“Apa yang kau pikirkan?”Perkataan Roland membuat Michelle terkejut sampai bahunya terangkat. Wanita itu langsung berbalik dan panik menatap Roland yang sudah berada di dekatnya.“Kapan kau keluar dari kamar?” Michelle gugup bertanya.“Sejak kau keluar dari kamar.” Roland menanggapi tenang.Pria itu memerhatikan Michelle yang berusah keras menyembunyikan kegelisahan. Dia berpikir dalam ketenangannya. Tidak akan mudah bagi Roland mencari tahu apa yang Michelle pikirkan saat itu, sehingga dia mencari cara agar bisa menuntaskan rasa penasarannya.“Kau sudah mengantuk?”“Jika aku katakan “ya”, kau tidak akan mengizinkanku masuk ke kamar dan membiarkanku tidur.”Roland terkekeh lemah menanggapi sindiran sinis Michelle. “Aku membawa sebotol wine. Temani aku minum, setelah itu kau boleh tidur.”Michelle berusaha memercayai karena malas berdebat dengan Roland. Wanita itu melenggang tenang menuju dapur dan mengambil satu gelas wine.Seperti dulu, Michelle dengan terlatih membuka penutup botol w
Handphone yang terus berdering di meja nakas telah membangunkan Michelle dari tidurnya. Wanita itu tersentak terbangun, namun sayangnya disambut oleh rasa pusing yang menyiksa.Michelle tak memaksakan diri, lebih dulu dia bergerak tenang lewat cara menjernihkan pandangan mata. Kedua tangannya di kepala sedang memijat-mijat lembut sembari mengusir pusing yang menyiksa. Dengan cara serupa pula Michelle menggali ingatan akan keberadaannya.Matanya yang terbuka telah sempurna memindai ruangan kamar di mana dirinya berada. Mentari pagi yang menyapa di luar beserta kicauan burung turut serta memberitahu jika hari telah berganti.Samar-samar Michelle mengingat kejadian sebelum dia berakhir di ranjang tidurnya. Dia sedang menemani Roland menikmati sebotol wine di meja makan.Semula Michelle tak tergoda ketika Roland menyuguhkan segelas wine. Dia tahu batasan diri yang hanya mampu menikmati dua gelas minuman beralkohol. Lebih dari itu, bisa dipastikan Michelle akan tumbang dan tak berdaya.Teta
Suara bel yang berbunyi tiba-tiba telah menyentak Michelle dari pemikirannya yang mencekam. Bersamaan dengan jantungnya tersentak kaget, tubuhnya sempat bergetar singkat. Michelle sempat lemas dan kehilangan saking cemasnya diri.Suara bel yang kembali membelai telinga menyadarkan Michelle. Sehingga dia tidak membuang waktu untuk membuka pintu.Apakah itu Leah? Apa Roland benar-benar tidak mengambil Leah?Pemikiran itu berputar ketika Michelle berjalan menuju pintu. Terlepas dari situasi yang tidak diketahui sebelum terbangun, Michelle berharap besar ingatannya itu keliru. Bahwa ketika mabuk dia tak memberitahu Roland perihal kebenaran Leah.“Hai, Michelle.”Mata Michelle membulat pada sosok tamu yang tersenyum menyapa di depan pintu yang dia buka. Saking terkejutnya, Michelle terpaku kaku menatap satu orang dewasa itu bersama sosok anak laki-laki di sebelahnya.“Maaf aku mengganggu pagi-pagi.” Dia—Valencia yang canggung menyapa Michelle.Bukan hanya itu, Valencia juga sama terkejutny
