แชร์

5. Prom Night

ผู้เขียน: Annabella Shizu
last update ปรับปรุงล่าสุด: 2021-03-21 16:12:51

Senin pagi, Alena dan Karin berjalan berdua ke ruang kelas XI A. Karin masih asyik bercerita tentang liburannya ke Air Terjun Sri Gethuk. Mereka sampai di bangku Alena. Alva sudah duduk di bangkunya. Seperti biasa, ia kelihatan asyik mencoret-coret di kertas.

Karin langsung duduk di bangku di depan Alena, dan meneruskan ceritanya. "Padahal jaraknya nggak jauh. Masa kamu belum pernah sih, ke Sri Gethuk?" tanya Karin dengan nada tidak percaya.

"Ya kalau dari rumah kamu dekat, kalau aku kan agak jauh. Lagian, kamu bukannya ngajak-ngajak... Udah tahu kalau aku paling suka air terjun," Alena menjawab.

"Siapa suruh kamu nggak mau ikut pulang ke rumahku?" ledek Karin.

Alena tertawa. Tiba-tiba, Sania, pemilik bangku di depan Alena, sudah ada di samping Karin. Ia pun bergabung dalam obrolan. Sekilas, Alena menoleh ke arah Alva, cowok itu tetap asyik dengan kesibukannya sendiri.

Bel tanda pelajaran pertama berbunyi. Para siswa kembali ke tempat duduk masing-masing dengan tertib. Miss Stella yang masuk lebih dulu di jam pertama, itu berarti ada pengumuman untuk kelas.

Miss Stella masuk bersama Manda dan Nico, keduanya adalah ketua dan wakil ketua OSIS di sekolah. Manda yang mengumumkan di depan kelas, bahwa akan ada pentas seni yang diadakan sekitar satu bulan lagi. Sebagian besar siswa sudah tahu, karena pentas seni adalah kegiatan rutin tahunan di SMA Scientia. Tetapi bagi siswa kelas XI, ada tambahan yang ditunggu-tunggu, yaitu Prom Night. Pada malam terakhir pentas seni yang diadakan selama tiga hari, para siswa akan merayakan penutupan acara dengan makan malam, pertunjukan seni, dan... ini yang paling ditunggu, pemilihan King and Queen of Prom Night. Pemilihan pasangan yang paling favorit malam itu. Karena itu, para siswa yang ingin dipilih harus hadir berpasangan.

Kelas mulai riuh, teman-teman yang cewek mulai saling berbisik, sedangkan yang cowok juga saling menggoda dan tertawa-tawa. Mendadak, Alena merasa jantungnya mulai berdegup lebih kencang. Pasangan? Apakah dia harus pergi dengan pasangan? Dan yang pertama muncul di pikirannya sudah pasti... Alena tidak berani menoleh ke arah Alva.

Lebih baik dia memikirkan untuk pertunjukannya, karena tim gamelan pasti akan tampil. Sebenarnya, Sir Danar, yang mengajar ekstrakurikuler gamelan, sudah mempersiapkan mereka sejak satu bulan yang lalu. Bagaimana dengan Alva? Seharusnya dia bisa mempertunjukkan kemampuannya bermain biola.

Saat istirahat, Alena dan Karin duduk di bangku taman dekat kantin. Karin membawa oleh-oleh getuk goreng dari rumah, mereka asyik mengunyah.

"Prom Night.... Kira-kira, siapa yang bakal ngajak aku ya?" Karin seperti bicara pada diri sendiri.

"Nggak usah dipikirin... Itu kan buat yang pingin dipilih jadi King and Queen. Kalau kita yang cuma mau ikut acara penutup, ya datang aja rame-rame...," Alena mencoba memberi pendapat.

Karin memandang Alena, seolah dia telah mengatakan sesuatu yang sangat aneh. "Tapi Len, semua bakal datang berpasangan. Kamu kayak nggak pernah lihat di TV aja, acara Prom Night gitu..."

"Ah, itu kan budaya di Barat sana..."

"Terus, kalau ada yang ngajak kamu jadi pasangannya, gimana?"

Alena sedikit terbatuk. "Itu kalau ada yang ngajak... Kalau nggak ada, juga nggak apa-apa, aku tetap datang ke acara. Lebih baik, kita fokus ke latihan. Kamu juga tampil kan, modern dance?"

Karin memang ikut ekstrakurikuler tari modern. "Iya, nanti siang latihan lagi nih..." Tiba-tiba Karin tersentak. "Eh, menurutmu gimana kalau Lucky? Dia lumayan keren, orangnya juga baik..." Ternyata Karin masih saja membahas Prom Night. Alena hanya menghela nafas, sambil tersenyum memandang sahabatnya itu.

*

Pelajaran hari itu sudah berakhir. Karin langsung keluar kelas, karena dia akan mengikuti ekstrakurikuler tari modern. Alena sengaja agak berlama-lama mengemasi bukunya. Setelah tidak ada orang lain lagi di kelas, ia menoleh ke arah Alva. Alva juga mengangkat wajahnya dan memandang Alena.

