Demi ayank rela jadwal berantakan, semua demi ayankkkk
Tiga menit sudah berlalu setelah Roland melayangkan ancaman kepada Michelle. Selama itu juga Roland berdiri di sebelah mobilnya yang terparkir di parkiran depan firma hukum itu.Mata abu-abunya menyorot ke arah pintu utama, di mana karyawan masuk dan keluar silih berganti sembari menatap sosoknya yang familiar dan rupawan. Yang tatapan mereka itu sama sekali tak dipedulikan oleh Roland. Karena tujuan utama Roland adalah menanti kehadiran Michelle.Selain itu, meski waktu sudah lewat dari ancamannya tak sedikit pun Roland berniat merealisasikan ancaman tersebut. Pria tampan berjas rapi itu hanya berniat membuat Michelle gelisah dan tak menolak keinginannya.Sorot mata yang redup itu perlahan menunjukkan sinaran cerah ketika menangkap kehadiran Michelle yang tergesa-gesa berjalan di lobby dalam. Bibir Roland berkedut, ingin mengulas senyuman manis tetapi terhalangi oleh getaran di dada.Di balik kesederhaannya, Michelle memiliki kecantikan alami yang terpancar jelas. Tak peduli pada pak
Jam istirahat terlewatkan begitu saja tanpa sempat dinikmati dengan damai. Sebaliknya, Michelle tertekan oleh beban pikiran yang menumpuk di kepala. Wanita itu sampai tak bernafsu makan.Ketika merasakan perutnya keroncongan pukul empat sore barulah Michelle mengisi perutnya. Itu pun hanya dengan sepotong permen karamel yang memang selalu Michelle sediakan di laci meja kerja untuk mengganjal perut di saat melewatkan makan siang.“Simpan dokumen ini ke ruangan arsip!”Suara kotak bermuatan berat yang khas menarik perhatian Michelle setelah perintah tak terbantahkan mengisi indera pendengaran. Keberadaan kotak di meja kerjanya yang tak hanya satu itu seketika memanggil Michelle untuk menoleh, memindai baik-baik kotak-kotak yang berisikan banyak tumpukan.“Kotak yang putih itu adalah dokumen yang tidak diperlukan. Jadi, file-file di sana harus kau musnahkan ruangan sebelah sebelum kau ke ruangan arsip,” titah wanita yang bersuara angkuh yang merupakan karyawan senior di departemen bagian
Michelle sengaja tidak menjemput Leah di rumah Valecia setelah pulang bekerja. Dia langsung menuju ke rumahnya dan mengumpulkan barang-barang yang ingin dikemas.Tekadnya sudah bulat menemui David. Termasuk mengembalikan barang-barang pemberian David yang merupakan barang inventaris firma yang belum Michelle kembalikan.Di kamarnya, Michelle telah mengemas rapi barang-barang itu ke dalam tas. Dia pun juga telah berpakaian rapi dalam dress formal berlengan se-siku yang memiliki tiga kancing di bagian dada.Michelle menatap bayangan diri yang terpantul di dalam cermin. Berulang kali dia menenangkan jantung yang berdebar-debar karena gugup, termasuk berulang kali mengembuskan napas.“Kau bisa, Michelle. Ayo, jangan gugup!” gumamnya mensugesti diri.Wanita itu beranjak dari depan meja rias. Dia berbalik menuju ranjang tidur untuk mengambil tas berisikan barang-barang yang ingin dikembalikan pada David dan tas kecil yang berisikan dompet beserta handphone.Mihcelle keluar dari kamar dengan
