Satya tiba-tiba teringat saat dia dan Clara pertama kali berciuman. Kala itu, tubuh Clara gemetaran dan dia menatap Satya dengan penuh cinta. Namun, sekarang tatapan Clara sangat dingin.Clara bertanya, "Kenapa kamu nggak tampar aku? Kamu nggak jadi membalasku demi kekasih kesayanganmu?"Satya sudah menenangkan dirinya. Saat hendak bicara, Clara mengambil vas bunga dan menghantamnya ke kepala Satya dengan kuat. Clara memang ingin membunuh Satya. Dia berpikir jika Satya mati, paling-paling dia akan dipenjara. Gracia bisa menemukan Alaia, lalu dia akan mengurus kehidupan Alaia dan Joe kelak.Clara tersenyum sinis dan berujar dengan ketus, "Satya, aku doakan semoga kalian bisa bersama selamanya."Satya tidak memedulikan kepalanya yang terluka. Dia meraih pergelangan tangan Clara dan memeluknya. Satya melihat tatapan Clara yang dingin. Dia merasa Clara bersikap seperti ini karena Davin. Kalau tidak, Clara tidak mungkin tega memperlakukan Satya seperti ini.Satya menelan ludah, lalu dia men
Hasrat Satya yang terpendam sejak lama akhirnya terpuaskan. Satya mencoba untuk berciuman dengan Clara. Sementara itu, Clara tidak memberontak. Dia bahkan membiarkan Satya mengangkat kedua tangannya dan menahannya di atas bantal. Clara membiarkan Satya memuaskan hasratnya, dia juga mendesah saat dirinya mencapai klimaks. Wajah Clara merona dan dibasahi dengan keringat ....Satya sangat suka melihat Clara seperti ini. Dia sudah melakukan hal ini berkali-kali dengan Clara, tetapi dia tidak pernah merasakan kenikmatan seperti sekarang ini. Bahkan, Satya merasa dirinya tidak punya penyesalan lagi jika mati saat ini.Satya mencium dagu Clara, lalu bertanya dengan suara serak, "Apa kamu suka kalau aku memuaskanmu seperti ini?"Tatapan Clara terlihat tidak fokus, seolah-olah dia tenggelam dalam kenikmatan ini. Namun, tangan Clara malah meraba-raba di bawah bantal. Setelah berhasil memegang pisau, Clara langsung menusuk jantung Satya tanpa ragu sedikit pun.Tubuh Satya menegang. Dia menunduk d
Satya berusaha untuk duduk. Gracia menasihati, "Pak Satya, tubuhmu terluka. Sebaiknya kamu istirahat saja."Satya melirik Gracia sekilas, lalu berujar, "Kelihatannya kamu senang sekali. Ambilkan sekotak rokok untukku."Awalnya, Gracia tidak menyetujui permintaan Satya. Namun, Satya tetap bersikeras. Gracia terpaksa keluar dan meminta sekotak rokok dari pengawal di luar. Kemudian, Gracia menyerahkannya kepada Satya.Satya bersandar di kepala tempat tidur. Dia mengeluarkan sebatang rokok, lalu menggigitnya dan menyalakannya. Asap rokok mengepul, Satya bertanya, "Apa yang dikatakan pihak penyidik Jermeni?"Gracia melapor, "Kalau Bu Clara nggak mengubah pengakuannya, jaksa akan mengajukan tuntutan. Biarpun kita nggak mengakui perbuatan Bu Clara, hasilnya tetap nggak bisa diubah."Satya tidak bertanya lagi. Sementara itu, Gracia berpikir sejenak sebelum bertanya, "Pak Satya, bagaimana caranya menyelesaikan masalah saham perusahaan dan skandalmu dengan Nona Benira?"Satya mengembuskan asap r
Benira mencibir dan berkata, "Satya pasti mau bersembunyi dariku. Hatinya langsung goyah begitu wanita jalang itu datang. Satya meninggalkanku, lalu tidur dengan wanita itu .... Hahaha .... Orang yang punya tingkat kewaspadaan tinggi seperti Satya hampir ditusuk mati saat meniduri seorang wanita. Hal ini benar-benar sulit dipercaya!"Benira menambahkan, "Coba kamu lihat di luar. Vila kita sudah dikerumuni oleh reporter. Mereka sembarangan menulis berita tentangku dan menjelek-jelekkanku. Sekarang aku itu pelakor yang dihujat semua orang! Tapi, Satya tetap nggak peduli dengan nasibku."Benira makin menggila. Dia membanting semua foto pernikahan itu sambil menangis. Sekarang dia tahu bahwa semua foto pernikahan ini tidak berguna sedikit pun. Satya hanya mencintai Clara!....Di sebuah ruang interogasi yang sempit di rumah tahanan Jermeni. Clara duduk di kursi usang, dia masih memakai gaun yang sama. Wajah Clara pucat pasi, tetapi bibirnya sedikit merona.Jaksa yang duduk di seberang meng
Alasannya bukan karena Clara memakai baju tahanan atau tidak memakai riasan, tetapi pandangan Clara terlihat tajam. Dulu, Satya tidak pernah melihat pandangan ini di mata Clara. Satya berkomentar seraya menatap Clara, "Kamu banyak berubah."Clara duduk di seberang Satya. Dia mengamati Satya yang tampak pucat karena terluka, lalu tersenyum sinis dan menanggapi, "Clara yang dulu sudah mati waktu di Hastama. Kamu yang membuatku berubah menjadi seperti sekarang ini. Kamu juga yang mencelakai Davin dan istrinya.""Kamu membenciku?" tanya Satya.Clara menyahut, "Iya. Aku memang membencimu."Satya mendengus, lalu menyalakan sebatang rokok. Dia berkata, "Aku hampir mati ditusuk olehmu. Masa kamu nggak menanyakan lukaku? Apa aku kesakitan waktu malam ...."Clara menyela, "Aku cuma mau menanyakan satu hal, kenapa kamu nggak mati?"Ekspresi Satya menjadi muram. Dia adalah orang yang temperamental. Jika orang lain yang melontarkan ucapan seperti ini, Satya pasti akan langsung menghabisi orang itu.