"Hari ini, aku mau latihan biola di gudang. Kamu ada ekskul?" Alva yang lebih dulu membuka mulut.

Alena sudah tahu maksud Alva. "Nggak ada... Nanti aku nyusul ya, habis mandi."

"Oke."

Alena sudah berjalan sampai di luar kelas. Tiba-tiba, ia berpikir untuk mampir ke toilet dulu. Alena membalikkan badan. Pada saat itulah, ia melihat Farah berjalan masuk ke dalam kelas mereka. Farah tidak melihat Alena. Setahu Alena, cuma tinggal Alva di dalam kelas. Ada apa dengan Farah?

Alena berjalan pelan-pelan ke arah pintu. Ia mencoba mengintip ke dalam kelas. Farah berdiri di depan bangku Alva, menghadap cowok itu. Mereka sedang bicara berdua.

Sekilas telinga Alena menangkap suara Farah. "Kamu mau nggak, jadi pasangan aku di Prom Night?"

Alena bergegas berjalan pergi dari situ. Jantungnya berdetak kencang, kepalanya terasa pusing. Sejujurnya, ia takut mendengar jawaban Alva.

*

Alena berjalan perlahan menyusuri lorong antar kelas. Ia sudah mandi dan berganti pakaian. Tetapi mendadak ia jadi ragu, apakah ia sebaiknya pergi ke gudang alat musik atau tidak. Walaupun ia ingin bertemu Alva, tapi kejadian sepulang sekolah tadi masih mengganggu pikirannya. Farah mengajak Alva menjadi pasangannya di Prom Night, ia sepertinya naksir Alva, sampai memberanikan diri mengajak lebih dulu. Farah memang selalu percaya diri, ia juga populer karena penampilannya yang cantik dan modis.

Alena sudah sampai di lorong menuju gudang alat musik. Ia berjalan dengan kepala tertunduk, sehingga tidak menyadari kalau ada Norman, yang berlari di belakang mengejarnya.

"Alena...," suara Norman mengagetkannya.

Alena terkejut dan menoleh dengan cepat. "Hai... Sorry, aku nggak lihat kamu...," kata Alena agak canggung.

"Iya nih, kamu lagi ngelamunin apa? Sampai nggak dengar aku panggil dua kali," ujar Norman sambil tersenyum. "Tadi aku lihat kamu, pas aku keluar dari kelas ekskul, jadi aku langsung ikutin..."

"Oh... Aku lagi... Eh, ada apa Norman?"

Norman kelihatan agak salah tingkah, tidak seperti biasanya. Ia melihat sekeliling, memastikan tidak ada orang lain. Tapi Alena tahu, di gudang alat musik, ada Alva yang sedang latihan biola.

"Ini... Mmm... Kamu mau nggak, jadi pasangan aku di Prom Night nanti?" Norman akhirnya mengutarakan maksudnya, sambil tersenyum gugup.

Alena terkesiap. Jadi, ini tentang Prom Night lagi.

Alena terdiam. Godaan untuk menerima ajakan itu sangat kuat. Jika Alva pergi dengan Farah, bukankah ini kesempatan yang bagus untuk menunjukkan kepada mereka, bahwa dia juga bisa dapat pasangan? Norman sangat populer di sekolah, terutama karena dia atlet bola voli putra. Lagipula, Norman selama ini selalu ramah dan baik padanya. Tidak ada salahnya menerima ajakan ini. Dalam hati, Alena berharap, seandainya Alva mendengar percakapan mereka dari gudang alat musik.

Alena membuka mulutnya ingin menjawab. Tapi entah kenapa, ada sesuatu yang menahan hatinya. Ia menundukkan kepala.

"Maaf, Norman... Tapi...kayaknya aku nggak ikut Prom Night...," Alena terpaksa berbohong. "Maaf... Aku..." Alena tidak tahu lagi harus memberi alasan apa.

Norman tetap tersenyum. "Oke, nggak apa-apa kok... Santai aja..."

Tapi Alena bisa melihat, ada kekecewaan di wajahnya. "Norman, maaf ya..." Alena jadi merasa bersalah.

"Nggak apa-apa kok, beneran..." Norman tetap bersikap sopan. "Tapi, kalau kamu berubah pikiran dalam seminggu ini, tolong kasi tahu aku ya..."

Alena jadi semakin merasa tidak enak. Norman berkata ia masih ada latihan voli, lalu ia pun meninggalkan Alena. Alena terpaku memandangi Norman yang berjalan menjauh. Apakah ia yang bodoh karena telah melepaskan kesempatan ini? Di saat semua teman-teman ceweknya berharap, ada yang mengajak mereka ke Prom Night, ia malah menolak seorang cowok yang baik seperti Norman.

