Merry menyandarkan kepalanya ke kepala Amari. Kemudian, dia berkata, "Aku akan pergi. Tolong jaga Amari untuk Bu Nella."Satya menggendong Amari, lalu berujar, "Tenang saja, kami pasti akan menjaga Amari dengan baik. Kami akan memberinya masa kecil dan masa depan yang indah."Dengan mata berkaca-kaca, Merry pun pergi.....Tiga hari kemudian, Satya pergi ke Grup Sadali untuk mencari Vigo. Dia ingin memberi tahu semua kebenaran.Amari yang telah menyelamatkan putra Vigo, tetapi Vigo malah membalas kebaikan Nella dengan mencelakainya. Satya ingin mempertanyakan kejantanan Vigo. Bagaimana bisa seorang pria sejati menyulitkan wanita sampai seperti itu?Lagi pula, semua ini adalah rencana Satya. Jika ingin membalas dendam, Vigo seharusnya mencari Satya dan bukan menargetkan seorang wanita. Apalagi, wanita itu telah melahirkan seorang anak untuk Vigo.Namun, sekretaris Vigo memberi tahu Satya bahwa Vigo tidak ada di perusahaan dan keluar untuk menghadiri pertemuan bisnis.Satya memaksa sekre
"Aku terlambat selangkah. Aku memang nggak sempat menolongnya, tapi setidaknya aku bisa menghajarmu!" bentak Satya.Satya sontak meraih kerah baju Vigo dan meninjunya tanpa henti. Hidung Vigo sampai patah karena serangan yang bertubi-tubi itu.Pada akhirnya, wajah Vigo babak belur dan tangan Satya juga terluka. Meskipun begitu, Satya tidak merasa sakit karena dia ingin menyadarkan Vigo.Vigo tergeletak di karpet. Napasnya terengah-engah, sekujur tubuhnya bersimbah darah. Satya pun menendangnya, lalu berkata, "Kamu telah membunuh wanita yang mencintaimu."Dengan mata memerah, Satya mengeluarkan mancis dan menyalakan rokok. Dia tidak ingin berbasa-basi dengan Vigo lagi dan mengatakan menunggu Vigo mencarinya.Pintu ruang privat dibuka dan ditutup kembali. Dinding sampai bergetar karena Satya membanting dengan kuat.Meskipun wajahnya berdarah, Vigo tetap tersenyum. Dia merasa puas. Dia akhirnya merasakan sakit. Namun, mana mungkin dia mencari Satya.Vigo memang telah mencelakai Nella, tet
Selesai makan, Diana pun pergi, meninggalkan Clara dan Satya. Suasana hati keduanya sangat buruk. Satya berdiri di depan jendela dan mangeluarkan sebatang rokok, tetapi tidak menyalakannya. Dia merasa bersalah kepada Nella.Nella sangat kasihan dan menyedihkan. Satya masih ingat saat Nella berlutut kepadanya dan memohon untuk diterima. Dunia ini terlalu mengecewakannya. Sementara itu, Vigo yang paling melukainya.Larut malam, Clara bersandar di bahu suaminya sambil berkata dengan lirih, "Rumah kita memang nggak kekurangan apa pun. Tapi, aku ingin memberikan lingkungan terbaik untuk Amari. Aku ingin ada orang yang bisa merencanakan masa depannya dengan baik dan mengorbankan segalanya untuknya."Satya menunduk dan bertanya dengan suara serak, "Maksudmu Diana?"Clara membalas, "Ya, Diana orang yang bisa diandalkan dan menyayangi anak kecil. Dia pasti bisa memberikan yang terbaik kepada Amari. Aku tenang kalau Amari bersamanya."Satya merenung sesaat. Kemudian, dia berkata, "Diana memang b
Seminggu kemudian, Jazli datang ke Kota Brata untuk mengurus bisnisnya. Dia berencana untuk langsung pergi setelah semuanya beres.Saat itu, hatinya benar-benar terluka karena Diana. Meskipun Jazli masih bisa teringat padanya, dia tidak akan menurunkan harga dirinya untuk mencari Diana. Kecuali, Diana yang mengambil inisiatif.Tanpa disangka, Diana meminta bantuan Dicky untuk menjadi mediator. Malam sebelum Jazli pulang, dia duduk di depan jendela sambil membaca koran. Jazli yang mengenakan kemeja biru tua tampak berkarisma. Dalam seminggu, dia menerima banyak panggilan telepon dari wanita.Dicky menuangkan secangkir teh dan meletakkannya di atas meja. Kemudian, dia bertanya, "Pak, kamu sudah sibuk seminggu, kenapa nggak pergi jalan-jalan?"Jazli menoleh melirik Dicky dan menyahut, "Dulu aku susah tidur kalau nggak ada wanita di sisiku. Sekarang aku justru lebih suka kedamaian."Dicky tersenyum dan berujar, "Kalau kamu memang ingin kedamaian, aku punya sebuah ide untukmu."Dicky tidak
