Lukas menatap nyalang Dahayu yang sangat percaya diri mengatakan 'hancurlah bersama keluarga Jayantamu' padahal Dahayu sendiri juga istri seorang Jayanta. "Kamu pikir, kamu siapa tanpa nama besar Jayanta?" cibir Lukas sinis. Dahayu kembali menaikan alisnya dan berucap dingin. "Aku adalah aku, Lukas. Jika kamu mengatakan menantangmu yang adalah menantang keluarga Jayanta. Maka dengan bangga aku mengatakan, aku berhasil menyelamatkan perusahaanku dari tekanan putra kedua Jayanta dengan namaku sendiri. Bukan atas nama keluarga Jayanta atau istri seorang Aksa Jayanta. Jadi siapa musuhku di sini?" Lukas terdiam mendengar pertanyaan sinis Dahayu. Ini juga sebuah tamparan bagi Lukas bahwa Dahayu mempunyai kemampuan, sementara dia selalu mengandalkan nama keluarganya. "Kali ini aku membiarkanmu, karena kamu sudah terperosok dalam jebakanmu sendiri. Tapi perlu kamu ingat, aku sudah menandaimu, jika kamu masih berani mengusikku, jangan harap aku mengampunimu," pungkas Dahayu kemudian masuk k
Dahayu menarik napas dalam sembari menyetir. Meski bersama Aksa juga bukan hal yang dia inginkan, tapi sungguh dia tidak ingin dekat dengan laki-laki manapun saat ini. Dia sudah cukup bekerja keras untuk membangun image yang baik di mata masyarakat kota Zimo. Aksa juga tidak mau menceraikannya. Dia tidak akan menodai namanya dengan terlibat perselingkuhan dengan laki-laki lain. Namun, baru saja merasa terbebas dari Satya, sampai di basemen apartemen laki-laki itu muncul lagi dengan senyum ramah yang membuat Dahayu tidak nyaman. 'Sial ... kenapa dia mengikutiku sampai sini?' Dahayu bergegas menuju ke arah lift tak ingin terlibat terlalu jauh dengan Satya. Tapi sungguh tidak beruntung, nyatanya Satya juga ikut masuk ke dalam lift dengan gerakan santai seakan tidak terjadi kecanggungan. Dahayu hanya diam, gestur tubuhnya juga terlihat waspada dengan mengambil jarak dengan Satya. Satya tersenyum tenang melihat Dahayu sangat memberi batasan untuknya. "Maaf, jika kata-kataku di ping
Musim semi hampir berakhir, tapi udara dingin masih bisa dirasakan.Di depan hanggar pribadi miliknya, Aksa memakaikan mantel warna pink yang sangat imut di tubuh mungil Dahayu. Juga syal bulu putih untuk menghangatkan leher. "Jaga dirimu baik-baik," ucap Aksa setelah mengecup bibir Dahayu sekilas, lantas mengelus pelan pipi halus yang terlihat mulus.Hari ini Dahayu memang akan berangkat ke negara Y. Meski kompetisi parfum diselenggarakan tiga hari lagi, namun berangkat lebih awal akan membuat Dahayu bisa istirahat dengan cukup dan mempersiapkan diri dengan baik di negara tersebut.Dahayu menatap Aksa sejenak, ada semburat pertanyaan di mata itu.Aksa sudah tahu apa yang ada dipikiran Dahayu saat ini, tapi dia masih memancing istri mudanya untuk bersuara. Perempuan itu sangat pelit kata saat berada di dekatnya."Kenapa kamu melakukan ini? Kamu sudah mengatakan tidak akan ikut campur dan menyuruhku untuk usaha sendiri."Aksa tersenyum, akhirnya suara merdu yang dia rindukan dapat dia
