih akan mengelak?!”“Saya tidak pernah dekat dengan Xandara!” bantah Zafran sekali lagi. “Foto yang diambil saat saya dengannya selama di Edinburgh itu tidak seperti itu kenyataanya! Kami hanya kebetulan bertemu, tidak lebih! Dan jauh sebelum rumor itu beredar saya sudah memiliki tunangan. Jadi jika Anda menga
Tiga tahun kemudian .... .... Musim yang tak menentu membuat siang hari ini sedikit lebih mendung ketimbang hari-hari biasanya. Hembusan angin dari timur membelai rambut Laura yang baru saja keluar dari mobil. Ia tak bisa untuk tak tersenyum saat melihat anak-anaknya yang berlarian sekeluarnya dari sedan yang pintunya baru saja dibukakan oleh si papa—Jake. “Jangan tarik tangannya Senna, Jayce!” pinta Jake. “Nanti Adik jatuh loh!” “Iya, Papa,” sahut Jayce dari seberang sana, pada sisi lain halaman dan memelankan langkahnya yang baru saja menarik Jasenna. Jake memang tak pergi ke kantor hari ini. Ia menyempatkan diri untuk mengantar Jayce dan Jasenna untuk pergi ke preschool mereka. Dan baru saja ia menjemput si kembar bersama dengan Laura. "Kamu tidak akan pergi ke kantor?" tanya Laura, menoleh pada Jake yang malah duduk di teras alih-alih masuk ke dalam rumah. "Tidak, Sayang," jawabnya. Ia mengarahkan tangannya ke depan, meraih tangan Laura agar duduk di sebelahnya.
“Seandainya aku memperlakukannya dengan lebih baik, dan memintanya untuk mengakui kesalahan apa yang pernah dia perbuat pada Laura, dia pasti tidak akan sehancur itu di tangan takdir yang memberikan karmanya.” Laura dan Jake tahu betul bahwa yang disebutkan oleh Erick itu adalah Fidel. “Tapi kamu ‘kan juga tidak tahu kalau Fidel melakukan itu pada Laura,” tanggap Jake. “Kamu tahu saat semuanya sudah terlambat. Bukan sepenuhnya salahmu juga, kamu jangan menyalahkan dirimu sendiri.” Erick tersenyum saat sekilas menoleh pada Jake, kemudian kembali memandang Jayce dan Jasenna yang sangat tampan dan cantik. Dua bayi mereka, anugerah setelah penderitaan panjang tak berkesudahan itu. “Mulailah hidup barumu, Erick,” kata Jake. “Kamu berhak mendapatkan hidupmu yang baru, dan terlepas dari semua ini.” Erick lalu bangun dari berlututnya. Ia menghadap pada Jake dan Laura yang tampak tulus saat memberinya nasehat. Ia mengangguk, “Iya, aku pikir juga begitu,” jawabnya. “Tapi mungkin tidak d
Sejak si kembar sudah dalam fase merangkak, Jake dibuat sedikit kewalahan menghadapi mereka yang sangat aktif.Setahunya, cheetah adalah salah satu pemilik lari tercepat di dunia dengan kecepatan seratus tiga puluh kilometer per jam, tapi apa itu cheetah?! Jayce dan Jasenna lebih cepat daripada cheetah dewasa yang tengah berlari saat mereka merangkak.Pagi ini saja, Jake baru selesai membawa Jayce keluar dari kamar mandi setelah berendam bersama dengan Laura. Tapi saat ia mengambilkan diapers, Jayce sudah pergi dari kamar dengan keadaan tanpa pakaian dalam sekejap mata.Jika Jake tak mendengar gelak tawanya yang seolah mengejek di luar, ia tak akan menemukan di mana anak lelakinya itu berada."Jayce, pakai baju dulu, Nak!" ucapnya saat menjumpai Jayce yang bermain slipper di dekat anak tangga.Ia menggendongnya untuk masuk ke dalam kamar, melihat Laura yang tak bisa menahan tawa saat membawa Jasenna keluar dari kamar mandi dengan handuknya yang bergambar panda."Loh? Aku kira sudah s
"Jadi, mengajakku bulan madu ke Edinburgh adalah caramu untuk mewujudkan apa yang pernah kamu tulis di dalam kafe itu?" tanya Elsa pada Zafran setibanya mereka di dalam kamar hotel tempat keduanya menghabiskan waktu selama berada di sini. Setelah mereka menikmati kunjungan di kafe tadi, mereka pulang saat hari beranjak petang. "Iya," jawab Zafran yang menyusul dari belakangnya. "Tadinya aku ingin menjadikan Edinburgh sebagai tempat penutup yang kita datangi, tapi kamu ingin pergi ke sini lebih dulu, makanya ini jadi tujuan pertama kita," tuturnya panjang. "Tapi aku senang karena artinya saat itu prasangka buruk yang aku tuduhkan padamu itu terbukti salah." Elsa melepas coat panjang yang ia kenakan lalu menoleh pada Zafran yang berdiri di dekat ranjang, sedang melepas coatnya juga. "Prasangka apa?" tanya Zafran memperjelasnya. "Aku 'kan pernah berpikir kalau kepergianmu tahun lalu saat gosip kencanmu dengan Xandara berhembus kencang itu kamu mengkhianati hubungan kita," jawab Els
