Satya ingin mengatakan sesuatu, tetapi dokter dari Jermeni datang menghampirinya. Dia memegang setumpuk film sinar-X yang tebal. Dokter itu berkata, "Pak Satya, aku ingin membahas kondisi Bu Benira denganmu."Mendengar ini, Satya pun memberi tahu Gracia, "Nanti aku akan menelepon Clara." Kemudian, dia mematikan teleponnya.Di ujung telepon, Gracia tak bisa menahan diri lagi dan mulai memaki.....Kondisi Benira tidak terlalu baik. Dokter mengatakan bahwa dia tidak cocok untuk melakukan operasi pengangkatan rahim. Wanita itu tidak punya harapan untuk bertahan hidup.Dokter Jermeni itu berkata dengan menyesal, "Bu Benira paling-paling hanya bisa hidup selama 3 bulan lagi. Pak Satya, habiskanlah waktu bersamanya dengan baik."Setelah dokter itu pergi, Satya berdiri di dekat jendela. Satu tangannya memegang ponsel, sementara tangannya yang lain memegang cerutu. Namun, dia tidak menyalakannya.Benira memeluknya dari belakang. Dia menyukai aroma tubuh Satya. Meski pria itu tidak mau menyentu
Setelah beberapa saat, Clara akhirnya mengangkat telepon. Mereka berdua tidak berbicara untuk waktu yang lama. Hanya napas lembut mereka yang terdengar di kedua ujung telepon .... Mereka adalah suami istri, tetapi sekarang bahkan napas satu sama lain pun terasa asing.Satya akhirnya bertanya, "Gimana keadaanmu?"Malam ini terasa dingin. Clara menjawab dengan tak acuh dalam bahasa Francis, "Aku rasa Gracia sudah memberitahumu. Aku baik-baik saja. Aku sudah mengganti kornea dan pulih sekarang .... Davin bunuh diri dengan loncat dari gedung. Freya juga ikutan bunuh diri. Ketika kita bertemu lagi nanti, di mataku ada kornea Davin. Kamu seharusnya nggak ingin melihatku."Clara menegaskan, "Jadi Satya, ayo kita cerai. Setelah lepas dari ikatan pernikahan, Benira nggak perlu menderita lagi. Kamu bisa memperlakukannya dengan baik, bahkan menikah dengannya ...."....Bahasa Francis Clara bukan hanya lancar, tetapi intonasinya juga benar.Di sisi lain, Satya mengepalkan tangannya erat-erat. Dia
Dokter mengambil stetoskop dan mendengarkan dengan saksama. Setelah beberapa saat, dia menyimpannya kembali sambil menjelaskan, "Dia mungkin sedikit pneumonia karena masuk angin, tapi nggak masalah .... Cukup minum obat saja."Mendengar bahwa itu adalah pneumonia, Aida sangat khawatir. Dia bertanya dengan hati-hati, "Apa perlu diinfus? Aku pernah melihat anak-anak lain yang menderita pneumonia harus diinfus."Dokter menjawab seraya tersenyum, "Nggak separah itu." Dia mengetahui latar belakang Alaia. Sembari mengelus wajah kecilnya, dia berkata kepada Clara, "Bu Clara, kalau memungkinkan coba kasih dia ASI sebanyak mungkin. Itu bisa bantu meningkatkan kekebalan tubuhnya."Clara pun mengangguk dan mengiakan dengan lembut. Dia menggendong Alaia sambil menghiburnya dengan lembut. Sorot mata dari dokter di samping tampak agak lembap. Dia menutupinya dengan berdeham, lalu berujar, "Baiklah, aku akan bikin resep obat sekarang." Clara menyuruh Aida ikut untuk mengambilnya.Setelah dirawat deng
Clara terlihat muram.....Gracia membuka pintu dan berjalan masuk.Di sisi lain, Clara berdiri di dekat jendela dan memandang keluar dengan tenang. Ketika mendengar suara pintu terbuka, dia berucap dengan lembut, "Gracia, aku mau pergi ke Jermeni. Apa kamu bisa bantu mengaturnya? Selain itu, aku nggak ingin Satya tahu tentang ini."Gracia tampak ragu-ragu. Bagaimanapun, dia adalah sekretaris Satya dan menerima gaji dari pria itu. Sekarang, dia malah diminta untuk melakukan sesuatu yang mengkhianati bosnya. Setelah beberapa saat, Gracia pun berbicara seraya tersenyum pahit, "Oke. Paling-paling aku cuma perlu mencari pekerjaan baru."Gracia adalah orang yang dapat diandalkan. Dia memesan penerbangan tercepat untuk Clara dan memberinya alamat vila Satya. Ketika Clara hendak pergi, Gracia memasukkan beberapa uang Jermeni ke dalam kopernya, lalu berkata, "Di sana berbeda dengan negara kita. Nggak ada pembayaran lewat ponsel, jadi lebih baik bawa sedikit uang."Aida juga menyiapkan beberapa
