Ada beberapa bab lagi belum Nyun editing ya, besok Nyun up lagi beberapa bab maaf dan xoxo
“Anda mau menjaga Leah?” di meja makan itu, Michelle mengulangi pernyataan Valencia.Valencia tersenyum dan mengangguk yakin. “Nyonya Alins dan Tuan Darrol sedang tidak berada di sini, kau juga akan bekerja. Leah tidak mungkin sendirian di rumah. Dan menurutku sangat tidak tepat menitipkan Leah di tempat penitipan anak.”Jujur saja, Michelle merasa lega pada Valencia memberikan penawaran itu. Selain dirinya yang tidak bisa menjaga Leah karena harus bekerja, Michelle tidak punya pilihan tempat di mana Leah akan dititipkan. Sehingga ketika Valencia memberitahukan niat baiknya itu, Michelle yang baru keluar dari kamar langsung duduk di sebelah Valencia.Namun, ada keraguan yang menghambat Michelle untuk menjawab setuju. Selain takut merepotkan Valencia, Michelle takut Roland bertindak sesuatu pada Leah.Dia menatap Roland yang duduk bersebrangan dengannya, memindai reaksi pria yang banyak diam dan sibuk dengan handphone di genggaman tangan.Melihat tingkah Roland yang mendesak, Michelle
Plak! Tangan Ella telah melayang kejam di pipi Jemmy yang memerah perih. Matanya yang melotot semakin kejam membidik, sementara dadanya telah naik-turun karena terengah-engah sesak.“Pria sialan! Tutup mulut menjijikkanmu itu!” Ella memekik kesal.Jemmy tertawa menghina kemarahan Ella, sementara tangannya mengelus-elus pipinya yang perih. “Wah ... sialan kau, Ella.”Ella yang ingin membuka mulut terkejut oleh Jemmya yang mendesakknya. Bukan hanya itu saja, kedua sisi rahangnya sudah tersakiti oleh tangan besar Jemmy yang mencapit kencang seperti ingin meremukkan tulang-tulang rahang Ella. Wanita itu dibuat tak berkutik ketika Jemmy menyudutkannya ke dinding sampai kepalanya terpaku kaku di dinding ruangan.“Beraninya kau menamparku, Wanita Sialan! Tcuih!”Spontan mata Ella terpejam ketika begitu kejinya Jemmy meludah ke wajahnya.“Aku memiliki semua video-video kau yang bertelanjang dan kenikmatan oleh batangku, Ella! Aku juga masih menyimpan bukti-bukti pesan ketika kau mengemis men
“Selamat pagi, Nona Michelle.”Michelle terperangah, namun ekspresinya masih tetap tenang menatap wanita yang menyapa dan tersenyum ramah kepadanya. Bukan karena dia tidak mengenal, melainkan wanita itu adalah seorang administrator yang biasa duduk di meja tim kantor CEO.“Selamat pagi.” Michelle berusaha tenang menyapa sembari menghampiri wanita itu. “Apa kau menggantikan aku yang kemarin tidak masuk?” tanya Michelle berpikir positif atas keberadaan wanita itu.Suara telepon yang berbunyi di meja kerja telah menginterupsi mulut wanita itu. Michelle yang merasa meja itu adalah daerah tanggung jawabnya secara refleks bergerak cepat ingin mengangkat telepon.Namun, gerak wanita itu lebih cepat dari Michelle yang berakhir terkejut. Michelle sampai tak berkedip menatap wanita itu yang berbicara santun pada seseorang yang merupakan David.“Tuan David memintamu menemui beliau di ruangannya sekarang juga.”Seolah belum diberi jeda untuk berpikir, Michelle melayangkan tatapan bingungnya ke pi