Valencia langsung berinisiatif membawa Leah beserta Axel ke kamar Leah. Keputusannya memisahkan kedua anak-anak itu sangat tepat demi tak melihat perdebatan orang dewasa yang tak bisa meredam emosi.“Bibi, apa Mommy dan Paman Roland itu musuhan?” tanya Leah menarik perhatian Valencia.Valencia yang berdiri memutuskan duduk di sebelah Leah—yang duduk di tepian ranjang. “Kenapa Leah bicara seperti itu?”“Aku sedih setiap kali melihat Mommy dan Paman Roland seperti itu. Seperti kemarin sewaktu meninggalkan acara ulang tahun Axel, Mommy dan Paman Roland juga bertengkar hampir mirip seperti itu. Padahal waktu aku ada di penthouse Paman Roland, Paman Roland bilang mau menjadikan Mommy sebagai pacarnya. Kenapa mereka jadi bertengkar setiap kali bertemu?”Valencia tidak terlalu terkejut mendengar cerita Leah yang berbicara naif. Walaupun tidak menjalin hubungan baik, dia mengetahui Roland akan berusaha memiliki pada hal-hal yang disukai. Dan melihat sikap Roland beberapa waktu belakangan, Vale
Roland membiarkan Michelle melarikan diri dari pertanyaannya. Dia tak menahan Michelle yang mengunci diri di kamar dengan alasan ingin bersiap-siap.Roland merekam jelas di memori ingatannya mengenai semua perkataan yang Michelle ucapkan dalam keadaan mabuk. Dalam keterkejutan yang mengguncang mental dan pikiran, Roland sempat berulang kali bertanya pada Michelle yang sudah dipindahkan ke ranjang tidur.Di dalam pelukan Roland, Michelle yang mabuk dan mengantuk jelas-jelas mengatakan jika Leah adalah putri kandung Roland.Mengapa Michelle merahasiakan fakta itu? Mengapa Michelle mengumbar kebohongan mengenai sosok ayah Leah yang sudah meninggal sebelum Leah dilahirkan?Roland tak bisa tidur karena otaknya berpikir keras mencari jawaban. Pria itu menatap Michelle yang tertidur di pelukannya, berusa menyelami semua sikap Michelle yang selalu waspada terhadap dirinya.Roland terpaksa mengakui bahwa dia telah mengecewakan dan menyakiti Michelle enam tahun lalu. Sehingga Michelle memutuskan
“Anda mau menjaga Leah?” di meja makan itu, Michelle mengulangi pernyataan Valencia.Valencia tersenyum dan mengangguk yakin. “Nyonya Alins dan Tuan Darrol sedang tidak berada di sini, kau juga akan bekerja. Leah tidak mungkin sendirian di rumah. Dan menurutku sangat tidak tepat menitipkan Leah di tempat penitipan anak.”Jujur saja, Michelle merasa lega pada Valencia memberikan penawaran itu. Selain dirinya yang tidak bisa menjaga Leah karena harus bekerja, Michelle tidak punya pilihan tempat di mana Leah akan dititipkan. Sehingga ketika Valencia memberitahukan niat baiknya itu, Michelle yang baru keluar dari kamar langsung duduk di sebelah Valencia.Namun, ada keraguan yang menghambat Michelle untuk menjawab setuju. Selain takut merepotkan Valencia, Michelle takut Roland bertindak sesuatu pada Leah.Dia menatap Roland yang duduk bersebrangan dengannya, memindai reaksi pria yang banyak diam dan sibuk dengan handphone di genggaman tangan.Melihat tingkah Roland yang mendesak, Michelle
Plak! Tangan Ella telah melayang kejam di pipi Jemmy yang memerah perih. Matanya yang melotot semakin kejam membidik, sementara dadanya telah naik-turun karena terengah-engah sesak.“Pria sialan! Tutup mulut menjijikkanmu itu!” Ella memekik kesal.Jemmy tertawa menghina kemarahan Ella, sementara tangannya mengelus-elus pipinya yang perih. “Wah ... sialan kau, Ella.”Ella yang ingin membuka mulut terkejut oleh Jemmya yang mendesakknya. Bukan hanya itu saja, kedua sisi rahangnya sudah tersakiti oleh tangan besar Jemmy yang mencapit kencang seperti ingin meremukkan tulang-tulang rahang Ella. Wanita itu dibuat tak berkutik ketika Jemmy menyudutkannya ke dinding sampai kepalanya terpaku kaku di dinding ruangan.“Beraninya kau menamparku, Wanita Sialan! Tcuih!”Spontan mata Ella terpejam ketika begitu kejinya Jemmy meludah ke wajahnya.“Aku memiliki semua video-video kau yang bertelanjang dan kenikmatan oleh batangku, Ella! Aku juga masih menyimpan bukti-bukti pesan ketika kau mengemis men
