Jam istirahat terlewatkan begitu saja tanpa sempat dinikmati dengan damai. Sebaliknya, Michelle tertekan oleh beban pikiran yang menumpuk di kepala. Wanita itu sampai tak bernafsu makan.Ketika merasakan perutnya keroncongan pukul empat sore barulah Michelle mengisi perutnya. Itu pun hanya dengan sepotong permen karamel yang memang selalu Michelle sediakan di laci meja kerja untuk mengganjal perut di saat melewatkan makan siang.“Simpan dokumen ini ke ruangan arsip!”Suara kotak bermuatan berat yang khas menarik perhatian Michelle setelah perintah tak terbantahkan mengisi indera pendengaran. Keberadaan kotak di meja kerjanya yang tak hanya satu itu seketika memanggil Michelle untuk menoleh, memindai baik-baik kotak-kotak yang berisikan banyak tumpukan.“Kotak yang putih itu adalah dokumen yang tidak diperlukan. Jadi, file-file di sana harus kau musnahkan ruangan sebelah sebelum kau ke ruangan arsip,” titah wanita yang bersuara angkuh yang merupakan karyawan senior di departemen bagian
Michelle sengaja tidak menjemput Leah di rumah Valecia setelah pulang bekerja. Dia langsung menuju ke rumahnya dan mengumpulkan barang-barang yang ingin dikemas.Tekadnya sudah bulat menemui David. Termasuk mengembalikan barang-barang pemberian David yang merupakan barang inventaris firma yang belum Michelle kembalikan.Di kamarnya, Michelle telah mengemas rapi barang-barang itu ke dalam tas. Dia pun juga telah berpakaian rapi dalam dress formal berlengan se-siku yang memiliki tiga kancing di bagian dada.Michelle menatap bayangan diri yang terpantul di dalam cermin. Berulang kali dia menenangkan jantung yang berdebar-debar karena gugup, termasuk berulang kali mengembuskan napas.“Kau bisa, Michelle. Ayo, jangan gugup!” gumamnya mensugesti diri.Wanita itu beranjak dari depan meja rias. Dia berbalik menuju ranjang tidur untuk mengambil tas berisikan barang-barang yang ingin dikembalikan pada David dan tas kecil yang berisikan dompet beserta handphone.Mihcelle keluar dari kamar dengan
Handphone yang berbunyi di genggaman tangan telah mengalihkan perhatian Valencia dari langkahnya menuju ruang bermain. Dia tertahan sejenak ketika memerhatikan layar handphone yang menyala, di mana nama Roland tertera jelas.“Halo, Kak?” sahut Valencia gugup yang tak menunda-nunda menanggapi telepon masuk dari Roland.Dari sambungan yang terhubung pula terdengar suara berisik mesin pesawat bercampur deruan angin. Yang secara tidak langsung menjelaskan Roland baru saja mendarat di New York.“Kakak sudah tiba di New York?” tanya Valencia memastikan pemikirannya.“Apa Leah masih di rumahmu?” Roland mengabaikan dengan suara dingin yang tak ramah seperti biasanya.Dan benar tebakan Valencia, jika Roland baru saja mendarat. Pria itu sedang berjalan menuju mobil yang menjemput di depan mata.“Leah masih di rumahku.” Valencia menanggapi senang, sama sekali tak mempermasalahkan sikap tak ramah saudara tirinya itu.“Ini sudah lebih jam tujuh malam, apa Michelle belum datang menjemput Leah? Aku m