Sudah lewat dari tengah malam saat Aksa tiba di negara Y. Tangannya mengusap pelan kepala Dahayu yang saat ini terbaring di brankar rumah sakit. Dia sudah berusaha memberi keamanan ekstra pada Dahayu, tapi nyatanya masih saja kecolongan.Untung saja luka Dahayu tidak berakibat fatal. Hanya tangan kanannya yang sedikit memprihatinkan lantaran terkena benturan dari samping."Bagaimana?" tanya Aksa pelan saat melihat Ethan tiba."Seperti prediksi Anda, Tuan. Tuan muda kedua yang melakukan ini."Aksa menghela napas samar, dan mencibir, "Ternyata dia mempunyai rencana cadangan."Sampai saat ini Aksa masih merahasiakan bahwa Lukas menyerang ayah Dahayu di desa, tujuannya jelas agar Dahayu batal mengikuti kompetisi parfum tingkat internasional.Karena itu juga Aksa melarang Dahayu memegang gadget, Lukas pasti akan terus merecoki Dahayu dengan mengirim sesuatu yang membuat istri mudanya syok.Tapi nyatanya di negara Y Lukas juga mempunyai rencana lain. Sungguh disayangkan."Bereskan N-More,
Matahari telah memberi kedudukannya pada sang rembulan. Di salah satu ruangan hotel bintang lima, Aksa tersenyum menatap istri kecil yang sudah berdandan cantik dengan gaun payet silver yang sangat cocok di tubuhnya yang ramping. Gips di tangan kanannya telah tertutup oleh lengan panjang dengan desain kerut pada pergelangan. Sementara bahu dan tangan kiri Dahayu dibiarkan terbuka begitu saja menunjukkan kulit putih yang mulus tanpa cacat. Dua hari menjalani perawatan di rumah sakit seharusnya Dahayu belum diizinkan pulang. Tapi dia memaksa untuk keluar demi menghadiri acara makan malam pra-kompetisi yang diadakan oleh penyelenggara. Aksa tidak tahan untuk mendekat dan melingkarkan tangan kekarnya di perut ramping Dahayu. Setelah mengecup bahu Dahayu yang terbuka Aksa berbisik lirih. "Kamu masih sakit, apa sungguh tidak ingin membawaku pergi menyertaimu?" Aksa sudah seperti makhluk penghisap yang tidak ingin ditinggalkan, namun Dahayu bagaikan batu keras yang acuh tak acuh dengan k
Dahayu menaikkan alisnya sekilas mendengar ancaman Lukas. Cukup tahu jika Lukas mengalami banyak kerugian akibat harus membayar inden bahan baku parfum yang dia timbun. Jika tidak membayar sisa barang yang dia terima sudah pasti dia akan kehilangan kepercayaan dari supplier yang bekerja sama dengan perusahaannya. Apalagi Lukas juga memproduksi dengan skala besar-besaran tanpa bisa menjual produk jadi dengan jumlah mumpuni. Menunggu hasil dari barang yang sudah terjual itu sungguh sangat tidak mungkin dengan popularitas N-More saat ini, itu hanya akan menjadi bahan tertawaan para kalangan pembisnis yang bekerja sama dengan N-More saja. Tapi untuk urusan saham? Dahayu sendiri sampai saat ini belum bisa menghubungi Rivan untuk mengetahui kondisi perusahaannya sendiri. Bagaimana mungkin dia mengurusi saham perusahaan orang lain? Tapi Dahayu tidak terkejut, siapa lagi kalau bukan Aksa pelakunya? Bukankah pria itu pernah berkata akan membereskannya? Dahayu juga tidak terlalu bangga m
"Di mana ponselku?!"Aksa menatap tenang teriakan Dahayu yang baru saja tiba di hotel membawa kemarahan."Di mana? Di mana kamu menyembunyikan ponselku?""Apa yang terjadi dengan ayah?""Apa yang dilakukan Lukas pada ayah?""Di mana? Di mana kamu menyembunyikannya?!"Dahayu kalang kabut membuka setiap laci, koper, dan juga bantal di tempat tidurnya."Paspor ... di mana pasporku? Aku harus pulang sekarang."Tapi ketika dia membuka tasnya semua dokumen penting tidak ada di sana.Kemarahan Dahayu pun semakin memuncak. Sudah tahu harus menuduh siapa.Dilempar tas yang dia pegang untuk berlari menuju Aksa, sudah siap untuk memukul, tapi Aksa tidak membiarkannya."Kembalikan!""Kenapa kamu menyembunyikan pasporku juga?""Kembalikan! Aku ingin pulang!"Aksa hanya diam menatap Dahayu yang meraung sembari menahan kedua tangan kecil agar tidak bergerak.Sampai Dahayu putus asa, perempuan itu akhirnya hanya bisa menangis lemas dan Aksa mulai merengkuhnya dalam pelukan hangat."Tenanglah, jangan