“Ini uang yang kau minta pagi tadi.” Ella melemparkan amplop cokelat berisikan uang pada Jemmy yang berbaring santai di sofa panjang.Matanya menatap kesal Jemmy tersenyum sumringah mengintip isi amplop cokelat itu. Rasanya ingin sekali Ella mencakar-cakar wajah Jemmy yang menunjukkan ekspresi begitu menjengkelkan.“Aku pikir kau tidak takut padaku,” ucap Jemmy yang tertawa mengejek menghitung uang di dalam amplop. “Ternyata kau masih manis dan penurut seperti dulu,” lanjutnya menatap Ella dengan tatapan menggoda.Ella mendesis kesal, sementara dari hidungnya telah keluar napas panas seperti uap. Di dalam hati, Ella sudah merutuk sikap tak tahu diri Jemmy.“Kau harus tepati janjimu!” Ella mengungkit dengan penuh penekanan. “Jika kau tidak menepati janji, aku juga akan menggeretmu ke neraka bersamaku!”Jemmy tertawa mengejek ancaman Ella yang seperti lelucon menyenangkan. Saking menyenangkannya, wajahnya sampai memerah dan matanya berair.“Baiklah, aku tidak akan membuatmu menggeret ak
~ Beberapa menit sebelumnya ~Mobil yang ditumpangi hampir tiba menuju bandara private jet di kota itu. Di kursi penumpang belakang Roland sedang menatap foto di layar handphone-nya, di mana foto itu adalah potret dirinya memeluk Leah yang tersenyum ceria sebelum akhirnya beranjak pergi dari kediaman mewah Valencia.Di balik ketenangan yang dingin, Roland masih menyimpan perasaan yang sama. Pria itu masih terkejut dan tak memercayai Leah adalah putri kandungnya.Roland tak ingin munafik jika ada sebuah emosi yang ingin menghakimi Michelle. Bahkan sempat terbersit ingin membawa Leah dan menyembunyikannya dari Michelle.Pemikiran itu runtuh ketika Roland melihat dengan jelas kegelisahan Michelle pagi tadi. Dengan kedua matanya Roland melihat Michelle yang berantakan dan tak bisa berpikir jernih sewaktu merasa kehilangan Leah.“Tuan, detektif swasta bayaran yang kita perintah menggali kehidupan Nona Michelle selama enam tahun ini sudah mengirimkan laporannya.”Roland melayangkan tatapan t
Tiga menit sudah berlalu setelah Roland melayangkan ancaman kepada Michelle. Selama itu juga Roland berdiri di sebelah mobilnya yang terparkir di parkiran depan firma hukum itu.Mata abu-abunya menyorot ke arah pintu utama, di mana karyawan masuk dan keluar silih berganti sembari menatap sosoknya yang familiar dan rupawan. Yang tatapan mereka itu sama sekali tak dipedulikan oleh Roland. Karena tujuan utama Roland adalah menanti kehadiran Michelle.Selain itu, meski waktu sudah lewat dari ancamannya tak sedikit pun Roland berniat merealisasikan ancaman tersebut. Pria tampan berjas rapi itu hanya berniat membuat Michelle gelisah dan tak menolak keinginannya.Sorot mata yang redup itu perlahan menunjukkan sinaran cerah ketika menangkap kehadiran Michelle yang tergesa-gesa berjalan di lobby dalam. Bibir Roland berkedut, ingin mengulas senyuman manis tetapi terhalangi oleh getaran di dada.Di balik kesederhaannya, Michelle memiliki kecantikan alami yang terpancar jelas. Tak peduli pada pak
Jam istirahat terlewatkan begitu saja tanpa sempat dinikmati dengan damai. Sebaliknya, Michelle tertekan oleh beban pikiran yang menumpuk di kepala. Wanita itu sampai tak bernafsu makan.Ketika merasakan perutnya keroncongan pukul empat sore barulah Michelle mengisi perutnya. Itu pun hanya dengan sepotong permen karamel yang memang selalu Michelle sediakan di laci meja kerja untuk mengganjal perut di saat melewatkan makan siang.“Simpan dokumen ini ke ruangan arsip!”Suara kotak bermuatan berat yang khas menarik perhatian Michelle setelah perintah tak terbantahkan mengisi indera pendengaran. Keberadaan kotak di meja kerjanya yang tak hanya satu itu seketika memanggil Michelle untuk menoleh, memindai baik-baik kotak-kotak yang berisikan banyak tumpukan.“Kotak yang putih itu adalah dokumen yang tidak diperlukan. Jadi, file-file di sana harus kau musnahkan ruangan sebelah sebelum kau ke ruangan arsip,” titah wanita yang bersuara angkuh yang merupakan karyawan senior di departemen bagian