“Maafkan saya datang di waktu yang tidak tepat.” Michelle langsung merundukkan kepala.Sungguh, wanita itu tak pernah membayangkan dihadapkan pada situasi itu. Penampilan David yang dinilai vulgar benar-benar ingin membuat Michelle kabur.Tetapi, dia menyadari bahwa tak boleh pergi dengan sia-sia. Karena dia telah penuh keberanian bisa sampai di titik itu.David tertawa mengejek sikap Michelle. “Kalau kau datang tidak tepat waktu, mana mungkin orangku mengajakmu ke sini.”Detik itu Michelle menyadari bahwa David memang berniat tak ramah menyambut kedatangannya. Sekaligus David memang sengaja berpenampilan vulgar di hadapan Michelle.Michelle menanggapi dalam diam dengan tatapan masih tertunduk. Seolah-olah dia menerima saja penghinaan David.Michelle bergeming tenang menyembunyikan rasa takut pada David yang beranjak pergi dari hadapannya. Wanita itu tak memiliki keberanian lebih untuk mengikuti langkah David. Sehingga Michelle berniat untuk mengutarakan kedatangannya dan menyelesaika
Bugh! Michelle berhasil membenturkan dahinya ketika David mendekat ke wajahnya. Benturan keras itu tepat mengenai hidung David yang berakhir membuat pria itu meringis kesakitan dan cengkraman tangannya di pergelangan tangan Michelle mengendur.Kesempatan itu langsung dimanfaatkan oleh Michelle. Dengan cepat Michelle mendorong David sekuat tenaga. Bahkan kaki yang tak lagi mengenakan heels akibat terlepas telah menendang kencang dada David saat pria itu ingin kembali menarik Michelle.Michelle segera bangkit setelah mengambil tas miliknya yang tak jauh dari jangkauan. Dia melarikan diri dengan bertelanjang kaki, sementara tangannya meremas kencang-kencang bagian depan pakaian yang kancingnya lepas akibat perbuatan kasar David.“Michelle!”Teriakan David yang memekik telah memaksa Michelle berlari kencang dan diminta jangan sampai tersandung dalam aksi penyelamatan diri.“Berhenti!”Instruksi tegas yang lantang diucapkan tak menggentarkan Michelle sedikit pun untuk menjauh dari David y
Rasa cemas mendera Valencia yang sedang menikmati waktu bersama Albert—suaminya di ruang baca. Pikirannya yang terganggu oleh sesuatu membuat Valencia tak fokus pada buku di tangannya.“Apa yang kau pikirkan?” Albert menegur lembut dari posisinya duduk di sebelah. “Sejak Kak Roland menelepon, kau terlihat banyak diam dan memikirkan sesuatu. Apa ada pembicaraan Kak Roland yang tidak mengenakkan hatimu?” tanya Albert perhatian.Valencia menggeleng lemah. “Kak Roland membuatku senang karena dia lebih peduli pada Axel. Dia mengatakan akan membeli hadiah pada Axel untuk pertama kali.”Albert tersenyum lembut. “Syukurlah hubunganmu dan Kak Roland mulai membaik karena adanya Leah beserta Michelle.”“Aku berharap kali ini bisa banyak membantu mereka. Terutama pada Michelle. Dia sudah banyak membantuku sejak dulu demi menjalin hubungan baik dengan Kak Roland,” ujar Valencia mengutarakan pikirannya.“Melihat sikap Kak Roland, dia pasti tidak akan peduli bagaimana Daddy berambisi menjodohkannya
“Bibi, apa yang terjadi pada Mommy?” Leah menarik tangan Valencia yang bergegas ingin pergi menuju rumah sakit.Di depan pintu utama kediaman mewah itu, Valencia berbalik menghadap ke Leah yang berkaca-kaca.“Mommy Leah terjatuh sehingga harus dirawat di rumah sakit.” Valencia terpaksa berbohong karena tak sanggup menyatakan kondisi Michelle yang sebenarnya.“Apa terjatuhnya sangat parah sampai harus dirawat di rumah sakit?” tanya Leah cemas.“Tidak terlalu, tetapi mommy Leah harus dirawat oleh dokter agar cepat sembuh.”“Leah! Aku dulu pernah jatuh dan dirawat di rumah sakit.” Tiba-tiba saja Axel bersuara yang dengan naif meyakinkan Leah. “Jadi, percaya saja pada Mommy dan Daddy-ku. Mommy dan Daddy akan memastikan keadaan mommy-mu baik-baik saja!”Valencia tersenyum menatap putranya yang begitu tulus menghibur Leah. Padahal Axel tidak tahu yang sebenarnya terjadi. Tetapi tindakannya itu mampu meyakinkan Leah yang perlahan-lahan mulai melepaskan tangan Valencia.“Tolong beritahu aku t
