Satya kembali ke kamar utama. Clara tetap tidak mau meliriknya dan hanya hidup di dunianya sendiri. Mungkin dunia itulah yang paling indah untuknya. Tidak ada paksaan, monopoli, apalagi jarum yang dingin dan infus yang tiada akhirnya, serta penjara yang mewah ini.Sudah hampir dua tahun dia terkurung dalam rumah ini. Clara tidak mengerti, padahal Satya telah balas dendam dan merenggut masa muda serta cintanya .... Lalu, apa lagi yang membuat Satya masih merasa tidak puas?Satya berdiri di depan lemari dan meletakkan ponselnya di atas meja. Setelah itu, dia berkata dengan tenang terhadap Clara, "Clara, ayo kita negosiasi persyaratan!"Clara tertegun sejenak.Setelah itu, Satya kembali melanjutkan, "Ikut aku pulang ke Kota B! Aku akan membelikan rumah besar untukmu. Kalau kamu mau, kamu bisa terus bersekolah atau buka galeri lukisan yang berkelas. Aku nggak akan mengurungmu lagi! Joe juga akan ikut bersamamu, dia akan punya masa kecil dan orang tua yang utuh."Clara mengedipkan matanya p
Ujung kertas yang tajam menggores kulit Clara. Darah mengalir dari tangannya. Satya tetap bergeming. Dia tersenyum sinis dan berujar, "Robek saja. Lagi pula, itu hanya kopian."Clara memelototi Satya. Sementara itu, Satya malah merasa rileks. Akhirnya, mereka berdua tidak perlu berpura-pura lagi. Satya tidak perlu berusaha menunjukkan ketulusannya dan Clara tidak perlu bersikap lemah. Kenyataan memang begitu kejam.Dari awal, hubungan mereka berdua tidak mungkin membaik. Satya menyimpan perasaan dendam yang begitu mendalam, mana mungkin dia memiliki rasa cinta lagi?Satya tidak membujuk Clara. Dia turun ke lantai bawah. Di bawah cahaya lampu, Satya tetap terlihat elegan.Aida yang menggendong Joe segera bertanya saat melihat Satya turun, "Apa Nyonya sudah mau makan?"Satya menatap Aida sembari menyahut dengan dingin, "Tunggu sampai dia mau makan sendiri. Selain itu, suruh Dokter Jordy nggak usah datang. Mulai sekarang, dia nggak usah menyuntik vitamin lagi."Aida tertegun. Satya bernia
Clara tahu Satya memang kejam. Dia tertawa, lalu menimpali dengan sinis, "Satya, kamu juga merasa tersiksa karena harus menutupinya begitu lama, 'kan? Selama ini, kamu terus memikirkan cara untuk menyiksa kami. Alkohol dan wanita seperti obat biusmu, sedangkan rokok itu hiburan bagimu.""Coba kamu tanya dirimu sendiri, apa kamu sudah benar-benar keluar dari penjara? Nggak! Satya, sebenarnya kamu masih hidup di penjara!" lanjut Clara.Satya mendengus dan menanggapi, "Apa pun yang kamu bilang, kenyataannya tetap nggak bisa berubah. Aku tunggu keputusanmu."Clara menunduk sembari membalas, "Aku mau mempertimbangkannya lagi.""Tiga, dua, satu ...," ujar Satya. Dia tidak memberi Clara kesempatan untuk mengulur waktu lagi. Satya adalah orang yang kejam. Dia tidak akan bersikap lunak kepada wanita, apalagi Clara.Clara segera menyahut, "Aku setuju!"Kala ini, Clara merasa putus asa. Dia terus mengulang ucapannya, "Aku setuju. Satya, aku setuju."Clara sangat membenci Satya dan dirinya yang bo
Clara tidak bisa menghentikan. Satya tetap membuka pintu sambil menggendongnya. Di bawah sinar lampu, kulit putih Clara terlihat sangat mulus, bahkan berkilauan karena keringatnya.Rambut hitam Clara yang panjang pun tergerai di pinggangnya dan bergoyang dengan pelan. Semua ini membuatnya terlihat sungguh menggoda.Satya sama sekali tidak berhenti. Sementara itu, tatapan Clara tampak linglung. Setibanya di kamar, Satya menurunkannya di ranjang yang empuk dan melanjutkan permainannya yang kasar. Meskipun Clara menolak untuk bekerja sama, Satya tetap punya cara untuk membuatnya pasrah.Beberapa saat kemudian, ranjang menjadi berantakan. Di dalam kamar mewah ini, yang terdengar hanyalah suara derit kasur dan gumaman parau wanita. Clara terus memohon, tetapi Satya tidak berniat untuk melepaskannya.Sepasang mata yang suram itu menatap Clara lekat-lekat, berharap wanita ini tunduk. Satya punya tenaga untuk menyiksanya semalaman.Pada akhirnya, Clara tidak tahan lagi. Dia merangkul leher Sat