Dahayu menanggapi ujaran Lukas dengan raut wajah acuh tak acuh. "Jika aku kalah, bukankah ini akan menjadi kesempatanmu untuk menindasku?" Lukas menaikan alisnya, dan bergumam sinis. "Sebaiknya kamu tidak menyesal." Lantas dia pergi meninggalkan Dahayu dan mencari tempat duduknya sendiri. Sementara panitia di panggung mulai membuka acara dan mengumumkan bahwa akan terjadi dua babak, yaitu babak penyisihan dan babak final. Semua peserta yang tidak siap pun langsung riuh, mereka tidak mempersiapkan formula cadangan untuk menghadapi babak kedua. Tahun-tahun sebelumnya hanya berlangsung satu babak saja karena pesertanya di bawah seratus. Tapi tahun ini kompetisi diikuti 150 negara yang memaksa panitia untuk menyeleksi lebih ketat hasil karya dari setiap kompetitor. Lukas menoleh ke samping memperhatikan Dahayu yang tampak tenang. Meski peserta lain sudah riuh layaknya emak-emak yang menawar sayur di pasar. Sebenarnya ketenangan Dahayu perlu diwaspadai, tapi karena Dahayu sudah meng
Suasana pesta menjadi tidak kondusif setelah Dahayu menerima uluran tangan dari Satya. Berbagai asumsi bermunculan di benak para tamu undangan dan juga media yang saat ini menyiarkan secara langsung acara tersebut.Aksa pun tertegun, meski dia sudah mengira ini akan terjadi, tapi tetap mempengaruhi hatinya, meski wajahnya saat ini menunjukkan rona datar dan terlihat tanpa emosi.Apalagi saat melihat Dahayu Yang sepertinya tampak acuh tak acuh mengabaikan Aksa yang berdiri menatapnya.Keriuhan semakin menjadi, namun itu sama sekali tak mempengaruhi rona wajah tuan dan nyonya Mantila. Mereka masih menyambut kedatangan Dahayu yang digandeng Satya mendekat ke arah mereka."Sebenarnya apa yang terjadi? Kenapa Tuan Aksa diam saja saat istrinya digandeng pria lain?""Entahlah, apakah direktur Dahayu memang perempuan seperti itu?""Kita lihat saja, direktur Dahayu selalu memberikan kita kejutan, mungkin ada cerita dibalik pegangan tangan tuan muda Mantila.""Benar, perempuan muda dan berbakat
Hari berlalu dengan cepat. Terangnya matahari kini telah berganti dengan keanggunan malam.Pukul tujuh malam waktu setempat, Aksa sudah duduk tenang di dalam mobil.Memandang secarik kertas perjanjian perceraian sebagai hadiah ulang tahun istri kecilnya.Aksa mendengkus samar setelah tersenyum ironi dari bibir yang manis.Mungkin baru kali ini dia memberi hadiah ulang tahun dengan menyakiti hatinya sendiri."Jalan," titahnya pada Ethan yang sejak tadi memang menunggu dia memerintah.Mobil itu sekarang sudah melaju menelusuri jalanan kota Zimo yang basah akibat guyuran hujan sepanjang sore.Dingin, layaknya hati Aksa yang melangkah untuk melepaskan peri kecil yang sempat memberi senyum hangat setelah hampir lima tahun menjadi seorang istri.Ini adalah ulang tahun istrinya, tapi digelar dia kediaman Mantila. Cukup menegaskan jika istri kecilnya telah berpaling pada hati yang lain, tapi dengan bodohnya dia malah datang untuk memberi hadiah dengan tangannya sendiri.Ramai dan sangat megah