Sekujur tubuh Clara gemetaran. Dia tahu Satya sengaja mempermalukannya. Dia menengadah sedikit, lalu tersenyum dingin dan membalas, "Itu hanya reaksi tubuh yang wajar. Kalau pria lain yang melakukannya, hasilnya juga akan seperti itu. Satya, jangan-jangan kamu mengira aku menyukaimu?""Masa?" Satya menggigit pelan telinga Clara sambil bergumam dengan mesra. Saat berikutnya, dia menahan Clara di atas meja.Satya menatap Clara lekat-lekat, lalu mengangkat tangan untuk mengendalikannya. Di ruangan yang sempit ini, dia terus menjamah tubuh Clara.Satya telah bermain dengan banyak wanita sehingga mengenal baik tubuh mereka. Wanita suci sekalipun akan mendesah saat diperlakukan seperti ini.Clara berbaring di atas meja dengan rambut tergerai. Wajah putihnya dipenuhi butiran keringat. Dia mengeluarkan desahan yang terdengar serak dan enggan.Satya mengamati ekspresinya, lalu mendekati telinganya dan terkekeh-kekeh. Dia bertanya, "Katamu pria mana pun sama saja? Pria lain juga bisa membuatmu m
Makin memikirkannya, tatapan Satya menjadi tidak fokus, bahkan berkaca-kaca. Dia tidak yakin apakah dirinya merasa menyesal atau sejak kapan penyesalan seperti ini muncul. Dia hanya tahu bahwa kehidupannya akan suram tanpa Clara. Dia hanya akan merasa sakit memikirkan pembalasan dendam yang pernah dilakukannya.Sejam kemudian, Satya kembali ke rumah sakit. Setelah dokter membantunya membalut luka, Gracia masuk dengan menggendong Alaia. Bayi itu terus menangis karena berada di lingkungan asing.Gracia menggendong sembari membujuk Alaia. Kemudian, dia berkata, "Dia nggak terbiasa dengan tempat ini. Pak, gimana kalau membawanya pulang? Bi Aida merawatnya dengan baik. Dia baru tiba di Jermeni beberapa hari, tapi jadi kurus begini."Tangisan Alaia sangat kencang, seolah-olah merespons ucapan Gracia. Satya menjulurkan tangannya. Gracia ragu-ragu sejenak sebelum menyerahkan Alaia ke pelukan Satya.Anehnya, tangisan Alaia langsung berhenti. Bayi ini menatap wajah Satya dengan penasaran, lalu m
"Satya, aku pernah membayangkan masa depanku denganmu. Aku juga pernah berharap kita bisa bersama untuk selamanya. Tapi, harapan itu menjadi sangat konyol sekarang. Bagaimanapun, kamu punya kekuasaan. Aku terlihat sangat lemah di hadapanmu.""Itu sebabnya, aku hanya bisa memanfaatkan tubuhku. Kalau nasibku baik, kamu akan merasa iba padaku dan berhenti bertindak semena-mena. Kalau nasibku buruk, paling-paling aku mati. Aku tahu semua ini, tapi apa yang bisa kulakukan? Aku nggak punya harga diri lagi. Sejak bertemu denganmu, aku nggak bisa lolos darimu lagi."Setelah berjeda, Clara menambahkan dengan sedih, "Satya, sebaiknya kita buat kesepakatan. Kalau kamu mengembalikan Alaia kepadaku, aku akan mengubah pengakuanku dan menjadi istrimu. Aku akan membawa Alaia pulang dan nggak akan mengganggumu berpacaran dengan Benira.""Aku juga bisa membantunya membersihkan nama baiknya. Kalau kamu ingin menikah dengannya, aku bahkan bisa menandatangani surat cerai kapan saja. Tapi, aku nggak ingin m