Alena berbalik dan berjalan perlahan menuju gudang alat musik. Perasaannya bentrok, antara ingin bertemu Alva, atau ingin kembali saja ke kamar asramanya. Pintu gudang sedikit terbuka.

Akhirnya, Alena mengalah pada keinginannya bertemu Alva. Ia membuka pintu perlahan.

Alva berdiri di dekat jendela, tapi pandangannya tertuju pada Alena. Ada sesuatu di tatapan matanya, tapi Alena sedang terlalu bingung untuk mengartikannya.

"Aku udah nunggu kamu...," suara Alva kedengaran bersemangat.

"Sorry, aku agak lama... Kamu harusnya latihan aja, nggak usah nunggu aku..." Sebaliknya, Alena yang merasa kehilangan semangat.

Alva mengernyitkan dahinya.

"Alena, kamu kenapa? Sakit?" Apakah nada suara Alva kedengaran cemas?

Alva berjalan menghampiri Alena. Alena rasanya ingin mengutuk dirinya sendiri. Ia tetap tidak bisa menghilangkan perasaan berbunga-bunga di hatinya, setiap kali ia merasakan perhatian dari Alva. Alva sudah berjarak hanya selangkah dari hadapannya.

"Aku nggak apa-apa kok..." Alena bergegas berjalan menjauh. Ia berpura-pura mendekati dan memperhatikan biola Alva, yang terletak di atas meja samping jendela. "Kamu mau latihan lagu apa?" sambung Alena, sambil tetap membelakangi Alva.

"Aku diminta Sir Johan tampil di pentas seni, biola tunggal."

Alena membalikkan badan dengan cepat karena terkejut. Alva sudah berdiri dekat di hadapannya.

"Itu bagus banget... Kesempatan yang bagus." Alena tidak bisa menahan rasa gembiranya mendengar berita itu. "Tadi pagi, waktu jadwal pentas seni diumumkan, aku udah sempat bayangin, kamu harusnya bisa tampil... Karena belum pernah ada pertunjukan biola tunggal." Mendadak, Alena merasa bersemangat lagi.

"Oya? Kamu pingin aku tampil?" Alva masih menatapnya dengan pandangan menyelidik.

"Ya jelas dong... Kamu berbakat, Alva... Jadi, kamu mau main lagu apa di pentas seni nanti?" tanya Alena dengan tidak sabar.

"Aku cuma mau tampil kalau...kamu janji mau datang di pertunjukan aku nanti..."

Kata-kata Alva membuat Alena terdiam sesaat. Kenapa Alva berkata seperti itu?

"Kok kamu ngomong gitu sih? Ya pasti aku datang, semuanya juga pasti datang, itu kan acara seluruh sekolah... Lagian, tim gamelan juga tampil di hari pertama. Besok Kamis, kami mau latihan lagi," Alena menjawab.

"Aku tampil di acara penutup," Alva menegaskan. Matanya menatap penuh arti.

Alena merasa lidahnya mendadak jadi kaku. Alva tampil di Prom Night! Ia tadinya sudah berpikir untuk tidak usah datang ke Prom Night saja, mengingat ia sudah beralasan ke Norman. Selain itu, jika ia harus melihat Alva berpasangan dengan Farah, rasanya lebih baik ia pulang ke rumah saja.

"Oh....." Alena memutar otaknya mencari kata-kata. "Maksud kamu, Prom Night?"

Alva mengangguk.

Alena mengeraskan hatinya. "Iya, aku datang kok..."

Alva seperti menarik nafas lega. Alena tidak tahu, kenapa ia menjawab begitu. Tapi, apakah ia tega mengecewakan Alva?

Alva mengeluarkan beberapa lembar kertas dari dalam tas biolanya. Kertas-kertas itu berisikan notasi balok. "Ini lagu yang aku mainin...," katanya, sambil menunjukkan pada Alena.

Alena membaca dan membalik-balik kertas-kertas itu. Ia sudah tidak asing dengan notasi balok, karena Sir Danar juga sering memberikan teks dalam bentuk notasi balok di kelas gamelan. Tapi setelah membacanya, Alena tahu, itu bukan salah satu lagu yang ia kenal. Tidak ada judul atau teks yang tertulis.

Alena menatap Alva. "Kamu yang nulis lagu ini?"

"Sir Johan bantu koreksi, tadinya masih banyak yang kurang..."

Alena menatap Alva dengan rasa kagum. Ia yakin Alva memang berbakat. "Aku pingin dengar...," pinta Alena sambil tersenyum.

Alva memandang Alena dengan lembut. Kemudian ia mengambil biolanya, dan mulai memainkan musik yang terdengar sangat indah, sekaligus entah mengapa menimbulkan rasa sedih. Alva bermain dengan mata terpejam. Gerakan tangannya lincah dan tegas, tapi ada kalanya menjadi lembut dan bergetar. Alena bisa merasakan, semua itu berasal dari dalam hatinya. Pengalaman hidup seperti apa yang sudah Alva rasakan, sehingga bisa menginspirasinya menciptakan musik seindah ini?