Gracia tersenyum sopan sambil membalas, "Harganya 400-an miliar!"Aida melirik sekilas Satya, perasaannya agak campur aduk. Apakah ini rumah atau kandang mewah untuk mengurung burung merak? Bagaimanapun, Aida berada di pihak Clara sehingga selalu mencemaskannya.Tidak seperti biasanya, Satya bersikap sangat perhatian kali ini. Dia membawa Clara dan Joe naik, lalu membuka pintu kamar utama di lantai 2. Selain kamar mereka, masih ada kamar bayi di dalamnya. Jadi, mereka bisa menjaga Joe sekaligus memiliki privasi.Joe masih kecil. Begitu masuk, Satya segera menutup jendela dan menyalakan penghangat ruangan. Ketika menoleh, dia melihat Clara menggendong Joe. Mereka seperti kembali ke masa lalu.Satya menatap sesaat dari samping jendela. Kemudian, dia berjalan ke belakang Clara dan memeluk keduanya. Saat ini, hati Satya dipenuhi kehangatan.Mungkin karena Clara menjadi lebih penurut, mungkin karena amarah Satya telah mereda, mungkin juga karena Satya telah memperoleh kepuasan. Intinya, pri
Satya tidak mengharapkan jawaban darinya. Dia menuruni tangga, lalu berjalan ke luar dan masuk ke mobil. Saat ini, dia baru merasa lebih lega.Gracia duduk di seberangnya. Satya menarik dasinya, lalu memejamkan mata dan bertanya, "Kamu juga merasa aku nggak seharusnya membawanya pulang, 'kan?"Gracia tersenyum tipis sembari menyahut, "Sekretaris yang berkualifikasi nggak pernah ikut campur masalah pribadi bosnya."Satya pun membuka matanya sedikit dan melirik Gracia dengan sinis.....Malam ini, Satya mengadakan rapat di perusahaan sehingga tidak pulang ke vila. Keesokan harinya, Clara pun menelepon Gracia.Sesudah mendengar permintaan Clara, Gracia berucap dengan lembut, "Aku akan memberi tahu Pak Satya nanti. Tapi, aku rasa dia juga akan setuju kalau kamu memberitahunya sendiri."Clara menggigit bibirnya dan membalas, "Aku nggak ingin bicara dengannya."Gracia termangu mendengarnya. Pada akhirnya, dia hanya bisa menghela napas. Setelah mengakhiri panggilan, dia memasuki ruang presdir
Ekspresi Yoyok berubah sedikit. Kemudian, dia meneruskan dengan pelan, "Hatinya ... sangat lembut."Clara teringat pada kejadian 2 tahun lalu. Annika memang berjasa padanya. Saat itu, Annika pergi ke Kota Aruma dari Kota Brata untuk membantunya merawat Davin sekeluarga. Hingga sekarang, Clara masih sangat berterima kasih padanya.Ketika hendak berbicara, Clara baru memperhatikan ekspresi Yoyok. Dia tertegun sesaat sebelum bertanya, "Kak, kamu menyukainya?"Ekspresi Yoyok terlihat sedih, tetapi dia tidak membantah. Dia meminta rokok dari seorang petugas, lalu menyalakannya dan mengisapnya kuat-kuat. Dia teringat pada sore hari di ruang kantornya. Itu pertama kalinya dia memperhatikan Annika dengan cermat. Cahaya redup, wajah Annika pun terlihat sedih. Meskipun begitu, wanita itu masih sangat cantik.Dulu, hanya ada pekerjaan dan dendam dalam hati Yoyok. Dia jarang sekali tertarik pada wanita, bahkan belum tentu melampiaskan nafsunya dalam sebulan.Namun, ketika melihat Annika hari itu,
Satya menunduk menatap tangan Clara, lalu berucap dengan suara agak rendah, "Besok kita pergi ke Kota Aruma, kamu harus menghadiri pesta denganku."Clara tahu Satya sedang mengerjakan proyek baru akhir-akhir ini. Pria ini pergi ke Kota Aruma untuk bertemu rekan bisnisnya.Clara bukan lagi wanita polos seperti dulu. Dia sudah mengerti cara bernegosiasi dengan Satya. Dia berkata, "Kamu bilang nggak bisa membebaskan kakakku. Tapi, aku tahu kemampuanmu. Kamu bisa membuatnya melewati kehidupan yang lebih baik di dalam sana."Wajah mungil Clara tampak indah dan memesona di bawah cahaya matahari. Satya melirik sekilas ke belakang, lalu mengeluarkan rokok dan menyalakannya.Melalui asap rokok, Satya mengamati Clara. Sesaat kemudian, dia terkekeh-kekeh dan menimpali, "Siapa yang memberitahumu ini? Bibi Aida atau Gracia?"Lagi pula, Clara tidak bisa berhubungan dengan orang lain, selain mereka berdua. Clara membalas, "Aku hanya menebak."Kemudian, Clara tersenyum getir dan meneruskan, "Kakakku s