Handphone yang berbunyi di genggaman tangan telah mengalihkan perhatian Valencia dari langkahnya menuju ruang bermain. Dia tertahan sejenak ketika memerhatikan layar handphone yang menyala, di mana nama Roland tertera jelas.“Halo, Kak?” sahut Valencia gugup yang tak menunda-nunda menanggapi telepon masuk dari Roland.Dari sambungan yang terhubung pula terdengar suara berisik mesin pesawat bercampur deruan angin. Yang secara tidak langsung menjelaskan Roland baru saja mendarat di New York.“Kakak sudah tiba di New York?” tanya Valencia memastikan pemikirannya.“Apa Leah masih di rumahmu?” Roland mengabaikan dengan suara dingin yang tak ramah seperti biasanya.Dan benar tebakan Valencia, jika Roland baru saja mendarat. Pria itu sedang berjalan menuju mobil yang menjemput di depan mata.“Leah masih di rumahku.” Valencia menanggapi senang, sama sekali tak mempermasalahkan sikap tak ramah saudara tirinya itu.“Ini sudah lebih jam tujuh malam, apa Michelle belum datang menjemput Leah? Aku m
“Maafkan saya datang di waktu yang tidak tepat.” Michelle langsung merundukkan kepala.Sungguh, wanita itu tak pernah membayangkan dihadapkan pada situasi itu. Penampilan David yang dinilai vulgar benar-benar ingin membuat Michelle kabur.Tetapi, dia menyadari bahwa tak boleh pergi dengan sia-sia. Karena dia telah penuh keberanian bisa sampai di titik itu.David tertawa mengejek sikap Michelle. “Kalau kau datang tidak tepat waktu, mana mungkin orangku mengajakmu ke sini.”Detik itu Michelle menyadari bahwa David memang berniat tak ramah menyambut kedatangannya. Sekaligus David memang sengaja berpenampilan vulgar di hadapan Michelle.Michelle menanggapi dalam diam dengan tatapan masih tertunduk. Seolah-olah dia menerima saja penghinaan David.Michelle bergeming tenang menyembunyikan rasa takut pada David yang beranjak pergi dari hadapannya. Wanita itu tak memiliki keberanian lebih untuk mengikuti langkah David. Sehingga Michelle berniat untuk mengutarakan kedatangannya dan menyelesaika
Bugh! Michelle berhasil membenturkan dahinya ketika David mendekat ke wajahnya. Benturan keras itu tepat mengenai hidung David yang berakhir membuat pria itu meringis kesakitan dan cengkraman tangannya di pergelangan tangan Michelle mengendur.Kesempatan itu langsung dimanfaatkan oleh Michelle. Dengan cepat Michelle mendorong David sekuat tenaga. Bahkan kaki yang tak lagi mengenakan heels akibat terlepas telah menendang kencang dada David saat pria itu ingin kembali menarik Michelle.Michelle segera bangkit setelah mengambil tas miliknya yang tak jauh dari jangkauan. Dia melarikan diri dengan bertelanjang kaki, sementara tangannya meremas kencang-kencang bagian depan pakaian yang kancingnya lepas akibat perbuatan kasar David.“Michelle!”Teriakan David yang memekik telah memaksa Michelle berlari kencang dan diminta jangan sampai tersandung dalam aksi penyelamatan diri.“Berhenti!”Instruksi tegas yang lantang diucapkan tak menggentarkan Michelle sedikit pun untuk menjauh dari David y
Rasa cemas mendera Valencia yang sedang menikmati waktu bersama Albert—suaminya di ruang baca. Pikirannya yang terganggu oleh sesuatu membuat Valencia tak fokus pada buku di tangannya.“Apa yang kau pikirkan?” Albert menegur lembut dari posisinya duduk di sebelah. “Sejak Kak Roland menelepon, kau terlihat banyak diam dan memikirkan sesuatu. Apa ada pembicaraan Kak Roland yang tidak mengenakkan hatimu?” tanya Albert perhatian.Valencia menggeleng lemah. “Kak Roland membuatku senang karena dia lebih peduli pada Axel. Dia mengatakan akan membeli hadiah pada Axel untuk pertama kali.”Albert tersenyum lembut. “Syukurlah hubunganmu dan Kak Roland mulai membaik karena adanya Leah beserta Michelle.”“Aku berharap kali ini bisa banyak membantu mereka. Terutama pada Michelle. Dia sudah banyak membantuku sejak dulu demi menjalin hubungan baik dengan Kak Roland,” ujar Valencia mengutarakan pikirannya.“Melihat sikap Kak Roland, dia pasti tidak akan peduli bagaimana Daddy berambisi menjodohkannya