Sekitar jam lima sore, Alva menghentikan latihannya. Mereka berjalan berdua ke arah gedung asrama putri.

"Besok, aku ada ekskul Palang Merah Remaja. Kalau kamu mau latihan, nggak usah nungguin aku ya... Kalau sempat, nanti aku nyusul..." Alena merasa harus memberitahu Alva lebih dulu.

"PMR? Aku pikir, kamu cuma ambil ekskul seni."

Alena tersenyum. "Maunya sih ikut banyak ekskul, tapi maksimal kan cuma boleh tiga. Aku ikut PMR, teater, sama gamelan. Kalau teater dan gamelan, karena aku emang suka... Kalau PMR, biar aku bisa ngobati orang sakit kayak Mama. Mama kan Apoteker..."

Alena bisa merasakan Alva sedang menatapnya, tapi ia tidak punya keberanian untuk menatap balik. Mereka sudah sampai di gerbang samping asrama.

"Besok, aku tunggu di tempat rahasia kita. Kalau kamu sempat...sampai jam enam, aku pasti di situ...," ucap Alva, seolah ingin memastikan Alena untuk menyusulnya.

Alena berusaha tersenyum.

"Iya...," jawabnya singkat.

"Sampai jumpa besok."

*

"Aku cari-cari kamu dari tadi... Kamu ke mana sih?" Karin langsung memberondong dengan pertanyaan, begitu Alena masuk ke dalam kamar mereka.

Alena merasa bersalah, haruskah ia menyembunyikan terus dari Karin, sahabatnya sendiri? Tapi, apa yang harus dia ceritakan? Bahwa dia dan Alva berteman, punya tempat rahasia yang hanya mereka berdua yang tahu, dan saling berkirim chat? Dia tidak tahu apa reaksi Karin.

"Rin... Aku tadi ketemu Alva..." Alena terhenti, karena Karin langsung membelalakkan matanya. "Dia...mau pinjam catatan, buat ngejar materi pelajaran... Makanya, tadi aku bantuin dia dulu di perpus..." Alena mengutuk dirinya sendiri karena berbohong pada Karin. Alena cepat-cepat menolehkan wajahnya ke arah lain, supaya tidak usah menatap wajah Karin.

Karin langsung bangkit dari tempat tidurnya. "Serius?? Kamu sama Alva tadi?" Karin bertanya dengan suara keras.

"Eh... Ssstt..." Alena meletakkan jari telunjuk di bibir Karin.

Karin masih menatap Alena dengan mata terbelalak. "Jadi, si Pangeran Putih yang cool itu, ternyata sekarang udah bisa berteman..."

Karin duduk kembali di atas dipannya. "Eh, gimana rasanya dekat dia? Apa dia juga makan nasi kayak kita?" Karin sengaja membuat Alena tertawa.

"Mmm... Menurut aku, dia nggak sedingin kelihatannya... Orangnya emang nggak banyak ngomong, tapi juga nggak sombong...," Alena mencoba menjelaskan sewajar mungkin.

Karin tampak masih penasaran, tapi dia memang sahabat yang baik. Dia tidak menggoda atau meledek Alena. Sepertinya Karin membiarkan semuanya berjalan apa adanya.

Dalam hati, Alena merasa bersalah telah membohongi Karin, tapi juga berterima kasih karena pengertiannya.

Jam delapan malam itu, Alva mengirim sebuah file musik lagi. Lagu 'Somewhere Over The Rainbow' yang dimainkan Alva dengan biola.

"Kapan kamu rekam ini?" tanya Alena di chat.

"Tadi siang di gudang," balas Alva.

"Bagus banget...," ketik Alena lagi.

Alena merasa apa yang Alva lakukan sangat manis, tapi mengapa juga menimbulkan rasa sakit? Sakit karena rasa takut kehilangan. Rasa takut, bahwa apa yang dirasakan Alena, tidaklah sama dengan apa yang dirasakan Alva. Alena baru bisa terlelap selepas tengah malam.

บทที่เกี่ยวข้อง

  • Truly In Love 1   6. Perhatian

    Pagi itu, hujan lebat sudah turun dari subuh. Alena dan Karin masing-masing membawa payung ke sekolah. Tapi angin kencang dan hujan yang sangat deras membuat pakaian mereka tetap basah. Sampai di sekolah, Alena dan Karin mampir dulu ke toilet wanita untuk mengeringkan diri. Di dalam toilet sudah ada beberapa teman yang lain.Alena menunggu di depan salah satu pintu toilet. Pintu terbuka, dan... Farah keluar dari toilet. Sepertinya mereka sama-sama kaget berpapasan seperti itu."Hai...Farah..." Alena cepat-cepat menguasai diri. Ia mencoba tersenyum.Farah hanya tersenyum tipis, dan berlalu tanpa bicara. Alena berusaha bersikap sewajar mungkin.Beberapa menit kemudian, Alena dan Karin masuk ke kelas. Entah mengapa, pandangan Alena langsung tertuju lagi ke Farah. Ia merasa, Farah juga sedang memandangnya dengan tatapan mata yang aneh. Alena buru-buru berjalan ke bangkunya. Alva mengangkat wajahnya dan menatap Ale