Jemari Valencia masih saja gemetaran menyentuh kulit pergelangan Michelle yang lebamnya mulai menggelap. Padahal itu sudah berulang kali Valencia lakukan, tetapi masih saja gemetaran setiap kali memeriksa keadaan Michelle.Dahi Michelle yang lebam, kedua sisi pipi yang juga terluka serupa. Kedua pergelangan tangan yang kanan maupun kiri—yang luka lebamnya lebih buruk dari dahi dan pipi. Belum lagi organ dalam Michelle yang terganggu akibat gas beracun.Entah bajingan mana yang tega melukai manusia baik dan tulus seperti Michelle. Setan apa yang merasuki pikiran orang itu sampai menaruh dendam begitu keji kepada Michelle.Valencia sampai merinding dan terperangah ketika mendengar kesaksian sopir taksi mengadukan perihal aroma alkohol yang kuat dari pakaian Michelle, tetapi hasil tes darah menyatakan Michelle tak mengonsumsi alkohol.Valencia mendesah kasar. “Michelle, apa yang orang-orang itu lakukan padamu?”“Jam besuknya sudah habis.”Sentuhan tangan Albert di bahu tiba-tiba menyadar
Roland baru saja terbangun dari dunia mimpi yang singkat dirasakan. Tetapi dia kembali disuguhkan oleh hal-hal yang mustahil didapatkan.Walaupun sejak kemarin Michelle menunjukkan sisi lembut yang penurut, akalnya merasa seperti masih bermimpi mendengarkan pengakuan Michelle. Bahkan Roland memeriksa keadaan itu dengan mencermati jelas kehangatan tangan Michelle dalam genggamannya.“Katakan saja nanti setelah kau dalam kesadaran penuh. Aku tidak mau nantinya kau berpura-pura tidak mengingat ini,” ujar Roland yang samar-samar menyindir.“Aku akan ingat dan tidak akan berpura-pura.” Michelle meyakinkan dengan sorot mata lemah namun penuh keseriusan. “Seperti yang kau katakan terakhir kali di depan firma—sebelum balik ke New York, ayo kita lupakan masa lalu,” lanjut Michelle menegaskan.“Aku tidak ingin menahan semuanya dan berbohong pada diriku sendiri, bahwa kau masih tetap ada di hatiku. Mau sekeras apa pun aku melupakanku, rasanya semua sia-sia karena aku masih berdebar-debar setiap
Rutinitas pagi di kediaman Jullian berlangsung seperti biasanya. Para pelayan mulai sibuk melakukan kewajiban mereka di kediaman mewah itu, di mana tuan rumah baru saja kembali setelah beberapa waktu mendapatkan perawatan intensif di rumah sakit.Sayangnya, kesibukan mereka diselimuti oleh ketegangan yang diciptakan oleh sang pemilik kediaman. Yaitu Jullian yang menunjukkan emosi tak terbendung di ruangan santai teras belakang.Sejak sore kemarin, Jullian memang telah menunjukkan ekspresi kesal saat pulang ke rumah. Namun, kekesalan itu semakin bertambah ketika asisten pribadinya mengadukan perihal Roland yang batal menjemputnya di rumah sakit.“Jadi anak berandal itu batal menjemputku karena ke Los Angeles?” tanya Jullian penuh tekanan kepada asisten pribadinya yang merunduk.“Informasi yang saya terima bahwa Tuan Roland mendadak pergi ke Los Angeles.”Jullian berdecih kesal. “Dia pasti menemui wanita itu lagi! Demi wanita itu, anak berandal itu membohongiku!”Berbanding terbalik den