“Bibi, apa yang terjadi pada Mommy?” Leah menarik tangan Valencia yang bergegas ingin pergi menuju rumah sakit.Di depan pintu utama kediaman mewah itu, Valencia berbalik menghadap ke Leah yang berkaca-kaca.“Mommy Leah terjatuh sehingga harus dirawat di rumah sakit.” Valencia terpaksa berbohong karena tak sanggup menyatakan kondisi Michelle yang sebenarnya.“Apa terjatuhnya sangat parah sampai harus dirawat di rumah sakit?” tanya Leah cemas.“Tidak terlalu, tetapi mommy Leah harus dirawat oleh dokter agar cepat sembuh.”“Leah! Aku dulu pernah jatuh dan dirawat di rumah sakit.” Tiba-tiba saja Axel bersuara yang dengan naif meyakinkan Leah. “Jadi, percaya saja pada Mommy dan Daddy-ku. Mommy dan Daddy akan memastikan keadaan mommy-mu baik-baik saja!”Valencia tersenyum menatap putranya yang begitu tulus menghibur Leah. Padahal Axel tidak tahu yang sebenarnya terjadi. Tetapi tindakannya itu mampu meyakinkan Leah yang perlahan-lahan mulai melepaskan tangan Valencia.“Tolong beritahu aku t
~ Beberapa hari kemudian ~Michelle mengantongi izin pulang setelah dokter memastikan kondisinya sudah jauh lebih baik dari sebelumnya. Beberapa luka yang menggores di tubuhnya pun mulai menutup, termasuk luka memar di tangan juga sepenuhnya memudar.Meskipun sudah bisa bergerak bebas seperti biasa, Michelle tak diizinkan turun dari ranjangnya. Wanita itu hanya diperbolehkan duduk di sana.Dan tidak usah ditanyakan siapa pelaku yang membuat Michelle kesal. Dia adalah Roland—yang sibuk merapikan barang-barang milik Michelle ke dalam sebuah tas.“Kita akan lebih dulu menjemput Leah di rumah Valen, lalu setelah itu kita akan ke penthouse-ku.” Roland dengan tenangnya memberitahu sembari menyelesaikan kegiatannya merapikan barang-barang ke dalam tas.“Maksudmu dengan kita? Apa aku dan Leah juga akan ke penthouse-mu?” Michelle memprotes, sementara matanya telah menatap tajam pada Roland yang berakhir menatapnya.Sebelum bersuara, lebih dulu Roland mengancingkan tas berisi barang-barang Mich
Tidur yang Roland inginkan adalah berbaring di samping Michelle dengan tangannya menggenggam tangan Michelle. Kehangatan dari jemari yang menyatu mampu menghibur Roland yang menatap dingin langit-langit kamar inap itu.Keinginan sederhana itu membuat jiwa Michelle gelisah. Dia bertanya-tanya di dalam hati dan mulai menerka-nerka masalah apa yang Roland hadapi.Sebelum meninggalkannya bersama Valencia, Michelle mengingat Roland yang menerima telepon. Jika telepon itu berkaitan dengan pekerjaan, Roland tak akan ambil pusing sampai emosinya tak terkendali. Sehingga Michelle menyimpulkan jika telepon itu berkaitan dengan seseorang yang mampu menguras emosi seorang Roland Archer.“Tadi aku menghabiskan makananku.”Alih-alih menanyakan langsung, Michelle sengaja berbasa-basi demi bisa membangun suasana berbicara dengan Roland.Suara tawa ringan Roland merespon, sekaligus berhasil memancing perhatiannya yang lama membisu pasca ciuman erotis beberapa waktu lalu.“Kau memang harus makan dengan