    ปรับปรุงล่าสุด : 2021-03-21
  • Truly In Love 1   7. Salah

    Alena selalu suka hari Rabu. Mungkin karena hari ini ada pelajaran seni musik dan ekstrakurikuler teater. Setelah beristirahat tadi malam, dia sudah tidak merasa pusing, dan badannya juga tidak hangat lagi.Sampai di kelas, Alva tidak kelihatan. Mungkin dia agak telat, pikir Alena.Sekitar satu menit sebelum bel masuk berbunyi, Alva melangkah masuk kelas, dan menyusul tepat di belakangnya... Farah. Alena merasa jantungnya mulai berdetak lebih cepat. Ia berpura-pura tidak melihat, dan mengajak Sania yang duduk di depannya mengobrol. Ia juga tidak menoleh waktu Alva duduk di sampingnya.Pelajaran terasa berjalan sangat lambat, bahkan pelajaran seni musik pun tidak bisa menghiburnya. Ia merasa kesal pada dirinya sendiri. Sebaiknya tidak usah menduga macam-macam, ia berusaha menghibur dirinya sendiri.Jam pelajaran terakhir sudah usai. Alena mengemasi tasnya. Ia masih belum berbicara dengan Alva sepanjang hari ini

    ปรับปรุงล่าสุด : 2021-03-21
  • Truly In Love 1   8. Keluarga

    Jumat pagi adalah saatnya olahraga bagi kelas Alena. Hari ini jadwal olahraga bebas. Alena dan Karin sudah membawa raket badminton mereka masing-masing. Mata Alena dari tadi mencari-cari Alva.Itu dia! Ternyata Alva sedang duduk di bangku taman, dekat lapangan voli. Sepertinya dia sedang asyik dengan pikirannya sendiri. Alena berjalan mendekatinya. Karin sudah asyik bermain badminton dengan teman-teman yang lain. Alva sudah menoleh lebih dulu sebelum Alena menyapa."Ayo, ikut main badminton...," ajak Alena. Ia duduk di samping Alva di bangku."Aku nggak punya raket..." Suara Alva terdengar pelan."Kenapa? Kamu kayaknya kurang semangat hari ini..."Alva memandangnya. "Karena ini hari Jumat. Besok kamu pulang ke rumah. Aku sendirian lagi."Alena tidak menyangka Alva akan berkata seperti itu. Sepertinya ini saat yang tepat."Kamu nggak perlu sendirian... Kamu mau ng

    ปรับปรุงล่าสุด : 2021-03-21
  • Truly In Love 1   9. Janji

    Om Andre tinggal sendiri di sebuah rumah, yang menurut Alena sangat unik. Om Andre seorang arsitek, jadi dia sendiri yang mendesain rumahnya. Rumahnya berbentuk seperti joglo, rumah adat Jawa, dengan bahan sebagian besar dari kayu. Halaman depannya luas dan terdapat pendopo, di sinilah ia biasanya menerima tamu. Rumahnya sendiri memanjang ke belakang, dan terdapat banyak kamar.Om Andre menyambut mereka dengan ceria. Om Andre adalah adik Papa yang bungsu. Alena selalu tidak mengerti kenapa Om Andre belum menikah, padahal ia sudah mapan, dan menurut Alena, Om Andre juga sangat baik dan menarik.Om Andre mengajak mereka duduk-duduk di taman belakang rumah, di situ ada kolam ikan yang cukup besar. Alena dan Alva asyik memberi makan ikan."Opa dan Oma kamu baik banget ya... Masakan Oma juga enak, aku tadi sampai makan banyak banget, semuanya enak sih...," komentar Alena sambil tertawa.Alva kelihatan ceria, matany

    ปรับปรุงล่าสุด : 2021-03-21
  • Truly In Love 1   10. Hati ke Hati

    Semua siswa kelas XI SMA Scientia semakin bertambah sibuk di minggu-minggu menjelang pentas seni. Ada yang sibuk berlatih untuk tampil saat pentas seni nanti, ada yang ribut memikirkan kostum, ada pula yang masih bingung mencari pasangan seperti Karin. Lucky, yang diincar Karin untuk jadi pasangan, sepertinya tidak menyadari, walaupun Karin sudah berkali-kali memberi isyarat.Alena sibuk dengan latihan gamelan, yang akan tampil di hari pertama pentas seni. Begitu juga Alva, yang terus berlatih dengan permainan biolanya. Beberapa kali, Alva berlatih dengan Sir Johan, guru seni musik mereka, setelah jam pulang sekolah.Sementara itu, ujian akhir semester pertama juga sudah dekat. Mereka akan menjalani ujian satu minggu sebelum pentas seni. Dan itu berarti lebih banyak latihan soal, ulangan harian mendadak, belajar, dan belajar bagi semua siswa.Alena merasa jadwal sekolah semakin padat. Dia lebih jarang bisa menghabiskan sore b

