Lampu menyala, dan saat bola mataku mengarah pada kamarku. Aku melihat seorang wanita paruh baya yang selalu aku panggil dengan sebutan ibu, dan seorang pria paruh baya yang selama beberapa bulan ini telah mendekap di penjara.
Deg!
'Ibu, A-ayah!' lidahku terasa kelu, saat akan memanggil seorang pria paruh baya yang sedang berdiam diri dengan bersidekap dada itu dengan sebutan ayah. 'Bagaimana mungkin! Orang yang selalu aku panggil dengan sebutan ayah itu, sudah berada di rumah, tepat di dalam kamarku! Bukankah dia sedang mendekap di penjara? Kenapa dia sudah berada di rumah? Apakah ini sebuah mimpi? Atau hanya halusinasi? Pikirku dalam hati.
Kedua orang itu menatapku dengan tatapan yang sangat sulit untuk aku artikan. Tatapan apakah itu? Aku terus bertanya-tanya dalam hati, dengan kepala yang mulai menunduk. Pertanda jika aku sudah mulai takut dengan keadaan ini. Tepatnya aku takut dengan kehadiran pria paruh baya
'Dareen tersenyum! Cucu kesayangan ku tersenyum? Apa yang membuatnya tersenyum seperti itu?' Murti menatap haru Dareen yang kini tengah tersenyum samb menatap langit-langit kamar. Senyumnya tulus, dan begitu menyentuh hati Murti. Senyum yang sudah jarang sekali Murti lihat dari sosok Dareen sang cucu, setelah sekian lama. "E-Eyang- - Dareen gugup saat mengetahui jika Eyangnya sedang memergoki dirinya tersenyum tanpa sebab, - -apa yang Eyang lakukan, Eyang?" tanya Dareen kemudian, yang kini telah bangkit dari rebahan nya, menutupi rasa gugup yang tiba-tiba saja menghampirinya. Murti tidak menjawab. Ia berjalan perlahan mendekati Dareen. Di usianya yang sudah tidak muda lagi, Murti masih bisa diberi kesehatan tulang yang kuat, penglihatan yang tajam dan pendengaran yang masih jelas. Ia sungguh mensyukuri nikmat yang telah sang pencipta berikan padanya. Dan satu doa nya telah terkabul. 'Melihat Dareen tersenyum'. Perl
Pagi ini tidak seperti biasanya. Zoya datang pagi-pagi sekali ke kediaman Daren tanpa banyak mengeluarkan kata-kata. Melayani Daren dengan sepenuh hati, tanpa mengeluh ini dan itu. 'Tidak biasanya bocah itu diam! Apa dia sakit?' diam-diam Daren memperhatikan Zoya. Gadis yang selalu ia panggil bocah bodoh. Gadis yang beberapa hari ini telah mengisi hampir seluruh isi kepalanya. Hingga pikiran Daren hanya diisi dengan ingatan tentang Zoya dan tingkahnya yang kadang diluar perkiraan.'Apa aku masih bermimpi? Kenapa ini terasa sangat nyata sekali! Ayah keluar dari dalam penjara. Namun sikapnya padaku berubah tak biasa, tak seperti dulu! Apa ayah sekarang menyayangiku?’ Zoya bertanya-tanya dalam hati. Tangannya sibuk melayani Daren menyiapkan sarapan. Namun pandangannya kosong tanpa arah dan tujuan. Hingga-Suara geraman yang terdengar serak, menggema hingga menusuk indera pendengaran Zoya.Zoya terperanjat, ia baru menyadari jika dirinya me
“Diam! Berisik sekali. Kalian membuat kepala kakak pusing!” kata Dareen langsung membuat Delia juga Delina terdiam saat itu juga.“Apakah Anda membutuhkan sesuatu Tuan?” El menyembunyikan tawa kecilnya dengan menawarkan apa yang Daren butuhkan.“Tid- -“Belum selesai Daren menjawab, Zoya datang dengan satu pack tissue di tangannya. “Ini tissue nya Tuan!”“Hmm.”“Hmm,” Zoya mengernyit, “apa maksudmu dengan 'hmm' simpan atau apa? Yang jelas kalau berbicara atau menjawab, agar aku paham! Dasar menyebalkan!’ sambung Zoya dalam hati, dengan kebingungannya.“Kau bodoh atau apa? Simpan tissue itu didepanku!” Daren menatap lekat Zoya yang menampakkan wajah bingung. Dan sepertinya Daren tahu, apa yang sedang Zoya pikirkan. ‘Dasar gadis bodoh! Kau memang bocah! Bisa-bisanya ucapan sederhana dari mulutku saja, dia tidak paham!’