Di taman yang berada di halaman belakang rumah sakit, Roland menata perasaannya. Beberapa puntung rokok dari sebungkus rokok yang dibeli telah dihisap.Meskipun terlihat menikmati bagaimana reaksi rokok tersebut, ekspresi dingin penuh kebencian tak bisa Roland sembunyikan. Dia masih sulit menenangkan pikirannya dari keributan beberapa waktu lalu.David terang-terangan menyesal dan mengaku tersakiti. Dia merasa paling tak beruntung karena tak mendapatkan balasan perasaan dari Michelle.Kesimpulan itu yang membuat Roland naik pitam sampai menimbulkan sebongkah kebencian yang kokoh. Namun di sisi lain, timbul seberkas kekecewaan atas akhir hubungan pertemanan yang terjalin.Bagaimanapun David pernah menghibur Roland yang hancur lebur di masa lalu.Setelah mengembuskan asap dari rokok yang dihisap, Roland berjalan meninggalkan tempat itu. Selain sudah cukup mengatur perasaannya, Roland merasa sudah lama meninggalkan Michelle. Sehingga dia bergegas menemui Michelle.Ada setitik perubahan a
Langkah kaki Roland begitu tak sabar dan tergesa-gesa. Dia sampai tak peduli pada orang-orang yang tidak sengaja tertabrak apalagi meminta maaf.Emosinya memuncak sampai tak bisa diredupkan sedikit pun setelah menjawab telepon dari David. Entah sengaja memprovokasinya keluar dari kamar itu atau tidak, amarah dan kebencian Roland seketika menggelegak setelah mendengarkan ucapan David.David ingin bertemu dan meminta maaf secara langsung kepada Michelle.Bukan penolakan yang Roland sampaikan, melainkan keinginan bertemu secara empat mata. Dan David menentukan parkiran bawah tanah rumah sakit itu yang sepi tanpa adanya orang-orang.Keputusan Roland tak ingin mengotori tangan dan pandangannya telah lenyap sepenuhnya. Rasa muak yang memuncak dan keinginan amarah untuk dilampiaskan terdorong semakin kencang ketika melihat David keluar dari mobilnya. Logika Roland telah porak-poranda oleh emosi melihat eksepresi muram David.Bugh!Pukulan keras dari tangan Roland menyapa David dengan segenap
Tanpa peduli pada handphone-nya yang Roland kembalikan, Michelle masih betah menatap Roland yang pergi meninggalkannya bersama Valencia.Wanita itu penasaran pada si penelepon yang merubah suasana hati Roland. Tanpa curiga pada apa pun, Michelle berpendapat jika panggilan telepon itu berkaitan dengan pekerjaan.“Padahal pekerjaannya sangat banyak. Tapi dia lebih memilih merawatku dan mengambil cuti tahunan,” Michelle bergumam lemah dengan naifnya.Valencia tersenyum lemah mendengarkan gumaman itu. “Harusnya kau bahagia karena Kak Roland lebih memilihmu dibandingkan pekerjaannya.”Nampan berisi makanan yang Valencia bawa berakhir di letakkan di meja nakas bersebelahan dengan ranjang pasien. Kemudian Valencia mengantur ranjang itu lewat satu tombol di ujung kasur yang berakhir membuat posisi Michelle menjadi duduk tanpa harus bergerak.“Itu artinya kau adalah prioritas utama di hidupnya,” lanjut Valencia mengejek sambil tersenyum.“Tapi aku belum terbiasa.” Michelle mengulas senyuman ke
Sebelum berakhir di depan kamar inap itu, David telah lebih dulu mendatangi rumah Michelle. Pria itu tidak menaruh rasa curiga sedikit pun pada kesunyian yang mendominasi di bagian depan rumah Michelle.Hal itu sudah biasa David temukan setiap kali mendatangi kediaman itu. Namun, langkahnya yang ingin keluar berhenti ketika melihat Daniel sedang berkeliaran di sekitar halaman rumah.Rasa curiganya semakin menguat melihat Daniel yang didampingi seseorang memerhatikan sekitar dengan telitinya. David menduga seseorang itu adalah bodyguard Roland.Apa yang mereka lakukan? Apalagi tingkah mereka seperti mencari-cari sesuatu.Kalimat-kalimat itu membujuk David untuk segera beranjak dari sana. Dia dengan hati-hati mengemudikan mobilnya, berusaha keras tak memancing perhatian Daniel.Dan ketika berhasil berpindah di tempat yang aman, David berusaha mencari-cari seseorang yang ada di lingkungan perumah Michelle.Usahanya itu langsung membuahkan ketika berhasil mencegah langkah seseorang. Lewat