    ปรับปรุงล่าสุด : 2021-03-21
  • Truly In Love 1   11. Red Rose

    Hari Jumat, hari pertama pentas seni. Kegiatan belajar mengajar ditiadakan. Pentas seni adalah acara tahunan bagi seluruh siswa di SMA Scientia, sedangkan Prom Night hanya khusus untuk siswa kelas XI.Acara pentas seni diselenggarakan di aula utama sekolah, yang terletak di lantai lima, lantai paling atas. Seluruh lantai lima khusus dibangun untuk aula dan ruangan penunjangnya, seperti ruang ganti, ruang latihan, ruang transit, gudang peralatan, ruang sound system, dan sebagainya.Hari ini, Alena dan Karin akan tampil. Acara dimulai jam delapan pagi, tapi dari jam lima pagi, mereka sudah bersiap-siap. Bersama teman-teman yang lain, mereka berganti kostum dan berdandan di ruang ganti.Alena memakai pakaian kebaya berwarna merah dan rok kain yang sudah disiapkan dari sekolah, sedangkan Karin memakai pakaian penari berwarna-warni. Ada guru pembimbing yang membantu mereka, tapi karena jumlah siswa yang banyak, tetap saja

    ปรับปรุงล่าสุด : 2021-03-21
  • Truly In Love 1   12. Truly

    Alena dan Karin sampai di pintu gerbang samping asrama. Di sana, sudah ada beberapa teman cowok, yang sepertinya juga menjemput pasangannya yang tinggal di asrama. Karin sudah bertemu Lucky. Lucky tampak gagah dengan tuksedo berwarna hitam dan kemeja putih.Mendadak Alena tertegun. Ia melihat Alva berjalan ke arahnya. Alva tampak sangat... Alena kehilangan kata-kata. Alva memakai tuksedo berwarna putih dengan pinggiran kerah berwarna gold. Vest yang ia kenakan di dalam tuksedo dan dasi kupu-kupunya juga berwarna gold. Ia seperti pangeran berkuda putih yang sedang menjemput putrinya. Alena tersenyum gugup pada Alva. Mata Alva terus menatapnya dengan lembut."Kamu cantik banget...," puji Alva dengan suara setengah berbisik, saat mereka sudah berdiri berhadapan.Alena semakin berdebar-debar. "Kamu juga gagah banget... Kayak pangeran...," Alena balas memuji.Mata Alva bersinar dan wajahnya terlihat berseri-seri. A

    ปรับปรุงล่าสุด : 2021-03-21
  • Truly In Love 1   13. Alvalena

    Alena terbangun jam lima esok paginya. Ia merasa tidak bisa tidur lagi, karena ingatan akan apa yang terjadi di Prom Night masih sangat kuat. Biasanya, ia baru bangun dan mandi sekitar jam setengah enam.Alena meraih ponsel di atas meja samping tempat tidurnya. Seingatnya, semalam setelah ia merekam Alva memainkan lagu pertamanya, ia tidak membuka ponselnya lagi, bahkan ia langsung tidur setelah capek mengobrol dengan Karin.Ada chat dari Mama semalam, menanyakan bagaimana acaranya. Alena segera membalas chat Mama, bercerita bahwa semalam sangat luar biasa. Ia tidak leluasa bercerita panjang lebar lewat chat, jadi ia berjanji akan menelepon Mama nanti sore, setelah pulang sekolah.Alena segera bangun dan mandi. Rasanya tidak sabar ingin segera ke sekolah. Saat berganti pakaian di kamar, matanya tertuju ke selempang bertuliskan 'Queen of Prom Night', dan buket bunga yang ia taruh di meja belajarnya di samping

    ปรับปรุงล่าสุด : 2021-03-21

บทล่าสุด

  • Truly In Love 1   28. Kunci Hati

    Semua orang di puncak bukit itu asyik mengabadikan momen matahari terbit. Alva perlahan melepaskan pelukannya, kemudian mereka berdua juga berfoto, dengan latar pemandangan gunung-gunung berselimutkan awan dan bola emas matahari. Mereka berdua duduk mengagumi pemandangan yang sangat luar biasa dari puncak bukit. Hawa dingin menusuk mulai terasa berkurang, karena kehangatan dari sinar matahari.Setelah kurang lebih satu jam di atas Bukit Sikunir, saatnya untuk melanjutkan perjalanan lagi. Alena menoleh ke tempat Karin duduk tadi. Ia tampak sudah bisa berdiri, dengan dibantu Lucky. Alena dan Alva menghampirinya. Karin tersenyum malu-malu pada mereka."Kakiku udah baikan kok, udah bisa gerak lagi nih...," katanya, sambil menggerak-gerakkan kaki kirinya."Bisa jalan nggak?" tanya Alena."Bisa kok..." Karin berjalan pelan-pelan. "Ayo kita turun..."Lucky membantu Karin berjalan perlahan-lahan ke tan