“Selamat pagi, Nona Michelle.”Michelle terperangah, namun ekspresinya masih tetap tenang menatap wanita yang menyapa dan tersenyum ramah kepadanya. Bukan karena dia tidak mengenal, melainkan wanita itu adalah seorang administrator yang biasa duduk di meja tim kantor CEO.“Selamat pagi.” Michelle berusaha tenang menyapa sembari menghampiri wanita itu. “Apa kau menggantikan aku yang kemarin tidak masuk?” tanya Michelle berpikir positif atas keberadaan wanita itu.Suara telepon yang berbunyi di meja kerja telah menginterupsi mulut wanita itu. Michelle yang merasa meja itu adalah daerah tanggung jawabnya secara refleks bergerak cepat ingin mengangkat telepon.Namun, gerak wanita itu lebih cepat dari Michelle yang berakhir terkejut. Michelle sampai tak berkedip menatap wanita itu yang berbicara santun pada seseorang yang merupakan David.“Tuan David memintamu menemui beliau di ruangannya sekarang juga.”Seolah belum diberi jeda untuk berpikir, Michelle melayangkan tatapan bingungnya ke pi
Roland baru saja terbangun dari dunia mimpi yang singkat dirasakan. Tetapi dia kembali disuguhkan oleh hal-hal yang mustahil didapatkan.Walaupun sejak kemarin Michelle menunjukkan sisi lembut yang penurut, akalnya merasa seperti masih bermimpi mendengarkan pengakuan Michelle. Bahkan Roland memeriksa keadaan itu dengan mencermati jelas kehangatan tangan Michelle dalam genggamannya.“Katakan saja nanti setelah kau dalam kesadaran penuh. Aku tidak mau nantinya kau berpura-pura tidak mengingat ini,” ujar Roland yang samar-samar menyindir.“Aku akan ingat dan tidak akan berpura-pura.” Michelle meyakinkan dengan sorot mata lemah namun penuh keseriusan. “Seperti yang kau katakan terakhir kali di depan firma—sebelum balik ke New York, ayo kita lupakan masa lalu,” lanjut Michelle menegaskan.“Aku tidak ingin menahan semuanya dan berbohong pada diriku sendiri, bahwa kau masih tetap ada di hatiku. Mau sekeras apa pun aku melupakanku, rasanya semua sia-sia karena aku masih berdebar-debar setiap
Rutinitas pagi di kediaman Jullian berlangsung seperti biasanya. Para pelayan mulai sibuk melakukan kewajiban mereka di kediaman mewah itu, di mana tuan rumah baru saja kembali setelah beberapa waktu mendapatkan perawatan intensif di rumah sakit.Sayangnya, kesibukan mereka diselimuti oleh ketegangan yang diciptakan oleh sang pemilik kediaman. Yaitu Jullian yang menunjukkan emosi tak terbendung di ruangan santai teras belakang.Sejak sore kemarin, Jullian memang telah menunjukkan ekspresi kesal saat pulang ke rumah. Namun, kekesalan itu semakin bertambah ketika asisten pribadinya mengadukan perihal Roland yang batal menjemputnya di rumah sakit.“Jadi anak berandal itu batal menjemputku karena ke Los Angeles?” tanya Jullian penuh tekanan kepada asisten pribadinya yang merunduk.“Informasi yang saya terima bahwa Tuan Roland mendadak pergi ke Los Angeles.”Jullian berdecih kesal. “Dia pasti menemui wanita itu lagi! Demi wanita itu, anak berandal itu membohongiku!”Berbanding terbalik den