Pria yang selalu kejam dan tak berperasaan itu masih menangis tersedu di kaki Michelle. Dia tak malu memohon ampun dengan ironinya.Padahal selama Michelle mengenalnya tak pernah sekalipun Roland menunjukkan kelemahan apalagi sampai merendahkan diri.Roland sudah benar-benar berubah. Dia menunjukkan ketulusannya tanpa ragu. Dia pula yang melindungi serta menjaga Michelle yang terlilit dalam masalah.Keyakinan itu mendorong Michelle untuk tidak ada lagi alasan tidak memaafkan Roland.Wanita itu cukup kesulitan membujuk Roland yang masih memohon ampunan di kakinya. Sampai akhirnya Michelle berhasil menarik Roland dan menatap wajah pria itu yang dibasahi oleh air mata.Mata keabu-abuan yang terbiasa dingin itu diselimuti rona marah bercampur basahnya air mata. Senyar malu dan tak percaya diri mendominasi tatapan serta wajah tampan Roland.Dibandingkan mengukir senyuman atas ras puas di hati, Michelle lebih memilih membujuk Roland untuk naik ke ranjang sempit itu. Dan di ranjang itu, Mich
Michelle sendiri masih terdiam menafsirkan arah pembicaraan diantara mereka. Keheningan yang membentang tidak membuatnya tenang dalam berpikir. Melainkan tenggelam dalam riak-riak canggung bercampur bingung oleh intimidasi tatapan Roland.Di dalam hati Michelle bertanya-tanya, apa Roland sudah mengetahui perihal Leah?Michelle memiliki firasat kuat jika pendapatnya itu tak salah. Tanpa peduli, dia mengalihkan pandangan ke arah meja di mana amplop cokelat itu berada. Kemudian dia kembali menatap Roland yang menanti jawaban.Pria itu adalah Roland—yang selalu mencari cara untuk memuaskan hati. Bisa dipastikan Roland sudah mencari tahu mengenai kehidupannya sampai berujung pada Leah.Ya! Michelle percaya diri pada kesimpulannya.“Michelle.”Roland memanggil lembut seperti membujuk seorang kekasih. Sentuhan bibirnya di punggung tangan Michelle turut serta merayu dengan cara sama, yaitu menciumi dengan hangat dan sayang.“Aku tidak akan menghakimimu. Tenang saja,” bisiknya penuh ironi.Per
Itu adalah hasil yang dinanti. Alih-alih merasakan kebahagian, segenap rasa bersalah dan penyesalan lebih mendominasi jiwa Roland.Roland menyadari sesuatu, apakah dia pantas menyandang status ayah dari Leah?Roland adalah tersangka utama yang mendorong Michelle ke dalam kesulitan hidup. Egonya menyakiti Michelle. Amarahnya menghardik Michelle sampai tak bisa berkutik. Keputusannya menjadi awal perubahan hidup Michelle yang mencekam.Dia mencampakkan Michelle dengan sadar, sampai terlahirlah Leah yang menjadi korban keduanya.“Aku memang bajingan,” gumamnya frustrasi menyalahkan diri.Lebih tepatnya, Roland adalah bajingan yang tak tahu malu karena masih mengharapkan perasaan Michelle.Tetapi menghindari apalagi menghilangkan permasalahan itu bukan jalan terbaik. Roland telah berniat membahas kabar itu dengan Michelle di waktu yang tepat dan tak menekan Michelle pada situasi yang merusak kenyamanannya.Dengan sesekali menahan sesak, Roland frustrasi dalam diam.Handphone yang bergeta