Benira menambahkan, "Aku pikir kamu juga lumayan menyukaiku. Jadi, aku pun bermimpi untuk menjadi istrimu. Jelas-jelas mimpiku hampir tercapai, tapi kamu malah menghancurkan semuanya. Kamu juga mendesakku sampai aku nggak punya jalan lain lagi karena Clara melihat kita bermesraan.""Kalau begitu, bagaimana dengan masa mudaku yang kukorbankan? Bagaimana dengan bayi yang pernah kukandung dan tubuhku yang cacat ini? Satya, aku harus mencari perhitungan dengan siapa?" lanjut Benira.Benira melempar surat-surat keterangan operasi sehingga berserakan di lantai. Dia mendongak sembari tertawa. Air mata membasahi wajahnya. Dia memang kejam karena berniat membunuh Joe. Namun, dia melakukannya karena Satya mengecewakannya.Satya melepaskan tangannya, lalu mundur. Sekitar setengah jam kemudian, Satya keluar dari kamar hotel. Tatapannya sangat muram. Sementara itu, Gracia yang berdiri di depan pintu menunggu instruksi dari Satya.Namun, Satya malah mengangkat tangan dan berbicara dengan tenang, "Be
Clara mengejap, dia pikir ada yang salah dengan pendengarannya. Clara berujar, "Satya ... coba kamu ulangi sekali lagi."Satya mengulangi pertanyaannya, "Apa ini cukup untuk menukar nyawa Benira?"Setelah Satya selesai bicara, Clara menamparnya dengan kuat. Bahkan, tangan Clara juga terasa sakit dan telinganya berdengung. Suasana menjadi hening, hanya terdengar suara napas mereka berdua.Clara tidak bisa berkata-kata. Sesudah beberapa saat, dia baru bicara, "Satya, Joe itu anakmu. Benira hampir membunuh anakmu. Sekarang kamu mau pakai dokumen ini untuk menukar nyawanya? Apa nyawa Benira terlalu berharga atau nyawa kakakku yang nggak berharga?"Ibu mana pun tidak akan bisa menerima hasil seperti ini. Sebelum pergi, Satya berjanji kepada Clara untuk memberinya pertanggungjawaban. Setelah kembali, Satya malah mengecewakan Clara.Clara berucap sambil menangis, "Satya, aku sudah putus asa denganmu dan pernikahan kita. Aku nggak peduli kalau kamu berhubungan dengan wanita lain di luar. Tapi,
Clara tersenyum sinis kepada Satya. Pria ini mengatakan bahwa dia menyukainya? Ini adalah lelucon paling konyol yang pernah didengar Clara. Kemudian, Clara pergi tanpa ragu sedikit pun. Satya hendak menarik Clara, tetapi dia tidak sempat meraih tangannya.....Sore harinya, Annika datang menjenguk Joe. Satya pergi ke perusahaan sehingga di dalam kamar hanya ada Clara dan Aida. Mereka sedang menjaga Joe. Tubuh Joe sangat lemah, jadi dia terus tertidur. Sementara itu, wajah Clara pucat pasi.Annika mengkhawatirkan Clara. Kemudian, dia mencari kesempatan untuk bertanya kepada Aida.Tentu saja Aida tahu semuanya. Jadi, dia menceritakannya kepada Annika, "Awalnya Tuan sudah berjanji untuk memberi Nyonya pertanggungjawaban dengan memenjarakan Benira selama belasan tahun. Tapi, entah kenapa Tuan berubah pikiran setelah bertemu dengan Benira. Sepertinya Tuan memakai dokumen penting untuk menukar nyawa Benira. Jadi, Nyonya bertengkar dengan Tuan."Aida menyeka air mata dan menambahkan, "Dari se
Zakki mengangguk dan menyahut, "Aku akan mengurusnya."Lampu hijau menyala, Zakki menjalankan mobilnya. Dia memegang setir dan menyarankan, "Nanti coba kamu telepon kakakmu. Suruh dia perhatikan keluarganya, jangan terus berkeliaran di luar. Biarpun Clara itu adiknya Yoyok, dia sudah menikah dengan Satya dan melahirkan Joe. Hubungan darah itu ikatan yang nggak akan bisa diputuskan selamanya."Sesama pria tentu saling memahami. Zakki tahu sebenarnya orang yang disukai Satya adalah Clara. Kalau tidak, mereka tidak mungkin punya anak.Annika mengangguk dan bersandar di kursi. Dia merasa sedih sehingga tidak ingin bicara. Zakki menggenggam tangan Annika dengan lembut sambil fokus menyetir.....Malam itu, Zakki menyuruh pihak rumah sakit menyiapkan prosedur pemeriksaan kesehatan secara menyeluruh untuk Clara. Kemudian, suster mengantar berkas-berkas untuk Clara. Satya juga ada di kamar.Suster tersenyum dan menjelaskan, "Ini formulir pemeriksaan kesehatan Bu Clara. Pak Zakki yang mengurusn