“Apa yang akan Kakak lakukan?” Valencia bertanya setelah polisi itu pergi.Mata Roland yang masih menyimpan seberkas emosi telah menatap Valencia. Pria itu memindai Valencia yang memucat dan wajah penuh lelah.“Aku kesal sekali pada kesimpulan polisi itu mengenai kasus Michelle,” lanjutnya membuat Roland menatap tajam.“Kesimpulan apa itu?” desak Roland ingin tahu.“Lewat suamiku dia mengatakan jika kesaksianku beserta sopir taksi itu tak memiliki kekuatan untuk menangkap David Revorman.”Valencia tak ragu-ragu mengadukan kesimpulan yang menjengkelkan—yang sebelumnya mendorong dirinya cepat-cepat mengadu pada Roland.“Polisi itu malah mengatakan jika Michelle bisa saja melakukan “pekerjaan” lain karena mungkin kebetulan saja berada di dekat lokasi rumah David. Dia juga mengatakan bahwa Michelle bukan lagi personal asisstant dari David Revorman. Melainkan hanya seorang administrator di firma itu. Bukankah Kakak berteman dengan David itu?”Setumpuk emosi memuncak ke ubun-ubun Roland, se
Ketika mulut Michelle terbuka guna lebih lanjut mengadu, suara ketukan pintu yang terdengar beruntun telah menghalangi keinginan Michelle. Sorot matanya teralihkan dari Roland yang menunjukkan eksprsi gelap. Michelle mencoba menoleh ke arah pintu yang terbuka, namun sayang terhalangi oleh tubuh gagah Roland yang masih menegang.“Selamat malam. Saya—polisi yang menangani kasus Nyonya Michelle.”Kecemasan yang tak menenangkan kembali menghantui Michelle setelah mendengar seseorang itu adalah pihak kepolisian. Sama seperti sebelumnya, Michelle masih belum mau berinteraksi dengan orang-orang yang tidak dikenal.“Beberapa saat lalu saya menghubungi dokter yang menangani Nyonya Michelle dan mengetahui bahwa beliau sudah sadar. Saya ingin sedikit bertanya-tanya pada Nyonya Michelle mengenai kasus yang menimpanya. Apa bisa saya berbicara dengan Nyonya Michelle?”Batin Michelle langsung menolak sebelum Roland maupun Valencia menoleh ke arahnya. Tangannya yang gemetaran telah terangkat, bersusa
Beberapa jam kemudian Michelle telah dipindahkan ke kamar inap setelah kondisinya dinyatakan stabil. Selang oksigen yang terpasang sudah dilepaskan, kecuali jarum beserta selang infus yang masih terpasang.Meski kondisinya dinyatakan lebih baik dari sebelumnya, Michelle masih bersikap sama yaitu tak mengendurkan sedikit rasa takut dan cemas.Jemarinya bertindak egois terhadap Valencia, tak ingin melepaskan sedikit tangan Valencia dari genggamannya. Bahkan ketika dokter memeriksakan keadaannya, Michelle tak ingin ditinggalkan sedetik pun oleh Valencia.Semua karena bayangan mengerikan itu mengisi seluruh pikiran Michelle.Ketika matanya terbuka, Michelle berpikir dirinya telah tidak lagi berada di bumi karena pandangan mata yang kabur pada warna putih mendominasi. Hal hampir serupa pernah Michelle rasakan ketika tak sadarkan diri sewaktu pasca melahirkan Leah.Namun setelah beberapa kali mengerjapkan mata dan penglihatan mata kembali jernih, Michelle menyadari dirinya yang masih bernya
Valencia membasuh air mata yang membasahi wajah cantiknya dengan sapu tangan pemberian suaminya. Napasnya masih saja sesak setelah memaksa diri agar berhenti dari tangisannya. Duduk di ruang tunggu itu, Valencia berakhir menyandarkan kepalanya di bahu suaminya.“Apa yang aku lakukan sudah benar, ‘kan?” tanya Valencia dengan nada masih sedikit terisak.“Mendengar bentakannya tadi, aku bisa menebak rasa terkejut dan kemarahan Kak Roland.” Albert berkomentar tenang.“Dia langsung mematikan telepon tanpa memberitahu apa yang akan dilakukan. Tetapi aku bisa menebak, dia pasti akan langsung ke sini tanpa peduli betapa penting pekerjaannya di sana.”Valencia berkomentar serupa ketika menormalkan kembali napasnya.“Aku hanya berharap Michelle cepat sadar agar bisa memberitahukan semua yang dia lalui sendirian,” lanjutnya berbicara.“Sebaiknya kau pulang saja, Valen. Aku akan menunggu perkembangan tentang Michelle di sini.”Pernyataan Albert membuat Valencia mengangkat kepalanya yang tenang be