Michelle sengaja tidak menjemput Leah di rumah Valecia setelah pulang bekerja. Dia langsung menuju ke rumahnya dan mengumpulkan barang-barang yang ingin dikemas.Tekadnya sudah bulat menemui David. Termasuk mengembalikan barang-barang pemberian David yang merupakan barang inventaris firma yang belum Michelle kembalikan.Di kamarnya, Michelle telah mengemas rapi barang-barang itu ke dalam tas. Dia pun juga telah berpakaian rapi dalam dress formal berlengan se-siku yang memiliki tiga kancing di bagian dada.Michelle menatap bayangan diri yang terpantul di dalam cermin. Berulang kali dia menenangkan jantung yang berdebar-debar karena gugup, termasuk berulang kali mengembuskan napas.“Kau bisa, Michelle. Ayo, jangan gugup!” gumamnya mensugesti diri.Wanita itu beranjak dari depan meja rias. Dia berbalik menuju ranjang tidur untuk mengambil tas berisikan barang-barang yang ingin dikembalikan pada David dan tas kecil yang berisikan dompet beserta handphone.Mihcelle keluar dari kamar dengan
~ Beberapa hari kemudian ~Michelle mengantongi izin pulang setelah dokter memastikan kondisinya sudah jauh lebih baik dari sebelumnya. Beberapa luka yang menggores di tubuhnya pun mulai menutup, termasuk luka memar di tangan juga sepenuhnya memudar.Meskipun sudah bisa bergerak bebas seperti biasa, Michelle tak diizinkan turun dari ranjangnya. Wanita itu hanya diperbolehkan duduk di sana.Dan tidak usah ditanyakan siapa pelaku yang membuat Michelle kesal. Dia adalah Roland—yang sibuk merapikan barang-barang milik Michelle ke dalam sebuah tas.“Kita akan lebih dulu menjemput Leah di rumah Valen, lalu setelah itu kita akan ke penthouse-ku.” Roland dengan tenangnya memberitahu sembari menyelesaikan kegiatannya merapikan barang-barang ke dalam tas.“Maksudmu dengan kita? Apa aku dan Leah juga akan ke penthouse-mu?” Michelle memprotes, sementara matanya telah menatap tajam pada Roland yang berakhir menatapnya.Sebelum bersuara, lebih dulu Roland mengancingkan tas berisi barang-barang Mich
Tidur yang Roland inginkan adalah berbaring di samping Michelle dengan tangannya menggenggam tangan Michelle. Kehangatan dari jemari yang menyatu mampu menghibur Roland yang menatap dingin langit-langit kamar inap itu.Keinginan sederhana itu membuat jiwa Michelle gelisah. Dia bertanya-tanya di dalam hati dan mulai menerka-nerka masalah apa yang Roland hadapi.Sebelum meninggalkannya bersama Valencia, Michelle mengingat Roland yang menerima telepon. Jika telepon itu berkaitan dengan pekerjaan, Roland tak akan ambil pusing sampai emosinya tak terkendali. Sehingga Michelle menyimpulkan jika telepon itu berkaitan dengan seseorang yang mampu menguras emosi seorang Roland Archer.“Tadi aku menghabiskan makananku.”Alih-alih menanyakan langsung, Michelle sengaja berbasa-basi demi bisa membangun suasana berbicara dengan Roland.Suara tawa ringan Roland merespon, sekaligus berhasil memancing perhatiannya yang lama membisu pasca ciuman erotis beberapa waktu lalu.“Kau memang harus makan dengan