Mungkin ini sangat terlambat untuk disebut sebagai ‘bulan madu’ karena pernikahan mereka sudah berlalu cukup lama dan tidak juga layak bagi Elsa dan Zafran menyebut diri mereka sebagai ‘pengantin baru’—kecuali pengantin baru yang istrinya juga baru keluar dari rumah sakit.Setelah melihat keadaan Laura pasca melahirkan Jayce dan Jasenna, Elsa dan Zafran terbang meninggalkan Jakarta untuk menuju ke tempat ini, Edinburgh.Tempat di mana asal rasa cemburu menggila kala hubungan jarak jauh memisahkan keduanya, tahun lalu.Sekarang, Elsa benar-benar menginjakkan kakinya ke tempat ini bersama dengan Zafran. Wanita pertamanya yang ia ajak melihat pohon maple yang gugur, dan air mancur di sela dinginnya udara pergantian musim.“Cantik sekali,” puji Elsa yang bergandengan tangan dengan Zafran saat mereka berdua melewati sebuah kafe bernuansa klasik yang ramai oleh kehadiran wisatawan lokal dan asing. “Tapi sayang ramai,” lanjutnya.“Kamu ingin minum sesuatu?” tanya Zafran saat keduanya beranj
Setelah meninggalkan rumah sakit dan membawa anak-anak mereka pulang, Jake tidak berbohong saat mengatakan bahwa ia akan menjaga keluarganya, menemani Laura merawat si kembar Jayce dan Jasenna untuk mereka bertumbuh. Karena saat Laura membuka mata dan melihat pada jam yang ada di atas meja, waktu menunjukkan pukul tiga dini hari tetapi Jake tak ia jumpai tidur di samping kirinya. Prianya itu sedang berdiri di dekat jendela, tengah menggendong Jasenna. Laura perlahan bangun dan turun dari ranjang. Ia menghampiri anak lelakinya terlebih dahulu yang terlelap di dalam box bayi miliknya sebelum mendekat pada Jake yang menoleh ke arahnya dengan gerak bibirnya yang bertanya, ‘Kenapa bangun?’ Laura tak serta merta menjawabnya. Ia lebih dulu menengok Jasenna yang juga tengah terlelap. “Kenapa kamu menggendongnya?” tanya Laura, membelai lembut pipi Jasenna sebelum beralih pada pipi Jake. “Tadi dia bangun,” jawab Jake sama lirihnya. “Kenapa kamu tidak membangunkan aku?” “Untuk apa? Kamu
Satu hari, bulan demi bulan yang berganti menjadi tahun di belakang sana terkenang seperti gambar-gambar di layar proyektor.Melewati itu, Laura sangat bersyukur ia tiba pada hari ini.Melihat Jake yang berada di sampingnya dan memasrahkan diri saat Laura mencengkeram tangannya untuk meredam rasa sakit yang bergejolak di perutnya menyadarkannya bahwa waktu benar-benar mengambil alih luka-luka itu dan menggantinya dengan kebahagiaan.Meski sekarang dirinya merasakan sakit, tapi ia tak bisa membendung senyumnya.Dadanya berdebar saat Jake menunduk dan berbisik, "Apakah sakit sekali?" tanyanya. "Operasi saja bagaimana? Aku tidak bisa melihatmu kesakitan seperti ini."Bibir Jake jatuh di kening Laura."Tidak perlu," jawab Laura. "Dokter bilang semuanya baik-baik saja, 'kan? Jangan khawatir, asalkan kamu denganku di sini, aku akan melewati hari ini, Jake.""Tentu aku di sini," balasnya. "Kamu bisa mengatakan padaku apapun hadiah yang kamu mau nanti setelah anak-anak kita lahir. Hm?"Laura
Sejak pulang dari resepsi pernikahan sekretarisnya Zafran—Andy—semalam, rasanya frekuensi rasa sakit yang diterima oleh perut Laura berinterval semakin sering. Rasanya berdenyut, nyeri berpusat lebih ke bawah. Dan ... si kembar yang ada di dalam perutnya juga lebih tenang. 'Apa aku akan melahirkan sebentar lagi?' tanya Laura dalam hati saat pagi ini baru saja keluar dari dalam kamar. Ia ingin menyusul Jake yang sedang berada di ruang gym, melakukan rutinitas yang hampir tak pernah ia lewatkan. "Selamat pagi," sapa para pelayan yang ada di dapur dan melihat kedatangannya. "Selamat pagi," balas Laura dengan melemparkan senyum pada mereka. "Mau mencicipi sedikit, Nona?" tawar Rani, yang membawa semangkuk besar soto ayam yang dibuatnya. Sarapan pagi ini bertemakan masakan Nusantara karena semalam Jake berpesan pada Rani ingin makan yang sedikit berbumbu, sehingga yang pagi ini menu-menu itu bisa dicium aromanya oleh Laura. "Nanti saja, Bu Rani," jawab Laura simpul. "Baiklah kal
Ketukan palu hakim menggema memenuhi ruang sidang. Fidel tertunduk dalam isak tangis.Sudah sejak awal dibacakannya vonis, Laura melihatnya tak kuasa menahan air mata.Laura lebih dulu bangun dari duduknya dan meminta Jake untuk segera pergi dari sana."Ayo, Jake!" ucapnya. Dan melihat istrinya yang tak ingin berlama-lama di sini, Jake pun dengan cepat bangun dari duduknya. Membiarkan Laura meraih dan melingkarkan tangan pada lengannya untuk beranjak."Laura," panggil suara yang dikenal betul oleh Laura adalah milik Fidel.Terdengar dari belakangnya, seperti penuh harap agar Laura menoleh sehingga mereka bisa berbicara.Laura memang berhenti. Tapi ia tidak menoleh pada wanita itu. "Aku ... ingin pergi dari sini," katanya lirih, sehingga Farren yang berada di depan bersama dengan Roy dan tim kuasa hukum keluarga Heizt dengan cepat membuka jalan untuk mereka dari kerumunan reporter yang meliput berita."Laura."Suara Fidel terdengar sekali lagi, nelangsa penuh dengan nestapa.Tapi Lau