Begitu mendengar tangisan bayi, Jazli pun merasa bingung. Dari mana datangnya bayi itu? Dia menatap Diana dengan tatapan heran. Diana mengambilkan lauk sambil berkata, "Jazli, coba ini. Ini masakan kampung halaman."Jazli meletakkan sendok dan garpunya, lalu bertanya, "Dari mana kamu dapat anak itu?"Diana merapikan rambut sambil menjawab dengan tersenyum, "Tentu saja aku yang melahirkannya.""Omong kosong." Jazli tidak mengungkit tentang Diana yang mandul. Setelah terdiam sejenak, dia meneruskan, "Kamu mengajakku bertemu bukan untuk membahas hubungan kita, tapi untuk anak yang nggak jelas asal-usulnya itu, 'kan? Kamu benar-benar serakah dan kejam!"Seusai berbicara, Jazli merasa sangat kesal sehingga menggebrak meja. Namun, dia tidak ingin pergi. Dia langsung naik ke lantai atas untuk melihat bayi itu.Pelayan tentu merasa cemas. Namun, Diana tampak menikmati makanannya dengan santai sambil berucap, "Biarkan saja dia bertemu Amari. Ayah dan anak memang harus saling bertemu."Diana ben
Suasana hati Jazli sedang buruk. Begitu melihat Vigo, dia pun merasa makin kesal. Vigo sedang minum-minum dengan ditemani seorang gadis cantik yang duduk di pangkuannya. Gadis itu terus membujuk Vigo untuk minum.Seketika, Jazli merasa sangat tidak nyaman. 'Heh! Ayah kandung anak itu bersenang-senang di sini, sedangkan Diana sibuk mengurus anak. Diana bahkan bersedia menikah dengan pria tua untuk masa depan anak itu!'Saking kesalnya, Jazli langsung main tangan. Meskipun terlihat lembut, Jazli punya tubuh yang kekar sehingga mudah saja baginya untuk mengalahkan Vigo. Dia sontak meraih kerah baju Vigo dan menahannya di dinding sambil membentak, "Enak sekali hidupmu! Wanita simpananmu mati dan meninggalkan anak, kamu malah santai di sini!"Wanita simpanan, anak .... Vigo merasa bingung. Sesaat kemudian, dia baru menyadari bahwa yang dimaksud Jazli adalah Nella. Jazli mengatakan Nella sudah mati dan meninggalkan anaknya. Namun, Nella sudah menggugurkan anak mereka waktu itu?Mata Vigo tam
Tidak salah juga. Siapa sangka Vigo yang bermartabat akan mabuk dan menggila saat tengah malam? Ketika penjaga keamanan hendak melapor polisi, terlihat seseorang yang bertubuh tinggi keluar dari kegelapan.Orang itu adalah Satya. Dia tadinya pasti sudah tertidur.Kala ini, Satya terlihat mengenakan piama hitam dan jaket hitam panjang. Udara di luar sangat dingin. Ada sebatang rokok di sela-sela jarinya yang sudah terbakar setengah.Lampu di teras sangat terang, menyorot wajah Satya yang tampan dan penampilan Vigo yang berantakan. Ketika melihat Satya, bibirnya terus bergetar dan bertanya, "Di mana Nella?"Satya mendengus dingin, lalu menyahut, "Sudah dikuburkan."Dikuburkan .... Kedua mata Vigo sontak terbelalak. Dia tidak bisa menerima hal ini, tetapi dia juga merasa sangat konyol. Jelas-jelas dia yang mau membunuh Nella. Sekarang, dia juga yang menyesal.Satya memegang rokok dan mengisapnya. Asap tipis terlihat sangat jelas di bawah cahaya lampu. Setelah asapnya menyebar, Satya melan
Vigo langsung pergi ke Kota Clasata. Dia mengendarai mobil ke sana. Malam itu, salju beterbangan di langit. Seluruh dunia seolah-olah dipenuhi dengan kalimat "aku mencintai Pak Vigo".Di luar mobil, salju berubah menjadi embun beku. Penghangat di dalam mobil tidak dinyalakan. Di malam yang sedingin itu, Vigo hanya mengenakan kemeja. Tubuhnya hampir membeku, tetapi hatinya justru seperti ada api yang berkobar.Vigo tidak tahu perasaannya terhadap Nella. Dulu, dia juga tidak pernah memikirkannya. Selama ini, dia mencintai sekaligus membenci orang-orang di sisinya. Namun kini, kalimat "aku mencintai Pak Vigo" terus terngiang di telinga Vigo untuk waktu yang lama.Lima jam kemudian, mobil Vigo terparkir di depan sebuah bangunan bergaya barat. Ada lapisan salju yang cukup tebal di depan pintu.Ternyata Kota Clasata juga turun salju. Seluruh dunia sedang turun salju, termasuk hati Vigo. Dia mengeluarkan kunci dan membuka pintu gerbang, lalu berjalan perlahan ke dalam rumah Nella.Terlihat bu