Di taman yang berada di halaman belakang rumah sakit, Roland menata perasaannya. Beberapa puntung rokok dari sebungkus rokok yang dibeli telah dihisap.Meskipun terlihat menikmati bagaimana reaksi rokok tersebut, ekspresi dingin penuh kebencian tak bisa Roland sembunyikan. Dia masih sulit menenangkan pikirannya dari keributan beberapa waktu lalu.David terang-terangan menyesal dan mengaku tersakiti. Dia merasa paling tak beruntung karena tak mendapatkan balasan perasaan dari Michelle.Kesimpulan itu yang membuat Roland naik pitam sampai menimbulkan sebongkah kebencian yang kokoh. Namun di sisi lain, timbul seberkas kekecewaan atas akhir hubungan pertemanan yang terjalin.Bagaimanapun David pernah menghibur Roland yang hancur lebur di masa lalu.Setelah mengembuskan asap dari rokok yang dihisap, Roland berjalan meninggalkan tempat itu. Selain sudah cukup mengatur perasaannya, Roland merasa sudah lama meninggalkan Michelle. Sehingga dia bergegas menemui Michelle.Ada setitik perubahan a
Langkah kaki Roland begitu tak sabar dan tergesa-gesa. Dia sampai tak peduli pada orang-orang yang tidak sengaja tertabrak apalagi meminta maaf.Emosinya memuncak sampai tak bisa diredupkan sedikit pun setelah menjawab telepon dari David. Entah sengaja memprovokasinya keluar dari kamar itu atau tidak, amarah dan kebencian Roland seketika menggelegak setelah mendengarkan ucapan David.David ingin bertemu dan meminta maaf secara langsung kepada Michelle.Bukan penolakan yang Roland sampaikan, melainkan keinginan bertemu secara empat mata. Dan David menentukan parkiran bawah tanah rumah sakit itu yang sepi tanpa adanya orang-orang.Keputusan Roland tak ingin mengotori tangan dan pandangannya telah lenyap sepenuhnya. Rasa muak yang memuncak dan keinginan amarah untuk dilampiaskan terdorong semakin kencang ketika melihat David keluar dari mobilnya. Logika Roland telah porak-poranda oleh emosi melihat eksepresi muram David.Bugh!Pukulan keras dari tangan Roland menyapa David dengan segenap
Tanpa peduli pada handphone-nya yang Roland kembalikan, Michelle masih betah menatap Roland yang pergi meninggalkannya bersama Valencia.Wanita itu penasaran pada si penelepon yang merubah suasana hati Roland. Tanpa curiga pada apa pun, Michelle berpendapat jika panggilan telepon itu berkaitan dengan pekerjaan.“Padahal pekerjaannya sangat banyak. Tapi dia lebih memilih merawatku dan mengambil cuti tahunan,” Michelle bergumam lemah dengan naifnya.Valencia tersenyum lemah mendengarkan gumaman itu. “Harusnya kau bahagia karena Kak Roland lebih memilihmu dibandingkan pekerjaannya.”Nampan berisi makanan yang Valencia bawa berakhir di letakkan di meja nakas bersebelahan dengan ranjang pasien. Kemudian Valencia mengantur ranjang itu lewat satu tombol di ujung kasur yang berakhir membuat posisi Michelle menjadi duduk tanpa harus bergerak.“Itu artinya kau adalah prioritas utama di hidupnya,” lanjut Valencia mengejek sambil tersenyum.“Tapi aku belum terbiasa.” Michelle mengulas senyuman ke
Sebelum berakhir di depan kamar inap itu, David telah lebih dulu mendatangi rumah Michelle. Pria itu tidak menaruh rasa curiga sedikit pun pada kesunyian yang mendominasi di bagian depan rumah Michelle.Hal itu sudah biasa David temukan setiap kali mendatangi kediaman itu. Namun, langkahnya yang ingin keluar berhenti ketika melihat Daniel sedang berkeliaran di sekitar halaman rumah.Rasa curiganya semakin menguat melihat Daniel yang didampingi seseorang memerhatikan sekitar dengan telitinya. David menduga seseorang itu adalah bodyguard Roland.Apa yang mereka lakukan? Apalagi tingkah mereka seperti mencari-cari sesuatu.Kalimat-kalimat itu membujuk David untuk segera beranjak dari sana. Dia dengan hati-hati mengemudikan mobilnya, berusaha keras tak memancing perhatian Daniel.Dan ketika berhasil berpindah di tempat yang aman, David berusaha mencari-cari seseorang yang ada di lingkungan perumah Michelle.Usahanya itu langsung membuahkan ketika berhasil mencegah langkah seseorang. Lewat