“Apa yang akan Kakak lakukan?” Valencia bertanya setelah polisi itu pergi.Mata Roland yang masih menyimpan seberkas emosi telah menatap Valencia. Pria itu memindai Valencia yang memucat dan wajah penuh lelah.“Aku kesal sekali pada kesimpulan polisi itu mengenai kasus Michelle,” lanjutnya membuat Roland menatap tajam.“Kesimpulan apa itu?” desak Roland ingin tahu.“Lewat suamiku dia mengatakan jika kesaksianku beserta sopir taksi itu tak memiliki kekuatan untuk menangkap David Revorman.”Valencia tak ragu-ragu mengadukan kesimpulan yang menjengkelkan—yang sebelumnya mendorong dirinya cepat-cepat mengadu pada Roland.“Polisi itu malah mengatakan jika Michelle bisa saja melakukan “pekerjaan” lain karena mungkin kebetulan saja berada di dekat lokasi rumah David. Dia juga mengatakan bahwa Michelle bukan lagi personal asisstant dari David Revorman. Melainkan hanya seorang administrator di firma itu. Bukankah Kakak berteman dengan David itu?”Setumpuk emosi memuncak ke ubun-ubun Roland, se
Ketika mulut Michelle terbuka guna lebih lanjut mengadu, suara ketukan pintu yang terdengar beruntun telah menghalangi keinginan Michelle. Sorot matanya teralihkan dari Roland yang menunjukkan eksprsi gelap. Michelle mencoba menoleh ke arah pintu yang terbuka, namun sayang terhalangi oleh tubuh gagah Roland yang masih menegang.“Selamat malam. Saya—polisi yang menangani kasus Nyonya Michelle.”Kecemasan yang tak menenangkan kembali menghantui Michelle setelah mendengar seseorang itu adalah pihak kepolisian. Sama seperti sebelumnya, Michelle masih belum mau berinteraksi dengan orang-orang yang tidak dikenal.“Beberapa saat lalu saya menghubungi dokter yang menangani Nyonya Michelle dan mengetahui bahwa beliau sudah sadar. Saya ingin sedikit bertanya-tanya pada Nyonya Michelle mengenai kasus yang menimpanya. Apa bisa saya berbicara dengan Nyonya Michelle?”Batin Michelle langsung menolak sebelum Roland maupun Valencia menoleh ke arahnya. Tangannya yang gemetaran telah terangkat, bersusa
Beberapa jam kemudian Michelle telah dipindahkan ke kamar inap setelah kondisinya dinyatakan stabil. Selang oksigen yang terpasang sudah dilepaskan, kecuali jarum beserta selang infus yang masih terpasang.Meski kondisinya dinyatakan lebih baik dari sebelumnya, Michelle masih bersikap sama yaitu tak mengendurkan sedikit rasa takut dan cemas.Jemarinya bertindak egois terhadap Valencia, tak ingin melepaskan sedikit tangan Valencia dari genggamannya. Bahkan ketika dokter memeriksakan keadaannya, Michelle tak ingin ditinggalkan sedetik pun oleh Valencia.Semua karena bayangan mengerikan itu mengisi seluruh pikiran Michelle.Ketika matanya terbuka, Michelle berpikir dirinya telah tidak lagi berada di bumi karena pandangan mata yang kabur pada warna putih mendominasi. Hal hampir serupa pernah Michelle rasakan ketika tak sadarkan diri sewaktu pasca melahirkan Leah.Namun setelah beberapa kali mengerjapkan mata dan penglihatan mata kembali jernih, Michelle menyadari dirinya yang masih bernya
Valencia membasuh air mata yang membasahi wajah cantiknya dengan sapu tangan pemberian suaminya. Napasnya masih saja sesak setelah memaksa diri agar berhenti dari tangisannya. Duduk di ruang tunggu itu, Valencia berakhir menyandarkan kepalanya di bahu suaminya.“Apa yang aku lakukan sudah benar, ‘kan?” tanya Valencia dengan nada masih sedikit terisak.“Mendengar bentakannya tadi, aku bisa menebak rasa terkejut dan kemarahan Kak Roland.” Albert berkomentar tenang.“Dia langsung mematikan telepon tanpa memberitahu apa yang akan dilakukan. Tetapi aku bisa menebak, dia pasti akan langsung ke sini tanpa peduli betapa penting pekerjaannya di sana.”Valencia berkomentar serupa ketika menormalkan kembali napasnya.“Aku hanya berharap Michelle cepat sadar agar bisa memberitahukan semua yang dia lalui sendirian,” lanjutnya berbicara.“Sebaiknya kau pulang saja, Valen. Aku akan menunggu perkembangan tentang Michelle di sini.”Pernyataan Albert membuat Valencia mengangkat kepalanya yang tenang be