Clara tampak lebih berisi. Meskipun dia masih kurus, tubuhnya kini menjadi lebih berisi. Kulitnya juga telah pulih menjadi halus dan putih seperti sebelumnya. Dia mengenakan gaun bergaya Ingliss yang sangat cocok untuknya. Satya menatapnya untuk waktu yang lama. Rasanya seperti sudah lama sekali sejak terakhir kali mereka bertemu.Di samping mereka, seorang staf toko pernikahan bertanya lagi, "Pak Satya, gimana kalau foto pernikahan kalian ditempatkan di sini?"Satya pun tersadar kembali dan segera mendekati Clara. Dia memegang pergelangan tangan Clara dengan lembut. Satya menyadari bahwa dia bersalah sehingga berbicara perlahan, "Ayo kita bicarakan di luar.""Kenapa harus keluar?" tanya Clara sembari melepaskan tangannya dengan kasar. Dia melihat sekeliling. Ketika melihat dekorasi mewah di dalam rumah, Clara berbicara sambil tersenyum lembut, "Apa karena ini adalah tempat kamu menyembunyikan pelakor, jadi nggak baik kalau sampai dilihat orang lain?"Satya tampak mengernyit. Senyum Cl
Satya tiba-tiba teringat saat dia dan Clara pertama kali berciuman. Kala itu, tubuh Clara gemetaran dan dia menatap Satya dengan penuh cinta. Namun, sekarang tatapan Clara sangat dingin.Clara bertanya, "Kenapa kamu nggak tampar aku? Kamu nggak jadi membalasku demi kekasih kesayanganmu?"Satya sudah menenangkan dirinya. Saat hendak bicara, Clara mengambil vas bunga dan menghantamnya ke kepala Satya dengan kuat. Clara memang ingin membunuh Satya. Dia berpikir jika Satya mati, paling-paling dia akan dipenjara. Gracia bisa menemukan Alaia, lalu dia akan mengurus kehidupan Alaia dan Joe kelak.Clara tersenyum sinis dan berujar dengan ketus, "Satya, aku doakan semoga kalian bisa bersama selamanya."Satya tidak memedulikan kepalanya yang terluka. Dia meraih pergelangan tangan Clara dan memeluknya. Satya melihat tatapan Clara yang dingin. Dia merasa Clara bersikap seperti ini karena Davin. Kalau tidak, Clara tidak mungkin tega memperlakukan Satya seperti ini.Satya menelan ludah, lalu dia men
Hasrat Satya yang terpendam sejak lama akhirnya terpuaskan. Satya mencoba untuk berciuman dengan Clara. Sementara itu, Clara tidak memberontak. Dia bahkan membiarkan Satya mengangkat kedua tangannya dan menahannya di atas bantal. Clara membiarkan Satya memuaskan hasratnya, dia juga mendesah saat dirinya mencapai klimaks. Wajah Clara merona dan dibasahi dengan keringat ....Satya sangat suka melihat Clara seperti ini. Dia sudah melakukan hal ini berkali-kali dengan Clara, tetapi dia tidak pernah merasakan kenikmatan seperti sekarang ini. Bahkan, Satya merasa dirinya tidak punya penyesalan lagi jika mati saat ini.Satya mencium dagu Clara, lalu bertanya dengan suara serak, "Apa kamu suka kalau aku memuaskanmu seperti ini?"Tatapan Clara terlihat tidak fokus, seolah-olah dia tenggelam dalam kenikmatan ini. Namun, tangan Clara malah meraba-raba di bawah bantal. Setelah berhasil memegang pisau, Clara langsung menusuk jantung Satya tanpa ragu sedikit pun.Tubuh Satya menegang. Dia menunduk d
Satya berusaha untuk duduk. Gracia menasihati, "Pak Satya, tubuhmu terluka. Sebaiknya kamu istirahat saja."Satya melirik Gracia sekilas, lalu berujar, "Kelihatannya kamu senang sekali. Ambilkan sekotak rokok untukku."Awalnya, Gracia tidak menyetujui permintaan Satya. Namun, Satya tetap bersikeras. Gracia terpaksa keluar dan meminta sekotak rokok dari pengawal di luar. Kemudian, Gracia menyerahkannya kepada Satya.Satya bersandar di kepala tempat tidur. Dia mengeluarkan sebatang rokok, lalu menggigitnya dan menyalakannya. Asap rokok mengepul, Satya bertanya, "Apa yang dikatakan pihak penyidik Jermeni?"Gracia melapor, "Kalau Bu Clara nggak mengubah pengakuannya, jaksa akan mengajukan tuntutan. Biarpun kita nggak mengakui perbuatan Bu Clara, hasilnya tetap nggak bisa diubah."Satya tidak bertanya lagi. Sementara itu, Gracia berpikir sejenak sebelum bertanya, "Pak Satya, bagaimana caranya menyelesaikan masalah saham perusahaan dan skandalmu dengan Nona Benira?"Satya mengembuskan asap r