Pria yang selalu kejam dan tak berperasaan itu masih menangis tersedu di kaki Michelle. Dia tak malu memohon ampun dengan ironinya.Padahal selama Michelle mengenalnya tak pernah sekalipun Roland menunjukkan kelemahan apalagi sampai merendahkan diri.Roland sudah benar-benar berubah. Dia menunjukkan ketulusannya tanpa ragu. Dia pula yang melindungi serta menjaga Michelle yang terlilit dalam masalah.Keyakinan itu mendorong Michelle untuk tidak ada lagi alasan tidak memaafkan Roland.Wanita itu cukup kesulitan membujuk Roland yang masih memohon ampunan di kakinya. Sampai akhirnya Michelle berhasil menarik Roland dan menatap wajah pria itu yang dibasahi oleh air mata.Mata keabu-abuan yang terbiasa dingin itu diselimuti rona marah bercampur basahnya air mata. Senyar malu dan tak percaya diri mendominasi tatapan serta wajah tampan Roland.Dibandingkan mengukir senyuman atas ras puas di hati, Michelle lebih memilih membujuk Roland untuk naik ke ranjang sempit itu. Dan di ranjang itu, Mich
Michelle sendiri masih terdiam menafsirkan arah pembicaraan diantara mereka. Keheningan yang membentang tidak membuatnya tenang dalam berpikir. Melainkan tenggelam dalam riak-riak canggung bercampur bingung oleh intimidasi tatapan Roland.Di dalam hati Michelle bertanya-tanya, apa Roland sudah mengetahui perihal Leah?Michelle memiliki firasat kuat jika pendapatnya itu tak salah. Tanpa peduli, dia mengalihkan pandangan ke arah meja di mana amplop cokelat itu berada. Kemudian dia kembali menatap Roland yang menanti jawaban.Pria itu adalah Roland—yang selalu mencari cara untuk memuaskan hati. Bisa dipastikan Roland sudah mencari tahu mengenai kehidupannya sampai berujung pada Leah.Ya! Michelle percaya diri pada kesimpulannya.“Michelle.”Roland memanggil lembut seperti membujuk seorang kekasih. Sentuhan bibirnya di punggung tangan Michelle turut serta merayu dengan cara sama, yaitu menciumi dengan hangat dan sayang.“Aku tidak akan menghakimimu. Tenang saja,” bisiknya penuh ironi.Per
Itu adalah hasil yang dinanti. Alih-alih merasakan kebahagian, segenap rasa bersalah dan penyesalan lebih mendominasi jiwa Roland.Roland menyadari sesuatu, apakah dia pantas menyandang status ayah dari Leah?Roland adalah tersangka utama yang mendorong Michelle ke dalam kesulitan hidup. Egonya menyakiti Michelle. Amarahnya menghardik Michelle sampai tak bisa berkutik. Keputusannya menjadi awal perubahan hidup Michelle yang mencekam.Dia mencampakkan Michelle dengan sadar, sampai terlahirlah Leah yang menjadi korban keduanya.“Aku memang bajingan,” gumamnya frustrasi menyalahkan diri.Lebih tepatnya, Roland adalah bajingan yang tak tahu malu karena masih mengharapkan perasaan Michelle.Tetapi menghindari apalagi menghilangkan permasalahan itu bukan jalan terbaik. Roland telah berniat membahas kabar itu dengan Michelle di waktu yang tepat dan tak menekan Michelle pada situasi yang merusak kenyamanannya.Dengan sesekali menahan sesak, Roland frustrasi dalam diam.Handphone yang bergeta