Kemesraan pun berakhir. Di kamar tidur, hanya ada secercah cahaya remang. Di udara, masih tersisa aroma samar dari hubungan pria dan wanita.Joe berbaring untuk menenangkan diri. Dadanya yang berotot penuh dengan butiran keringat. Itu menunjukkan betapa keras usahanya tadi.Setelah agak tenang, Joe berbalik untuk memandang istrinya. Dia berucap pelan tentang hal pribadi suami istri, "Sudah beberapa waktu, kenapa belum hamil juga?"Joe mengelus perut istrinya yang rata dengan lembut. Dia sangat ingin memiliki seorang anak.Marcella masih terengah-engah. Mendengar kata-kata suaminya, dia membuka matanya dan menatap langit-langit yang gelap.Marcella menahan rasa pedih di matanya, lalu menjawab, "Mungkin belum waktunya.""Mungkin," ucap Joe yang menerima penjelasan itu. Dia mengajak istrinya mandi bersama agar menghemat waktu, tetapi Marcella menolak. Dia mengatakan bahwa dia tidak terbiasa mandi bersama.Joe tidak memaksa. Mereka berdua mandi secara terpisah di kamar mandi utama dan kama
Joe memicingkan matanya sedikit. Dia melihat istrinya sedang berbicara dengan seorang pria tampan di bawah pohon beringin. Ekspresinya tampak sangat santai, berbeda dengan saat dia berinteraksi dengan suaminya.Pria itu tampak sangat lembut dan kelihatannya bukan guru biasa. Selain itu, tatapannya terhadap Marcella juga terlihat penuh makna. Sorot matanya memancarkan kekaguman yang tidak bisa disembunyikan.Sesama pria memang lebih mengerti isi hati satu sama lain. Orang yang rela berbincang dengan wanita lain di cuaca sedingin ini di luar ruangan, sudah pasti menyimpan maksud tertentu. Joe tidak bisa menoleransi hal tersebut. Tanpa berniat memberi mereka waktu untuk berinteraksi lebih lama lagi, dia pun berjalan dengan langkah besar ke arah kedua orang itu."Marcella," panggilnya setelah berada di dekat mereka.Marcella menoleh dan melihat Joe dengan tertegun. Jelas sekali, dia tidak menyangka bahwa Joe akan datang untuk menjemputnya pulang kerja. Setelah beberapa saat kemudian, Joe m
"Lebih baik apa?" tanya Joe.Joe mengelus setirnya dengan pelan. Reaksinya terlihat santai dan wajah tampannya tidak menunjukkan emosi apa pun. Dia hanya menatap istrinya dengan tenang dan meneruskan pertanyaannya, "Lebih baik cerai? Supaya kamu bisa sama Nanda itu?"Ucapannya memang cukup membuat sakit hati.Marcella membuka pintu mobil dan hendak turun, tetapi pergelangan tangannya ditahan oleh seseorang. Dia menoleh pada Joe dengan mata berkaca-kaca. Dibandingkan dengan Marcella, reaksi Joe tampak jauh lebih tenang."Kamu marah?" tanya Joe. Jarang sekali dia berbicara seperti ini pada istrinya.Selama ini, mereka selalu saling menghormati satu sama lain. Namun, seorang artis, seorang wakil kepala sekolah, dan sekotak pil kecil berhasil menghancurkan hubungan mereka yang harmonis. Ternyata mereka bisa bertengkar, marah, dan cemburu seperti pasangan biasa pada umumnya. Meski semua itu lebih dominan karena alasan status mereka.Marcella adalah Nyonya Chandra. Joe tidak akan mengizinkan
Joe menerima tas yang berisi pesanannya, lalu mengangguk tanpa ekspresi dan membawa Marcella menuju lift. Di belakang mereka, beberapa karyawan Grup Chandra saling berbisik."Kukira dia bawa artis itu.""Sama.""Kalau dipikir-pikir, benar juga! Pak Joe baru menikah, wajar saja kalau masih mesra. Tapi siapa tahu ke depannya gimana?"....Tentu saja, obrolan yang tidak pantas ini tidak terdengar oleh Joe dan Marcella.Di dalam lift khusus presidential suite.Kantong tas yang berisikan kondom ukuran XXL terjatuh di lantai ....Punggung Marcella menempel pada dinding lift dengan Joe yang berdiri di hadapannya. Tubuh Joe yang tinggi, menjulang menutupi dirinya. Marcella hanya perlu mengangkat kepala sedikit untuk menyentuh dagu Joe.Joe memandangnya dari atas dengan tatapan yang dalam dan penuh hasrat. Marcella ingin mengalihkan pandangannya karena tidak tahan ditatap seperti itu oleh Joe. Namun, pria itu tidak mengizinkannya. Joe memegang dagu Marcella dengan pelan, kemudian menjatuhkan bi