Pagi ini, Daren dan El sudah bersiap dengan wajah segar walau terlihat datar, ditambah setelan baju yang tidak biasa pula, baju yang jarang sekali Daren dan El pakai dikhalayak umum.'Sangat tampan!’ puji Zoya dalam hati, entah untuk siapa.Celana olahraga berwarna hitam dengan garis putih sebagai pemanisnya, membuat kaki Daren terlihat sangat jenjang, ditambah lagi dengan kaos yang berwarna senada, yang dipadupadankan dengan jaket track top berwarna sama. Membuat kesan cool serta misterius secara bersamaan ditubuh Daren.“Apa semua barang sudah siap?” tanya Daren pada pria disamping-Nya.“Tentu tuan! Semuanya sudah siap dan tidak ada satupun yang tertinggal!” jawab El pasti. Dengan tampilan yang tidak kalah mencuri perhatian dengan Daren, memakai pakaian yang sama, hanya saja berbeda warna. El menyukai warna putih. Segala jenis pakaian berwarna putih, El sangat menyukainya. Walaupun pakaian putih mudah sekali ter
Tepat pukul 07.00 pagi, Daren dan rombongannya tiba di sebuah bukit yang letaknya tidak jauh dari kota.'Bukit yang sangat indah," puji Daren dalam hati. Mengagumi indahnya ciptaan Tuhan yang tersuguh di depan mata. 'Sungguh indah luar biasa, dan tak ada tandingannya'."Kakak, apakah kami boleh berkumpul dengan teman-teman kami?" suara indah dari pertanyaan Delia membuyarkan lamunan Daren yang tengah memuji indahnya bukit yang akan menjadi tempat perkemahan dengan kedua adiknya, zoya juga El."Bilang apa barusan?" tanya Daren yang nampaknya hanya memperhatikan suara Delia, tapi tidak mendengarnya sama sekali.
“Apa yang kau lakukan?" geram Daren karena Zoya menjatuhkan semua barang ditangannya."Ma-maafkan saya Tuan! Saya benar-benar tidak sengaja," ucap Zoya yang langsung berjongkok untuk mengambil semua barang yang baru saja ia jatuhkan karena keterkejutannya."Kau memang payah! Bisa-bisanya aku mendapatkan pembantu seperti dirimu," gerutu Daren yang memasang wajah seolah-olah ia sedang kesal.'Hei, aku tidak pernah memintamu untuk menjadikanku sebagai pembantumu ya? Kenapa kau berkata seolah-olah kau ini adalah seorang yang paling tidak beruntung di muka bumi ini karena mendapatkan pembantu seperti diriku!’ Zoya sebisa mungkin menjaga ucapannya agar tidak keluar dari tempatnya. Apalagi sampai terdengar oleh si pria yang menjadi sasaran gumaman nya.“Cepat bawa barangku dan letakkan dengan benar!” suruh Daren tanpa ekspresi. Namun, hatinya tertawa geli, sejak kapan mengerjai gadis i
“Bocah itu! Siapa tadi namanya? Yo, Yo, Iyo, Dio, Vio, ah, aku tidak peduli siapa namanya,” geram Daren, menatap punggung Zoya dan seorang pria yang sudah berjalan menjauhinya sambil bergumam, “apa yang dia lakukan pada gadis bodohku?” sambung Daren dengan rahang yang mengeras, pertanda jika dirinya sedang merasa kesal pada seseorang yang saat ini tengah merangkul Zoya dengan begitu mesranya, karena Daren melihatnya dari arah belakang. Jika saja Daren melihat ekspresi wajah Zoya dari arah depan. Daren akan melihat jika saat ini, Zoya sedang bermuka masam dan merasa tidak suka dengan apa yang Gio lakukan padanya saat ini.“Apa aku tidak salah dengar? ‘gadis bodohku?’ sejak kapan Tuan memanggil Zoya dengan sebutan ‘gadis bodohku' itu.” Seulas senyuman menghiasi bibir indah El, kala bergumam tentang kata 'gadis bodohku' yang diucapkan oleh Daren.“Apakah ini pertanda? Jika Tuan sudah m
Matahari mulai meninggi. Waktu istirahat sudah berakhir. Zoya dan yang lainnya sudah bersiap di hadapan para guru pembina perkemahan dengan posisi yang berjejer rapi.“Selamat siang semuanya?” sapa salah satu dari kakak pembina perkemahan.“Selamat siang kak!” jawaban serempak dari siswa siswi SMP dan SMA peserta perkemahan.Kedua sekolah berbeda pangkat itu menyelenggarakan kegiatan yang sama. Yaitu berkemah.“Ok girls and boys. Hari ini, kita semua kedatangan tamu istimewa yang mensponsori terselenggaranya acara ini.” Senyum kakak pembina itu yang merasa sangat bangga saat hendak memperkenalkan seseorang yang mensponsori terselenggaranya acara. Dan kasak kusuk mulai terdengar dari mulut para anggota.“Ada yang mensponsori?” tanya seorang siswa heran. Ia bertanya, tapi tak ada satu pun dari mereka yang mau menjawab. Sem