  • Truly In Love 1   27. Sunrise

    Hari Kamis pagi, seluruh peserta karya wisata kelas XI IPA berkumpul di halaman depan sekolah. Jumlah peserta sekitar 150 siswa dari tiga kelas. Sudah ada tiga bus wisata besar yang menanti di depan gerbang sekolah. Tentunya mereka tetap didampingi oleh guru-guru mereka, ada empat guru pria dan dua guru wanita yang ikut dalam karya wisata tersebut. Sekolah tidak menggunakan jasa event organizer atau pemandu wisata, para siswa sendirilah yang menjadi panitia. Tujuannya untuk melatih kemandirian dan kedisiplinan siswa.Sekitar jam enam, seluruh peserta sudah lengkap didata. Kemudian mereka dibagi ke dalam tiga bus, Alena dan Alva berada dalam satu bus, sedangkan Karin di bus yang lainnya. Alena merasa senang bisa bersama Alva. Mereka duduk bersebelahan di bangku paling belakang, bersama dengan tiga teman lainnya. Setelah briefing singkat dan doa bersama, bus-bus itu meluncur meninggalkan sekolah.Di dalam bus, paniti

  • Truly In Love 1   26. Air Terjun

    Tiga bulan kemudian.Ujian akhir semester kedua sudah menanti Alena dan Alva. Tugas dan latihan soal, ulangan harian mendadak, jadwal ekstrakurikuler, kursus bahasa Jerman, dan belajar untuk ujian akhir, seperti rutinitas yang sudah menjadi makanan mereka sehari-hari selama tiga bulan terakhir ini.Alena merasa lama-lama ia menjadi terbiasa dengan kesibukan tersebut, hal yang tadinya terasa begitu berat di awal. Alva tidak pernah mengeluh atau terlihat kesulitan menjalani semuanya. Ia juga selalu mendampingi Alena, sehingga Alena merasa mendapat semangat tambahan untuk bisa menyamai Alva.Alena dan Alva sama-sama berhasil naik ke level berikutnya dalam kursus bahasa Jerman mereka. Mereka berniat untuk mengikuti ujian Bahasa Jerman di Goethe Institute setelah Alena menyelesaikan level B1, rencananya dalam waktu enam bulan ke depan.Ujian akhir semester kedua bagi siswa kelas X dan XI SMA Scientia berlangsung se

  • Truly In Love 1   25. Cemburu

    Alena berjalan tergesa-gesa menuju ruang tunggu pemain. Tadi di lobby, ia melihat sekelompok gadis remaja masih berkerumun, seolah menunggu. Untunglah panitia tidak mengizinkan siapapun masuk ke dalam ruang tunggu, kecuali yang memakai tanda pengenal crew. Apakah mereka menunggu Alva? Alena merasa makin tidak nyaman. Ia bergegas masuk ke dalam ruang tunggu yang tadi ditempati tim Om Bimo.Komunitas musik klasik dari Kampus ISI itu sedang bergembira dan mengobrol satu sama lain, tentunya merayakan keberhasilan penampilan mereka malam ini. Alva berdiri dekat Om Bimo. Om Bimo sedang berbicara sambil memegang pundaknya, seperti sedang memberi selamat atau menyemangatinya.Alva langsung menoleh ke arahnya, ketika Alena berjalan masuk ruang tunggu itu. Alva menatapnya dengan penuh arti. Alena merasa ia mengerti maksud Alva, ia tersenyum dan mengangguk. Lalu ia duduk lagi di kursi yang tadi siang didudukinya, memberi kesempatan Alva dan ti

  • Truly In Love 1   24. Duet

    Alena mengikuti Luis berjalan menuju pintu masuk ruang konser bagi penonton. Di situ, sudah ramai penonton yang mengantri untuk masuk. Alena melihat banyak penonton dari kalangan anak muda dan remaja, mungkin sebagian besar adalah mahasiswa dan pelajar.Setelah menyerahkan tiket ke panitia, Alena dan Luis masuk ke dalam ruang konser. Ruangan itu sangat luas dan megah dengan langit-langit tinggi. Kursi-kursinya tersusun berundak ke atas seperti di bioskop.Alena mengikuti Luis berjalan ke barisan kursi di tengah, tidak terlalu dekat dengan panggung, juga tidak terlalu jauh. Luis sepertinya sudah memilihkan posisi yang nyaman untuk merekam. Di depan kursi mereka, terdapat ruang yang cukup luas untuk menaruh tripod.Alena duduk dan mulai men-setting kamera dan tripodnya. Luis duduk di sebelah kanan Alena. Luis masih berusaha mengajaknya mengobrol, ia berkomentar tentang ramainya penonton dan dekorasi panggung yang megah