Roland terduduk lemas di kursi penumpang belakang pada mobil yang dinaiki. Pria itu mengendurkan dasi yang melingkar rapi di leher, sengaja memberi ruang bebas pada tenggorokan yang dipenuhi sesak tak mengenakkan. Sementara itu mata abu-abunya menatap kosong ke arah depan, tak peduli pada Daniel yang melirik cemas seperti ingin menarik perhatian.Pembicaraan intens beberapa menit lalu bersama Alins dan Danny benar-benar menguras perasaan Roland. Selain mengetahui cerita hidup Michelle yang tertutup sempurna, dia juga mengetahui perihal penyakit dari dua orang yang seperti orang tua pengganti bagi Michelle.Alins mengidap kanker lambung stadium empat, di mana hari itu dokter di rumah sakit itu menyampaikan kabar buruk perihal kanker itu sudah menyebar dan menggerogoti ke jaringan lain di tubuhnya. Sementara Danny disarankan untuk beristirahat dari pekerjaannya dan melakukan tindakan pengobatan pada penyakit jantung yang diderita.Tak ada yang bisa Roland lakukan kecuali terdiam dan men
Roland terhenyak dalam pertanyaan Alins sampai mulutnya bungkam tidak bisa menjawab. Padahal pertanyaan yang diucapkan sudah Roland ketahui sendiri jawabannya, tetapi rasa penasaran mendesaknya ingin mencari tahu secara langsung.“Dibandingkan Michelle, kami sudah siap jika sewaktu-waktu kau mengetahui perihal Leah.” Danny memecahkan keheningan diri yang sebelumnya memilih menjadi pendengar. “Karena sebuah rahasia tidak ada yang abadi untuk disembunyikan,” lanjutnya menimpali.“Apa tujuanmu datang kali ini di kehidupan Michelle masih sama, Roland?” tanya Alins dengan kelembutan namun terselip sebuah ketegasan yang dirasakan kental.Roland masih bersikap sama. Entah mengapa mulutnya terasa sulit untuk terbuka dan bersuara.“Sejak kecil Michelle tak pernah mau menyulitkan siapa pun termasuk ibunya. Michelle kecil selalu terbiasa mandiri dengan sosok orang tua tunggal yang dia miliki. Mungkin karena ibunya yang merupakan kakak kandungku sudah memberitahu bahwa hanya Michelle hanya memili
Di dalam lift yang dinaiki, Roland melepaskan napas kasar. Pria itu merengkuh sedikit kelegaan setelah berbicara dengan Jullian. Setelah sekian lama berlalu, Roland tak lagi ragu ingin mengungkapkan alasan menceraikan Ella.Dia memiliki alasan yang tepat untuk tidak mengubur aib itu sendirian. Jika dulu dia memilih acuh, kali itu dia terdorong harus demi menata masa depan indah bersama wanita yang dicintai.“Sore ini bisa kosongkan jadwalku? Aku ingin menjemput daddy yang pulang sore ini.” Roland tenang meminta pada Daniel yang berdiri di belakang.“Saya akan mengatur untuk Anda.” Daniel mengulas senyuman getir setelah terpaksa memenuhi permintaan Roland.“Oh ... iya, Tuan. Saat menunggu Anda tadi, Nyonya Valencia menghubungi saya. Beliau menanyakan perihal Anda yang tidak menjawab telepon. Saya mengatakan jika Anda sedang menjenguk Tuan Jullian.”Roland tersadar pada handphone-nya yang di-silent-kan di dalam saku dalam jas setelah Daniel mengadu. Tanpa menuda pria itu merogoh saku dal