Sesuai prediksi Dahayu, saat ini Yesti sudah tiba di kediaman Jayanta. Niatnya menghindari Lukas, nyatanya tak bisa terealisasi. Siapa lagi yang bisa dia mintai pertolongan selain Lukas? Adik ipar sekaligus selingkuhannya.Gegas Yesti berjalan menuju paviliun milik Lukas dan mendapati laki-laki itu tengah terbaring di kamarnya.Begitu melihat Yesti, Lukas sedikit melengos dengan senyum mencela. "Baru ingat aku, sekarang?" ucapannya sinis.Yesti pun segera tahu jika saat ini Lukas sedang marah lantaran dia tidak menanyakan kabarnya setelah Aksa menembaknya.Wanita itu langsung tahu apa yang harus dilakukan. "Lukas, aku mohon mengertilah posisiku. Kamu tahu betapa sulitnya aku agar Aksa tidak curiga. Aku sungguh sangat mengkhatirkanmu, lihat, aku langsung datang ke sini setelah Aksa pergi entah ke mana?"Lukas tahu Aksa pasti sedang mencari Dahayu. Dia sangat ingat saat saudaranya itu mengamuk lantas menembak dadanya dua hari yang lalu. Beruntung pengawal ayahnya segera membantu, jika t
Yesti terkesiap karena itu. Memang benar, Aksa sudah tidak mempunyai respek terhadap orang tuanya. Tidak mungkin meminta bantuan pada suaminya. Terlebih yang dianiaya adalah Dahayu, pasti suaminya tidak akan segan-segan untuk membunuh orang tuanya.Namun, mendengar Dahayu mengatakan jika Aksa tidak tahu kejadian ini, sudah pasti sekarang laki-laki itu tidak ada di kota Zimo. Melihat Dahayu berkeliaran di hotel sendirian, dia pun mulai berpikiran picik."Mungkin memang terjadi kesalahpahaman dengan orang tuaku, tapi pikirkan jika Aksa mengetahui bahwa kamu berkeliaran di hotel sendirian, Dahayu. Kamu telah membuat semua orang khawatir setelah menghilang selama satu pekan. Ternyata kamu malah ada di sini. Laki-laki mana lagi yang tengah kamu rayu setelah tahu cinta Aksa hanya untukku dan bayiku?"Lagi, Dahayu tergelak ringan mendengar desakan Yesti. Jelas perempuan itu kembali ingin mempermalukannya melihat pengunjung hotel lain sekarang tengah menonton di a
Di kota Zimo, Yesti sedang duduk manis menikmati kudapan yang baru saja disajikan para pelayan. Tapi tiba-tiba dia membanting apa yang dia pegang ke atas piring dengan kesal. Dia berdiri, lantas mematut diri di depan cermin. Tubuhnya sudah tak secantik dulu setelah perutnya mulai menggembung, lengan dan kakinya juga mulai membengkak. Benar-benar tidak sedap dipandang, menurutnya. Teringat tadi malam Aksa mengusirnya dari ruang baca dengan sangat kasar, hatinya pun menjadi sangat sedih. Dia mengira bahwa tubuhnya sudah tak menarik lagi hingga Aksa sudah tak terpikat dengan kecantikannya. Terlebih ketika ingat Ethan mengatakan bahwa Dahayu sudah ditemukan. Pikirannya pun semakin kesal membayangkan kemungkinan yang terjadi saat ini. Di kolam renang Dahayu memperlihatkan betapa indah tubuh ramping yang dia miliki beserta begitu banyak jejak cinta yang melukis tubuhnya di dekat area sensitif. Yesti mengira saat ini Dahayu pasti sedang menggoda Aksa dengan tubuh indah yang dia mili
"Tuan ...." Suara Ethan yang menyapa mengundang Aksa yang baru saja membuka mata perlahan menoleh. Asistennya juga tampak buruk, ada luka lembam yang menodai wajahnya. Ketika Aksa menunduk, perban sudah membalut dadanya yang tertembak. Tapi saat menilik ruangan asing ini. Dia menghela napas kasar dan mendongak pasrah di bantalnya yang empuk. "Nyonya baru saja pergi, Tuan." Seakan tahu apa yang dipikirkan Aksa, Ethan kembali bersuara. Namun, itu justru membuat Aksa tersenyum samar. Dia tahu Dahayu tak bisa membencinya meski hatinya tersakiti. Terbukti wanita itu tak mampu menembaknya meski dia ingin. Jika bukan karena Satya, dadanya tak mungkin terluka seperti ini. Aksa tahu istri kecilnya ini mempunyai hati yang baik, dia hanya ingin hidup tenang dengan meninggalkan gelar pelakor yang selama ini terus merunjam dari segala arah. Dia lelah terus menyandang gelar menjijikkannya itu sepanjang waktu, meski bukan keinginan Dahayu untuk menjadi orang ketiga. Aksa semakin menyes