  • Truly In Love 1   23. Konser

    Minggu-minggu berikutnya adalah saat yang sibuk bagi Alena dan Alva berdua. Alva terus mempersiapkan diri untuk konser musik klasik, yang akan berlangsung tiga minggu lagi. Selain berlatih di Kampus ISI bersama Om Bimo dan komunitas, ia juga sering berlatih sendiri di gudang alat musik, tentunya ditemani Alena jika sedang tidak ada jadwal ekstrakurikuler.Kesibukan di sekolah juga semakin bertambah, karena ujian tengah semester akan diadakan sekitar dua minggu setelah konser musik klasik. Alena dan Alva harus berusaha membagi waktu untuk belajar, mengerjakan tugas, mengikuti kelas ekstrakurikuler, kursus bahasa Jerman, dan latihan musik.Alena merasa ia seperti sedang berlomba lari, dan nafasnya terengah-engah. Tapi ia merasa mendapatkan kekuatan lagi, setiap kali menatap wajah Alva. Ia teringat janjinya kepada Tante Clara, ia ingat nasihat Papa dan Mama, bahwa ia harus berjuang untuk meraih apa yang menjadi impiannya. Alva selalu berada di

  • Truly In Love 1   22. Malioboro

    Menjelang jam dua belas, Alena membantu Mama di dapur, menyiapkan makan siang. Papa mengajak Alva untuk belajar menyetir mobil, kebetulan tidak jauh dari rumah, ada lapangan kosong. Alva menyambut ajakan Papa dengan antusias. Katanya, ia memang sudah lama ingin belajar menyetir mobil.Sekitar satu jam kemudian, Papa dan Alva pulang, lalu mereka berempat menikmati makan siang bersama. Papa berkata, Alva bisa belajar menyetir mobil lagi dengannya, kapan pun ada waktu. Alena senang melihat Alva dan Papa sepertinya tambah akrab. Mereka masih membahas tentang pentas drama musikal kemarin."Kayaknya Papa benar deh... Lena jadi tambah pingin ambil jurusan teater...," kata Alena. Ia merasa setiap latihan dan kerja keras yang telah dilaluinya sebelum pentas menjadi sangat manis, setelah melihat keberhasilan pertunjukannya."Tuh benar kan, apa Papa bilang? Kamu punya bakat dan hati di teater," komentar Papa sambil tersenyum.

  • Truly In Love 1   21. Romance

    Alena kembali ke ruang ganti untuk berganti kostum dan menghapus make-up-nya terlebih dulu. Di dalam ruang ganti, masih ramai teman-teman yang saling memuji dan bercerita tentang pentas tadi.Kemudian, Sir Angga mengumpulkan semua pengisi acara di ruang transit, memuji penampilan mereka, dan berterima kasih untuk semua kerja keras mereka. Setelah itu, barulah mereka bubar dan meninggalkan aula.Papa, Mama, dan Alva sudah menunggu Alena di luar aula. Suasana aula sudah tidak ramai lagi, para orang tua dan siswa sudah beranjak pulang. Mereka bersama-sama turun ke lantai satu, dan berjalan menuju tempat parkir di halaman depan sekolah."Ayo, pada mau ke mana nih? Lena? Alva?" tanya Papa, begitu mereka semua sudah berada di dalam mobil.Alena dan Alva duduk berdua di belakang, mereka saling berpandangan."Ke mana ya, Pa? Lena lapar nih, tadi cuma makan sedikit...," jawab Alena."Kalau gitu, kita

  • Truly In Love 1   20. Drama

    Setelah libur akhir pekan berlalu, dan mereka kembali ke sekolah, dimulailah minggu yang terasa sibuk bagi Alena. Ia harus berlatih lebih intensif untuk pentas drama musikal, yang akan berlangsung hari Sabtu ini. Kursus bahasa Jerman juga sudah dimulai dua kali seminggu, dengan tiap pertemuan satu setengah jam. Belum lagi mulai banyak PR dan tugas lain dari guru-guru mereka, juga jadwal ekstrakurikuler Alena yang lainnya.Alena merasa lelah, tapi berusaha tidak mengeluh. Yang membuat dia merasa kuat, adalah karena Alva selalu mendampinginya. Alva selalu mengantar dan menjemputnya di kelas ekstrakurikuler. Mereka mengerjakan tugas dan PR bersama Karin di perpustakaan tiap ada waktu. Mereka juga berangkat dan pulang bersama, tiap kali kursus bahasa Jerman, dengan motor baru Alva yang dihadiahkan oleh Om Hanz.Hari Jumat sore, Alena dan Alva baru saja selesai kursus bahasa Jerman. Alva memutuskan tidak berangkat ke latihan komunitas musik klasi

DMCA.com Protection Status