Satya segera tiba di hotel. Kondisi Benira sudah setengah syok sehabis meminum antibiotik dan anggur. Satya menggendong Benira dan buru-buru melarikannya ke rumah sakit terdekat.Dokter memberi Benira obat pencuci perut dan melakukan prosedur enema. Setelah berjuang semalaman, akhirnya nyawa Benira terselamatkan.Pagi-pagi buta, Benira membuka matanya di ruang rawat. Dia memandang dinding polos di sekeliling dan mencium aroma obat yang samar di udara. Satya berdiri membelakanginya di depan jendela. Usai melewati kekalutan semalam, penampilannya tidak lagi rapi. Namun, rambutnya yang sedikit berantakan justru membuatnya terlihat seksi."Satya!" panggil Benira dengan haru.Satya tidak segera berbalik menghadap Benira. Dia memandang langit pagi di luar dan berujar datar, "Jangan menyiksa tubuhmu kalau kamu nggak benar-benar ingin mati. Kalau kamu melakukan hal seperti ini lagi, nyawamu mungkin nggak akan bisa dipertahankan.""Ternyata kamu masih peduli padaku," kata Benira.Satya perlahan
Suasana hati Benira terjun bebas, dia mulai mengancam untuk bunuh diri dengan melompat dari gedung.Satya adalah orang yang temperamental. Alih-alih membujuknya, dia malah menarik Benira ke tepi jendela, lalu berujar dengan tegas, "Lompat saja. Dengan begitu, kamu nggak usah ke luar negeri dan menyiksa diri sendiri lagi."Bibir Benira bergetar. Mendadak, dia memeluk Satya dan berkata pedih, "Nggak jadi, aku nggak jadi lompat! Aku akan patuh dan ke luar negeri sesuai perintahmu. Aku bakal hidup dengan baik di sana. Aku nggak akan mengganggumu lagi asalkan kamu menemaniku selama beberapa waktu di sini. Setelah aku keluar dari rumah sakit, kamu bisa pergi dan kembali bersama dia."Benira menangis lebih kencang di pelukan Satya. Katanya lagi, "Tapi, aku tetap mencintaimu! Wanita mana yang rela membiarkan orang yang dicintainya bersama wanita lain? Satya, kamu kejam! Kamu terlalu kejam!"Sinar mentari pagi mengenai wajah Satya, membuatnya terkesan sangat dingin. Pikir Satya, jika dirinya be
Aida ingin bertanya lebih jauh, tetapi dokter itu bersikeras hanya ingin bicara dengan keluarga Clara.Aida bergegas mengambil ponsel dan menghubungi nomor Satya. Sambil menunggu panggilan dijawab, dia terus bergumam gelisah, "Jawab telepon. Cepat jawab teleponnya!"Satya menjawab telepon Aida, tetapi kebetulan dia sedang menemani perawatan Benira. Jadi, dia berkata dengan nada tidak sabar, "Ada apa? Kalau nggak penting, kita bicarakan setelah aku pulang." Usai berkata begitu, dia langsung mematikan panggilan.Mendapati teleponnya dimatikan begitu saja, Aida sontak menangis cemas.Clara menghampiri jendela dan memandang ke luar, lalu berujar pelan, "Aku menerima diagnosis kanker hati sejak beberapa bulan lalu di Kota Aruma. Aku nggak menjalani pengobatan dan memang nggak mau berobat. Dokter, waktuku sudah nggak banyak lagi, ya? Jujurlah, aku sudah siap mental."Clara terdiam sejenak sebelum melanjutkan, "Aku cuma mencemaskan Joe."Aida tertegun, lalu menangis kencang sambil berkata, "N
Zakki menggendong Clara ke dalam ambulans. Zakki adalah lulusan kedokteran, jadi dia memberikan pertolongan pertama sampai kondisi Clara lebih stabil. Setelah itu, dia menghubungi departemen informasi Rumah Sakit Ruslan dan berkata, "Tolong periksa rekam medis Clara."Dua menit kemudian, karyawan departemen informasi bertutur dengan kaget, "Pak Zakki, Bu Clara mengidap kanker hati stadium akhir."Mendengar ini, ponsel Zakki terlepas dari tangannya. Setelah beberapa saat, dia tersadar dari lamunannya dan menghubungi Dania. Dia berujar, "Tolong selidiki keberadaan Yoyok. Temukan dia bagaimana pun caranya. Kalau masih sempat, dia harus melakukan transplantasi untuk Clara. Kalau nggak sempat, dia hanya bisa temui Clara untuk terakhir kalinya."Dania sontak terkejut. Dia menduga bahwa Clara sakit parah.Zakki membawa Clara ke Rumah Sakit Ruslan. Annika tiba duluan. Dia ikut mendorong brankar sambil bertanya Aida, "Apa kakakku sudah dihubungi?"Aida terus menyeka air matanya sembari menjawab