Roland terduduk lemas di kursi penumpang belakang pada mobil yang dinaiki. Pria itu mengendurkan dasi yang melingkar rapi di leher, sengaja memberi ruang bebas pada tenggorokan yang dipenuhi sesak tak mengenakkan. Sementara itu mata abu-abunya menatap kosong ke arah depan, tak peduli pada Daniel yang melirik cemas seperti ingin menarik perhatian.Pembicaraan intens beberapa menit lalu bersama Alins dan Danny benar-benar menguras perasaan Roland. Selain mengetahui cerita hidup Michelle yang tertutup sempurna, dia juga mengetahui perihal penyakit dari dua orang yang seperti orang tua pengganti bagi Michelle.Alins mengidap kanker lambung stadium empat, di mana hari itu dokter di rumah sakit itu menyampaikan kabar buruk perihal kanker itu sudah menyebar dan menggerogoti ke jaringan lain di tubuhnya. Sementara Danny disarankan untuk beristirahat dari pekerjaannya dan melakukan tindakan pengobatan pada penyakit jantung yang diderita.Tak ada yang bisa Roland lakukan kecuali terdiam dan men
Roland terhenyak dalam pertanyaan Alins sampai mulutnya bungkam tidak bisa menjawab. Padahal pertanyaan yang diucapkan sudah Roland ketahui sendiri jawabannya, tetapi rasa penasaran mendesaknya ingin mencari tahu secara langsung.“Dibandingkan Michelle, kami sudah siap jika sewaktu-waktu kau mengetahui perihal Leah.” Danny memecahkan keheningan diri yang sebelumnya memilih menjadi pendengar. “Karena sebuah rahasia tidak ada yang abadi untuk disembunyikan,” lanjutnya menimpali.“Apa tujuanmu datang kali ini di kehidupan Michelle masih sama, Roland?” tanya Alins dengan kelembutan namun terselip sebuah ketegasan yang dirasakan kental.Roland masih bersikap sama. Entah mengapa mulutnya terasa sulit untuk terbuka dan bersuara.“Sejak kecil Michelle tak pernah mau menyulitkan siapa pun termasuk ibunya. Michelle kecil selalu terbiasa mandiri dengan sosok orang tua tunggal yang dia miliki. Mungkin karena ibunya yang merupakan kakak kandungku sudah memberitahu bahwa hanya Michelle hanya memili
Di dalam lift yang dinaiki, Roland melepaskan napas kasar. Pria itu merengkuh sedikit kelegaan setelah berbicara dengan Jullian. Setelah sekian lama berlalu, Roland tak lagi ragu ingin mengungkapkan alasan menceraikan Ella.Dia memiliki alasan yang tepat untuk tidak mengubur aib itu sendirian. Jika dulu dia memilih acuh, kali itu dia terdorong harus demi menata masa depan indah bersama wanita yang dicintai.“Sore ini bisa kosongkan jadwalku? Aku ingin menjemput daddy yang pulang sore ini.” Roland tenang meminta pada Daniel yang berdiri di belakang.“Saya akan mengatur untuk Anda.” Daniel mengulas senyuman getir setelah terpaksa memenuhi permintaan Roland.“Oh ... iya, Tuan. Saat menunggu Anda tadi, Nyonya Valencia menghubungi saya. Beliau menanyakan perihal Anda yang tidak menjawab telepon. Saya mengatakan jika Anda sedang menjenguk Tuan Jullian.”Roland tersadar pada handphone-nya yang di-silent-kan di dalam saku dalam jas setelah Daniel mengadu. Tanpa menuda pria itu merogoh saku dal