Sama seperti halnya Aksa di masa lampau, saat ini Dahayu sangat ingin menyakiti laki-laki itu, tapi ternyata justru malah menyakiti hatinya sendiri. Tangannya mengepal kuat acap kali tendangan terus menghantam tubuh tak berdaya di bawah sana, hatinya terasa penuh oleh sesuatu yang menusuk.Namun, membiarkan Aksa menikmati kemenangannya dengan mudah juga membuat Dahayu marah. Laki-laki itu harus merasakan apa yang dia rasakan saat itu.Membohongi dan membuatnya kedinginan sepanjang malam, setelah mendapatkan pukulan berkali-kali dari dua pelayan yang menyiksanya. Itu mana mungkin Dahayu lupakan."Apa yang terjadi?" tanya Satya pelan membuat Dahayu mengembuskan napas samar, meski dia enggan menjawab pertanyaan Satya.Melihat kebisuan Dahayu, hidung Satya mengembang menghirup udara dengan emosi yang kuat. "Dia juga memperlakukanmu seperti itu?"Dahayu masih membisu, matanya terus menatap laki-laki tak berdaya di bawah sana.
Lampu mercusuar berkelip kala helikopter terbang mengitari pulau dengan kastil kecil di tengahnya. Langit yang tadinya tampak kelabu kini pun menjatuhkan jutaan rintik hujan yang menghantam permukaan lautan.Sepatu boots hitam nan gagah jatuh menapak di pasir putih pada malam gelap bersama tiupan angin laut yang mencekam.Aksa bejalan cepat menembus hujan deras, langkahnya sama sekali tak terhenti ketika suara tembakan bergema di udara.Di kejauhan, dia melihat kastil kecil dengan benteng batu kokoh yang menonjol di atas bukit. Sekelompok orang dengan senjata api berjaga di sana, siap mempertahankan diri dari serangan.Suara tembakan terus berlanjut, mengiringi perjalanan Aksa yang semakin mendekat ke arah kastil.Aksa memaksa diri untuk bergerak meski basah kuyup, pikirannya hanya tertuju pada satu hal: Dahayu, istrinya yang hilang.Sejak awal dia sudah menebak bahwa Satya yang membawa Dahayu pergi, tapi tidak menyangka jika laki-laki itu akan menyembunyikan istrinya di pulau terpenc
Di tempat tidur yang sangat nyaman, perlahan Dahayu membuka mata dengan berat. Dia melihat cahaya terang yang jatuh menimpa retinanya yang belum siap, hingga mata itu kembali menyipit untuk menilik keadaan sekitar.Ruangan asing ini sudah pasti tidak dia kenal, selain itu aroma amis khas lautan tercium pekat pada indera penciumannya yang tajam. Seorang parfumer andal pasti tidak sulit untuk mengenali aroma ini.Kepalanya yang diperban masih sangat berat untuk bisa bergerak, tapi matanya mulai bisa menangkap dengan jelas beberapa wanita muda berseragam pelayan mendekat padanya."Nona sudah sadar?"Dahayu tak lantas menjawab, dia masih terlihat linglung menyesuaikan diri dengan keadaan asing ini.Tapi ingatannya tentang penyerangan mendadak itu, sedikit demi sedikit kembali pada otak Dahayu, hingga dia mulai bersikap waspada meski tubuhnya masih lemah."Cepat panggil dokter, beri tahu juga tuan muda, dia akan sangat senang melihat nona muda sudah bangun."Alis Dahayu mengernyit. 'Nona m