Bagi pria seperti Joe, mengetahui bahwa istrinya menyukainya adalah hal yang sangat menggembirakan. Ini berarti dia tidak perlu mengeluarkan terlalu banyak usaha dalam pernikahan ini. Sebab, hati istrinya sudah ada padanya. Dengan begitu, dia tidak perlu khawatir tentang perselingkuhan atau masalah keturunan.Sesekali, dia akan meluangkan waktu untuk menghibur Marcella. Setelah Marcella melahirkan dua anak sebagai pewarisnya, Joe berencana untuk kembali fokus sepenuhnya pada pekerjaan.Pada saat itu, istrinya juga telah mendekati usia 30. Kepribadiannya juga pasti sudah lebih matang dan realistis. Pernikahan mereka pun akan menjadi lebih stabil. Joe merasa rencananya ini adalah rencana yang sempurna.Joe kembali menindih tubuh istrinya dan melakukannya sekali lagi.Mungkin karena telah menemukan cara berinteraksi yang cocok, dalam beberapa waktu ke depan, hubungan mereka berjalan dengan sangat baik. Hubungan mereka di ranjang juga terasa sangat harmonis.Setiap kali berhubungan intim,
Joe turun perlahan-lahan. Lantaran sedang berada di dalam rumah, dia sudah melepas jaketnya sedari tadi. Dari sakunya, dia mengambil sebuah angpau dan memberikannya pada Alaia. "Awalnya aku mau ngasih ini untukmu, tapi sekarang jadi untuk anak ini saja.""Terima kasih, Kak." Alaia mengambil angpau itu dan tersenyum lebar.Joe menatapnya dengan dalam. Namun, dia tidak lupa bahwa Alaia sudah menjadi istri orang lain sekarang. Oleh karena itu, Joe buru-buru menarik kembali pandangannya dan duduk di sofa sambil membaca majalah. Ekspresinya tampak tenang seperti biasanya.Ivander dan Vloryne turun bersamaan dari lantai atas.Vloryne adalah yang paling muda dan paling pandai bersikap manja. Dia menutup mata Joe dari belakang, lalu menggerutu, "Mana angpauku dan Ivander?"Joe mengeluarkan dua angpau lagi dan meletakkannya di meja teh. Nada bicaranya terdengar agak tidak sabaran, tetapi tetap penuh kasih, "Aku nggak mungkin nggak siapkan punya kalian."Setelah mendapatkan angpau tersebut, Vlor
Joe menoleh pada istrinya. Dia juga mengambilkan sepotong ikan dan menaruhnya di piring Marcella sambil berkata dengan lembut, "Makan yang banyak."Marcella tersenyum tipis. Satya baru memarahinya sambil tertawa, "Dasar! Begini baru benar!"Makan malam tahun baru itu berlangsung dengan sangat meriah.Pukul sembilan malam, langit mulai dihiasi salju halus yang turun perlahan. Pemandangan ini menambah suasana yang lembut di malam tahun baru dan membangkitkan kenangan yang dalam.Enam tahun ... mereka telah bersama selama enam tahun.Alaia mengikuti Xavier naik ke mobil. Satya merasa khawatir dan berkata, "Gimana kalau kalian menginap di sini? Besok pagi kalian bisa pulang sebelum makan siang. Ada banyak kamar di rumah ini dan kamar Alaia selalu rutin dibersihkan."Xavier duduk di kursi pengemudi. Dia menggenggam setir dan tersenyum hangat ke arah jendela sembari berkata, "Aku bakal nyetir pelan-pelan. Jangan khawatir, Ayah."Satya pun tidak memaksa mereka lagi. Dia mundur selangkah dan m
Tangan Marcella langsung menggenggam erat jimat tersebut. Sejenak kemudian, Joe berjalan masuk. Marcella langsung menyimpan jimat itu dan berkata dengan lembut sambil menatap suaminya, "Nggak apa-apa, kok! Kamu sudah selesai ngantarin orang?"Joe hanya menanggapinya dengan perlahan.Malam ini adalah malam tahun baru yang penuh makna. Ditambah lagi, salju-salju yang beterbangan di luar membuat hati Joe menjadi semakin lembut.Joe memeluk pundak Marcella sambil berkata, "Sebelumnya aku sudah suruh Tasya untuk persiapkan hadiah tahun baru, tapi malah lupa ambil .... Aku turun dulu untuk mengambilnya dari mobil.""Jangan!" Marcella menarik lengan baju Joe. "Terlalu dingin sekarang. Besok juga nggak apa-apa."Namun, Joe tetap bersikeras untuk turun. Dia memakai mantel tebal saat turun. Saat melewati pintu masuk, dia mengambil sebatang rokok dan menyalakannya, lalu berjalan ke mobil sambil merokok. Dia membuka pintu mobil, membungkuk, dan mengambil kotak perhiasan berwarna biru tua dari kurs